Maudi menyetujuinya.
Semudah itu.Karena menurutnya tawaran dari Satria kemarin itu adalah sebuah pucuk dicinta ulam pun tiba.Pun dengan mepetnya keadaan dan juga pepatah yang berbunyi; ‘tidak baik menolak rejeki’. Meskipun memang pada dasarnya Maudi tidak punya alasan untuk menolak tawaran Satria. Karena terang saja.Semua yang Maudi inginkan adalah menetap lebih lama di Jakarta dan untuk mewujudkan satu hal itu Maudi harus memiliki kerjaan yang jelas.Walaupun Satria sudah mengatakan padanya jelas-jelas kalau pekerjaan itu hanya untuk waktu satu minggu, tapi setidaknya Maudi bisa mendapat uang lebih dan paling penting Maudi bisa mencari pekerjaan lain dalam waktu satu minggu itu. Yang penting status Maudi berubah dari pengangguran Expert menjadi mantan pengangguran.Maudi mencengram ransel Satria lebih erat ketika motor besar yang ditunggangginya selap-selip diantara mobil-mobil yang sedang berderet menanti lampu lalu lintas berganti warnBintang berangkat kerja di antar oleh Mas Satria beberapa menit kemudian, sedangkan Maudi ditinggal dirumah bersama Calum yang sejak tadi fokus pada gadget keluaran terbaru ditangannya.Anak berumur tiga tahun itu fokus sekali pada laju ular yang sepertinya sudah seukuran badan pohon kelapa kalau di buat nyata. Anak kecil jaman sekarang main cacing di layar elektronik, sedangkan dulu Maudi bermain real cacing yang ia cari sendiri di lapisan pohon pisang yang sudah membusuk.Maudi melirik kearah jam didinding. Sepi sekali disini, hanya terdengar suara soundtrack permainan yang sedang dimainkan Calum, ada teleivi, namun Maudi sungkan menyalakannya sedangkan yang punya rumah sedang tidak ada.Maudi menoleh kepada balita yang ada di sampingnya. Calum ganteng. Mirip mbak Bintang yang cantik, tapi sifatnya, keturunan dari Satria plek ketiplek.Apa? Dipikir dari tadi Maudi tidak mencari bahan obrolan hanya untuk mengambil atensi balita ini? Mulut Maudi bahkan suda
Setelah pulangnya Satria, Maudi membiarkan bapak dan anak itu menikmati quality time berdua tanpa gangguan, sementara dirinya mendekam di dalam kamar yang sebelumnya Bintang tunjukan, kamar Maudi untuk sementara selama ia tinggal di rumah ini.Menulis surat cinta lagi dan lagi, mengurutkan berkas jadi satu rapih-rapih lalu ia masukan ke dalam satu amplop besar berwarna coklat.Kamar yang dihuni Maudi sangatlah memuaskan, setidaknya untuk ukuran perempuan yang dua mala mini tidur di atas tikar dan tanpa kipas angina seperti Maudi. Memang tidak terlalu besar namun sangat rapih dan juga kasurnya on point.Maudi mengulas senyum lebar, dengan bahagia ia merebahkan diri di ranjang dengan kasur busa ukuran satu orang itu.Mbak Bintang memang baik sekali. Orangnya lemah lembut dan pengertian persis seperti yang Maudi dengar dari ibu.Bodohnya mas Satria melepas wanita sebaik itu. Maudi tidak mengerti jalan pikir lelaki.Setelah puas merebahkan diri sambil berma
“Kamu nulis novel, Dy?”Pagi sudah datang.Dan pagi hari versi Maudi tak pernah terasa semembahagiakan ini, semalam ia tidur sangat cepat, dan bangun terlambat juga, saking lelapnya. Kasur yang menyembuhkan pegal-pegal membawa mimpi indah pada malam Maudi yang sebelum ini dipenuhi kerisauan.Memangnya surganya anak-anak nolep tidak jauh-jauh dari kasur.Benar. kalau tidak salah tadi ada suara Satria terdengar.Maudi yang semula sedang sibuk membenahi berkas untuk dimasukan tasnya itu kemudian menoleh ke arah pintu, oh ternyata ia lupa menutup pintu hingga sekarang ada Satria berdiri bersandar pada kusen sembari menggendong anak laki-lakinya.“Hah?” sahut Maudi otomatis, keningnya mengerut tipis, ia tidak salah dengar, tadi Satria bilang penulis? Maudi mengeleng setelah dua detik berlalu. “Enggak. Rumor dari mana?”Dan dengan itu, tanpa dosa sama sekali Satria mengangkat satu tangannya, wajahnya datar bukan main.“Ini,” ujar Satria menunjurus pada sabuah buku dengan ketebalan sedang, me
“Calum kalo mau apa-apa panggil embak ya,”Maudi mendudukan Calum di salah satu kursi meja makan, mengambilkan beberapa mainan juga agar anak tiga tahun itu tidak bosan. Untuk saat ini Maudi masih belum bisa meluluhkan sisi dingin Calum, sementara ia sudah membuktikan kalau Calum benar-benar bisa bicara, kemarin Maudi dengar Calum bicara pada Satria.Ya tidak apa-apa, ia juga bisa Bahasa kalbu kok. Tanpa bicara Maudi yakin ia bisa mengerti apa yang dibutuhkan Calum nanti. Semoga saja.Setelah memberikan mainan pada Calum Maudi pun segera menuju meja dapur, mengambil Teflon dan ia letakan di atas kompor. Menyiapkan bumbu-bumbu lalu ia potong tipis-tipis. Bawang putih, bawang merah, cabai dan kemiri ia gerus juga tak lupa diberi garam.Maudi kemudian mengambil satu piring nasi dari penanak nasi.Benar.Hanya ini yang bisa Maudi buat. Nasi goreng adalah jurus andalan Maudi saat kelaparan, setelah mie instan tentunya. Dan bisa dibilang nasi goreng tanpa kecap yang
Maudi pergi ke mini market jalan kaki, karena setelah melihat dari maps ternyata letak mini market tidak terlalu jauh dari rumah mbak Bintang. Sebenarnya ada motor matic di rumah, milik mbak Bintang, namun Maudi memilih untuk tidak memakainya, karena dia bawa Calum juga, takut kalau nanti terjadi apa yang tidak diinginkan.Sepanjang langkah keluar dari komplek perumahaan, banyak ibu-ibu yang memanggil nama Calum, dan anak itu hanya diam dengan wajah biasa saja. Maudi bisa tau, dengan peringainya yang ramah mbak Bintang tentu bisa menjalin hubungan baik dengan para tetangganya, tidak seperti Maudi yang saban hari pasti cekcok tiada henti.Letak mini market hanya di seberang jalan depan gapura komplek, dekat sekali, sembari menggandeng tangan Calum, Maudi celingukan berniat menyebrang, melangkah ketika tak ada lagi kendaraan melintas, menuntun Calum sementara satu tangan lainnya terjulur keatas, mengepal telapak tangan khas orang menyeberang.Setelah sampai di mini market Maudi juga tida
Mau sebodo amat apapun, fakta bahwa Satria adalah atasan Maudi tidak bisa diubah sama sekali. Maudi memang terlalu berani. Tidak seharusnya ia mengabaikan pesan Satria, hanya dibaca tanpa membalas padahal jelas statusnya sedang online.Lihat sekarang.Maudi jadi harus berdiri sembari menunduk hendak disidang karena lalai bertugas.Begitu Satria pulang, membersihkan diri dan meluangkah waktu dengan anaknya, lelaki itu memanggil Maudi yang sedang bersemedi di kamar, ia tidak mau nimbrung keluarga Satria kalau sudah di luar jam kerja, dan karena itu Maudi lebih memilih mendekam di kamar dengan handphone, menonton updatean episode terbaru animasi jepang.Terdengar jelas kalau Satria menghela napas, sudah ke tiga kalinya. Mungkin sedang menahan amarah, namun jika boleh jujur Maudi lebih memilih untuk segera diadili dari pada ditatap dengan tatapan api padahal hati jedag-jedug begini. Lebih baik langsung dimarahi saja. Langsung marah, langsung selesai. Kalau begini tid
Hari ini tugas Maudi untuk menjaga Calum dimulai lebih cepat dari hari kemarin.Karena tadi malam Satria lembur mengerjakan sisa kerjaan kantor yang belum tuntas lelaki itu mengeluh kesiangan. Dan berhubung Satria harus bersiap-siap tanpa gangguan Maudi jadi dipanggil untuk menemani anak tiga tahun itu bermain.Maudi sendiri sedang membaca novel yang Satria pinjamkan padanya, ia tidak tau. Ternyata membaca cerita bersambung bisa secandu ini. Dari kemarin malam Maudi membacanya, saat ingin berhenti, ia terbayang adegan berikutnya dari lanjutan novel yang sedang dibaca, maka begitulah. Maudi jadi begadang untuk membaca separuh jalan cerita dari novel bergenre romansa yang ia baca.Dan setelah bangun, Maudi melanjutkan bacaan setelah memeriksa ponsel.“Lum,” panggil Maudi sembari membalikan satu lembar halaman di buku yang ia pegang.Tiba-tiba saja. Maudi jadi kepikiran dengan yang ditawarkan Satria. Dengan apa yang menjadi dasar Maudi membaca buku-
Akhirnya pun Maudi menurut, ia sudah memikirkan ini sepanjang malam, bahkan setelah sesi curhatnya dengan Calum selesai Maudi masih setia berpikir, kemudian ia bertanya lagi pada Eva, dan menurut teman realistis Maudi ‘Kamu tuh nggak lagi di posisi yang bisa milih-milih, coba aja dulu, apalagi Mas Satria mau jadi mentor, kalo pun nggak berhasil nantinya kamu tetep dapet ilmu Mod, coba aja dulu.’ Katanya begitu.Dan Maudi pun sedikit banyak setuju dengan pendapat temannya, meskipun perlu banyak waktu untuk sadar. Keuntungan yang bisa Maudi ambil kalau ia mau dibimbing Satria tentu amat banyak, namun lagi-lagi keraguan tentang bisa atau tidaknya Maudi merangkai cerita tetap menghantui.Dulu sekali, sewaktu SD, setiap habis liburan semester, pasti pada pelajaran Bahasa Indonesia murid-murid akan disuruh membuat karangan tentang hari libur mereka, dan bahkan saat SD, menulis hal yang sudah dilakukan, menulis hari liburan yang sudah dilewati terasa sangat sulit, apa
Kehidupan pernikahan persis dengan apa yang pernah Maudi bayangkan. Tidak perlu bertanya jauh-jauh, Maudi sudah bisa memahami hanya dengan mendengar keluh kesah teman-teman yang lebih dulu menikah.Dan sekarang. Giliran Maudi yang mengalami itu.Jangan kira dalam cerita romansa yang ada cuma adegan mesra-mesra. Nyatanya kehidupan nyata lebih mencolok dari picisan kata cinta.Indah? Tentu ada indahnya juga, namanya juga hidup. Maudi bahkan berani bilang kalau ia tak pernah sebahagia ini sebelumnya.Ngomong-ngomong, Maudi sudah menjadi seorang ibu.Maksudnya, ibu sungguhan. Mengandung dan melahirkan. Enam bulan lalu Maudi melahirkan seorang putri cantik dari perutnya. Adiknya Calum.Tak lama setelah menikah, Maudi langsung hamil, maka dari itu tidak ada masa pacaran setelah menikah. Yang ada cuma morning sickness, emosional rollercoaster, ngidam dan kaki yang bengkak.Satria begitu memanjakan Maudi. Apalagi saat hamil. Rasanya Maudi seperti kembali jadi anak k
Musim di Indonesia sudah tidak lagi menentu. Kendati masih sama hanya hujan dan gersang tetapi kedatangan dua musim itu tak lagi pada jadwal yang diketahui bumi.Seingat Maudi tadi siang, waktu resepsi pernikahannya digelar, suhu bumi yang ia pijak tak jauh berbeda dengan panasnya gurun sahara. Tidak ada yang menyangka saat malam tiba justru dingin serta rintik hujan melanda.Protes? Oh jangan salah, Maudi bukan sedang protes. Ia hanya ingin bicara bahwa jangan pernah percaya apa kata ramalan cuaca.Hujan ini bagus.Bagus, sangat bagus malah.Ada yang lupa? Ini malam pengantin Maudi dan Satria.Malam pertama dan hujan, apa ada yang lebih bagus daripada itu?Mungkin ada.Berkumpul bersama teman saat hujan di hari pernikahan mungkin terasa amat menyenangkan bagi pengantin laki-laki. Terbukti dengan Maudi yang masih tertidur sendiri meski jam di dinding sudah menunju angka dua belas. Sudah tengah malam! Padahal suasana sedang mendukung tetapi dia malah asik nong
Percaya pada takdir.Mungkin hanya itu yang bisa Maudi sampaikan setelah menjalani kisah yang panjang ini.Karena berdasarkan pengalaman. Mau seberapa jauh langkah berjalan, arahnya takdir yang menentukan.Berniat pergi ke Utara, malah sampai di selatan. Berlari menuju timur, tiba-tiba sudah ada di barat.Tetapi apapun itu hasilnya, yang Maudi tau, takdir membawa hasil paling baik dari yang pernah dibayangkan.Seperti sekarang ini.Dua tahun merupakan waktu yang cukup lama.Usia Maudi bertambah begitu saja, sekarang sudah dua tujuh, semakin dewasa dalam pikiran dan seluruh aspek hidup.Dua tahun ini, banyak yang berubah dari Maudi. Dalam sifat maupun kepercayaan terhadap sesuatu. Juga naik turun hubungan percintaan dengan Satria.Maudi diberi waktu untuk melakukan hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Pergi jalan-jalan ke berbagai tempat, memikirkan soal cita-cita dan tujuan hidup, mempunyai teman baru, tak jarang Sera menyeret Maudi untuk
Jujur itu aman. Tetapi beberapa hal memang lebih baik disimpan sebagai rahasia selamanya daripada membuka sebuah kejujuran pias.Dulu sekali, ketika Maudi belum tau bahwa Calum bukanlah anak biologis Satria, Maudi tidak jauh berbeda dari orang kebanyakan, ia tidak bisa untuk tidak menghakimi, lebih-lebih menganggap hidup manusia sejenis Satria terlampau bodoh dan sia-sia.Hal sejenis itu terlampau normal dan tak bisa dihindari untuk ukuran manusia yang pikirannya belum terbuka.Saat itu Maudi terlalu nyaman dengan dirinya sendiri, hanya menatap dunia dari arah pandangnya sendiri, belum mengerti kalau dunia bukan cuma tentang dia, dan dunia punya pandangan lain selain dari pandangan matanya.Dan hal itu terlampau wajar.Karena saat itu Maudi tidak tau, dan saat itu Maudi tidak ingin tau.Tetapi sekarang? Cerita sudah lain jalan. Mata Maudi yang semula hanya mantap satu arah lurus ke depan sekarang sudah mendapat penerangan. Maudi tau bahwa ia tidak boleh
Sudah dua orang mengatakan kalimat yang persis sama itu pada Maudi. Yang pertama adalah Bintang dan yang kedua itu Sera.Dan Maudi yakin ia tidak sebodoh itu kalau sampai harus mendengar kalimat tersebut untuk ketiga kalinya. Maudi juga paham bagaimana perasaan yang disebut cinta itu bekerja. Meski awam Maudi mengerti betapa perasaan tidak bisa dibohongi.'Jangan tolak Satria kalau kamu memang suka', Maudi sudah menolaknya, karena awalnya Maudi pikir jatuh cinta itu pilihan. Waktu itu saat hidup masih amat rumit Maudi berpikir kalau menerima perasaan Satria hanya akan menambah masalah di hidupnya jadi daripada begitu Maudi memilih untuk tidak.Maudi belum mengerti kalau hati tidak bisa didikte. Perlu waktu yang cukup lama bagi Maudi untuk paham bahwasanya mau sekuat apa kita menghindar kalau memang sudah ada perasaan, kalau hati sudah menentukan arah, maka sudah, mau pergi menghindar ke mana pun, mau bilang tidak seribu kali pun, jawabannya tetap sam.Dan Maudi baru
Maudi langsung melesat kabur sebelum pembicaraan mengenai 'pacar' Satria bersama ibu semakin jauh, tentunya setelah menghadapi krisis kepercayaan yang dahsyat, berkat kemampuan kompor Mario, ibu makin yakin kalau anak gadisnya yang terkenal nolep ini adalah tersangka dalam bahan gossip belakangan.Dan tentunya, Maudi tidak bisa lagi untuk mengelak, dia nol sekali kalau sedang panik, apa lagi jika dipojokkan, membuka mulut pun Maudi tergagap saking gugupnya. Jadi daripada dihakimi oleh ibu dan membuat kebahagiaan di dalam hidup Mario menikat, lebih baik Maudi kabur saja.Maudi tau ia tidak bisa sepenuhnya kabur, karena mereka masih satu rumah, dan mau dibilang bagaimana pun juga, permasalahan cinta Maudi, yang mana bersama Satia, merupakan hal serius yang harus dibicarakan. Jadi daripada kabur, mungkin lebih tepat mengatakan kalau Maudi menenangkan diri sejenak sebelum menerima tekanan yang lebih besar.Karena Maudi yakin, berubahnya sikap Bu Sarah belakangan, berubahnya
Ingat apa yang terakhir kali terjadi?Maudi mengalami hal yang menurutnya mencurigakan. Oh yes, tentu, apa lagi kalau bukan soal Bu Sarah dan anak perempuannya.Nyinyir soal apa lagi, Mod?Jangan berperasangka buruk duluan, pasti ada hal janggal kenapa Maudi menganggap mereka mencurigakan, bukan?Benar. Karena belakangan, Bu Sarah yang suka mengomentari apapun yang Maudi lakukan, Bu Sarah yang selalu menganggap semua hal yang dilakukan Maudi salah, tiba-tiba saja dia berubah menjadi lebih kalem.Begitu baik, sampai-sampai Maudi curiga.Ada apa ini?Belum lagi soal Sera. Dia juga sama anehnya. Kemarin waktu malam minggu, Maudi mengobrol dengan Rean saat lelaki itu menunggu Sera selesai berdanan, dan Sera melihatnya. Tetapi dia tidak memulai perdebatan seperti biasa, dia tidak menuduh Maudi mau merebut kekasihnya, dia tidak nyindir-nyindir Maudi dengan kalimat kecut dan itu luar biasa bagi Maudi.Kenapa mereka ini? Kenapa insyafnya barengan.
Sepertinya Maudi memang sudah gila.Hm benar, topik bicara kali ini masih sama dengan topik bicara yang kemarin. Sibuknya pikiran Maudi pun masih berputar pada hal yang sama.Memang benar kata orang, kalau jatuh cinta, kalau patah hati, dan kalau sedang bingung karena perasaan merah muda itu pastinya semua hal yang semula normal menjadi berantakan.Sebelumnya Maudi tidak pernah, menanyakan kemana dan apa alasan seseorang pergi, ia juga tidak pernah mengintip dari balik jendela kala seseorang dari lingkungannya meninggalkan rumah, tolong catat baik tidak pernah sekalipun, bahkan saat kakak Maudi pergi dari rumah Maudi tidak pernah merasa berat dalam hati.Tetapi apa ini. Maudi sampai kebingungan parah, ia seperti bukan dirinya sendiri.Mulai dari saat malam itu, saat Satria bilang bahwa dia akan segera kembali ke Jakarta, Maudi tidak yakin kenapa dirinya sedikit keberatan mendengar kabar itu. Padahal jelas, Maudi tidak ada hak sedikitpun untuk merasa demikian
Maudi pernah mendengar tentang pengalaman seseorang pasal 'firasat wanita tidak pernah salah'. Ya, benar. Biasanya firasat tersebut identik dengan baik buruknya sifat sang lelaki, dan juga firasat tentang bagaimana hati seseorang berubah.Tetapi kali ini, sepertinya firasat Maudi sebagai seorang perempuan dapat diakui. Bukan, Maudi tidak mendapat berita mengejutkan seperti; Satria cuma nyepik kamu, dia nggak serius dan cuma buat bercanda aja.Bukan seperti ini. Firasatnya kali ini merupakan firasat soal bisnis lelaki itu.Maudi sendiri terkejut.Ia tak tau harus berpikir yang mana terlebih dahulu, senang karena berasil menjadi seorang cenayang atau ikut sedih Satria dikibuli teman bisnisnya.Padahal wajah teman Satria tidak ada raut kriminalnya. Inilah orang selalu bersikeras jangan memandang seseorang dari fisik luarnya saja."Ditunda?" pekik Maudi tak percaya.Niat awal cuma menanyakan soal pekerjaan yang Satria tawarkan waktu itu, karena ibu ter