Mau sebodo amat apapun, fakta bahwa Satria adalah atasan Maudi tidak bisa diubah sama sekali. Maudi memang terlalu berani. Tidak seharusnya ia mengabaikan pesan Satria, hanya dibaca tanpa membalas padahal jelas statusnya sedang online.Lihat sekarang.Maudi jadi harus berdiri sembari menunduk hendak disidang karena lalai bertugas.Begitu Satria pulang, membersihkan diri dan meluangkah waktu dengan anaknya, lelaki itu memanggil Maudi yang sedang bersemedi di kamar, ia tidak mau nimbrung keluarga Satria kalau sudah di luar jam kerja, dan karena itu Maudi lebih memilih mendekam di kamar dengan handphone, menonton updatean episode terbaru animasi jepang.Terdengar jelas kalau Satria menghela napas, sudah ke tiga kalinya. Mungkin sedang menahan amarah, namun jika boleh jujur Maudi lebih memilih untuk segera diadili dari pada ditatap dengan tatapan api padahal hati jedag-jedug begini. Lebih baik langsung dimarahi saja. Langsung marah, langsung selesai. Kalau begini tid
Hari ini tugas Maudi untuk menjaga Calum dimulai lebih cepat dari hari kemarin.Karena tadi malam Satria lembur mengerjakan sisa kerjaan kantor yang belum tuntas lelaki itu mengeluh kesiangan. Dan berhubung Satria harus bersiap-siap tanpa gangguan Maudi jadi dipanggil untuk menemani anak tiga tahun itu bermain.Maudi sendiri sedang membaca novel yang Satria pinjamkan padanya, ia tidak tau. Ternyata membaca cerita bersambung bisa secandu ini. Dari kemarin malam Maudi membacanya, saat ingin berhenti, ia terbayang adegan berikutnya dari lanjutan novel yang sedang dibaca, maka begitulah. Maudi jadi begadang untuk membaca separuh jalan cerita dari novel bergenre romansa yang ia baca.Dan setelah bangun, Maudi melanjutkan bacaan setelah memeriksa ponsel.“Lum,” panggil Maudi sembari membalikan satu lembar halaman di buku yang ia pegang.Tiba-tiba saja. Maudi jadi kepikiran dengan yang ditawarkan Satria. Dengan apa yang menjadi dasar Maudi membaca buku-
Akhirnya pun Maudi menurut, ia sudah memikirkan ini sepanjang malam, bahkan setelah sesi curhatnya dengan Calum selesai Maudi masih setia berpikir, kemudian ia bertanya lagi pada Eva, dan menurut teman realistis Maudi ‘Kamu tuh nggak lagi di posisi yang bisa milih-milih, coba aja dulu, apalagi Mas Satria mau jadi mentor, kalo pun nggak berhasil nantinya kamu tetep dapet ilmu Mod, coba aja dulu.’ Katanya begitu.Dan Maudi pun sedikit banyak setuju dengan pendapat temannya, meskipun perlu banyak waktu untuk sadar. Keuntungan yang bisa Maudi ambil kalau ia mau dibimbing Satria tentu amat banyak, namun lagi-lagi keraguan tentang bisa atau tidaknya Maudi merangkai cerita tetap menghantui.Dulu sekali, sewaktu SD, setiap habis liburan semester, pasti pada pelajaran Bahasa Indonesia murid-murid akan disuruh membuat karangan tentang hari libur mereka, dan bahkan saat SD, menulis hal yang sudah dilakukan, menulis hari liburan yang sudah dilewati terasa sangat sulit, apa
Hari sudah sore.Maudi sudah mengerjakan semua pekerjaannya, seperti biasa setelah bangun tidur tadi pagi ia membersihkan diri, menemani Calum bermain setelah Satria berangkat bekerja. Hari ini Maudi mengirim lamaran ke beberapa perusahaan, katanya kan, sambil menyelam minum air jadi barangkali ada yang nyantol Maudi mengirim berkas ke perusahaan-perusahaan itu.Siang pun sama, Maudi tak melakukan hal banyak, hanya memasak, karena bosan ia yang hoby melihat vlog memasak di Yutube pun berniat mempraktekan.Tentu dengan ijin, Maudi punya nomor Bintang, sudah dua kali video call juga karena Bintang ingin bicara dan melihat wajah anaknya, Maudi meminta ijin meminjam mixser dan juga oven di dapur Bintang, dan tentu saja di ijinkan.Oleh karena itu Calum bisa memakan roti bolu buatannya. Membuat bolu tidak sulit, Maudi bisa dengan mudah membuatnya, pun dengan bahan-bahannya, tidak banyak, hanya perlu waktu membuat meringue dan memanggang.Calum sudah mau mendekat
Calum sudah mandi, anak itu sudah memakai baju tidur dan bau bedak bayi, sedang duduk di depan rumah sembari menanti ayahnya pulang, Maudi menemani, ia belum mandi, nanti saja kalau ia sudah santai dan Calum sudah bersama Satria, biar habis mandi sekalian nonton anime sambil rebahan. Tak pelu dijelaskan lagi, orang-orang pasti tau nikmatnya kegiatan tersebut.Biasanya Satria pulang sekitar jam setengah lima atau lebih. Dan sekarang masih jam empat.Maudi pun tidak hanya duduk menunggu, sementara Calum bermain dengan robot dan juga mobil-mobilannya Maudi sibuk melihat-lihat tanaman yang ada di depan rumah.Sepertinya layaknya wanita kebanyakan Bintang juga menyukai hal feminism dan juga indah semacam bunga, Maudi juga suka, ia hanya tidak suka merawatnya, yang telaten itu ibu Maudi, terbukti dengan koleksi tanaman hias yang Tiar punya, semua Tiar yang urus sendiri, Maudi tidak punya tenaga atau keinginan untuk membantu ibu menyiram bunga-bunga di depan rumah namu
“Jadi ceritanya soal apa?”Malam harinya saat Maudi hendak pergi ke kamar mandi ia tanpa sengaja berpapasan dengan Satria, lelaki jangkung itu menggunakan celana pendek dan juga kaos biasa, di tangannya ada satu gelas air minum.Sepertinya Calum ditinggal di kamar. Karena sepengelihatan Maudi tadi ruang tv sedang kosong.Satria menanyakan tentang bagaimana Calum satu hari ini, seperti kemarin, lalu seakan tak boleh lupa satu hari pun dia menanyakan lagi soal pernovelan.Jangan khawatir bestie, Maudi tersenyum lebar sekali, mata sipitnya sampai kelihatan merem. Bangga dengan dirinya sendiri, karena setelah berpikir keras beberapa saat lalu Maudi berhasil membuat plot cerita.Maudi mengedip beberapa kali. Menjawab. “Anak tunggal kaya raya jatuh cinta sama upik abu yang banyak hutang.”Kisah Cinderella.Lalu Satria yang tadi meneguk air minumnya kini terlihat mengangguk mendengar jawaban Maudi, Maudi jadi berpikir lebih p
Maudi berdiri dengan tangan saling bertumpu di depan tubuh. Sedari tadi ia tak sudah-suah menunduk, sesekali melarikan diri ke lain arah, lalu kemudian menghadap depan kembali pada laki-laki yang tengan duduk di sofa sembari memangku laptop.Mata Satria dari tadi tak lepas dari lcd laptop di pangkuannya. Maudi bisa melihat kerutan dahi Satria datang sesekali, lalu alis terangkat satu seakan-akan tengan keheranan dengan tulisan yang sedang dibacanya, pun sudah terhitung dua kali Satria melirik ke arah Maudi terang-terangan.Maudi makin berdebar.Ini sudah layaknya wawancara kerja saja. Daritadi Satria meliriknya seperti seorang pengawas ujian nasional. Oke ini memang pertama kalinya Maudi menulis sebuah karangan, namun setelah ia baca sendiri tadi pagi, Maudi rasa tulisannya tidak seburuk itu hingga Satria harus memberikan respon yang membuat orang jadi was-was semacam itu.Maudi berdehem keras, sengaja, bahkan terdengar sekali kalau dehemannya dibuat-buat.
“Lusa kita putus, Lum. Mbak Mody mau pergi.”Maudi baru saja duduk di sofa setelah selesai menyapu, ia juga sudah selesai sarapan, sudah mandi juga, dan Calum memang bukan anak yang apa-apa harus ditemani, anak tiga tahun itu anteng saat Maudi menyuruhnya diam bersama para mainan, ditinggal mandi dan tidak memanggil atau menangis karena sendirian.Mungkin karena sudah terbiasa sendirian, atau mungkin memang pada dasarnya bermain mainan merupakan hal kesukaannya hingga ia tak sedikitpun melempar protes.Calum yang dari tadi sibuk bermain menoleh pada Maudi setelah mendengar perkataan tante-tante beraroma sabun itu.Calum mengerjap. Berkata. “Mau kemana?”Seminggu memang bukan masa yang lama, dan Maudi juga tidak merasa sebegitu berat hingga tak terasa seminggu yang ia dedikasikan untuk menemani Calum di rumah sudah hampir habis.Satria sudah memberinya bayaran kerjanya selama satu minggu meski Maudi belum genap bekerja semin