Maudi berdiri dengan tangan saling bertumpu di depan tubuh. Sedari tadi ia tak sudah-suah menunduk, sesekali melarikan diri ke lain arah, lalu kemudian menghadap depan kembali pada laki-laki yang tengan duduk di sofa sembari memangku laptop.Mata Satria dari tadi tak lepas dari lcd laptop di pangkuannya. Maudi bisa melihat kerutan dahi Satria datang sesekali, lalu alis terangkat satu seakan-akan tengan keheranan dengan tulisan yang sedang dibacanya, pun sudah terhitung dua kali Satria melirik ke arah Maudi terang-terangan.Maudi makin berdebar.Ini sudah layaknya wawancara kerja saja. Daritadi Satria meliriknya seperti seorang pengawas ujian nasional. Oke ini memang pertama kalinya Maudi menulis sebuah karangan, namun setelah ia baca sendiri tadi pagi, Maudi rasa tulisannya tidak seburuk itu hingga Satria harus memberikan respon yang membuat orang jadi was-was semacam itu.Maudi berdehem keras, sengaja, bahkan terdengar sekali kalau dehemannya dibuat-buat.
“Lusa kita putus, Lum. Mbak Mody mau pergi.”Maudi baru saja duduk di sofa setelah selesai menyapu, ia juga sudah selesai sarapan, sudah mandi juga, dan Calum memang bukan anak yang apa-apa harus ditemani, anak tiga tahun itu anteng saat Maudi menyuruhnya diam bersama para mainan, ditinggal mandi dan tidak memanggil atau menangis karena sendirian.Mungkin karena sudah terbiasa sendirian, atau mungkin memang pada dasarnya bermain mainan merupakan hal kesukaannya hingga ia tak sedikitpun melempar protes.Calum yang dari tadi sibuk bermain menoleh pada Maudi setelah mendengar perkataan tante-tante beraroma sabun itu.Calum mengerjap. Berkata. “Mau kemana?”Seminggu memang bukan masa yang lama, dan Maudi juga tidak merasa sebegitu berat hingga tak terasa seminggu yang ia dedikasikan untuk menemani Calum di rumah sudah hampir habis.Satria sudah memberinya bayaran kerjanya selama satu minggu meski Maudi belum genap bekerja semin
Sekedar informasi saja barangkali ada yang meragukan. Maudi benar-benar sehat. Ia tidak tuli atau punya gangguan THT.Dan menurut telinga yang diyakini bersih ini untuk pertama kali Maudi merasa ragu dengan apa yang didengarnya.Tidak salah?Tadi Satria bilang; Kamu mau jadi pengasuh Calum lebih lama?What? Maudi perpanjang kontrak kerja begitu? Okelah dari awal pun tidak ada kontrak, tapi beneran Satria meminta Maudi untuk jadi pengasuh Calum lagi? Padahal Maudi sudah ada niatan pulang kampung. Menghadapi realita.Maudi mengedipkan mata, ia kemudian meniringkan kepala. Sedikit keheranan sebenarnya dengan apa motif Satria mengatakan hal semacam itu.“Bukannya tadi mas bilang kalau mas dirumahkan?” tanya Maudi setelah beberapa lama, tidak langsung mengiyakan tawaran yang Satria berikan.Satria mengangguk, sambil dengan santai mengunyah mendoan. “Iya,”Nah kan.Maudi melirik Calum, anak itu sedang berfokus pada
Maudi ingat sekali, dulu, tiga atau empat tahun yang lalu komplek RTnya mendapat sebuah berita pergosipan yang besar.Keadaan dimana ketika si ratu nyinyir akhirnya malah menjadi seseorang yang dinyinyiri, biang gossip malah justru menjadi bahan yang digosipi.Tentang pernikahan Satria dan pacarnya yang kabar desas-sesusnya sudah hamil terlebih dahulu, diisukan juga kalau mereka hidup di bawah satu atap yang sama tanpa ikatan pernikahan. Lalu sang wanita berakhir hamil. Maudi mendengarnya dari ibu, dan terbukti dengan pulangnya Satria membawa satu perempuan yang tengah hamil muda.Karena rumah mereka bersebelahan persis, dan bisa dibilang kalau kamar Maudi berada paling dekat dengan ruang tamu rumah Bu Sarah, Maudi bisa mendengar apa yang keluarga itu diskusikan walaupun ia tak punya niat menguping sama sekali.Maudi dengar, keluarga mbak Bintang murka akan kehamilan anak perempuannya, dan mbak Bintang diusir dari rumah. Sewaktu resepsi pernikahan pun tidak ada k
Setelah berpikir semalaman Maudi akhirnya memutuskan sesuatu. Ia tidak akan pulang dan kembali ke rumah dengan tangan kosong, Maudi memilih untuk menetap di Jakarta dan menjadi pengasuh Calum sementara ia menunggu panggilan kerja dari perusahaan lain.Dan untuk mewujudkan hal itu, satu hal pertama yang Maudi harus lakukan adalah meminta perampunan, menjadi kembali bicara dengan Satria, minimal sekali Maudi harus membuat Satria memaafakannya. Setelah kemarin Maudi membiarkan Satria mendiaminya karena Maudi tau orang marah perlu waktu untuk menenangkan diri dan juga berpikir.Dan sepertinya satu malam cukup kan?Satria sudah pasti akan mau berbicara lagi dengan Maudi kan?Maudi berdiri di depan kamar Calum, pintunya setengah terbuka, setahu Maudi, Satria belum keluar dari kamar sejak siang, setelah mengantarkan Calum ke kamar Maudi tadi jam Sembilan.Maudi asumsikan kalau Satria sedang bekerja, lelaki itu bilang sendiri kalau ia akan sibuk meski sedang d
--Terakhir yang Maudi ingat, sudah beberapa hari tepatnya setelah Satria memberi koreski pada tulisan yang Maudi buat. Mungkin tidak banyak yang tau, namun jika memang benar-benar niat Maudi bisa melakukan dan membuat sesuatu dengan baik. Seperti pengalamannya kali ini, cerita yang ia buat ini merupakan pertama kalinya Maudi menulis dan merangkai sebuah cerita.Dan berhubung ia niat juga Maudi pun langsung mengkoreksi apa yang kurang dari tulisannya saat Satria selesai mengoreksi waktu itu.Selain selesai koreksi, Maudi juga berhasil menulis empat part tambahan hanya dalam beberapa hari.Maka begitulah, disini Maudi sekarang. Berdiri percaya diri dengan dagu terangkat, menunggu lelaki yang duduk di sofa itu selesai membaca penggalan naskah yang ia buat.“Udah begini doang?”Wajah Maudi yang semula jemawa, kini berubah menjadi datar. ‘Doang’ katanya? Ini orang tidak tau ya? Bahkan setelah Maudi dengar-dengar dari beberapa orang
Semenjak Satria dirumahkan Maudi jadi lebih banyak menganggur dari pada punya pekerjaan, ia lebih sering berdiam diri di kamarnya, mencoba menulis atau kadang cuma rebahan sembari menonton anime dan drama, Maudi jarang sekali ikut nimbrung kalau Satria dan Calum sedang bersama-sama.Namun jika kemarin hampir satu harian penuh Maudi diam di kamar dan hanya dipanggil kalau Satria sedang sibuk atau hendak pergi keluar. Hari ini Maudi lebih banyak berada di luar rumah. Bukan luar rumah dalam artian yang jauh, namun di luar rumah secara harafiah. Satu meter dari teras, berjongkok sembari mengarahkan gunting memotong daun dari bunga-bunga dalam pot.Kemarin sore Bintang menghubungi Maudi, dia meminta tolong Maudi untuk menjagakan bunga-bunganya selama ibu Calum itu pergi.Dan untuk informasi saja, Maudi memang tidak pernah menaruh peduli pada bunga-bunga yang selama ini hanya diihatnya, sudah hampir dua minggu, bukan? Berkat bantuan gerimis dan hujan bunga-bunga koleksi Bin
Maudi terdiam lama, mulutnya bahkan sampai membuat celah kecil saking terkejutnya ia mendengar apa yang Satria katakan.Ini orang kenapa ngomongnya kayak orang paling terluka sedunia sih! Celetuk Maudi dalam hati.Maudi kan cuma berniat meringankan pekerjaan Satria, dia tidak ingin merepotkan. Dan kenapa Satria malah terlihat marah dan menuduh Maudi gampangan, mudah percaya dengan orang tidak dikenal. Ya Maudi memang belum tau editor onlinenya itu siapa, namun yang jelas lebih baik konsul kepada orang yang belum pernah ditemui dan secara text daripada menerima koreksi secara langsung kan?Maudi sudah bilang sebelumnya, ia rikuh karena orang itu adalah Satria. Dan bukankah harusnya Satria senang Maudi tak akan lagi menyusahkannya? Satria punya banyak pekerjaan, harusnya pria itu dengan senang hati mengiyakan saran Maudi. Bukan malah terlihat tak terima. Kan jadi aneh. Maudi tidak mengerti kenapa Satria harus marah.Maudi mengedip cepat, setelah sadar kalau s