--
Terakhir yang Maudi ingat, sudah beberapa hari tepatnya setelah Satria memberi koreski pada tulisan yang Maudi buat. Mungkin tidak banyak yang tau, namun jika memang benar-benar niat Maudi bisa melakukan dan membuat sesuatu dengan baik. Seperti pengalamannya kali ini, cerita yang ia buat ini merupakan pertama kalinya Maudi menulis dan merangkai sebuah cerita.
Dan berhubung ia niat juga Maudi pun langsung mengkoreksi apa yang kurang dari tulisannya saat Satria selesai mengoreksi waktu itu.Selain selesai koreksi, Maudi juga berhasil menulis empat part tambahan hanya dalam beberapa hari.Maka begitulah, disini Maudi sekarang. Berdiri percaya diri dengan dagu terangkat, menunggu lelaki yang duduk di sofa itu selesai membaca penggalan naskah yang ia buat.“Udah begini doang?”Wajah Maudi yang semula jemawa, kini berubah menjadi datar. ‘Doang’ katanya? Ini orang tidak tau ya? Bahkan setelah Maudi dengar-dengar dari beberapa orangSemenjak Satria dirumahkan Maudi jadi lebih banyak menganggur dari pada punya pekerjaan, ia lebih sering berdiam diri di kamarnya, mencoba menulis atau kadang cuma rebahan sembari menonton anime dan drama, Maudi jarang sekali ikut nimbrung kalau Satria dan Calum sedang bersama-sama.Namun jika kemarin hampir satu harian penuh Maudi diam di kamar dan hanya dipanggil kalau Satria sedang sibuk atau hendak pergi keluar. Hari ini Maudi lebih banyak berada di luar rumah. Bukan luar rumah dalam artian yang jauh, namun di luar rumah secara harafiah. Satu meter dari teras, berjongkok sembari mengarahkan gunting memotong daun dari bunga-bunga dalam pot.Kemarin sore Bintang menghubungi Maudi, dia meminta tolong Maudi untuk menjagakan bunga-bunganya selama ibu Calum itu pergi.Dan untuk informasi saja, Maudi memang tidak pernah menaruh peduli pada bunga-bunga yang selama ini hanya diihatnya, sudah hampir dua minggu, bukan? Berkat bantuan gerimis dan hujan bunga-bunga koleksi Bin
Maudi terdiam lama, mulutnya bahkan sampai membuat celah kecil saking terkejutnya ia mendengar apa yang Satria katakan.Ini orang kenapa ngomongnya kayak orang paling terluka sedunia sih! Celetuk Maudi dalam hati.Maudi kan cuma berniat meringankan pekerjaan Satria, dia tidak ingin merepotkan. Dan kenapa Satria malah terlihat marah dan menuduh Maudi gampangan, mudah percaya dengan orang tidak dikenal. Ya Maudi memang belum tau editor onlinenya itu siapa, namun yang jelas lebih baik konsul kepada orang yang belum pernah ditemui dan secara text daripada menerima koreksi secara langsung kan?Maudi sudah bilang sebelumnya, ia rikuh karena orang itu adalah Satria. Dan bukankah harusnya Satria senang Maudi tak akan lagi menyusahkannya? Satria punya banyak pekerjaan, harusnya pria itu dengan senang hati mengiyakan saran Maudi. Bukan malah terlihat tak terima. Kan jadi aneh. Maudi tidak mengerti kenapa Satria harus marah.Maudi mengedip cepat, setelah sadar kalau s
Hari ini Maudi bangun lebih pagi daripada hari sebelumnya. Bukan tanpa alasan, Calum mendatangi kamar tidur Maudi dan bilang kalau dia lapar, padahal biasanya kalau ada Satria pasti Calum menempel dan akan meminta tolong pada ayahnya itu. Maudi pun hanya bisa bangun dan memberikan apa yang Calum mau.Setelah memberi Calum makan, anak tiga tahun yang gembul itu menunggu Maudi di kamar, menunggu Maudi selesai mandi dan mencuci baju, diam sekali sembari menonton kartun bus biru dari tabletnya. Seusai Maudi selesai dengan pekerjaannya, ia pun kembali ke kamar, menemani Calum menonton karena Calum sendiri belum mau dimandikan.Yah, jadi begitulah.Calum menonton kartun, sementara Maudi mengambil ponselnya sendiri untuk menonton video tutorial dan video memasak.Tidak ada yang istimewa. Semuanya berjalan seperi ini saja. Calum, Satria, dan Rumah. Maudi tak ingin bilang kalau hidup di sini membosankan, tetapi mungkin Jakarta akan lebih indah kalau ia diperbolehkan pergi
Hidup itu roda yang berputar, bumi bukan hanya tentang terang namun juga pasal hujan. Mungkin kalimat itu yang pantas untuk menggambarkan apa yang sedang dirasakan Maudi saat ini. Pagi tadi, ia begitu bersemangat dan bahagia setelah Satria memberinya ijin untuk pulang, dan sekarang Maudi harus sedikit menelan pil pahit karena apa yang ia kerjakan bermalam-malam lamanya tidak membuahkan hasil.Benar. Baru saja, sekitar tiga menit yang lalu Jihan, editor online Maudi mengirimkan pesan kalau naskah yang Maudi buat tidak diterima untuk bisa dipulikasi. Alasannya, karena konflik yang kurang menggigit.Memang benar apa kata Satria. Kalau membuat karakter cerita, jangan tanggung-tanggung, brengsek ya brengsek sekalian, baik ya baik sekalian. Sedangkan karakter yang Maudi buat sifatnya sedikit ambigu, tidak sekuat layaknya tokoh utama. Meski menurut Maudi sendiri cerita yang ia buat sudah cukup bagus dan layak untuk dibaca, namun tentu saja platform kepenulisan berbayar memb
One fine day, sepertinya kata itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan hari Maudi detik ini. Bahkan saat matahari sudah beranjak ke atas kepala Maudi masih mau bergulat di dapur dengan ayam dan tepung. Kalau biasanya, jangankan memasak, pergi ke kamar mandi saja malas minta ampun.Maudi sudah bilang kan sebelumnya? Kalau ia sudah melihat resep memasak ayam dari yutub dan tanpa pikir panjang, hanya dengan satu kali menonton, sekarang Maudi akan langsung praktek.Dan tentunya Maudi tidak sendiri. Ia bersama tuan muda cool yang sudah selesai bermain lego dan mengeluh bosan, sebosan itu katanya, tapi sekarang hanya duduk di kursi dan melihat bagaimana Maudi memasak.Maudi mengeluarkan satu baskom ayam yang sudah dimarinasi satu jam yang lalu dari kulkas. Meletakannya di meja, lalu mengambil wadah lain, memberinya tepung bumbu untuk baluran ayam. Dan kemudian tinggal membaluri ayam dengan tepung tersebut. Setelah itu tinggal goreng.Selesai? Belum lah!
Pagi sudah datang.Hari ini jadwal Maudi untuk pulang, bersemangat? Tentu. Maudi sangat bersemangat untuk pulang, ia merindukan kampong halamannya, ia juga merindukan ibu dan rindu dengan kakak-kakaknya. Pulang merupakan hal yang belum pernah Maudi inginkan sebelumnya, karena ia selalu berada di rumah, dan saat pertama kali merantau, pulang juga merupakan hal terakhir yang ingin Maudi lakukan selama masa perantauannya.Semua orang tau niat awal Maudi pergi dari rumah adalah melarikan diri, gadis bahkan yang tidak punya mimpi ini modal nekat dengan satu tas berisi baju ganti dan pergi ke Jakarta. Dan gadis yang semula berat untuk pergi ini entah kenapa malah jadi antusias melarikan diri, meski sejujurnya ada sedikit perasaan tak enak yang merayap di dinding hati Maudi.Bagaimana Calum nanti? Sebenarnya jika dipikir lurus, keadaan Calum bisa sangat terjamin karena anak itu bersama Satria. Namun entah kenapa, Maudi masih merasa berat harus meninggalkan Calum. Barangkali
“K-kamu?!”Maudi tidak bisa untuk tidak melebarkan mata. Saat ia pertama kali menoleh dan melihat wajah teman Satria yang hendak ia tebengi untuk mudik ini Maudi benar-benar hilang control akan dirinya sendiri.Sumpah demi apapun. Maudi tidak gila, lain daripada itu, Maudi benar-benar waras dan tak kekurangan apapun. Sudah sarapan dan sedang tidak pusing karena baying-bayang mabuk kendaraan.Pagi ini sudah pukul tujuh kurang lima menit, seorang kenalan Satria yang juga merupakan editor online Maudi hadir di depan rumah. Wujud laki-laki yang Maudi juga tidak menyangka kalau ia bisa mengingatnya walau hanya bertemu satu kali pun tanpa percakapan apapun.Laki-laki yang membuat Maudi mencicipi kenangan pahit saat ia pertama kali menginjakan kaki di Jakarta.Maudi masih tercengang dengan telunjuk mengacung ke depan, tepat satu jengkal di depan hidung lelaki sipit ini.“Kenal?” tanya Satria kemudian, ia terlihat sama heran,
“Nggak jadi lagi?”Maudi menoleh. Gadis yang masih menggunakan blus dan celana baru itu memajukan bibir manyun. Tidak salah, barusan Calum menanyakan tentang gagalnya mudik Maudi yang kedua kali. Bukan, bukan masalah pertanyaannya yang sensitive, Maudi lebih-lebih heran karena Calum menanyakan hal tersebut dengan nada suara yang terdengar antusias. Seperti memang senang sekali Maudi tidak jadi pulang.Tidak tau saja, Maudi sudah menangis kejer karena hal itu.“Kok kamu malah keliatan seneng banget sih, Lum?” protes Maudi sambil menatap Calum. Maudi cemberut. “Kasian tau akunya.”Maudi sudah menghubungi ibu kalau ia batal pulang karena kebijakan mendadak yang dibuat, dan ia juga tidak mungkin mempertaruhkan kesehatan orang rumah dengan memaksa pergi. Dan ibu bilang tidak apa-apa, terpenting adalah Maudi sehat dan itu sudah cukup. Untuk masalah kerinduan bisa ditahan dengan logika untuk masa depan yang terbaik, dan pernikahan kak