Pagi sudah datang.
Hari ini jadwal Maudi untuk pulang, bersemangat? Tentu. Maudi sangat bersemangat untuk pulang, ia merindukan kampong halamannya, ia juga merindukan ibu dan rindu dengan kakak-kakaknya. Pulang merupakan hal yang belum pernah Maudi inginkan sebelumnya, karena ia selalu berada di rumah, dan saat pertama kali merantau, pulang juga merupakan hal terakhir yang ingin Maudi lakukan selama masa perantauannya.Semua orang tau niat awal Maudi pergi dari rumah adalah melarikan diri, gadis bahkan yang tidak punya mimpi ini modal nekat dengan satu tas berisi baju ganti dan pergi ke Jakarta. Dan gadis yang semula berat untuk pergi ini entah kenapa malah jadi antusias melarikan diri, meski sejujurnya ada sedikit perasaan tak enak yang merayap di dinding hati Maudi.Bagaimana Calum nanti? Sebenarnya jika dipikir lurus, keadaan Calum bisa sangat terjamin karena anak itu bersama Satria. Namun entah kenapa, Maudi masih merasa berat harus meninggalkan Calum. Barangkali“K-kamu?!”Maudi tidak bisa untuk tidak melebarkan mata. Saat ia pertama kali menoleh dan melihat wajah teman Satria yang hendak ia tebengi untuk mudik ini Maudi benar-benar hilang control akan dirinya sendiri.Sumpah demi apapun. Maudi tidak gila, lain daripada itu, Maudi benar-benar waras dan tak kekurangan apapun. Sudah sarapan dan sedang tidak pusing karena baying-bayang mabuk kendaraan.Pagi ini sudah pukul tujuh kurang lima menit, seorang kenalan Satria yang juga merupakan editor online Maudi hadir di depan rumah. Wujud laki-laki yang Maudi juga tidak menyangka kalau ia bisa mengingatnya walau hanya bertemu satu kali pun tanpa percakapan apapun.Laki-laki yang membuat Maudi mencicipi kenangan pahit saat ia pertama kali menginjakan kaki di Jakarta.Maudi masih tercengang dengan telunjuk mengacung ke depan, tepat satu jengkal di depan hidung lelaki sipit ini.“Kenal?” tanya Satria kemudian, ia terlihat sama heran,
“Nggak jadi lagi?”Maudi menoleh. Gadis yang masih menggunakan blus dan celana baru itu memajukan bibir manyun. Tidak salah, barusan Calum menanyakan tentang gagalnya mudik Maudi yang kedua kali. Bukan, bukan masalah pertanyaannya yang sensitive, Maudi lebih-lebih heran karena Calum menanyakan hal tersebut dengan nada suara yang terdengar antusias. Seperti memang senang sekali Maudi tidak jadi pulang.Tidak tau saja, Maudi sudah menangis kejer karena hal itu.“Kok kamu malah keliatan seneng banget sih, Lum?” protes Maudi sambil menatap Calum. Maudi cemberut. “Kasian tau akunya.”Maudi sudah menghubungi ibu kalau ia batal pulang karena kebijakan mendadak yang dibuat, dan ia juga tidak mungkin mempertaruhkan kesehatan orang rumah dengan memaksa pergi. Dan ibu bilang tidak apa-apa, terpenting adalah Maudi sehat dan itu sudah cukup. Untuk masalah kerinduan bisa ditahan dengan logika untuk masa depan yang terbaik, dan pernikahan kak
“Nggak bisa!”Maudi meletakan tangannya di pinggang. Keningnya menyirit dalam-dalam lengkap dengan bibir mendecih. Dramatis sekali. Untuk ukuran gadis dewasa yang baru selesai cuci piring Maudi memang bisa dikatakan cukup dramatis. Hanya karena mendengar Satria menolak diperintah menyapu dia langsung memasang kuda-kuda mengajak bertarung.Benar. Satria tidak mau menyapu! Bayangkan sebesar apa masalah itu!Kamu yang hidupnya numpang, Dy. Masa nyuruh empunya rumah buat beres-beres! Salah satu dewi di batin Maudi menyeletuk.Maudi segera menggelengkan kepala. Tetap saja. Jangan Maudi yang mengerjakan semuanya dong. Lagipula Maudi hanya menyuruh Satria menyapu karena ia akan bersemedi di kamar untuk mengerjakan beberapa hal. Menyapu tidak seberat itu, Satria tidak seharusnya menolak.“Kita udah bagi-bagi tugas ya kemarin,” ujar Maudi lagi. Dia baru selesai menyuapi Calum dan sudah mencuci bekas makannya juga.Maudi ingat sekali
Maudi tidak bercanda waktu bilang kalau dia akan menjadikan menulis sebagai hoby. Dan karena menulis bukan sekedar menulis tetapi juga memerlukan wawasan dan pengetahuan yang cukup Maudi pun meminjam koleksi novel terbitan dari penerbit tempat Satria bekerja. Hingga kemudian, lambat laun membaca menjadi hoby Maudi juga.Dan Maudi juga baru sadar kalau kisah roman punya porsi sendiri dihati dan minat bacanya.Mungkin kebanyakan perempuan juga sama. Romantisme memang tidak pernah salah.Hari masih sore, dan Maudi sengaja tidak mandi karena nanti malam ia ada agenda untuk pergi belanja isi kulkas, mandi nanti malam saja setelah keluar. Dan mumpung masih santai-santainya, Maudi menyempatkan diri untuk membuka buku yang ia pinjam dari Satria, melanjutkan bacaan hingga paling tidak dua atau tiga chapter.Ngomong-ngomong, sekarang ini Maudi sedang berada di teras rumah. Ia duduk seorang diri sembari membaca literasi.Tidak lama hingga kemudian Maudi tak lagi sendiri. Sat
Belanja adalah surganya wanita.Rasa-rasanya dari sekian banyaknya pepatah tentang wanita, satu penggal kalimat diatas itu merupakan yang paling Maudi mengerti dan pahami rasanya. Ia benar-benar merasakan kalau surga wanita memang berada di antara rak-rak tinggi berisi makanan infinity ruang berAC ini. Bahkan dulu saat Maudi masih menimang gelar sebagai pengangguran expert, ia dengan senang hati mendatangi mall berkeliling meski hanya lihat-lihat saja, tidak membeli apapun.Maudi mendorong trolinya ke depan. Matanya masih menoleh ke kanan dan kiri, melihat-lihat barangkali ada item yang harus dibeli namun terlewat. Maudi membeli banyak hal untuk persediaan bulanan. Saat melewati rak dimaa barang yang dibutuhkan ada ia berhenti, mengambil dua bungkus besar sabun cair dan shampoo, setelah itu ia mengambil tiga kotak tisyu.Untuk makanan Maudi sudah mengambil semua, kalian tau, perempuan, tidak mungkin kurang, yang tidak butuh pun dibeli apalagi yang jelas butuh.Se
Maudi mengedip cepat, langkahnya berhenti.Sebentar dulu. Ini Jakarta, kan? Seingatnya di kota ini Maudi hanya kenal beberapa manusia saja, bahkan tidak sampai lima. Dan hanya satu orang laki-laki baru yang ia temui, yang memanggilnya dengan sebutan ‘dek’ pula.Tapi masa sih harus bertemu orang itu di sini? Sehari dua kali? Tapi kayaknya memang dia. Maudi tidak akan pernah tau kalau belum memastikannya, dan langkah awal untuk memastikan sesuatu adalah dengan melihatnya.Maka dengan ragu Maudi menoleh, ia mendongak melihat wajah yang sebagian tertutup oleh masker itu, menatap yang tersisa, matanya.Mata sipit ini rare sekali. Maudi benar-benar tau dia siapa. Dan mereka benar-benar betemu dua kali sehari.“Jihan?” ucap Maudi ragu-ragu.Dan si Jimin kw5 terlihat menyipitkan mata, sepertinya dibalik masker itu Jihan tengah tersenyum.Maka tanpa dijawabpun Maudi tau kalau prediksinya memang benar. laki-laki ini jelas Jihan.“Lagi belanja juga?” tanya Jihan akrab.
Beberapa hari belakangan Maudi terlalu sering meragukan semua indera yang tuhan berikan padanya. Pertama, akhir-akhir ini Maudi sering mendengar sesuatu yang aneh dari Satria kepadanya. Kedua, selain senyum dan tawa Satria yang belakangan mulai santer, kehadiran pria itu di depan toserba dengan baju kasual lengkap kacamata baca membuat Maudi lagi-lagi meragukan kinerja matanya.Ini betulan Satria ada di sini? Ngapain?Karena berbagai pertanyaan memenuhi batin Maudi dan ia juga tidak ingin terus mengira-ira, Maudi pun tak menunda untuk melangkah maju ke tempat Satria berdiri.Satria semula menunduk, tangannya dijejalkan ke kantong celana, lelaki itu langsung mendongak ketika suara Maudi terdengar memanggil namanya. Si jangkung mengedip cepat-cepat, ia juga melengos sekilas sebelum kembali menatap Maudi.Sumpah tidak bohong. Ini betulan Satria.Maudi meletakan belanjaannya ke lantai, keningnya berkerut ragu dan kemudian tangannya terangkat, tatapan mata Satria
“Kok lewat sini?”Dengan suara yang setengah berteriak Maudi bertanya pada laki-laki yang duduk di depannya. Khas sekali dua orang berbicang diatas motor yang tengah melaju, meski laju motor matic yang dikendarai oleh Satria ini tidak terlalu kencang namun Maudi perlu menaikan volume suaranya lebih tinggi.Apalagi ditambah dengan teterkejutan dirinya karena Satria tiba-tiba mengambil jalan pulang berbeda dari yang Maudi ketahui. Rumah mereka hanya nyebrang, lalu jalan sedikit, berbelok satu kali dan sampai memasuki komplek.Maudi mengeratkan pegangan pada tegel motor saat Satria membelokan setang. Tebakan Maudi mereka mengambil jalan berputar, dan pastinya akan lebih lama sampai.Si jangkung ini hanya melirik Maudi lewat sepion. “Jalan depan di tutup, mau nggak mau harus muter.”Maudi bersumpah angin malam tak pernah akur dengannya. Maudi merasa amat kedinginan kendati ia sudah memakai cardigan rajut. Maudi melepas pegangannya p
Kehidupan pernikahan persis dengan apa yang pernah Maudi bayangkan. Tidak perlu bertanya jauh-jauh, Maudi sudah bisa memahami hanya dengan mendengar keluh kesah teman-teman yang lebih dulu menikah.Dan sekarang. Giliran Maudi yang mengalami itu.Jangan kira dalam cerita romansa yang ada cuma adegan mesra-mesra. Nyatanya kehidupan nyata lebih mencolok dari picisan kata cinta.Indah? Tentu ada indahnya juga, namanya juga hidup. Maudi bahkan berani bilang kalau ia tak pernah sebahagia ini sebelumnya.Ngomong-ngomong, Maudi sudah menjadi seorang ibu.Maksudnya, ibu sungguhan. Mengandung dan melahirkan. Enam bulan lalu Maudi melahirkan seorang putri cantik dari perutnya. Adiknya Calum.Tak lama setelah menikah, Maudi langsung hamil, maka dari itu tidak ada masa pacaran setelah menikah. Yang ada cuma morning sickness, emosional rollercoaster, ngidam dan kaki yang bengkak.Satria begitu memanjakan Maudi. Apalagi saat hamil. Rasanya Maudi seperti kembali jadi anak k
Musim di Indonesia sudah tidak lagi menentu. Kendati masih sama hanya hujan dan gersang tetapi kedatangan dua musim itu tak lagi pada jadwal yang diketahui bumi.Seingat Maudi tadi siang, waktu resepsi pernikahannya digelar, suhu bumi yang ia pijak tak jauh berbeda dengan panasnya gurun sahara. Tidak ada yang menyangka saat malam tiba justru dingin serta rintik hujan melanda.Protes? Oh jangan salah, Maudi bukan sedang protes. Ia hanya ingin bicara bahwa jangan pernah percaya apa kata ramalan cuaca.Hujan ini bagus.Bagus, sangat bagus malah.Ada yang lupa? Ini malam pengantin Maudi dan Satria.Malam pertama dan hujan, apa ada yang lebih bagus daripada itu?Mungkin ada.Berkumpul bersama teman saat hujan di hari pernikahan mungkin terasa amat menyenangkan bagi pengantin laki-laki. Terbukti dengan Maudi yang masih tertidur sendiri meski jam di dinding sudah menunju angka dua belas. Sudah tengah malam! Padahal suasana sedang mendukung tetapi dia malah asik nong
Percaya pada takdir.Mungkin hanya itu yang bisa Maudi sampaikan setelah menjalani kisah yang panjang ini.Karena berdasarkan pengalaman. Mau seberapa jauh langkah berjalan, arahnya takdir yang menentukan.Berniat pergi ke Utara, malah sampai di selatan. Berlari menuju timur, tiba-tiba sudah ada di barat.Tetapi apapun itu hasilnya, yang Maudi tau, takdir membawa hasil paling baik dari yang pernah dibayangkan.Seperti sekarang ini.Dua tahun merupakan waktu yang cukup lama.Usia Maudi bertambah begitu saja, sekarang sudah dua tujuh, semakin dewasa dalam pikiran dan seluruh aspek hidup.Dua tahun ini, banyak yang berubah dari Maudi. Dalam sifat maupun kepercayaan terhadap sesuatu. Juga naik turun hubungan percintaan dengan Satria.Maudi diberi waktu untuk melakukan hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Pergi jalan-jalan ke berbagai tempat, memikirkan soal cita-cita dan tujuan hidup, mempunyai teman baru, tak jarang Sera menyeret Maudi untuk
Jujur itu aman. Tetapi beberapa hal memang lebih baik disimpan sebagai rahasia selamanya daripada membuka sebuah kejujuran pias.Dulu sekali, ketika Maudi belum tau bahwa Calum bukanlah anak biologis Satria, Maudi tidak jauh berbeda dari orang kebanyakan, ia tidak bisa untuk tidak menghakimi, lebih-lebih menganggap hidup manusia sejenis Satria terlampau bodoh dan sia-sia.Hal sejenis itu terlampau normal dan tak bisa dihindari untuk ukuran manusia yang pikirannya belum terbuka.Saat itu Maudi terlalu nyaman dengan dirinya sendiri, hanya menatap dunia dari arah pandangnya sendiri, belum mengerti kalau dunia bukan cuma tentang dia, dan dunia punya pandangan lain selain dari pandangan matanya.Dan hal itu terlampau wajar.Karena saat itu Maudi tidak tau, dan saat itu Maudi tidak ingin tau.Tetapi sekarang? Cerita sudah lain jalan. Mata Maudi yang semula hanya mantap satu arah lurus ke depan sekarang sudah mendapat penerangan. Maudi tau bahwa ia tidak boleh
Sudah dua orang mengatakan kalimat yang persis sama itu pada Maudi. Yang pertama adalah Bintang dan yang kedua itu Sera.Dan Maudi yakin ia tidak sebodoh itu kalau sampai harus mendengar kalimat tersebut untuk ketiga kalinya. Maudi juga paham bagaimana perasaan yang disebut cinta itu bekerja. Meski awam Maudi mengerti betapa perasaan tidak bisa dibohongi.'Jangan tolak Satria kalau kamu memang suka', Maudi sudah menolaknya, karena awalnya Maudi pikir jatuh cinta itu pilihan. Waktu itu saat hidup masih amat rumit Maudi berpikir kalau menerima perasaan Satria hanya akan menambah masalah di hidupnya jadi daripada begitu Maudi memilih untuk tidak.Maudi belum mengerti kalau hati tidak bisa didikte. Perlu waktu yang cukup lama bagi Maudi untuk paham bahwasanya mau sekuat apa kita menghindar kalau memang sudah ada perasaan, kalau hati sudah menentukan arah, maka sudah, mau pergi menghindar ke mana pun, mau bilang tidak seribu kali pun, jawabannya tetap sam.Dan Maudi baru
Maudi langsung melesat kabur sebelum pembicaraan mengenai 'pacar' Satria bersama ibu semakin jauh, tentunya setelah menghadapi krisis kepercayaan yang dahsyat, berkat kemampuan kompor Mario, ibu makin yakin kalau anak gadisnya yang terkenal nolep ini adalah tersangka dalam bahan gossip belakangan.Dan tentunya, Maudi tidak bisa lagi untuk mengelak, dia nol sekali kalau sedang panik, apa lagi jika dipojokkan, membuka mulut pun Maudi tergagap saking gugupnya. Jadi daripada dihakimi oleh ibu dan membuat kebahagiaan di dalam hidup Mario menikat, lebih baik Maudi kabur saja.Maudi tau ia tidak bisa sepenuhnya kabur, karena mereka masih satu rumah, dan mau dibilang bagaimana pun juga, permasalahan cinta Maudi, yang mana bersama Satia, merupakan hal serius yang harus dibicarakan. Jadi daripada kabur, mungkin lebih tepat mengatakan kalau Maudi menenangkan diri sejenak sebelum menerima tekanan yang lebih besar.Karena Maudi yakin, berubahnya sikap Bu Sarah belakangan, berubahnya
Ingat apa yang terakhir kali terjadi?Maudi mengalami hal yang menurutnya mencurigakan. Oh yes, tentu, apa lagi kalau bukan soal Bu Sarah dan anak perempuannya.Nyinyir soal apa lagi, Mod?Jangan berperasangka buruk duluan, pasti ada hal janggal kenapa Maudi menganggap mereka mencurigakan, bukan?Benar. Karena belakangan, Bu Sarah yang suka mengomentari apapun yang Maudi lakukan, Bu Sarah yang selalu menganggap semua hal yang dilakukan Maudi salah, tiba-tiba saja dia berubah menjadi lebih kalem.Begitu baik, sampai-sampai Maudi curiga.Ada apa ini?Belum lagi soal Sera. Dia juga sama anehnya. Kemarin waktu malam minggu, Maudi mengobrol dengan Rean saat lelaki itu menunggu Sera selesai berdanan, dan Sera melihatnya. Tetapi dia tidak memulai perdebatan seperti biasa, dia tidak menuduh Maudi mau merebut kekasihnya, dia tidak nyindir-nyindir Maudi dengan kalimat kecut dan itu luar biasa bagi Maudi.Kenapa mereka ini? Kenapa insyafnya barengan.
Sepertinya Maudi memang sudah gila.Hm benar, topik bicara kali ini masih sama dengan topik bicara yang kemarin. Sibuknya pikiran Maudi pun masih berputar pada hal yang sama.Memang benar kata orang, kalau jatuh cinta, kalau patah hati, dan kalau sedang bingung karena perasaan merah muda itu pastinya semua hal yang semula normal menjadi berantakan.Sebelumnya Maudi tidak pernah, menanyakan kemana dan apa alasan seseorang pergi, ia juga tidak pernah mengintip dari balik jendela kala seseorang dari lingkungannya meninggalkan rumah, tolong catat baik tidak pernah sekalipun, bahkan saat kakak Maudi pergi dari rumah Maudi tidak pernah merasa berat dalam hati.Tetapi apa ini. Maudi sampai kebingungan parah, ia seperti bukan dirinya sendiri.Mulai dari saat malam itu, saat Satria bilang bahwa dia akan segera kembali ke Jakarta, Maudi tidak yakin kenapa dirinya sedikit keberatan mendengar kabar itu. Padahal jelas, Maudi tidak ada hak sedikitpun untuk merasa demikian
Maudi pernah mendengar tentang pengalaman seseorang pasal 'firasat wanita tidak pernah salah'. Ya, benar. Biasanya firasat tersebut identik dengan baik buruknya sifat sang lelaki, dan juga firasat tentang bagaimana hati seseorang berubah.Tetapi kali ini, sepertinya firasat Maudi sebagai seorang perempuan dapat diakui. Bukan, Maudi tidak mendapat berita mengejutkan seperti; Satria cuma nyepik kamu, dia nggak serius dan cuma buat bercanda aja.Bukan seperti ini. Firasatnya kali ini merupakan firasat soal bisnis lelaki itu.Maudi sendiri terkejut.Ia tak tau harus berpikir yang mana terlebih dahulu, senang karena berasil menjadi seorang cenayang atau ikut sedih Satria dikibuli teman bisnisnya.Padahal wajah teman Satria tidak ada raut kriminalnya. Inilah orang selalu bersikeras jangan memandang seseorang dari fisik luarnya saja."Ditunda?" pekik Maudi tak percaya.Niat awal cuma menanyakan soal pekerjaan yang Satria tawarkan waktu itu, karena ibu ter