Airin Alexa adalah anak kedua dari dua bersaudara dan tentunya ia adalah anak bungsu dan sangat dimanja oleh Ayah, Ibu, maupun Abangnya (Bang Arkan). Tapi walaupun Airin anak yang sangat dimanja, Bang Arkan justru sangat sering menggoda dirinya. Setiap ia melewati kamar Airin, pasti ia selalu saja menggedor-gedor pintu kamar Airin hingga sang empunya marah. Bang Arkan itu memang sangat jahil pada Airin.
Persahabatan antara Airin dan Diva juga tentu perlu kita soroti. Mengapa tidak? Mereka berdua adalah sahabat sejak SD. Segala sesuatu dilakukan bersama, tidak ada yang terlewat sama sekali. Dan diantara mereka jarang sekali ada perselisihan. Perselisihan mereka hanya seputar barang saja dan tidak pernah sampai 2 hari tidak saling menyapa. Rumah mereka berdua juga tidak jauh, hanya dipisahkan oleh satu rumah saja maka tak heran jika setiap hari Diva selalu menginap dirumahnya Airin. Airin selalu mengajak Diva menginap agar Bang Arkan tidak mengganggunya karna Bang Arkan tidak berani mengusik Airin jika ada Diva. Sejak Diva memasuki usia ke 15 tahun, bang Arkan sudah menaruh hati pada Diva jadi Airin tau cara menjinakkan Abangnya itu agar tidak macam-macam yakni mengancamnya akan memberitahu pada Diva kalau ia suka dan ancaman itu pasti akan berhasil dan membuat Bang Arkan tidak berkutik.
Malam ini Diva tidak bisa menginap dirumah Airin karna harus belajar untuk persiapan O2SN. Arkan terlihat mondar-mandir di depan pintu kamar adiknya itu, ia ingin bertanya kenapa Diva malam ini tidak menginap tapi ia malu untuk bertanya pada Airin karna takut di ejek.
Airin bisa tau kalau saat ini Arkan sangat gelisah. Ia kemudian bangkit dan menutup laptop yang ia gunakan nonton pertandingan tenis tadi lalu segera menghampiri Abangnya yang sudah sangat gelisah itu.
"Cari apa bang?" tanya Airin tiba-tiba saat membuka pintu kamarnya hingga membuat Arkan terlonjak kaget.
"Kaget gua astaga." keluh Arkan sambil mengusap dadanya. Airin hanya cekikikan melihat tingkah Abangnya itu.
"Selama seminggu Diva ga bakal nginep disini. Jadi, bang Arkan gausah nungguin soalnya dia mau ikut O2SN mending bang Arkan ngechat dia atau gak samperin ke rumahnya buat kasih semangat." goda Airin pada Abangnya namun justru mendapat toyoran pada keningnya. Airin mendengus sebal.
"Bawel banget lu cil. Contoi noh si Diva, dia bisa ikut lomba-lomba akademik gitu. Lah elu? elu bisanya tenis doang. Di pelajaran justru bego." tegur Abangnya sambil berjalan menuruni tangga dan di susul oleh Airin yang memutar bola matanya malas. Ia paling benci jika dibandingkan dengan Diva. Yah memang Airin akui kalau ia memang tidak lihai di bidang Akademik tapi ia juga punya prestasi 'kan?
"Ih abang, semua orang itu beda-beda. Ada yang bisa di akademik ada juga yang bisanya di non-akademik. Nah kalau Airin, Airin pinternya di bidang non-akademik jadi bang Arkan harusnya bangga punya adik atlit tenis gini. Diva mana bisa kayak Airin." ucap Airin tak mau kalah. Bang Arkan lalu memutar badannya dan lagi-lagi menoyor kepala Airin.
"Kalau Diva ga bisa jadi kayak elu, elu bisa gak jadi kayak Diva? Dia tuh udah pinter, lugu, cantik, dan pastinya pendiem. Duh sempurna banget lah." jawab Arkan sambil terus memperhatikan wajah Airin yang sudah berubah jadi kesal karna dibanding-bandingkan. Airin sangat tidak suka jika dibanding-bandingkan yah walaupun itu sama sahabatnya tapi itu sama saja prestasinya tidak di hargai. Abangnya ini memang sangat menyebalkan.
"Au ah." Airin kemudian berlalu dan menuruni tangga lebih dulu ketimbang Arkan. Arkan tertawa, hari ini ia berhasil membuat adiknya cemberut lagi dan itu merupakan kebahagiaan tersendiri baginya.
Airin masuk ke dalam dapur dan membuka kulkas untuk minum air. Ia menghela nafas kasar. Abangnya sangat menyebalkan.
"Airin sayang, kok minumnya air es sih? Udah malem lagi. Ga baik untuk kesehatan sayang." tiba-tiba Mamahnya muncul dari balik pintu dan menegur Airin. Kegiatannya untuk minum air es terpaksa ia urungkan. Ia tidak mau Mamahnya itu mengomel jadi ia terpaksa menurut saja.
"Lagi kesel dia mah." sahut Arkan dari arah ruang Tv. Mamahnya hanya tersenyum.
"Bang Arkan ngeselin mah. Airin masa dibanding-bandingin sama Diva. Padahal kan, Airin juga lumayan kok di bidang akademik." adu Airin pada Mamahnya sambil memasang wajah cemberut.
"Abang kamu kan emang suka jahilin kamu. Kalau kamu gak cemberut seharian hidupnya kayak gak tenang. Udah jangan dipikirin yah," ucap Mamahnya lembut sambil mengusap puncak kepala Airin. Airin memang sangat manja.
"Haduh-haduh tukang ngadu." ejek Abangnya lagi.
"Ihhh Mah, denger tuh Abang." adu Airin lagi, "Udah ah, Airin mau ke kamar. Mending nonton tenis daripada lama-lama disini tar yang ada kuping Airin panas." tambah Airin lagi seraya kembali menuju kamarnya tapi tidak sampai disitu Bang Arkan lagi-lagi mengikutinya.
"Airin," panggil Arkan, "Tolong kasih semangat dong sama Diva. Dia kan lagi..."
"Ucapin aja sendiri ngapain minta tolong sama Airin. Udah ah sana, Airin mau nonton. Jangan ganggu, awas aja yah," potong Airin cepat lalu berlari kecil menuju kamarnya agar segera terbebas dari Abangnya yang menyebalkan itu. Arkan hanya mengusap wajahnya kasar, ia gagal lagi memberi semangat pada Diva. Mana berani ia mengechat atau menelpon Diva jika dihadapkan soal Diva, Arkan mana berani. Nyalinya seketika menjadi ciut. Memang lemah.
Airin merasa jauh lebih tenang sekarang, akhirnya Abangnya yang jahil itu tidak mengusiknya lagi. Ia bisa bebas menonton pertandingan tenis. Tapi ucapan Arkan seketika itu juga membuat Airin merasa tidak tenang. Ia kemudian menutup laptopnya lagi dan menghentikan kegiatan nonton tenisnya
"Apa gue emang bego yah? Tapi gue lumayan juga kok di bidang akademik yah walaupun gak dapet peringkat tapi paling enggak kan gue juga punya prestasi. Diva mana bisa jadi atlit tenis terus menang lomba. Tapi gua juga mana bisa sepinter Diva. Ah bang Arkan nyebelin banget sih!" ucap Airin sambil terus menatap langit-langit kamarnya. Airin segera mengambil ponsel miliknya yang terletak di meja nakas dan mulai mengirim pesan pada Diva agar ia semangat.
Send to Diva Bestie :
Kata Bang Arkan, semangat belajarnya yah.Airin kemudian mengirim pesan tersebut pada Diva lalu melanjutkan kegiatannya menonton pertandingan tenis. Yah walaupun tadi Airin mengaku tidak mau membantu Abangnya untuk memberi semangat pada Diva tapi setelah ia fikir-fikir itu juga akan membantu Abangnya untuk lebih dekat pada Diva 'kan? Mana tau Diva juga suka pada Abangnya jadi cinta Abangnya kan tidak bertepuk sebelah tangan. Yah hitung-hitung bantu Abang walaupun Abangnya suka jahil.
From Diva Bestie :
Bilang sama Bang Arkan, thanks yah.Airin hanya melirik ponsel miliknya tapi tidak membukanya ia tetap fokus menonton.
******
Bab 1 udah langsung suka gak hem?
Jngan lupa buat tambahin ke rak yahh. Dukung terus dong biar author semangat nulisnya.Happy Reading yah.
Airin menuruni tangga dengan buru-buru sambil fokus berbicara dengan seseorang di balik telepon. Ia tampak sangat bersemangat, wajah Airin berseri-seri."Yaudah, nanti gue ketemu sama Pak Edo. Makasih yah buat infonya," ucap Airin sambil terus fokus menenteng tas miliknya. Setelah obrolan Airin selesai, buru-buru ia segera berlari ke ruang makan untuk sekedar menc*um pipi orang tuanya dan segera berangkat kesekolah.Orang tua Airin tidak terkejut, karna memang setiap pagi Airin selalu seperti ini. Ia tidak suka sarapan, tapi ia tidak pernah lupa membawa bekal dari rumah. Entahlah, ia sangat malas sarapan dirumah.Hari ini Airin pergi diantar oleh supir yakni Pak Yanto. Biasanya Airin akan berangkat bersama Abang nya itu tapi hari ini Airin di tinggal. Mungkin ia ada urusan mendadak di sekolah.Setelah menempuh waktu 15 menit akhirnya Airin tiba di sekolah tapi ia tidak langsung menuju kelasnya ia buru-buru keruang olahraga untuk bertem
Hari ini Airin tampak sangat bersemangat. Buru-buru segera menemui Pak Edo di ruangannya untuk bertanya perihal lomba yang akan diadakan.Airin melirik Diva yang tengah asik membaca buku. Airin tidak mau pergi sendiri, "Diva cantik." rayu Airin sambil menyenggol lengan Diva."Kenapa?" tanya Diva ketus sambil terus fokus membaca."Boleh minta tolong gak? Gue pengen ketemu sama Pak Edo tapi males jalan sendiri. Temenin gue yah, Plisssss!!!" mohon Airin sambil menatap Diva ala-ala puppy eyes.Diva menghela nafas panjang, "Lo ganggu aja tau gak. Gue lagi fokus nih. Yaudah deh, ayo buru." Diva bangkit dari kursi dan segera menarik lengan Airin agar jalannya cepat."Yeyy, makasihhh sayang," ucap Airin sambil tertawa dan Diva hanya memutar bola matanya malas. Airin memang terkadang sangat menjengkelkan, ia selalu saja mengganggu momen belajar Diva.Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk pergi ke ruangan Pak Edo. Saat Airin
Airin pulang kerumah dengan perasaan kecewa. Ia membuka pintu rumah dengan wajah muram, tidak seperti biasanya. Arkan yang tengah asik menonton Tv segera melirik wajah Airin. Ia tau kalau saat ini suasana hati Airin buruk dan ia tidak ingin mencari masalah."Dah makan?" tanya Arkan basa-basi. Airin hanya menjawabnya dengan menggeleng lalu ia segera duduk di sofa samping Arkan dan mulai mengacak-acak rambutnya sendiri."Gimana sayang? Kamu lolos apa nggak?" tanya Ibunya tiba-tiba. Airin tidak menjawab, ia memilih untuk diam dan segera bangkit untuk menuju kamarnya."Tadi Arkan dapet info dari Diva kalau katanya Airin gak lolos masuk turnamen mah. Makanya mukanya masam gitu." ucap Arkan pada Ibunya. Ibunya hanya menatap punggung Airin yang sedang menaiki tangga itu menuju kamarnya."Airin pasti kecewa banget, kamu jangan gangguin dia yah. Awas aja. Minggir dulu sana, mamah pengen nonton suara hati istri." Mamahnya buru-buru menggeser bad
Alvin pun bangkit dari kursinya, ia menatap Diva lekat-lekat lalu setelah itu mengalihkan pandangannya pada Airin. Tatapan Alvin terlihat sangat beda pada keduanya. Ketika Alvin menatap Diva ia benar-benar menatapnya lekat-lekat tapi berbeda dengan Airin, ia hanya dilirik saja lalu mengedarkan pandangannya ketempat lain. Mungkinkah Diva dan Alvin ada hubungan spesial???"Gausah banyak omong. Cepet ajarin gue tenis." ucap Alvin datar. Sontak Diva mendengar nya dengan tidak percaya. Alvin mau latihan teniss??? Kenapa?"Kan ada Rian. Kenapa harus minta tolong sama Airin?" sahut Diva cepat. Airin buru-buru menyenggol lengan Diva."Bukan urusan lo." jawab Alvin santai. Alvin langsung beralih dan menjauh, ia membuka jaketnya dan menyisakan kaus putih yang menutupi bagian dada bidangnya.Airin pun dengan segera melepaskan tasnya dan cardigan miliknya lalu membuntuti Alvin di arah belakang. Airin tampak sangat bahagia karna sedekat ini dengan Alvin.
"Mau ngomongin apa?" tanya pria itu. Diva terdiam cukup lama. Pria ini tidak berubah, ia selalu saja mendesak seseorang. Sedangkan Diva? Ia tentu bingung harus menjawab apa. Bagaimana bisa ia mengatakan tujuan aslinya mengajaknya bertemu"Gue mau bahas soal Airin!" sahut Diva setelah terdiam cukup lama. Pria itu tidak menjawab, ia bingung harus menjawab apa."Kenapa harus bahas dia? Dan lagian lo bisa langsung ngomong disini aja kan?" pria itu bingung, kenapa Diva mau membicarakan hal yang menurutnya tidak penting."Gue ga bisa. Gue ada urusan!" tolak Diva cepat,"Kalau lo mau, lo langsung datang aja nanti. Gua tunggu lo disana." tambah Diva. Diva tidak ingin mendengar penolakan dan dengan cepat ia berlalu dan meninggalkan kelas itu lalu menyusul Airin di kantin. Diva yakin Airin belum selesai dengan kegiatan sarapannya itu.Saat melihat Airin yang tengah asik makan ia menggelengkan kepalanya, tingkah Airin memang terbilang seperti anak TK ya
Hari ini Airin tampak sangat bersemangat, entah kenapa. Ia bahkan sampai lupa berpamitan pada kedua orangtuanya dan abangnya."Airin!" teriak Arkan sambil berusaha menarik tangan Airin."Apa sih bang?" Airin sangat kesal, kenapa sih pagi-pagi abangnya selalu saja mengganggu.Arkan tidak menjawab, ia terdiam cukup lama hingga membuat Airin benar-benar kesal."Apaan bang? Ish buang-buang waktu Airin aja tau gak?! Kalau mau nyari Diva, noh dirumahnya sono. Airin ga tau." Airin belum mendengar jawaban apapun dari Arkan ia langsung pergi begitu saja dan menuju mobil."Galak amat sih." ucap Arkan membatin."Airin mana?" tanya Papahnya yang baru saja selesai sarapan."Udah berangkat dluan Pah, diantarin sama Pak supir tadi. Yaudah Arkan pamit juga yah, buru-buru mau ke kampus." setelah pamitan Arkan segera menuju ke garasi untuk mengambil motor sportnya dan berangkat ke kampus. Ini merupakan tahun pertama A
Sedari tadi Airin tidak pernah mengalihkan pandangannya dari wajah Alvin. Pria itu benar-benar tampan. Alvin yang menyadari akan hal itu berbalik arah dan menangkap manik mata Airin. Tatapan mereka bertemu. Tapi Airin langsung memutuskan sambungan matanya. Ia salting."Lo yakin mau deketin Airin cuma buat Diva cemburu Vin?" tanya Dion. Ia sebenarnya tidak setuju akan hal itu karna itu pasti akan menyakiti hati Airin."Yah iya, cara itu satu-satunya yang bisa buat Diva cemburu." jawab Alvin santai."Lo gak pikirin perasaan Airin sedikit pun Vin? Lo tau gimana sakitnya dia kalau tau semua ini lo lakuin buat sahabatnya?" Rian mulai berbicara. Ia sangat kesal pada sahabatnya yang satu ini. Demi mendapatkan satu perempuan ia harus menyakiti perasaan perempuan lain."Ya jangan sampai Airin tau lah!" ucap Alvin memperingatkan, "Gabakal terjadi apapun kalau kalian ga ngomong sama dia." tambahnya lagi."Lo gila sih." Rian seperti sudah sangat kesal.
Hari ini hari yang sangat baik bagi Airin. Ia pulang diantar Alvin, dan juga ia diberi buku novel oleh Alvin. Perempuan mana yang tidak senang coba jika diperlakukan seperti ini."Yaudah, aku pulang dulu yah." ucap Alvin lembut."Iya,... Kamu... Kamu hati-hati dijalan yah Vin." Alvin hanya mengangguk pelan lalu menurunkan kaca penutup helmnya dan pergi."Cieee...""Hah? Bang Arkan? Bang Arkan ngapain disini?" ucap Airin panik."Kenapa emang? Ini kan rumah gua juga. Tadi lu dianterin siapa?" tanya Arkan pada Airin. Airin langsung mncubit lengan Arkan keras. Arkan selalu saja mengganggu."Temen Airin. Emang kenapa sih? Bang Arkan kepo deh!" Airin segera masuk kedalam rumah tanpa menghiraukan ucapan Arkan."Denger dulu ey. Gua ngadu nih." Airin berdecak kesal. Kenapa sih ia selalu saja seenaknya seperti ini."Apaansi bang ihh?" Airin benar-benar kesal."Yaudah iya maaf. Masuk dah kamar istir
Diva kemudian berjalan mendekat kearah mereka berempat. Dengan segera ia duduk di samping Alvin."Vin, Pak Bambang nyuruh kita belajar bareng. Lo mau kan?" tanya Diva lembut."Iya, kenapa enggak? Ntar abis pulang sekolah kita ketemu di perpustakaan ya?" ucap Alvin sembari menyeruput minumannya. Diva terlihat puas dengan jawaban Alvin. Yah, mereka berdua bisa punya waktu berduaan tanpa Airin.Airin hanya tersenyum sambil menatap Diva. Ia bahkan tidak cemburu. Lagipula mereka belajar bersama. Dan lagipula lagi, Airin bukan siapa-siapanya Alvin jadi ia tidak berhak untuk cemburu."Rin, lo sakit?" tanya Rian yang berusaha mencairkan suasana."Enggak kok." ucap Airin sambil menggelengkan kepala."Muka lo pucet." timpal Dion."Ya semalem cuma kurang tidur aja, mungkin karna itu." Diva hanya terdiam. Kedua sahabat Alvin ternyata benar-benar peduli pada Airin. Sedangkan padanya? Tidak sama sekali."V
Sudah hampir setengah jam Airin menunggu angkutan umum tapi tak kunjung datang. Hari ini Airin berniat untuk berangkat dengan menaiki angkot karna Arkan harus berangkat lebih awal, Airin juga tidak keberatan dengan hal itu. Tapi sudah hampir setengah jam Airin menunggu angkot belum juga ada yang lewat. Padahal ini sudah lumayan siang.TingTingTing"Nungguin siapa dek?" ledek Alvin."Lo ngapain sih kesini? Mau ketemu gue?" sahut Airin cepat."Dih geer banget lo! Gua lewat sini juga gak sengaja." timpal Alvin. Airin hanya mencebikkan bibirnya kesal."Yaudah naik sini, gua anterin deh. Eh berangkat bareng." ucap Alvin sambil menepuk-nepuk jok motornya. Airin hanya memutar bola matanya malas."Lo kenapa sih mau bantuin gue? Atau jangan-jangan lo udah suka yah sama gue?!" jawab Airin asal.Buru-buru Alvin turun dari motornya dan berdiri di hadapan Airin, "Kalau lo gamau ikut gue, yaudah g
"Jika mereka bertanya padaku apakah aku menyesal, jawabanku adalah tidak. Berhasil ataupun gagal, aku bangga hidup diatas keputusan yang kubuat sendiri." - Fiersa Besari -******Airin POVHidup diatas keputusan yang telah kita buat sendiri adalah suatu hal yang sangat membanggakan bagiku. Aku berhak mengambil keputusan untuk hidupku karna yang menjalaninya tentu aku, orang lain tidak punya hak atasku sekali pun itu kedua orang tuaku.Saat ini aku dan Bang Arkan duduk berhadapan di meja makan. Hari ini aku yang memasak, jujur aku ragu tentang makananku tapi tak apa. Jika Bang Arkan mengkritik masakan yang kubuat itu bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagiku."Kamu...masak?" tanya Bang Arkan sembari menatapku. Tatapan yang sangat sulit untuk diartikan."Em iya. Makan aja dulu." jawabku gugup. Tanpa ragu Bang Arkan mulai mengambil nas
Malam ini angin berhembus sangat kencang membuat siapapun akan merasa kedinginan. Tapi tidak dengan Airin, sedari tadi ia duduk santai di balkon kamarnya sambil memainkan ponselnya. Ia terlihat sangat sibuk, tapi yang sebenarnya tidak. Ia justru sekarang sedang men-stalking Alvin. Ia tidak bosan menatap foto Alvin di Instagram pribadinya.Airin mengehela nafas panjang, "Alvin bener-bener ganteng banget yah. Pasti banyak yang suka sama dia, toh dia most wanted di sekolah." ucap Airin."Gantengan gue!" sahut Arkan tiba-tiba hingga membuat Airin terkejut. Arkan kemudian dengan santai duduk di pagar pembatas balkon Airin. Apa dia tidak takut jatuh??"Sejak kapan Bang Arkan dateng? Pasti dari tadi nguping yah!" tuding Airin."Jelas." sahutnya lagi dengan santai."Jangan banyak tingkah. Ntar jatuh terus mati, yang jadi abang Airin siapaa?!" ucap Airin memperingatkan sembari menarik tangan Arkan agar turun dari pagar pembatas balkon.
Hari ini Airin bangun terlambat. Ini semua salah Abangnya, ia mengajak Airin untuk menemaninya menonton film horor. Jika Airin menolak, Abangnya akan mengadu pada Ayah dan Ibunya kalau Airin punya pacar, padahal kan tidak. Jadi mau tidak mau Airin harus setuju untuk menemani Abangnya itu."Eh lu kok masih santai banget make sepatunya?" ledek Arkan. Airin hanya diam dan tidak berniat menanggapi ucapan Arkan."Airin udah sabar yah ngehadepin bang Arkan, tapi kenapa sih suka banget berulah? Suka banget gangguin Airin. Ihh, liat aja pasti Airin dihukum nanti dan ini semua karna bang Arkan." omel Airin sambil memasang sepatunya. Sedangkan Arkan? Ia hanya cekikikan."Siapa suruh jadi cwek tapi kebo." timpal Arkan lagi."Diem!" Airin bangkit dari kursi dan menatap sinis pada Arkan. Jujur Airin ingin sekali menjambak rambut Arkan tapi karna ia buru-buru jadi niatnya ia urungkan.****Saat tiba disekolah, benar saja pagarnya telah t
Airin tiba di sebuah rumah yang cukup besar. Pagar-pagar menjulang tinggi. Dengan cepat Airin turun dari motornya dan memencet bel.Ting!Ting!Sudah hampir 5 menit Airin menunggu sambil memencet bel tapi belum juga ada yang membuka pagar.Tingg!!"Sebentar!" pekik salah seorang dari dalam sana. Airin menunggu sambil sesekali melirik ke dalam rumah dari balik pagar."Cari siapa?" tanya laki-laki itu.Melihat tubuh laki-laki yang tidak memakai baju itu sontak Airin berteriak histeris."Aaaaaaaa!" pekik Airin sambil reflek menutup matanya."Airin kamu ngapain disini?" tanya Alvin heran."Itu... Make baju dlu gih." suruh Airin cepat. Mau tidak mau Alvin harus menurut ia kemudian menarik tangan Airin masuk lalu segera mengambil bajunya yang berada di bangku lalu memakainya."Kamu kok-... Kok bisa tau rumah aku sih?" tanya Alvin sambil berusaha memakai bajunya."Dih geer. Aku
Setelah Airin keluar dari kelas, ia memutuskan untuk duduk di bangku yang berada di lorong korodir. Ia duduk sambil memperhatikan kakinya yang sedari tadi ia goyang-goyangkan. Ia terlihat benar-benar gusar. Ia masih memikirkan Diva, apa tadi ia sudah sangat keterlaluan? Tidak. Ini sudah benar bukan? Airin berhak marah. Kenapa tidak boleh?!"Apa gue udah keterlaluan yah tadi sama Diva? Tapi ini udah bener kan? Gue berhak marah untuk hal ini. Au ah gua pusing!" Airin mengusap wajahnya kasar. Yah walaupun ia kesal tapi tidak seharusnya ia bicara kasar pada Diva toh Diva habis jatuh makanya Alvin nganterin 'kan? Tapi kenapa harus pegangan tangan sihhhh?!"Kamu marah?" suara itu sangat Airin kenal. Suaranya yang berat sudah bisa Airin ketahui kalau itu adalah Alvin. Ia melirik Alvin sekilas lalu mengalihkan tatapannya."Kamu ngapain kesini?" tanya Airin ketus."Ya terserah aku dong. Kan ini tempat umum, semua siswa boleh kesini termasuk aku. Maaf
Hari ini hari yang sangat baik bagi Airin. Ia pulang diantar Alvin, dan juga ia diberi buku novel oleh Alvin. Perempuan mana yang tidak senang coba jika diperlakukan seperti ini."Yaudah, aku pulang dulu yah." ucap Alvin lembut."Iya,... Kamu... Kamu hati-hati dijalan yah Vin." Alvin hanya mengangguk pelan lalu menurunkan kaca penutup helmnya dan pergi."Cieee...""Hah? Bang Arkan? Bang Arkan ngapain disini?" ucap Airin panik."Kenapa emang? Ini kan rumah gua juga. Tadi lu dianterin siapa?" tanya Arkan pada Airin. Airin langsung mncubit lengan Arkan keras. Arkan selalu saja mengganggu."Temen Airin. Emang kenapa sih? Bang Arkan kepo deh!" Airin segera masuk kedalam rumah tanpa menghiraukan ucapan Arkan."Denger dulu ey. Gua ngadu nih." Airin berdecak kesal. Kenapa sih ia selalu saja seenaknya seperti ini."Apaansi bang ihh?" Airin benar-benar kesal."Yaudah iya maaf. Masuk dah kamar istir
Sedari tadi Airin tidak pernah mengalihkan pandangannya dari wajah Alvin. Pria itu benar-benar tampan. Alvin yang menyadari akan hal itu berbalik arah dan menangkap manik mata Airin. Tatapan mereka bertemu. Tapi Airin langsung memutuskan sambungan matanya. Ia salting."Lo yakin mau deketin Airin cuma buat Diva cemburu Vin?" tanya Dion. Ia sebenarnya tidak setuju akan hal itu karna itu pasti akan menyakiti hati Airin."Yah iya, cara itu satu-satunya yang bisa buat Diva cemburu." jawab Alvin santai."Lo gak pikirin perasaan Airin sedikit pun Vin? Lo tau gimana sakitnya dia kalau tau semua ini lo lakuin buat sahabatnya?" Rian mulai berbicara. Ia sangat kesal pada sahabatnya yang satu ini. Demi mendapatkan satu perempuan ia harus menyakiti perasaan perempuan lain."Ya jangan sampai Airin tau lah!" ucap Alvin memperingatkan, "Gabakal terjadi apapun kalau kalian ga ngomong sama dia." tambahnya lagi."Lo gila sih." Rian seperti sudah sangat kesal.