Hari ini hari yang sangat baik bagi Airin. Ia pulang diantar Alvin, dan juga ia diberi buku novel oleh Alvin. Perempuan mana yang tidak senang coba jika diperlakukan seperti ini.
"Yaudah, aku pulang dulu yah." ucap Alvin lembut.
"Iya,... Kamu... Kamu hati-hati dijalan yah Vin." Alvin hanya mengangguk pelan lalu menurunkan kaca penutup helmnya dan pergi.
"Cieee..."
"Hah? Bang Arkan? Bang Arkan ngapain disini?" ucap Airin panik.
"Kenapa emang? Ini kan rumah gua juga. Tadi lu dianterin siapa?" tanya Arkan pada Airin. Airin langsung mncubit lengan Arkan keras. Arkan selalu saja mengganggu.
"Temen Airin. Emang kenapa sih? Bang Arkan kepo deh!" Airin segera masuk kedalam rumah tanpa menghiraukan ucapan Arkan.
"Denger dulu ey. Gua ngadu nih." Airin berdecak kesal. Kenapa sih ia selalu saja seenaknya seperti ini.
"Apaansi bang ihh?" Airin benar-benar kesal.
"Yaudah iya maaf. Masuk dah kamar istirahat." sudah cukup baginya mengganggu Airin. Biarkan Airin istirahat dulu. Airin hanya memutar bola matanya malas dan memutuskan untuk masuk kedalam rumah. Ia tidak peduli ucapan abangnya. Toh abangnya memang tidak akan merasa tenang jika tidak mengusik Airin seharian.
Ceklek
Airin membuka pintu kamarnya dan menutupnya kembali tak lupa juga ia menguncinya.
Notifikasi pesan dari ponsel miliknya membuat Airin terkesiap. Jangan-jangan yang mengirimkan pesan padanya adalah Alvin.
Diva Bestie:
Lo dianterin Alvin?
Kenapa lo mau?
Dia udah balik kan?
Airin mengernyitkan dahinya bingung. Ada apa dengan Diva.
Bales cepet!
Iya
Dia ngomong apa aja?
Ga banyak.
Ya apa?!
Kepo lu.
Ngomong aja napasih!
Gada apa-apa.Ok
Airin hanya membaca pesan Diva dan tidak berniat membalasnya. Ia memilih untuk mandi agar lebih segar. Urusan Diva bisa diselesaikan besok 'kan?
******
Usai makan malam bersama, Airin pamit untuk ke kamarnya katanya mau belajar padahal ia sedang menunggu telepon dari Alvin. Sudah jam 8 malam dan Alvin tidak kunjung mengirimkan pesan pada Airin.
"Katanya mau nelpon." Airin mendengus kesal. Sudah dari tadi ia menunggu tapi Alvin tak kunjung menghubunginya. Apa dia berbohong? Tapi kenapa?
0811638xxxx
Ini Alvin
Aku telpon yah?
Airin langsung memekik kuat. Alvin benar-benar menghubunginya. Airin pikir ia akan berbohong dan sama sekali tidak menghubunginya.
Hampir 2 jam mereka mengobrol, Airin memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan mereka. 2 jam cukup lama bukan. Alvin kebanyakan hanya mendengar saja. Ia tidak banyak bicara.
******Airin menuruni tangga dengan wajah yang sangat ceria. Kenapa tidak? Hari ini Alvin akan menjemputnya dan mereka akan pergi bersama ke sekolah. Tentu saja Airin senang.
"Pagi Mah, Pah," sapa Airin sambil menciumi pipi Mamah dan Papahnya.
"Pagi sayang, kamu sarapan dulu yah." ucap Mamahnya lembut sembari mengoleskan selai pada roti untuk Airin.
Airin menggeleng. Ia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Airin sarapan di sekolah aja Mah. Seperti biasa. Airin berangkat duluan. Bye-bye Mah, Pah," dengan cepat Airin berlari keluar. Ia tau kalau Alvin pasti sudah ada di depan dan menunggunya.
Airin tampak sangat bersemangat saat membuka pagar. Ia bisa melihat motor Alvin yang terparkir tepat di depan pagar rumah Airin.
"Alvin.." suara Airin terhenti. Ia melihat Alvin tengah duduk di kursi yang tak jauh dari motornya sambil memegang tangan Diva. Mereka terlihat sangat akrab.
"Mereka ngapain?" ucap Airin membatin. Ia tidak pernah melihat Diva dan Alvin sedekat ini. Apa mereka mungkin punya hubungan? Kenapa Airin merasa ada sesuatu diantara mereka.
Airin berjalan mendekati mereka berdua yang sedari tadi asik mengobrol.
"Kalian ngapain?" tanya Airin heran. Sontak Alvin dan Diva terkejut dengan kehadiran Airin.
"Kita ngobrol-ngobrol doang. Tadi Diva jatuh, yaudah aku tolong." Jawab Alvin sekenanya. Dikira Airin bodoh apa sampai gampang percaya gitu.
"Oh ngobrol yah." Airin melirik kearah tangan mereka yang masih bertautan itu. "Ngobrol ga pake pegangan tangan juga kali." lirih Airin. Alvin bisa mendengarnya buru-buru ia melepaskan genggaman tangannya dari jari Diva.
"Yaudah yuk kita berangkat." ajak Airin."Terus gue?" Diva yang sedari tadi diam kini membuka suara.
"Lo mau gimana? Kita mau boncengan 3 gitu? Gila kali lo!" sahut Airin lagi.
"Gini aja, aku anterin Diva ke sekolah terus kamu naik angkot aja. Gapapaa kan?" ucap Alvin. Apa yang barusan ia katakan. Airin naik angkot? Maksud Alvin apaansih.
"Angkot? Kamu serius? Tunggu deh, kan semalem kamu udah janji mau barengan sama aku ke sekolah. Kok tiba-tiba kamu nyuruh aku naik angkot sih? Lagian Diva ga ada lecet sama sekali kok. Bajunya aja gak kotor. Kamu kok..." Airin tidak habis fikir. Apa-apaan ini.
"Yaudah sih, lo tinggal naik angkot aja apa susahny sih Rin?! Atau lo mau gue pesenin ojol?" sahut Diva.
"Gausah." tolak Airin ketus. "Gue bisa berangkat sendiri kok. Permisi." Airin kemudian pergi dan berjalan untuk keluar dari komplek perumahannya. Saat ini ia sudah benar-benar sangat kesal pada Alvin dan terutama Diva. Tega ya dia. Dia kan tau kalau Airin se-cinta dan se-suka itu sama Alvin. Tapi sekarang kenapa jadi gini sih dia.
Alvin menatap lekat punggung Airin yang perlahan menjauh. Apa ia kejam? Tidak. Buat apa di memikirkan cewek itu, toh ini semua ia lakukan untuk Diva.
"Lo gak ngerasa kasian sama dia Vin?" tanya Diva sambil menatap lekat manik mata Alvin.
"Gue ga peduli apapun selain lo." jawabnya santai. "Yaudah naik, kita berangkat!" perintah Alvin, dan Diva menurut.
Demi mendapatkan satu cewek, ia siap menyakiti perasaan cewek yang lain. Ia memang tidak berperasaan!
Airin menunggu angkutan umum di pinggir jalan dengan perasaan kesal. Manik matanya bertemu dengan Alvin yang sedang membonceng Diva. Dengan santai mereka berdua melewati Airin.
"Kenapa sakit banget sih!" ucap Airin membatin.
Disisi lain ada seseorang yang tengah mengamati Airin. Ia mengamati setiap pergerakan Airin.
*****
Brak!
Airin membuka pintu kelas dengan keras sehingga semua siswa yang berada di kelas kaget. Begitu pun dengan Diva. Airin menatap Diva sesaat lalu berjalan mendekat kearah Dion.
"Gue mau ngomong sama lo. Ntar abis pulang sekolah kita ketemuin di balkon sekolah jangan lupa ajak Rian. Ya?" ucap Airin pada Dion. Dion hanya mengangguk sambil menggaruk tengkuknya.
Setelah itu Airin berjalan ke kursinya dan meletakkan tasnya lalu setelah itu ia mengeluarkan earphonenya dan memakainya sambil membaca novel yang kemarin Alvin kasih padanya.
Ini pertama kalinya mereka tidak bertegur sapa. Airin masih kesal dengan kejadin kemarin.
Diva kemudian menarik earphone Airin. "Gue mau ngomong." ucap Diva tenang.
"Apa?" tanya Airin ketus. Sepertinya Airin sangat kesal pada Diva. Dari raut wajahnya saja sudah bisa di tebak.
"Gue minta maaf soal tadi. Yah, badan gue lagi sakit karna jatuh tadi, yaudah tadi minta dianterin sama Alvin." Airin masih tidak percaya dengan pengakuan dari Diva. Entah kenapa sekarang ia menimang-nimang setiap ucapan Diva.
"Gue kok ngerasa yah, kalau lo ga suka gue deket-deket sama Alvin. Dari awal emang gitu. Atau jangan-jangan lo ada apa-apa sama Alvin. Ngaku lo!" desak Airin. Ia sudah sangat kesal.
"Engga kok. Gue gadaa hubungan apa-apa. Kita sahabatan dari kecil. Gue ga mungkin bohong sama lo." Diva sebenarnya takut jika ia sampai salah bicara nantinya.
"Lo mana pernah terbuka sama gue. Inget yh Va, gua bakal kecewa banget sama lo kalau lo sampe ngehianatin gue. Gua skarang makin ragu sama lo." ucap Airin jujur. Setelah mengatakan itu. Airin bangkit dan segera keluar dari kelas.
Diva hanya mengusap wajahnya kasar.
*****
Diva meresahkan ya bund
Ga suka ah.Setelah Airin keluar dari kelas, ia memutuskan untuk duduk di bangku yang berada di lorong korodir. Ia duduk sambil memperhatikan kakinya yang sedari tadi ia goyang-goyangkan. Ia terlihat benar-benar gusar. Ia masih memikirkan Diva, apa tadi ia sudah sangat keterlaluan? Tidak. Ini sudah benar bukan? Airin berhak marah. Kenapa tidak boleh?!"Apa gue udah keterlaluan yah tadi sama Diva? Tapi ini udah bener kan? Gue berhak marah untuk hal ini. Au ah gua pusing!" Airin mengusap wajahnya kasar. Yah walaupun ia kesal tapi tidak seharusnya ia bicara kasar pada Diva toh Diva habis jatuh makanya Alvin nganterin 'kan? Tapi kenapa harus pegangan tangan sihhhh?!"Kamu marah?" suara itu sangat Airin kenal. Suaranya yang berat sudah bisa Airin ketahui kalau itu adalah Alvin. Ia melirik Alvin sekilas lalu mengalihkan tatapannya."Kamu ngapain kesini?" tanya Airin ketus."Ya terserah aku dong. Kan ini tempat umum, semua siswa boleh kesini termasuk aku. Maaf
Airin tiba di sebuah rumah yang cukup besar. Pagar-pagar menjulang tinggi. Dengan cepat Airin turun dari motornya dan memencet bel.Ting!Ting!Sudah hampir 5 menit Airin menunggu sambil memencet bel tapi belum juga ada yang membuka pagar.Tingg!!"Sebentar!" pekik salah seorang dari dalam sana. Airin menunggu sambil sesekali melirik ke dalam rumah dari balik pagar."Cari siapa?" tanya laki-laki itu.Melihat tubuh laki-laki yang tidak memakai baju itu sontak Airin berteriak histeris."Aaaaaaaa!" pekik Airin sambil reflek menutup matanya."Airin kamu ngapain disini?" tanya Alvin heran."Itu... Make baju dlu gih." suruh Airin cepat. Mau tidak mau Alvin harus menurut ia kemudian menarik tangan Airin masuk lalu segera mengambil bajunya yang berada di bangku lalu memakainya."Kamu kok-... Kok bisa tau rumah aku sih?" tanya Alvin sambil berusaha memakai bajunya."Dih geer. Aku
Hari ini Airin bangun terlambat. Ini semua salah Abangnya, ia mengajak Airin untuk menemaninya menonton film horor. Jika Airin menolak, Abangnya akan mengadu pada Ayah dan Ibunya kalau Airin punya pacar, padahal kan tidak. Jadi mau tidak mau Airin harus setuju untuk menemani Abangnya itu."Eh lu kok masih santai banget make sepatunya?" ledek Arkan. Airin hanya diam dan tidak berniat menanggapi ucapan Arkan."Airin udah sabar yah ngehadepin bang Arkan, tapi kenapa sih suka banget berulah? Suka banget gangguin Airin. Ihh, liat aja pasti Airin dihukum nanti dan ini semua karna bang Arkan." omel Airin sambil memasang sepatunya. Sedangkan Arkan? Ia hanya cekikikan."Siapa suruh jadi cwek tapi kebo." timpal Arkan lagi."Diem!" Airin bangkit dari kursi dan menatap sinis pada Arkan. Jujur Airin ingin sekali menjambak rambut Arkan tapi karna ia buru-buru jadi niatnya ia urungkan.****Saat tiba disekolah, benar saja pagarnya telah t
Malam ini angin berhembus sangat kencang membuat siapapun akan merasa kedinginan. Tapi tidak dengan Airin, sedari tadi ia duduk santai di balkon kamarnya sambil memainkan ponselnya. Ia terlihat sangat sibuk, tapi yang sebenarnya tidak. Ia justru sekarang sedang men-stalking Alvin. Ia tidak bosan menatap foto Alvin di Instagram pribadinya.Airin mengehela nafas panjang, "Alvin bener-bener ganteng banget yah. Pasti banyak yang suka sama dia, toh dia most wanted di sekolah." ucap Airin."Gantengan gue!" sahut Arkan tiba-tiba hingga membuat Airin terkejut. Arkan kemudian dengan santai duduk di pagar pembatas balkon Airin. Apa dia tidak takut jatuh??"Sejak kapan Bang Arkan dateng? Pasti dari tadi nguping yah!" tuding Airin."Jelas." sahutnya lagi dengan santai."Jangan banyak tingkah. Ntar jatuh terus mati, yang jadi abang Airin siapaa?!" ucap Airin memperingatkan sembari menarik tangan Arkan agar turun dari pagar pembatas balkon.
"Jika mereka bertanya padaku apakah aku menyesal, jawabanku adalah tidak. Berhasil ataupun gagal, aku bangga hidup diatas keputusan yang kubuat sendiri." - Fiersa Besari -******Airin POVHidup diatas keputusan yang telah kita buat sendiri adalah suatu hal yang sangat membanggakan bagiku. Aku berhak mengambil keputusan untuk hidupku karna yang menjalaninya tentu aku, orang lain tidak punya hak atasku sekali pun itu kedua orang tuaku.Saat ini aku dan Bang Arkan duduk berhadapan di meja makan. Hari ini aku yang memasak, jujur aku ragu tentang makananku tapi tak apa. Jika Bang Arkan mengkritik masakan yang kubuat itu bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagiku."Kamu...masak?" tanya Bang Arkan sembari menatapku. Tatapan yang sangat sulit untuk diartikan."Em iya. Makan aja dulu." jawabku gugup. Tanpa ragu Bang Arkan mulai mengambil nas
Sudah hampir setengah jam Airin menunggu angkutan umum tapi tak kunjung datang. Hari ini Airin berniat untuk berangkat dengan menaiki angkot karna Arkan harus berangkat lebih awal, Airin juga tidak keberatan dengan hal itu. Tapi sudah hampir setengah jam Airin menunggu angkot belum juga ada yang lewat. Padahal ini sudah lumayan siang.TingTingTing"Nungguin siapa dek?" ledek Alvin."Lo ngapain sih kesini? Mau ketemu gue?" sahut Airin cepat."Dih geer banget lo! Gua lewat sini juga gak sengaja." timpal Alvin. Airin hanya mencebikkan bibirnya kesal."Yaudah naik sini, gua anterin deh. Eh berangkat bareng." ucap Alvin sambil menepuk-nepuk jok motornya. Airin hanya memutar bola matanya malas."Lo kenapa sih mau bantuin gue? Atau jangan-jangan lo udah suka yah sama gue?!" jawab Airin asal.Buru-buru Alvin turun dari motornya dan berdiri di hadapan Airin, "Kalau lo gamau ikut gue, yaudah g
Diva kemudian berjalan mendekat kearah mereka berempat. Dengan segera ia duduk di samping Alvin."Vin, Pak Bambang nyuruh kita belajar bareng. Lo mau kan?" tanya Diva lembut."Iya, kenapa enggak? Ntar abis pulang sekolah kita ketemu di perpustakaan ya?" ucap Alvin sembari menyeruput minumannya. Diva terlihat puas dengan jawaban Alvin. Yah, mereka berdua bisa punya waktu berduaan tanpa Airin.Airin hanya tersenyum sambil menatap Diva. Ia bahkan tidak cemburu. Lagipula mereka belajar bersama. Dan lagipula lagi, Airin bukan siapa-siapanya Alvin jadi ia tidak berhak untuk cemburu."Rin, lo sakit?" tanya Rian yang berusaha mencairkan suasana."Enggak kok." ucap Airin sambil menggelengkan kepala."Muka lo pucet." timpal Dion."Ya semalem cuma kurang tidur aja, mungkin karna itu." Diva hanya terdiam. Kedua sahabat Alvin ternyata benar-benar peduli pada Airin. Sedangkan padanya? Tidak sama sekali."V
Airin Alexa adalah anak kedua dari dua bersaudara dan tentunya ia adalah anak bungsu dan sangat dimanja oleh Ayah, Ibu, maupun Abangnya (Bang Arkan). Tapi walaupun Airin anak yang sangat dimanja, Bang Arkan justru sangat sering menggoda dirinya. Setiap ia melewati kamar Airin, pasti ia selalu saja menggedor-gedor pintu kamar Airin hingga sang empunya marah. Bang Arkan itu memang sangat jahil pada Airin.Persahabatan antara Airin dan Diva juga tentu perlu kita soroti. Mengapa tidak? Mereka berdua adalah sahabat sejak SD. Segala sesuatu dilakukan bersama, tidak ada yang terlewat sama sekali. Dan diantara mereka jarang sekali ada perselisihan. Perselisihan mereka hanya seputar barang saja dan tidak pernah sampai 2 hari tidak saling menyapa. Rumah mereka berdua juga tidak jauh, hanya dipisahkan oleh satu rumah saja maka tak heran jika setiap hari Diva selalu menginap dirumahnya Airin. Airin selalu mengajak Diva menginap agar Bang Arkan tidak mengganggunya karna Bang Arkan ti
Diva kemudian berjalan mendekat kearah mereka berempat. Dengan segera ia duduk di samping Alvin."Vin, Pak Bambang nyuruh kita belajar bareng. Lo mau kan?" tanya Diva lembut."Iya, kenapa enggak? Ntar abis pulang sekolah kita ketemu di perpustakaan ya?" ucap Alvin sembari menyeruput minumannya. Diva terlihat puas dengan jawaban Alvin. Yah, mereka berdua bisa punya waktu berduaan tanpa Airin.Airin hanya tersenyum sambil menatap Diva. Ia bahkan tidak cemburu. Lagipula mereka belajar bersama. Dan lagipula lagi, Airin bukan siapa-siapanya Alvin jadi ia tidak berhak untuk cemburu."Rin, lo sakit?" tanya Rian yang berusaha mencairkan suasana."Enggak kok." ucap Airin sambil menggelengkan kepala."Muka lo pucet." timpal Dion."Ya semalem cuma kurang tidur aja, mungkin karna itu." Diva hanya terdiam. Kedua sahabat Alvin ternyata benar-benar peduli pada Airin. Sedangkan padanya? Tidak sama sekali."V
Sudah hampir setengah jam Airin menunggu angkutan umum tapi tak kunjung datang. Hari ini Airin berniat untuk berangkat dengan menaiki angkot karna Arkan harus berangkat lebih awal, Airin juga tidak keberatan dengan hal itu. Tapi sudah hampir setengah jam Airin menunggu angkot belum juga ada yang lewat. Padahal ini sudah lumayan siang.TingTingTing"Nungguin siapa dek?" ledek Alvin."Lo ngapain sih kesini? Mau ketemu gue?" sahut Airin cepat."Dih geer banget lo! Gua lewat sini juga gak sengaja." timpal Alvin. Airin hanya mencebikkan bibirnya kesal."Yaudah naik sini, gua anterin deh. Eh berangkat bareng." ucap Alvin sambil menepuk-nepuk jok motornya. Airin hanya memutar bola matanya malas."Lo kenapa sih mau bantuin gue? Atau jangan-jangan lo udah suka yah sama gue?!" jawab Airin asal.Buru-buru Alvin turun dari motornya dan berdiri di hadapan Airin, "Kalau lo gamau ikut gue, yaudah g
"Jika mereka bertanya padaku apakah aku menyesal, jawabanku adalah tidak. Berhasil ataupun gagal, aku bangga hidup diatas keputusan yang kubuat sendiri." - Fiersa Besari -******Airin POVHidup diatas keputusan yang telah kita buat sendiri adalah suatu hal yang sangat membanggakan bagiku. Aku berhak mengambil keputusan untuk hidupku karna yang menjalaninya tentu aku, orang lain tidak punya hak atasku sekali pun itu kedua orang tuaku.Saat ini aku dan Bang Arkan duduk berhadapan di meja makan. Hari ini aku yang memasak, jujur aku ragu tentang makananku tapi tak apa. Jika Bang Arkan mengkritik masakan yang kubuat itu bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagiku."Kamu...masak?" tanya Bang Arkan sembari menatapku. Tatapan yang sangat sulit untuk diartikan."Em iya. Makan aja dulu." jawabku gugup. Tanpa ragu Bang Arkan mulai mengambil nas
Malam ini angin berhembus sangat kencang membuat siapapun akan merasa kedinginan. Tapi tidak dengan Airin, sedari tadi ia duduk santai di balkon kamarnya sambil memainkan ponselnya. Ia terlihat sangat sibuk, tapi yang sebenarnya tidak. Ia justru sekarang sedang men-stalking Alvin. Ia tidak bosan menatap foto Alvin di Instagram pribadinya.Airin mengehela nafas panjang, "Alvin bener-bener ganteng banget yah. Pasti banyak yang suka sama dia, toh dia most wanted di sekolah." ucap Airin."Gantengan gue!" sahut Arkan tiba-tiba hingga membuat Airin terkejut. Arkan kemudian dengan santai duduk di pagar pembatas balkon Airin. Apa dia tidak takut jatuh??"Sejak kapan Bang Arkan dateng? Pasti dari tadi nguping yah!" tuding Airin."Jelas." sahutnya lagi dengan santai."Jangan banyak tingkah. Ntar jatuh terus mati, yang jadi abang Airin siapaa?!" ucap Airin memperingatkan sembari menarik tangan Arkan agar turun dari pagar pembatas balkon.
Hari ini Airin bangun terlambat. Ini semua salah Abangnya, ia mengajak Airin untuk menemaninya menonton film horor. Jika Airin menolak, Abangnya akan mengadu pada Ayah dan Ibunya kalau Airin punya pacar, padahal kan tidak. Jadi mau tidak mau Airin harus setuju untuk menemani Abangnya itu."Eh lu kok masih santai banget make sepatunya?" ledek Arkan. Airin hanya diam dan tidak berniat menanggapi ucapan Arkan."Airin udah sabar yah ngehadepin bang Arkan, tapi kenapa sih suka banget berulah? Suka banget gangguin Airin. Ihh, liat aja pasti Airin dihukum nanti dan ini semua karna bang Arkan." omel Airin sambil memasang sepatunya. Sedangkan Arkan? Ia hanya cekikikan."Siapa suruh jadi cwek tapi kebo." timpal Arkan lagi."Diem!" Airin bangkit dari kursi dan menatap sinis pada Arkan. Jujur Airin ingin sekali menjambak rambut Arkan tapi karna ia buru-buru jadi niatnya ia urungkan.****Saat tiba disekolah, benar saja pagarnya telah t
Airin tiba di sebuah rumah yang cukup besar. Pagar-pagar menjulang tinggi. Dengan cepat Airin turun dari motornya dan memencet bel.Ting!Ting!Sudah hampir 5 menit Airin menunggu sambil memencet bel tapi belum juga ada yang membuka pagar.Tingg!!"Sebentar!" pekik salah seorang dari dalam sana. Airin menunggu sambil sesekali melirik ke dalam rumah dari balik pagar."Cari siapa?" tanya laki-laki itu.Melihat tubuh laki-laki yang tidak memakai baju itu sontak Airin berteriak histeris."Aaaaaaaa!" pekik Airin sambil reflek menutup matanya."Airin kamu ngapain disini?" tanya Alvin heran."Itu... Make baju dlu gih." suruh Airin cepat. Mau tidak mau Alvin harus menurut ia kemudian menarik tangan Airin masuk lalu segera mengambil bajunya yang berada di bangku lalu memakainya."Kamu kok-... Kok bisa tau rumah aku sih?" tanya Alvin sambil berusaha memakai bajunya."Dih geer. Aku
Setelah Airin keluar dari kelas, ia memutuskan untuk duduk di bangku yang berada di lorong korodir. Ia duduk sambil memperhatikan kakinya yang sedari tadi ia goyang-goyangkan. Ia terlihat benar-benar gusar. Ia masih memikirkan Diva, apa tadi ia sudah sangat keterlaluan? Tidak. Ini sudah benar bukan? Airin berhak marah. Kenapa tidak boleh?!"Apa gue udah keterlaluan yah tadi sama Diva? Tapi ini udah bener kan? Gue berhak marah untuk hal ini. Au ah gua pusing!" Airin mengusap wajahnya kasar. Yah walaupun ia kesal tapi tidak seharusnya ia bicara kasar pada Diva toh Diva habis jatuh makanya Alvin nganterin 'kan? Tapi kenapa harus pegangan tangan sihhhh?!"Kamu marah?" suara itu sangat Airin kenal. Suaranya yang berat sudah bisa Airin ketahui kalau itu adalah Alvin. Ia melirik Alvin sekilas lalu mengalihkan tatapannya."Kamu ngapain kesini?" tanya Airin ketus."Ya terserah aku dong. Kan ini tempat umum, semua siswa boleh kesini termasuk aku. Maaf
Hari ini hari yang sangat baik bagi Airin. Ia pulang diantar Alvin, dan juga ia diberi buku novel oleh Alvin. Perempuan mana yang tidak senang coba jika diperlakukan seperti ini."Yaudah, aku pulang dulu yah." ucap Alvin lembut."Iya,... Kamu... Kamu hati-hati dijalan yah Vin." Alvin hanya mengangguk pelan lalu menurunkan kaca penutup helmnya dan pergi."Cieee...""Hah? Bang Arkan? Bang Arkan ngapain disini?" ucap Airin panik."Kenapa emang? Ini kan rumah gua juga. Tadi lu dianterin siapa?" tanya Arkan pada Airin. Airin langsung mncubit lengan Arkan keras. Arkan selalu saja mengganggu."Temen Airin. Emang kenapa sih? Bang Arkan kepo deh!" Airin segera masuk kedalam rumah tanpa menghiraukan ucapan Arkan."Denger dulu ey. Gua ngadu nih." Airin berdecak kesal. Kenapa sih ia selalu saja seenaknya seperti ini."Apaansi bang ihh?" Airin benar-benar kesal."Yaudah iya maaf. Masuk dah kamar istir
Sedari tadi Airin tidak pernah mengalihkan pandangannya dari wajah Alvin. Pria itu benar-benar tampan. Alvin yang menyadari akan hal itu berbalik arah dan menangkap manik mata Airin. Tatapan mereka bertemu. Tapi Airin langsung memutuskan sambungan matanya. Ia salting."Lo yakin mau deketin Airin cuma buat Diva cemburu Vin?" tanya Dion. Ia sebenarnya tidak setuju akan hal itu karna itu pasti akan menyakiti hati Airin."Yah iya, cara itu satu-satunya yang bisa buat Diva cemburu." jawab Alvin santai."Lo gak pikirin perasaan Airin sedikit pun Vin? Lo tau gimana sakitnya dia kalau tau semua ini lo lakuin buat sahabatnya?" Rian mulai berbicara. Ia sangat kesal pada sahabatnya yang satu ini. Demi mendapatkan satu perempuan ia harus menyakiti perasaan perempuan lain."Ya jangan sampai Airin tau lah!" ucap Alvin memperingatkan, "Gabakal terjadi apapun kalau kalian ga ngomong sama dia." tambahnya lagi."Lo gila sih." Rian seperti sudah sangat kesal.