Sedari tadi Airin tidak pernah mengalihkan pandangannya dari wajah Alvin. Pria itu benar-benar tampan. Alvin yang menyadari akan hal itu berbalik arah dan menangkap manik mata Airin. Tatapan mereka bertemu. Tapi Airin langsung memutuskan sambungan matanya. Ia salting.
"Lo yakin mau deketin Airin cuma buat Diva cemburu Vin?" tanya Dion. Ia sebenarnya tidak setuju akan hal itu karna itu pasti akan menyakiti hati Airin.
"Yah iya, cara itu satu-satunya yang bisa buat Diva cemburu." jawab Alvin santai.
"Lo gak pikirin perasaan Airin sedikit pun Vin? Lo tau gimana sakitnya dia kalau tau semua ini lo lakuin buat sahabatnya?" Rian mulai berbicara. Ia sangat kesal pada sahabatnya yang satu ini. Demi mendapatkan satu perempuan ia harus menyakiti perasaan perempuan lain.
"Ya jangan sampai Airin tau lah!" ucap Alvin memperingatkan, "Gabakal terjadi apapun kalau kalian ga ngomong sama dia." tambahnya lagi.
"Lo gila sih." Rian seperti sudah sangat kesal. Bisa-bisanya ia jadi laki-laki yang tidak berperasaan.
"Ini pasti sakit banget buat Airin Vin. Lo pikirin baik-baik dlu deh." ucapan Dion tentu benar tapi Alvin tidak peduli. Ia lebih memikirkan soal Diva saja.
"Dukung gua aja sih." Alvin kemudian bangkit dari kursinya dan menuju ke bangku yang Airin dan Diva duduki.
Ia akan memulainya dari sini.
"Hai Rinn." sapa Alvin. Tanpa persetujuan dari Airin atau Diva ia langsung duduk di samping Airin.
"Lo ngapain?" tanya Diva.
Alvin tidak menanggapi ucapan Diva. Ia bisa melihat wajah tak suka dari Diva. Tapi tetap saja ia tidak puas dengan hal itu.
"Ntar mau gak pulang bareng?" ucap Alvin lembut pada Airin.
"Pulang bareng?" Airin terkesiap. Ya Tuhan jantungnya seakan mau copot.
"Lo mau gak?" tanya Alvin lagi memastikan. Airin hanya mengangguk setuju. Ia mau. Mana mungkin ia bisa melewatkan kesempatan ini.
"Bukannya lo mau mampir ke Gramedia nanti buat beli buku?" Diva harus menggagalkan rencana Alvin. Ia tidak suka jika Alvin dan Airin dekat.
"Ntar gua anterin. Lo tenang aja." jawab Alvin santai. Sial!! Jantung Airin tidak mau berhenti berdetak kencang, "Oh iya, gue boleh minta nomer WhatsApp lu gak?" tambah Alvin lagi. Kali ini dia meminta nomer WhatsApp Airin.
"Iya boleh. Sini hp lo." Alvin menurut ia memberikan hpnya pada Airin dan Airin mulai memasukkan nomer WhatsApp miliknya.
"Okey. Tar malem gua telpon. Yaudah gua dluann yah." Alvin kemudian bangkit dari kursinya dan berjalan keluar dari kantin disusul kedua temannya yakni Dion. Rion tidak ikut ia hanya diam sambil memakan bakso miliknya.
Ada raut tak suka di wajah Diva. Ia menatap tajam kearah Airin yang sudah blushing itu. Seperti cacing kepanasan.
"Lo liat.." belum sempat Airin melanjutkan ucapannya Diva langsung bangkit dari kursi tanpa mengucap sepatah kata pun. Entah kenapa Diva jadi seperti ini.
Setelah Diva pergi, Rian menghampiri Airin. Ada raut khawatir diwajah Rian.
"Temen lo kemana?" tanya Rian basa-basi.
"Gue juga gak tau. Mungkin ada urusan. Gapapa kok." Airin hanya tersenyum sambil fokus makan baksonya juga.
"Airin baik banget gila. Dan Alvin gak ngerasa itu. Dia juga ga mikirin ntar gimana perasaan Airin kalau tau ini semua. Gila yah tu orang!" ucap Rian membatin.
"Kenapa?" tanya Airin heran.
"Gapapa. Gua harap lo bakal baik-baik aja dan selalu senyum kayak gini." Airin tidak mengerti dengan ucapan Rian. Ia tentu dia akan baik-baik saja. Tapi memangnya ada apa?
"Iya-iya. Tapi.." belum sempat Airin menanyakan maksud Rian, Rian langsung bangkit dan keluar dari kantin. Ini ada apa sih? Airin benar-benar bingung.
******
"Yaudah yuk balik." Alvin menggenggam tangan Airin. Airin merasakan tubuhnya mulai memanas. Ia benar-benar salah tingkah jika ada di dekat Alvin. Airin menurut dan tangan mereka saling bertautan.
"Vin, lo ga malu diliatin orang kayak gini?" bisik Airin lembut. Jujur ia malu jadi pusat perhatian seperti ini.
"Enggak. Kenapa harus malu? Udah-udah mending kamu naik. Kita ke Gramedia dulu." Airin terkesiap. Alvin mengucapkan kamu???
"Kamu?" tanya Airin heran.
"Aku? Aku kenapa?"
"Enggak kok. Yaudah yuk." ucap Airin gugup.
Airin tidak menyangka, ia bisa sedekat ini dengan Alvin. Padahal ia belum memikirkan harus melakukan apa agar Alvin bisa tertarik padanya. Dan perlahan Alvin sendiri yang mendekat.
Mereka telah tiba di Gramedia, Airin mulai mencari novel yang akan dibelinya.
"Kamu suka baca novel?" tanya Alvin sambil terus memperhatikan Airin.
"Iya, suka banget."
Airin melihat buku yang berjudul "Aku yang pernah kau Cinta" dan ia memutuskan untuk membeli buku itu. Judul saja sudah menarik bagaimana dengan isinya.
"Udah?"
"Iya ini udah." jawab Airin sambil tersenyum manis kearah Alvin.
"Yaudah yuk pulang." Airin menurut. Ia mengikuti Alvin dari arah belakang. Tubuhnya sangat kekar dan tentunya wangi. Airin tidak pernah berhenti menatap Alvin. Pria ini sangat manis.
Disisi lain ternyata Rian dan Dion mengikuti Airin dan Alvin. Ia benar-benar ingin memastikan Airin sampai di rumah.
"Alvin kali ini gak main-main. Cuma mau buat Diva cemburu dia rela korbanin perasaan Airin yang jelas-jelas baik banget." ucapnya Rian tak habis fikir.
"Lo bener. Gua ga nyangka Alvin senekad itu. Gua gatau gimana perasaan Airin nanti kalau tau selama ini dia cuma jadi alat buat Diva cemburu." sahut Dion. Ia juga miris. Alvin benar-benar keterlaluan.
"Dan setelah kita tau ini kita diem aja? Lo sekelas sama Airin dan masa lu ga kasihan sih liat di diperlakuin kayak gini?" Rian sepertinya sudah sangat kesal.
"Kita bisa apa? Lo mau ngebongkar ini? Gua ga bisa ikut campur. Gua ga bisa lihat Airin kecewa. Gua juga bingung harus gimana. Disisi lain ada Alvin sahabat kita dan disisi lain ada Airin yang... aduh. Gua cuma ga nyangka ajaa sama Alvin." Dion mengusap wajahnya kasar.
"Yaudah yok balik." Rian tidak bisa mengandalkan Dion. Dion terlalu terobsesi akan persahabatannya dengan Alvin. Tapi Rian bisa apa. Ia tidak cukup punya nyali untuk mengatakan semua ini pada Airin. Ia terlalu cupu, tapi ia juga tidak bisa diam saja. Saat ini ia benar-benar bingung. Di raut wajah Airin, ia tampak sangat senang dengan semua ini. Padahal ini hanya drama semata yang dibuat Alvin. Rian tidak habis fikir kenapa Alvin sampai setega itu pada Airin. Ia bahkan tidak memikirkan bagaimana nanti perasaan Airin saat tau ini semua. Begitupun dengan Dion, ia juga cukup kecewa tapi, ia bisa apa. Ia juga tidak bisa membantu apa-apa. Yang saat ini mereka fikirkan adalah membuat Alvin sadar kalau yang ia lakukan itu salah dan jangan sampai ia menyesal nantinya. Airin gadis yang sangat baik dan periang. Bisa-bisanya Alvin berfikir menjadikan Airin sebagai alat untuk membuat Diva cemburu saja. Ia bahkan tidak peduli bagaimana nantinya perasaan Airin jika tau ini semua.
*****
Author kesel banget sama Alvin. Ganteng-ganteng gak punya otak ishh. Jangan-jangan yang bakalan jadi jodohnya Airin tuh...... Silahkan menebak-nebak.
Happy Reading
Jangan lupa buat share yah temen-temen kali aja ada yang minat mampir ke cerita aing. Hehe
Hari ini hari yang sangat baik bagi Airin. Ia pulang diantar Alvin, dan juga ia diberi buku novel oleh Alvin. Perempuan mana yang tidak senang coba jika diperlakukan seperti ini."Yaudah, aku pulang dulu yah." ucap Alvin lembut."Iya,... Kamu... Kamu hati-hati dijalan yah Vin." Alvin hanya mengangguk pelan lalu menurunkan kaca penutup helmnya dan pergi."Cieee...""Hah? Bang Arkan? Bang Arkan ngapain disini?" ucap Airin panik."Kenapa emang? Ini kan rumah gua juga. Tadi lu dianterin siapa?" tanya Arkan pada Airin. Airin langsung mncubit lengan Arkan keras. Arkan selalu saja mengganggu."Temen Airin. Emang kenapa sih? Bang Arkan kepo deh!" Airin segera masuk kedalam rumah tanpa menghiraukan ucapan Arkan."Denger dulu ey. Gua ngadu nih." Airin berdecak kesal. Kenapa sih ia selalu saja seenaknya seperti ini."Apaansi bang ihh?" Airin benar-benar kesal."Yaudah iya maaf. Masuk dah kamar istir
Setelah Airin keluar dari kelas, ia memutuskan untuk duduk di bangku yang berada di lorong korodir. Ia duduk sambil memperhatikan kakinya yang sedari tadi ia goyang-goyangkan. Ia terlihat benar-benar gusar. Ia masih memikirkan Diva, apa tadi ia sudah sangat keterlaluan? Tidak. Ini sudah benar bukan? Airin berhak marah. Kenapa tidak boleh?!"Apa gue udah keterlaluan yah tadi sama Diva? Tapi ini udah bener kan? Gue berhak marah untuk hal ini. Au ah gua pusing!" Airin mengusap wajahnya kasar. Yah walaupun ia kesal tapi tidak seharusnya ia bicara kasar pada Diva toh Diva habis jatuh makanya Alvin nganterin 'kan? Tapi kenapa harus pegangan tangan sihhhh?!"Kamu marah?" suara itu sangat Airin kenal. Suaranya yang berat sudah bisa Airin ketahui kalau itu adalah Alvin. Ia melirik Alvin sekilas lalu mengalihkan tatapannya."Kamu ngapain kesini?" tanya Airin ketus."Ya terserah aku dong. Kan ini tempat umum, semua siswa boleh kesini termasuk aku. Maaf
Airin tiba di sebuah rumah yang cukup besar. Pagar-pagar menjulang tinggi. Dengan cepat Airin turun dari motornya dan memencet bel.Ting!Ting!Sudah hampir 5 menit Airin menunggu sambil memencet bel tapi belum juga ada yang membuka pagar.Tingg!!"Sebentar!" pekik salah seorang dari dalam sana. Airin menunggu sambil sesekali melirik ke dalam rumah dari balik pagar."Cari siapa?" tanya laki-laki itu.Melihat tubuh laki-laki yang tidak memakai baju itu sontak Airin berteriak histeris."Aaaaaaaa!" pekik Airin sambil reflek menutup matanya."Airin kamu ngapain disini?" tanya Alvin heran."Itu... Make baju dlu gih." suruh Airin cepat. Mau tidak mau Alvin harus menurut ia kemudian menarik tangan Airin masuk lalu segera mengambil bajunya yang berada di bangku lalu memakainya."Kamu kok-... Kok bisa tau rumah aku sih?" tanya Alvin sambil berusaha memakai bajunya."Dih geer. Aku
Hari ini Airin bangun terlambat. Ini semua salah Abangnya, ia mengajak Airin untuk menemaninya menonton film horor. Jika Airin menolak, Abangnya akan mengadu pada Ayah dan Ibunya kalau Airin punya pacar, padahal kan tidak. Jadi mau tidak mau Airin harus setuju untuk menemani Abangnya itu."Eh lu kok masih santai banget make sepatunya?" ledek Arkan. Airin hanya diam dan tidak berniat menanggapi ucapan Arkan."Airin udah sabar yah ngehadepin bang Arkan, tapi kenapa sih suka banget berulah? Suka banget gangguin Airin. Ihh, liat aja pasti Airin dihukum nanti dan ini semua karna bang Arkan." omel Airin sambil memasang sepatunya. Sedangkan Arkan? Ia hanya cekikikan."Siapa suruh jadi cwek tapi kebo." timpal Arkan lagi."Diem!" Airin bangkit dari kursi dan menatap sinis pada Arkan. Jujur Airin ingin sekali menjambak rambut Arkan tapi karna ia buru-buru jadi niatnya ia urungkan.****Saat tiba disekolah, benar saja pagarnya telah t
Malam ini angin berhembus sangat kencang membuat siapapun akan merasa kedinginan. Tapi tidak dengan Airin, sedari tadi ia duduk santai di balkon kamarnya sambil memainkan ponselnya. Ia terlihat sangat sibuk, tapi yang sebenarnya tidak. Ia justru sekarang sedang men-stalking Alvin. Ia tidak bosan menatap foto Alvin di Instagram pribadinya.Airin mengehela nafas panjang, "Alvin bener-bener ganteng banget yah. Pasti banyak yang suka sama dia, toh dia most wanted di sekolah." ucap Airin."Gantengan gue!" sahut Arkan tiba-tiba hingga membuat Airin terkejut. Arkan kemudian dengan santai duduk di pagar pembatas balkon Airin. Apa dia tidak takut jatuh??"Sejak kapan Bang Arkan dateng? Pasti dari tadi nguping yah!" tuding Airin."Jelas." sahutnya lagi dengan santai."Jangan banyak tingkah. Ntar jatuh terus mati, yang jadi abang Airin siapaa?!" ucap Airin memperingatkan sembari menarik tangan Arkan agar turun dari pagar pembatas balkon.
"Jika mereka bertanya padaku apakah aku menyesal, jawabanku adalah tidak. Berhasil ataupun gagal, aku bangga hidup diatas keputusan yang kubuat sendiri." - Fiersa Besari -******Airin POVHidup diatas keputusan yang telah kita buat sendiri adalah suatu hal yang sangat membanggakan bagiku. Aku berhak mengambil keputusan untuk hidupku karna yang menjalaninya tentu aku, orang lain tidak punya hak atasku sekali pun itu kedua orang tuaku.Saat ini aku dan Bang Arkan duduk berhadapan di meja makan. Hari ini aku yang memasak, jujur aku ragu tentang makananku tapi tak apa. Jika Bang Arkan mengkritik masakan yang kubuat itu bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagiku."Kamu...masak?" tanya Bang Arkan sembari menatapku. Tatapan yang sangat sulit untuk diartikan."Em iya. Makan aja dulu." jawabku gugup. Tanpa ragu Bang Arkan mulai mengambil nas
Sudah hampir setengah jam Airin menunggu angkutan umum tapi tak kunjung datang. Hari ini Airin berniat untuk berangkat dengan menaiki angkot karna Arkan harus berangkat lebih awal, Airin juga tidak keberatan dengan hal itu. Tapi sudah hampir setengah jam Airin menunggu angkot belum juga ada yang lewat. Padahal ini sudah lumayan siang.TingTingTing"Nungguin siapa dek?" ledek Alvin."Lo ngapain sih kesini? Mau ketemu gue?" sahut Airin cepat."Dih geer banget lo! Gua lewat sini juga gak sengaja." timpal Alvin. Airin hanya mencebikkan bibirnya kesal."Yaudah naik sini, gua anterin deh. Eh berangkat bareng." ucap Alvin sambil menepuk-nepuk jok motornya. Airin hanya memutar bola matanya malas."Lo kenapa sih mau bantuin gue? Atau jangan-jangan lo udah suka yah sama gue?!" jawab Airin asal.Buru-buru Alvin turun dari motornya dan berdiri di hadapan Airin, "Kalau lo gamau ikut gue, yaudah g
Diva kemudian berjalan mendekat kearah mereka berempat. Dengan segera ia duduk di samping Alvin."Vin, Pak Bambang nyuruh kita belajar bareng. Lo mau kan?" tanya Diva lembut."Iya, kenapa enggak? Ntar abis pulang sekolah kita ketemu di perpustakaan ya?" ucap Alvin sembari menyeruput minumannya. Diva terlihat puas dengan jawaban Alvin. Yah, mereka berdua bisa punya waktu berduaan tanpa Airin.Airin hanya tersenyum sambil menatap Diva. Ia bahkan tidak cemburu. Lagipula mereka belajar bersama. Dan lagipula lagi, Airin bukan siapa-siapanya Alvin jadi ia tidak berhak untuk cemburu."Rin, lo sakit?" tanya Rian yang berusaha mencairkan suasana."Enggak kok." ucap Airin sambil menggelengkan kepala."Muka lo pucet." timpal Dion."Ya semalem cuma kurang tidur aja, mungkin karna itu." Diva hanya terdiam. Kedua sahabat Alvin ternyata benar-benar peduli pada Airin. Sedangkan padanya? Tidak sama sekali."V
Diva kemudian berjalan mendekat kearah mereka berempat. Dengan segera ia duduk di samping Alvin."Vin, Pak Bambang nyuruh kita belajar bareng. Lo mau kan?" tanya Diva lembut."Iya, kenapa enggak? Ntar abis pulang sekolah kita ketemu di perpustakaan ya?" ucap Alvin sembari menyeruput minumannya. Diva terlihat puas dengan jawaban Alvin. Yah, mereka berdua bisa punya waktu berduaan tanpa Airin.Airin hanya tersenyum sambil menatap Diva. Ia bahkan tidak cemburu. Lagipula mereka belajar bersama. Dan lagipula lagi, Airin bukan siapa-siapanya Alvin jadi ia tidak berhak untuk cemburu."Rin, lo sakit?" tanya Rian yang berusaha mencairkan suasana."Enggak kok." ucap Airin sambil menggelengkan kepala."Muka lo pucet." timpal Dion."Ya semalem cuma kurang tidur aja, mungkin karna itu." Diva hanya terdiam. Kedua sahabat Alvin ternyata benar-benar peduli pada Airin. Sedangkan padanya? Tidak sama sekali."V
Sudah hampir setengah jam Airin menunggu angkutan umum tapi tak kunjung datang. Hari ini Airin berniat untuk berangkat dengan menaiki angkot karna Arkan harus berangkat lebih awal, Airin juga tidak keberatan dengan hal itu. Tapi sudah hampir setengah jam Airin menunggu angkot belum juga ada yang lewat. Padahal ini sudah lumayan siang.TingTingTing"Nungguin siapa dek?" ledek Alvin."Lo ngapain sih kesini? Mau ketemu gue?" sahut Airin cepat."Dih geer banget lo! Gua lewat sini juga gak sengaja." timpal Alvin. Airin hanya mencebikkan bibirnya kesal."Yaudah naik sini, gua anterin deh. Eh berangkat bareng." ucap Alvin sambil menepuk-nepuk jok motornya. Airin hanya memutar bola matanya malas."Lo kenapa sih mau bantuin gue? Atau jangan-jangan lo udah suka yah sama gue?!" jawab Airin asal.Buru-buru Alvin turun dari motornya dan berdiri di hadapan Airin, "Kalau lo gamau ikut gue, yaudah g
"Jika mereka bertanya padaku apakah aku menyesal, jawabanku adalah tidak. Berhasil ataupun gagal, aku bangga hidup diatas keputusan yang kubuat sendiri." - Fiersa Besari -******Airin POVHidup diatas keputusan yang telah kita buat sendiri adalah suatu hal yang sangat membanggakan bagiku. Aku berhak mengambil keputusan untuk hidupku karna yang menjalaninya tentu aku, orang lain tidak punya hak atasku sekali pun itu kedua orang tuaku.Saat ini aku dan Bang Arkan duduk berhadapan di meja makan. Hari ini aku yang memasak, jujur aku ragu tentang makananku tapi tak apa. Jika Bang Arkan mengkritik masakan yang kubuat itu bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagiku."Kamu...masak?" tanya Bang Arkan sembari menatapku. Tatapan yang sangat sulit untuk diartikan."Em iya. Makan aja dulu." jawabku gugup. Tanpa ragu Bang Arkan mulai mengambil nas
Malam ini angin berhembus sangat kencang membuat siapapun akan merasa kedinginan. Tapi tidak dengan Airin, sedari tadi ia duduk santai di balkon kamarnya sambil memainkan ponselnya. Ia terlihat sangat sibuk, tapi yang sebenarnya tidak. Ia justru sekarang sedang men-stalking Alvin. Ia tidak bosan menatap foto Alvin di Instagram pribadinya.Airin mengehela nafas panjang, "Alvin bener-bener ganteng banget yah. Pasti banyak yang suka sama dia, toh dia most wanted di sekolah." ucap Airin."Gantengan gue!" sahut Arkan tiba-tiba hingga membuat Airin terkejut. Arkan kemudian dengan santai duduk di pagar pembatas balkon Airin. Apa dia tidak takut jatuh??"Sejak kapan Bang Arkan dateng? Pasti dari tadi nguping yah!" tuding Airin."Jelas." sahutnya lagi dengan santai."Jangan banyak tingkah. Ntar jatuh terus mati, yang jadi abang Airin siapaa?!" ucap Airin memperingatkan sembari menarik tangan Arkan agar turun dari pagar pembatas balkon.
Hari ini Airin bangun terlambat. Ini semua salah Abangnya, ia mengajak Airin untuk menemaninya menonton film horor. Jika Airin menolak, Abangnya akan mengadu pada Ayah dan Ibunya kalau Airin punya pacar, padahal kan tidak. Jadi mau tidak mau Airin harus setuju untuk menemani Abangnya itu."Eh lu kok masih santai banget make sepatunya?" ledek Arkan. Airin hanya diam dan tidak berniat menanggapi ucapan Arkan."Airin udah sabar yah ngehadepin bang Arkan, tapi kenapa sih suka banget berulah? Suka banget gangguin Airin. Ihh, liat aja pasti Airin dihukum nanti dan ini semua karna bang Arkan." omel Airin sambil memasang sepatunya. Sedangkan Arkan? Ia hanya cekikikan."Siapa suruh jadi cwek tapi kebo." timpal Arkan lagi."Diem!" Airin bangkit dari kursi dan menatap sinis pada Arkan. Jujur Airin ingin sekali menjambak rambut Arkan tapi karna ia buru-buru jadi niatnya ia urungkan.****Saat tiba disekolah, benar saja pagarnya telah t
Airin tiba di sebuah rumah yang cukup besar. Pagar-pagar menjulang tinggi. Dengan cepat Airin turun dari motornya dan memencet bel.Ting!Ting!Sudah hampir 5 menit Airin menunggu sambil memencet bel tapi belum juga ada yang membuka pagar.Tingg!!"Sebentar!" pekik salah seorang dari dalam sana. Airin menunggu sambil sesekali melirik ke dalam rumah dari balik pagar."Cari siapa?" tanya laki-laki itu.Melihat tubuh laki-laki yang tidak memakai baju itu sontak Airin berteriak histeris."Aaaaaaaa!" pekik Airin sambil reflek menutup matanya."Airin kamu ngapain disini?" tanya Alvin heran."Itu... Make baju dlu gih." suruh Airin cepat. Mau tidak mau Alvin harus menurut ia kemudian menarik tangan Airin masuk lalu segera mengambil bajunya yang berada di bangku lalu memakainya."Kamu kok-... Kok bisa tau rumah aku sih?" tanya Alvin sambil berusaha memakai bajunya."Dih geer. Aku
Setelah Airin keluar dari kelas, ia memutuskan untuk duduk di bangku yang berada di lorong korodir. Ia duduk sambil memperhatikan kakinya yang sedari tadi ia goyang-goyangkan. Ia terlihat benar-benar gusar. Ia masih memikirkan Diva, apa tadi ia sudah sangat keterlaluan? Tidak. Ini sudah benar bukan? Airin berhak marah. Kenapa tidak boleh?!"Apa gue udah keterlaluan yah tadi sama Diva? Tapi ini udah bener kan? Gue berhak marah untuk hal ini. Au ah gua pusing!" Airin mengusap wajahnya kasar. Yah walaupun ia kesal tapi tidak seharusnya ia bicara kasar pada Diva toh Diva habis jatuh makanya Alvin nganterin 'kan? Tapi kenapa harus pegangan tangan sihhhh?!"Kamu marah?" suara itu sangat Airin kenal. Suaranya yang berat sudah bisa Airin ketahui kalau itu adalah Alvin. Ia melirik Alvin sekilas lalu mengalihkan tatapannya."Kamu ngapain kesini?" tanya Airin ketus."Ya terserah aku dong. Kan ini tempat umum, semua siswa boleh kesini termasuk aku. Maaf
Hari ini hari yang sangat baik bagi Airin. Ia pulang diantar Alvin, dan juga ia diberi buku novel oleh Alvin. Perempuan mana yang tidak senang coba jika diperlakukan seperti ini."Yaudah, aku pulang dulu yah." ucap Alvin lembut."Iya,... Kamu... Kamu hati-hati dijalan yah Vin." Alvin hanya mengangguk pelan lalu menurunkan kaca penutup helmnya dan pergi."Cieee...""Hah? Bang Arkan? Bang Arkan ngapain disini?" ucap Airin panik."Kenapa emang? Ini kan rumah gua juga. Tadi lu dianterin siapa?" tanya Arkan pada Airin. Airin langsung mncubit lengan Arkan keras. Arkan selalu saja mengganggu."Temen Airin. Emang kenapa sih? Bang Arkan kepo deh!" Airin segera masuk kedalam rumah tanpa menghiraukan ucapan Arkan."Denger dulu ey. Gua ngadu nih." Airin berdecak kesal. Kenapa sih ia selalu saja seenaknya seperti ini."Apaansi bang ihh?" Airin benar-benar kesal."Yaudah iya maaf. Masuk dah kamar istir
Sedari tadi Airin tidak pernah mengalihkan pandangannya dari wajah Alvin. Pria itu benar-benar tampan. Alvin yang menyadari akan hal itu berbalik arah dan menangkap manik mata Airin. Tatapan mereka bertemu. Tapi Airin langsung memutuskan sambungan matanya. Ia salting."Lo yakin mau deketin Airin cuma buat Diva cemburu Vin?" tanya Dion. Ia sebenarnya tidak setuju akan hal itu karna itu pasti akan menyakiti hati Airin."Yah iya, cara itu satu-satunya yang bisa buat Diva cemburu." jawab Alvin santai."Lo gak pikirin perasaan Airin sedikit pun Vin? Lo tau gimana sakitnya dia kalau tau semua ini lo lakuin buat sahabatnya?" Rian mulai berbicara. Ia sangat kesal pada sahabatnya yang satu ini. Demi mendapatkan satu perempuan ia harus menyakiti perasaan perempuan lain."Ya jangan sampai Airin tau lah!" ucap Alvin memperingatkan, "Gabakal terjadi apapun kalau kalian ga ngomong sama dia." tambahnya lagi."Lo gila sih." Rian seperti sudah sangat kesal.