Hari ini Airin tampak sangat bersemangat. Buru-buru segera menemui Pak Edo di ruangannya untuk bertanya perihal lomba yang akan diadakan.
Airin melirik Diva yang tengah asik membaca buku. Airin tidak mau pergi sendiri, "Diva cantik." rayu Airin sambil menyenggol lengan Diva.
"Kenapa?" tanya Diva ketus sambil terus fokus membaca.
"Boleh minta tolong gak? Gue pengen ketemu sama Pak Edo tapi males jalan sendiri. Temenin gue yah, Plisssss!!!" mohon Airin sambil menatap Diva ala-ala puppy eyes.
Diva menghela nafas panjang, "Lo ganggu aja tau gak. Gue lagi fokus nih. Yaudah deh, ayo buru." Diva bangkit dari kursi dan segera menarik lengan Airin agar jalannya cepat.
"Yeyy, makasihhh sayang," ucap Airin sambil tertawa dan Diva hanya memutar bola matanya malas. Airin memang terkadang sangat menjengkelkan, ia selalu saja mengganggu momen belajar Diva.
Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk pergi ke ruangan Pak Edo. Saat Airin dan Diva melewati koridor ia mendapati Dion bersama dua temannya tengah duduk sambil berbincang dan salah satu diantara mereka ada pria yang kemarin bertemu dengan Airin.
"Diva stop!" Airin buru-buru menarik tangan Diva agar berhenti.
"Apaan lagi sih Rin? Lu bukannya mau ke ruangan Pak E.."
"Udah diem, sekarang kita kesana bareng Dion. Gue pengen bangett ngobrol sama cwok itu. Dia manis bangett ahh." potong Airin cepat. Belum sempat Diva menjawab Airin langsung menarik tangan Diva agar mendekat kearah Dion dan teman-temannya.
"Hai Dion." sapa Airin sambil tersenyum manis.
"Eh Airin, kenapa Rin? Tumben banget lu." jawab Dion seadanya.
"Em,.. anu. Gue mau ke.."
"Airin mau nanya soal buku paket kemarin yang lo pegang. Lo taruh dimanaa? Dari tadi Airin cariin." potong Diva cepat.
Dion tampak bingung, "Ah iya gue inget, ini bukunya. Di pinjem sama Alvin. Katanya mo baca-baca. Mau lo ambil sekarang apa nanti aja Rin?" tanya Dion.
Airin terpaku sejenak, "Oh namanya Alvin. Yaudah gapapa-gapapa. Di pake aja dlu. Kalau udah selesai nanti balikin. Tapi, yang minjem yang harus balikan jangan elo." Airin memang sangat cerdik. Jika nanti Alvin mengembalikan bukunya, Airin bisa punya waktu ngobrol sama Alvin bukan?
"Gue?" sahut Alvin cepat. Airin hanya membalasnya sambil mengangguk. " Yang minjem kan si Dion, yah walaupun gue baca juga tapi tetep aja Dion yang bakal balikin. Kenapa harus gue coba. Lagian kan kalian sekelas." sahutnya lagi. Airin terdiam. Memang benar sih. Tapi kan Airin harus kenalan lagi. Kalau sampai bukunya Dion yang kembalikan Airin tidak ada waktu buat bicara dengan Alvin nanti.
"Eh curut. Yang make elu, kok harus Dion yang balikin sih? Yah elu lah. Asal make aja tapi gamau tanggung jawab." sahut salah satu temannya.
"Yaudah gapapa deh. Dion nanti balikinnya langsung taruh di laci meja gue aja yah. Gue ada urusan sama Pak Edo. Diva lo balik ke kelas aja. Gue pergi sendiri. Byee." Airin berlari meninggalkan mereka berempat. Airin sedikit kecewa dengan penuturan Alvin tadi. Tapi yasudah lah ini masih awal, Airin tetap akan berusaha untuk menarik perhatian Alvin.
"Tapi selow, gue ga boleh nyerah. Ini masih awal-awal. Kali aja perasaannya bakalan berubah ke gue. Gua hanya perlu sabar dikit dan usaha." untuk yang pertama kalinya Airin merasa seperti benar-benar jatuh cinta. Ia tidak akan berhenti sampai ia berhasil mendapatkan perhatian dari Alvin. Ia akan tetap berusaha. Cinta memang butuh perjuangan kan? Yah mungkin sebagai dari kalian akan ngira kalau Airin terlalu terburu-buru hingga mengatakan kata cinta itu tapi ini murni karna perasaannya, dan Airin belum pernah seperti ini jika tertarik pada seseorang. Ia pasti akan gengsi untuk mendekati terlebih dahulu, tapi Airin kali ini sangat serius. Dan entahlah, sepertinya Airin kali ini benar-benar serius.
Sedangkan Diva, Diva masih ada disana, terdiam sambil menatap punggung Airin yang mulai menjauh. Lalu segera menatap Alvin dan merampas buku yang ada di tangannya.
"Kalau make barang orang tuh harus di balikin tau gak? Yaudah Dion gue balik ke kelas dulu yah. Bye!" buru-buru Diva kembali ke kelas. Ia kesal pada cwok kulkas itu. Dari dulu ia tidak berubah Diva tau itu.
"Yaampun kenapa Airin harus sukanya sama dia sih? Kenapa bukan cowok lain ajaa?" ucap Diva frustasi. Diva tidak tau jika yang Airin sukai itu adalah Alvin.
"Teman kelas lo aneh-aneh tau gak. Ada yang jutek dan ada juga tuh modelan kayak cwek tadi, pecicilan." keluh Alvin pada Dion, bukannya malah mendapat dukungan Dion justru menoyor kepala Alvin.
"Walaupun dia pecicilan, tapi dia baik banget. Lo belum tau aja sikap aslinya dia. Yah walaupun gue baru kenal dua hari ini, tapi dia baik banget terus ceria." ucap Dion, disusul anggukkan Rian. Alvin terdiam sejenak. Persetan dengan kata baik dan ceria. Bagi Alvin gadis itu (Airin) adalah sosok yang paling cereboh dan cerewet yang pernah ia temui.
****
Saat kembali dari ruangan Pak Edo, mood Airin benar-benar buruk. Ia berkali-kali mengumpati dirinya sendiri. Bagaimana bisa kali ini ia tidak masuk turnamen tenis itu? Sial! Airin saat ini benar-benar kesal. Suasana hatinya sangat buruk. Benar-benar buruk.
"Lo bego banget sih Rinn!" maki Airin sbil terus memandangi wajahnya di cermin wastafel yang ada di Wc. "Bisa-bisanya lo ga masuk turnamen kali ini karna kalah telak sama si kutu aer itu. Ini turnamen besar, dan lo ga bisa lolos Rin." Airin berkali-kali mengumpat, kali ini ia tidak lolos dan tidak akan ikut turnamen yang akan digelar pada hari minggu mendatang. Padahal ia sudah mempersiapkan semuanya dengan matang tapi ia tidak berhasil. Ia benar-benar sangat kecewa. Ia kecewa pada dirinya sendiri yang terlihat bodoh itu.
"Airin lo ngapain disini?" tanya Diva tiba-tiba saat ia masuk wc dan mendapati Airin sedang diam sambil menatap tubuhnya di pantulan cermin yang ada di depannya. Airin hanya menoleh sekilas lalu kembali fokus menatap pantulan tubuhnya.
"Gua ga lolos turnamen kali ini Va." lirih Airin. Ada raut penyesalan disana.
Diva terkejut. Baru kali ini Airin tidak bisa ikut turnamen. Ini pasti sangat menggangu pikirannya, Diva tau itu. Diva kemudian mendekat dan mengusap bahu Airin lembut.
"Lo gausah sedih gitu. Sampai di tahap ini lo udah luar biasa banget kok. Ini bukan rejeki lu. Tapi kan masih banyak turnamen-turnamen lain yang nunggu lu." Diva selalu jadi orang yang akan berdiri di garis paling depan untuk menghapus kesedihan Airin.
"Lo tau kan Va? Turnamen ini turnamen besar. Dan gue udah persiapin banyak hal. Tapi tiba-tiba semuanya jadi gini dan gue ga lolos. Gua kecewa sama diri gue sendiri." timpal Airin.
Diva tersenyum sambil menatap Airin, "Gausah difikirin. Jadiin ini sebagai pacuan lu buat latihan lebih giat biar bisa ikut turnamen yang lain. Semangat yah." Diva memeluk tubuh Airin. Ia mengusap punggung Airin lembut. Diva pasti akan tetap mendukung Airin, apapun yang terjadi.
*******
Diva baik banget ya sama Airin. Pengen deh punya sahabat kayak Diva. Udah cantik+ baik pula.
Jamgan lupa stay tuned yah sayang-sayangnya aku.
HahahaCek ig aku : asmrhmirr/ dan follow
Airin pulang kerumah dengan perasaan kecewa. Ia membuka pintu rumah dengan wajah muram, tidak seperti biasanya. Arkan yang tengah asik menonton Tv segera melirik wajah Airin. Ia tau kalau saat ini suasana hati Airin buruk dan ia tidak ingin mencari masalah."Dah makan?" tanya Arkan basa-basi. Airin hanya menjawabnya dengan menggeleng lalu ia segera duduk di sofa samping Arkan dan mulai mengacak-acak rambutnya sendiri."Gimana sayang? Kamu lolos apa nggak?" tanya Ibunya tiba-tiba. Airin tidak menjawab, ia memilih untuk diam dan segera bangkit untuk menuju kamarnya."Tadi Arkan dapet info dari Diva kalau katanya Airin gak lolos masuk turnamen mah. Makanya mukanya masam gitu." ucap Arkan pada Ibunya. Ibunya hanya menatap punggung Airin yang sedang menaiki tangga itu menuju kamarnya."Airin pasti kecewa banget, kamu jangan gangguin dia yah. Awas aja. Minggir dulu sana, mamah pengen nonton suara hati istri." Mamahnya buru-buru menggeser bad
Alvin pun bangkit dari kursinya, ia menatap Diva lekat-lekat lalu setelah itu mengalihkan pandangannya pada Airin. Tatapan Alvin terlihat sangat beda pada keduanya. Ketika Alvin menatap Diva ia benar-benar menatapnya lekat-lekat tapi berbeda dengan Airin, ia hanya dilirik saja lalu mengedarkan pandangannya ketempat lain. Mungkinkah Diva dan Alvin ada hubungan spesial???"Gausah banyak omong. Cepet ajarin gue tenis." ucap Alvin datar. Sontak Diva mendengar nya dengan tidak percaya. Alvin mau latihan teniss??? Kenapa?"Kan ada Rian. Kenapa harus minta tolong sama Airin?" sahut Diva cepat. Airin buru-buru menyenggol lengan Diva."Bukan urusan lo." jawab Alvin santai. Alvin langsung beralih dan menjauh, ia membuka jaketnya dan menyisakan kaus putih yang menutupi bagian dada bidangnya.Airin pun dengan segera melepaskan tasnya dan cardigan miliknya lalu membuntuti Alvin di arah belakang. Airin tampak sangat bahagia karna sedekat ini dengan Alvin.
"Mau ngomongin apa?" tanya pria itu. Diva terdiam cukup lama. Pria ini tidak berubah, ia selalu saja mendesak seseorang. Sedangkan Diva? Ia tentu bingung harus menjawab apa. Bagaimana bisa ia mengatakan tujuan aslinya mengajaknya bertemu"Gue mau bahas soal Airin!" sahut Diva setelah terdiam cukup lama. Pria itu tidak menjawab, ia bingung harus menjawab apa."Kenapa harus bahas dia? Dan lagian lo bisa langsung ngomong disini aja kan?" pria itu bingung, kenapa Diva mau membicarakan hal yang menurutnya tidak penting."Gue ga bisa. Gue ada urusan!" tolak Diva cepat,"Kalau lo mau, lo langsung datang aja nanti. Gua tunggu lo disana." tambah Diva. Diva tidak ingin mendengar penolakan dan dengan cepat ia berlalu dan meninggalkan kelas itu lalu menyusul Airin di kantin. Diva yakin Airin belum selesai dengan kegiatan sarapannya itu.Saat melihat Airin yang tengah asik makan ia menggelengkan kepalanya, tingkah Airin memang terbilang seperti anak TK ya
Hari ini Airin tampak sangat bersemangat, entah kenapa. Ia bahkan sampai lupa berpamitan pada kedua orangtuanya dan abangnya."Airin!" teriak Arkan sambil berusaha menarik tangan Airin."Apa sih bang?" Airin sangat kesal, kenapa sih pagi-pagi abangnya selalu saja mengganggu.Arkan tidak menjawab, ia terdiam cukup lama hingga membuat Airin benar-benar kesal."Apaan bang? Ish buang-buang waktu Airin aja tau gak?! Kalau mau nyari Diva, noh dirumahnya sono. Airin ga tau." Airin belum mendengar jawaban apapun dari Arkan ia langsung pergi begitu saja dan menuju mobil."Galak amat sih." ucap Arkan membatin."Airin mana?" tanya Papahnya yang baru saja selesai sarapan."Udah berangkat dluan Pah, diantarin sama Pak supir tadi. Yaudah Arkan pamit juga yah, buru-buru mau ke kampus." setelah pamitan Arkan segera menuju ke garasi untuk mengambil motor sportnya dan berangkat ke kampus. Ini merupakan tahun pertama A
Sedari tadi Airin tidak pernah mengalihkan pandangannya dari wajah Alvin. Pria itu benar-benar tampan. Alvin yang menyadari akan hal itu berbalik arah dan menangkap manik mata Airin. Tatapan mereka bertemu. Tapi Airin langsung memutuskan sambungan matanya. Ia salting."Lo yakin mau deketin Airin cuma buat Diva cemburu Vin?" tanya Dion. Ia sebenarnya tidak setuju akan hal itu karna itu pasti akan menyakiti hati Airin."Yah iya, cara itu satu-satunya yang bisa buat Diva cemburu." jawab Alvin santai."Lo gak pikirin perasaan Airin sedikit pun Vin? Lo tau gimana sakitnya dia kalau tau semua ini lo lakuin buat sahabatnya?" Rian mulai berbicara. Ia sangat kesal pada sahabatnya yang satu ini. Demi mendapatkan satu perempuan ia harus menyakiti perasaan perempuan lain."Ya jangan sampai Airin tau lah!" ucap Alvin memperingatkan, "Gabakal terjadi apapun kalau kalian ga ngomong sama dia." tambahnya lagi."Lo gila sih." Rian seperti sudah sangat kesal.
Hari ini hari yang sangat baik bagi Airin. Ia pulang diantar Alvin, dan juga ia diberi buku novel oleh Alvin. Perempuan mana yang tidak senang coba jika diperlakukan seperti ini."Yaudah, aku pulang dulu yah." ucap Alvin lembut."Iya,... Kamu... Kamu hati-hati dijalan yah Vin." Alvin hanya mengangguk pelan lalu menurunkan kaca penutup helmnya dan pergi."Cieee...""Hah? Bang Arkan? Bang Arkan ngapain disini?" ucap Airin panik."Kenapa emang? Ini kan rumah gua juga. Tadi lu dianterin siapa?" tanya Arkan pada Airin. Airin langsung mncubit lengan Arkan keras. Arkan selalu saja mengganggu."Temen Airin. Emang kenapa sih? Bang Arkan kepo deh!" Airin segera masuk kedalam rumah tanpa menghiraukan ucapan Arkan."Denger dulu ey. Gua ngadu nih." Airin berdecak kesal. Kenapa sih ia selalu saja seenaknya seperti ini."Apaansi bang ihh?" Airin benar-benar kesal."Yaudah iya maaf. Masuk dah kamar istir
Setelah Airin keluar dari kelas, ia memutuskan untuk duduk di bangku yang berada di lorong korodir. Ia duduk sambil memperhatikan kakinya yang sedari tadi ia goyang-goyangkan. Ia terlihat benar-benar gusar. Ia masih memikirkan Diva, apa tadi ia sudah sangat keterlaluan? Tidak. Ini sudah benar bukan? Airin berhak marah. Kenapa tidak boleh?!"Apa gue udah keterlaluan yah tadi sama Diva? Tapi ini udah bener kan? Gue berhak marah untuk hal ini. Au ah gua pusing!" Airin mengusap wajahnya kasar. Yah walaupun ia kesal tapi tidak seharusnya ia bicara kasar pada Diva toh Diva habis jatuh makanya Alvin nganterin 'kan? Tapi kenapa harus pegangan tangan sihhhh?!"Kamu marah?" suara itu sangat Airin kenal. Suaranya yang berat sudah bisa Airin ketahui kalau itu adalah Alvin. Ia melirik Alvin sekilas lalu mengalihkan tatapannya."Kamu ngapain kesini?" tanya Airin ketus."Ya terserah aku dong. Kan ini tempat umum, semua siswa boleh kesini termasuk aku. Maaf
Airin tiba di sebuah rumah yang cukup besar. Pagar-pagar menjulang tinggi. Dengan cepat Airin turun dari motornya dan memencet bel.Ting!Ting!Sudah hampir 5 menit Airin menunggu sambil memencet bel tapi belum juga ada yang membuka pagar.Tingg!!"Sebentar!" pekik salah seorang dari dalam sana. Airin menunggu sambil sesekali melirik ke dalam rumah dari balik pagar."Cari siapa?" tanya laki-laki itu.Melihat tubuh laki-laki yang tidak memakai baju itu sontak Airin berteriak histeris."Aaaaaaaa!" pekik Airin sambil reflek menutup matanya."Airin kamu ngapain disini?" tanya Alvin heran."Itu... Make baju dlu gih." suruh Airin cepat. Mau tidak mau Alvin harus menurut ia kemudian menarik tangan Airin masuk lalu segera mengambil bajunya yang berada di bangku lalu memakainya."Kamu kok-... Kok bisa tau rumah aku sih?" tanya Alvin sambil berusaha memakai bajunya."Dih geer. Aku
Diva kemudian berjalan mendekat kearah mereka berempat. Dengan segera ia duduk di samping Alvin."Vin, Pak Bambang nyuruh kita belajar bareng. Lo mau kan?" tanya Diva lembut."Iya, kenapa enggak? Ntar abis pulang sekolah kita ketemu di perpustakaan ya?" ucap Alvin sembari menyeruput minumannya. Diva terlihat puas dengan jawaban Alvin. Yah, mereka berdua bisa punya waktu berduaan tanpa Airin.Airin hanya tersenyum sambil menatap Diva. Ia bahkan tidak cemburu. Lagipula mereka belajar bersama. Dan lagipula lagi, Airin bukan siapa-siapanya Alvin jadi ia tidak berhak untuk cemburu."Rin, lo sakit?" tanya Rian yang berusaha mencairkan suasana."Enggak kok." ucap Airin sambil menggelengkan kepala."Muka lo pucet." timpal Dion."Ya semalem cuma kurang tidur aja, mungkin karna itu." Diva hanya terdiam. Kedua sahabat Alvin ternyata benar-benar peduli pada Airin. Sedangkan padanya? Tidak sama sekali."V
Sudah hampir setengah jam Airin menunggu angkutan umum tapi tak kunjung datang. Hari ini Airin berniat untuk berangkat dengan menaiki angkot karna Arkan harus berangkat lebih awal, Airin juga tidak keberatan dengan hal itu. Tapi sudah hampir setengah jam Airin menunggu angkot belum juga ada yang lewat. Padahal ini sudah lumayan siang.TingTingTing"Nungguin siapa dek?" ledek Alvin."Lo ngapain sih kesini? Mau ketemu gue?" sahut Airin cepat."Dih geer banget lo! Gua lewat sini juga gak sengaja." timpal Alvin. Airin hanya mencebikkan bibirnya kesal."Yaudah naik sini, gua anterin deh. Eh berangkat bareng." ucap Alvin sambil menepuk-nepuk jok motornya. Airin hanya memutar bola matanya malas."Lo kenapa sih mau bantuin gue? Atau jangan-jangan lo udah suka yah sama gue?!" jawab Airin asal.Buru-buru Alvin turun dari motornya dan berdiri di hadapan Airin, "Kalau lo gamau ikut gue, yaudah g
"Jika mereka bertanya padaku apakah aku menyesal, jawabanku adalah tidak. Berhasil ataupun gagal, aku bangga hidup diatas keputusan yang kubuat sendiri." - Fiersa Besari -******Airin POVHidup diatas keputusan yang telah kita buat sendiri adalah suatu hal yang sangat membanggakan bagiku. Aku berhak mengambil keputusan untuk hidupku karna yang menjalaninya tentu aku, orang lain tidak punya hak atasku sekali pun itu kedua orang tuaku.Saat ini aku dan Bang Arkan duduk berhadapan di meja makan. Hari ini aku yang memasak, jujur aku ragu tentang makananku tapi tak apa. Jika Bang Arkan mengkritik masakan yang kubuat itu bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagiku."Kamu...masak?" tanya Bang Arkan sembari menatapku. Tatapan yang sangat sulit untuk diartikan."Em iya. Makan aja dulu." jawabku gugup. Tanpa ragu Bang Arkan mulai mengambil nas
Malam ini angin berhembus sangat kencang membuat siapapun akan merasa kedinginan. Tapi tidak dengan Airin, sedari tadi ia duduk santai di balkon kamarnya sambil memainkan ponselnya. Ia terlihat sangat sibuk, tapi yang sebenarnya tidak. Ia justru sekarang sedang men-stalking Alvin. Ia tidak bosan menatap foto Alvin di Instagram pribadinya.Airin mengehela nafas panjang, "Alvin bener-bener ganteng banget yah. Pasti banyak yang suka sama dia, toh dia most wanted di sekolah." ucap Airin."Gantengan gue!" sahut Arkan tiba-tiba hingga membuat Airin terkejut. Arkan kemudian dengan santai duduk di pagar pembatas balkon Airin. Apa dia tidak takut jatuh??"Sejak kapan Bang Arkan dateng? Pasti dari tadi nguping yah!" tuding Airin."Jelas." sahutnya lagi dengan santai."Jangan banyak tingkah. Ntar jatuh terus mati, yang jadi abang Airin siapaa?!" ucap Airin memperingatkan sembari menarik tangan Arkan agar turun dari pagar pembatas balkon.
Hari ini Airin bangun terlambat. Ini semua salah Abangnya, ia mengajak Airin untuk menemaninya menonton film horor. Jika Airin menolak, Abangnya akan mengadu pada Ayah dan Ibunya kalau Airin punya pacar, padahal kan tidak. Jadi mau tidak mau Airin harus setuju untuk menemani Abangnya itu."Eh lu kok masih santai banget make sepatunya?" ledek Arkan. Airin hanya diam dan tidak berniat menanggapi ucapan Arkan."Airin udah sabar yah ngehadepin bang Arkan, tapi kenapa sih suka banget berulah? Suka banget gangguin Airin. Ihh, liat aja pasti Airin dihukum nanti dan ini semua karna bang Arkan." omel Airin sambil memasang sepatunya. Sedangkan Arkan? Ia hanya cekikikan."Siapa suruh jadi cwek tapi kebo." timpal Arkan lagi."Diem!" Airin bangkit dari kursi dan menatap sinis pada Arkan. Jujur Airin ingin sekali menjambak rambut Arkan tapi karna ia buru-buru jadi niatnya ia urungkan.****Saat tiba disekolah, benar saja pagarnya telah t
Airin tiba di sebuah rumah yang cukup besar. Pagar-pagar menjulang tinggi. Dengan cepat Airin turun dari motornya dan memencet bel.Ting!Ting!Sudah hampir 5 menit Airin menunggu sambil memencet bel tapi belum juga ada yang membuka pagar.Tingg!!"Sebentar!" pekik salah seorang dari dalam sana. Airin menunggu sambil sesekali melirik ke dalam rumah dari balik pagar."Cari siapa?" tanya laki-laki itu.Melihat tubuh laki-laki yang tidak memakai baju itu sontak Airin berteriak histeris."Aaaaaaaa!" pekik Airin sambil reflek menutup matanya."Airin kamu ngapain disini?" tanya Alvin heran."Itu... Make baju dlu gih." suruh Airin cepat. Mau tidak mau Alvin harus menurut ia kemudian menarik tangan Airin masuk lalu segera mengambil bajunya yang berada di bangku lalu memakainya."Kamu kok-... Kok bisa tau rumah aku sih?" tanya Alvin sambil berusaha memakai bajunya."Dih geer. Aku
Setelah Airin keluar dari kelas, ia memutuskan untuk duduk di bangku yang berada di lorong korodir. Ia duduk sambil memperhatikan kakinya yang sedari tadi ia goyang-goyangkan. Ia terlihat benar-benar gusar. Ia masih memikirkan Diva, apa tadi ia sudah sangat keterlaluan? Tidak. Ini sudah benar bukan? Airin berhak marah. Kenapa tidak boleh?!"Apa gue udah keterlaluan yah tadi sama Diva? Tapi ini udah bener kan? Gue berhak marah untuk hal ini. Au ah gua pusing!" Airin mengusap wajahnya kasar. Yah walaupun ia kesal tapi tidak seharusnya ia bicara kasar pada Diva toh Diva habis jatuh makanya Alvin nganterin 'kan? Tapi kenapa harus pegangan tangan sihhhh?!"Kamu marah?" suara itu sangat Airin kenal. Suaranya yang berat sudah bisa Airin ketahui kalau itu adalah Alvin. Ia melirik Alvin sekilas lalu mengalihkan tatapannya."Kamu ngapain kesini?" tanya Airin ketus."Ya terserah aku dong. Kan ini tempat umum, semua siswa boleh kesini termasuk aku. Maaf
Hari ini hari yang sangat baik bagi Airin. Ia pulang diantar Alvin, dan juga ia diberi buku novel oleh Alvin. Perempuan mana yang tidak senang coba jika diperlakukan seperti ini."Yaudah, aku pulang dulu yah." ucap Alvin lembut."Iya,... Kamu... Kamu hati-hati dijalan yah Vin." Alvin hanya mengangguk pelan lalu menurunkan kaca penutup helmnya dan pergi."Cieee...""Hah? Bang Arkan? Bang Arkan ngapain disini?" ucap Airin panik."Kenapa emang? Ini kan rumah gua juga. Tadi lu dianterin siapa?" tanya Arkan pada Airin. Airin langsung mncubit lengan Arkan keras. Arkan selalu saja mengganggu."Temen Airin. Emang kenapa sih? Bang Arkan kepo deh!" Airin segera masuk kedalam rumah tanpa menghiraukan ucapan Arkan."Denger dulu ey. Gua ngadu nih." Airin berdecak kesal. Kenapa sih ia selalu saja seenaknya seperti ini."Apaansi bang ihh?" Airin benar-benar kesal."Yaudah iya maaf. Masuk dah kamar istir
Sedari tadi Airin tidak pernah mengalihkan pandangannya dari wajah Alvin. Pria itu benar-benar tampan. Alvin yang menyadari akan hal itu berbalik arah dan menangkap manik mata Airin. Tatapan mereka bertemu. Tapi Airin langsung memutuskan sambungan matanya. Ia salting."Lo yakin mau deketin Airin cuma buat Diva cemburu Vin?" tanya Dion. Ia sebenarnya tidak setuju akan hal itu karna itu pasti akan menyakiti hati Airin."Yah iya, cara itu satu-satunya yang bisa buat Diva cemburu." jawab Alvin santai."Lo gak pikirin perasaan Airin sedikit pun Vin? Lo tau gimana sakitnya dia kalau tau semua ini lo lakuin buat sahabatnya?" Rian mulai berbicara. Ia sangat kesal pada sahabatnya yang satu ini. Demi mendapatkan satu perempuan ia harus menyakiti perasaan perempuan lain."Ya jangan sampai Airin tau lah!" ucap Alvin memperingatkan, "Gabakal terjadi apapun kalau kalian ga ngomong sama dia." tambahnya lagi."Lo gila sih." Rian seperti sudah sangat kesal.