"Kenapa kamu nampak ngelamun terus, Val? Dari tadi Ibu lihat merenung aja kayak gitu kayak nggak punya semangat hidup lagi! Tuh kamu lihat di dapur kita nggak punya apa-apa lagi. Terus ntar malem emangnya kamu mau makan apa? Makan angin?"Datang-datang Ibu menatapku dengan sinis sambil berucap seperti itu. Terkadang hatiku bergemuruh kesal dengan sikap ibu yang sudah tidak bisa menghargaiku lagi. Ya mungkin saja karena aku tidak punya apa-apa lagi sekarang. Tapi seharusnya sebagai orang tua Dia memberi semangat pada anaknya ini. Bukan malah semakin membuat down saja."Maaf Bu, ntar malam aku ikut Kang Firman aja." Jawabku."Ikut ke mana?""Ikut dia buat kerja di gudang pertanian!" Jawabku lagi."Kerja apa kamu di gudang?""Ya bantu-bantu Apa aja lah Bu! Nurunin barang-barang yang baru nyampe juga bisa," ulasku lagi."Ooh, maksud kamu mau jadi kuli gitu?" Ibu kembali menatapku tajam. Adu sial kenapa tadi aku katakan itu sama ibu. Huuuh, ini kayaknya akan mengundang amarah ibu nih."N
Bab 97Atas permintaan ibu yang ngotot, aku mengajak ibu menuju ke gedung perkantoran di mana tempat Rika bekerja."Di sini kantornya, Val? Apa kamu nggak salah?" Ibu menatapku heran."Iya Bu. Emang beneran ini," Aku menjawab apa adanya."Wuaaaah....! Keren banget ini mah!" Ibu seperti terkagum-kagum dengan lokasi yang ada di sekitar kami."Ibu kayak kaget ya?"Aku menyindir."Kaget aja ngelihat kayak gini, Val. Ini bahkan lebih gede dari kantormu dulu!" Senyum Ibu mengembang. Senang aja melihat ibu kesenangan seperti ini. Ah ibu sebentar lagi Ibu tidak hanya akan kesenangan, Tapi semua kebutuhan ibu akan tercukupi. Doakan saja secepatnya Rika akan kembali sama aku, bu."Ayo kita masuk aja, Val. Kita langsung nemuin Rika!"Dengan tergesa-gesa ibu mengajakku untuk menemui Rika secara langsung di kantornya. Tentu aku menolak, sebab sudah tentu tidak dibolehkan seperti kemarin-kemarin."Nggak bisa langsung masuk begitu aja, Bu!" Ucapku cepat menolak tangan Ibu yang menarikku dengan cara
Kembali aku lihat ibu menatap kami dengan tatapan tak menyenangkan. Jujur saja Aku benci dengan tatapan mata Rika yang sangat tidak ramah. "Mengapa melihat kami dengan sorot mata kayak gitu Rika?" Tanpa menunggu lama aku pun bertanya."Menatap bagaimana maksud kamu?"Belagu bener dia pura-pura tidak tahu gimana dengan sorot matanya barusan."Yah tatapan mata kamu tuh ngelihat kami kayak nggak seneng aja!" Ucapku."Habis Emang kedatangan kalian aneh banget. Kok tiba-tiba banget, tanpa konfirmasi atau apapun sama aku!"Aku benar-benar semakin geram aja mendengar dia bicara. Benar-benar berubah agak sombong dia sekarang. Mentang-mentang sudah agak kaya malah jadinya sekarang melihat kami dengan tatapan merendah. Mungkin dia nggak sadar tuh kalau dia bisa kayak gini berkat karena aku juga. Dengan hidup bersamaku dulu dia bisa belajar banyak hingga bisa menuruti jejakku yang bisa berpengaruh di dunia perkantoran kayak sekarang. Memang di sini sepertinya dia bukan tipe orang yang bisa bert
Bab 99"Kalau kamu masih punya otak sebaiknya omongan kamu dijaga dulu, Rika! Nggak usah sombong-sombong amat kayak gini! Baru juga jadi manager, udah sombong setinggi langit! Kamu nggak ingat sama kehidupan kamu yang dulu? Kamu bisa kayak gini juga berkat aku, kan?" Tak bisa menahan diri Aku mengatakan apa yang ada dalam otakku.Orang yang tidak tahu berterima kasih memang patut untuk dikatakan seperti ini. Biar dia bisa segera sadar siapa dirinya sebenarnya. Tinggi hati mentang-mentang sudah jadi orang kaya."Mentalmu nggak ubah kayak orang kaya baru, Rika! Lupa kamu sama kami Padahal jelas-jelas kami ini adalah orang-orang yang ada di balik kesuksesan kamu!" Kembali aku semprot dia dengan kata-kata yang pedas agar dia segera sadar. Habis aku benci dengan kesombongannya dia. Bergaya amat sampai seperti lupa pada ibuku, lebih parahnya lagi sepertinya dia sekarang memperlakukan ibu dan aku seperti orang lain saja. Dasar perempuan tidak berterima kasih. "Kamu kenapa nyerang aku dengan
Bab 100"Emangnya rumah Rika segede apa sih, Val?" Mel, kakak perempuanku bertanya setelah aku menceritakan bagaimana keadaan Rika sekarang.Aku membayangkan ke rumah Rika kemarin. Rasanya aku kurang percaya diri bila harus menjabarkan satu persatu secara detail. Nggak suka aku jika harus cerita membanggakan orang lain. Apalagi si Rika ini. Entah mengapa terkadang aku merasa seolah tersaingi oleh keadaan Rika sekarang. Salah Rika juga sih, soalnya kulihat dia seperti terlalu bangga mentang-mentang bisa mendapatkan semua itu tanpa peranku. Ah itung-itung rugi juga harus bercerai sama dia. Kenapa sih dia bisa dapetin hidup enak setelah pisah dari aku? Kenapa nggak dari dulu dulu aja kayak gitu?Mau nyalahin Tuhan tapi takut dosa."Hei, Val! Denger nggak tadi aku tanya apa?" Mel menatapku. Aku baru tersadar dari lamunan."Eeh iya. Nggak sih, rumahnya nggak terlalu gede sih, biasa aja. Aku bisa gambarin deh kayaknya rumah hanya itu saya perkirakan kayak rumah sih Bu Yuni." Aku berkata
Bab 101[Halo, Rika! Alhamdulillah nggak lana lagi aku bakal beli tanah kosong yang lokasinya nggak jauh dari tempat tinggal kamu. Dan kayaknya aku akan bangun rumah di sana dalam waktu deket]Aku mengernyitkan dahi ketika membaca pesan yang tiba-tiba saja dikirim ke aplikasi WhatsApp milikku."Siapa ini?" Aku bergumam. Ah mungkin saja ini orang salah kirim. Oleh karenanya sengaja aku abaikan pesan dari orang pesan dari orang yang tidak dikenal tersebut.Aku kembali memasukkan ponsel ke dalam tas. Lalu dengan bergegas aku membawa map yang berisi berkas-berkas yang baru saja aku tanda tangani. Ya Aku baru saja menandatangani sebuah proses jual beli sebuah tanah yang akan aku bangun properti di atasnya. Aku akan menjemput Clara sekarang.Aku bersyukur dalam waktu yang singkat aku bisa memanage semua keuanganku dengan lebih teratur. Ini sungguh sebuah pencapaian diriku yang harus aku hargai. Clara juga bisa aku sekolah kan di sekolah yang bisa dibilang bagus. Ini sungguh jauh di luar
Samar-samar aku mendengar orang-orang mengobrol dengan suara yang agak keras dari samping rumah. Aku sedikit heran soalnya selama aku berada di rumah ini, tidak pernah aku mendengar tetangga yang mulutnya keras dan amburadul seperti ini. Suara-suara mereka tak kupungkiri sangatlah mengganggu."Ma, Itu suara siapa sih? Kok bising banget gini ya?" Clara sedikit mengibas-gibaskan telinganya.Didorong oleh rasa penasaran, aku membuka pintu dan mengecek. Siapa tahu ada sesuatu yang buruk dan patut untuk diulurkan bantuan, bukan?"Hei itu dia sudah dateng!" Baru saja aku keluar dari pagar rumah tiba-tiba terdengar suara perempuan yang mengarah pada diriku.Secara spontan Aku menoleh."Eh Mel rupanya?" Aku agak terperanjat. Mengapa pula pagi-pagi seperti ini Wanita itu sudah nongol di dekat rumahku. Apa sih yang ingin dia lakuin di sana? Mana bising sekali suara mereka.Eit, tapu di sana bukan hanya ada Mel. Tapi ada juga Si ibunya Baldi yang dulu selalu saja menjadi biang masalah dalam hidup
"Ih kamu apa-apaan sih, Rik! Itu status orang yang cuma mau bikin buruk nama aku aja! Kamu nggak perhatiin! Asal aja kamu nyodorin status beginian ke aku!""Apaan sih, Mel? Status apa yang ia sodorin ke kamu barusan?" Ibunya bertanya."Ah nggak Bu, Biasalah kalau akun bodong!" Mel cepat-cepat menyahut."Tapi itu yang di tag beneran akun kamu loh, Mel!" Cetusku sembari menyeringai tipis."Iya emang akun aku yang dia tandain, tapi kan itu yang bikin status adalah akun bodoh bukan orang asli yang punya akun itu. Itu mah akun media sosialnya di-hack sama orang yang nggak bertanggung jawab makanya sembarangan bikin status begituan," mer masih berusaha untuk membela diri."Ya terserah aja lah. Ya udah deh aku balik dulu. Mau anterin Clara les nih." Ucapku sembari beranjak.Namun sebentar kemudian Mel kembali mencegat ku."Ada apa lagi, Mel?""Ntar dulu! Kamu jangan pakai kabur-kaburan. Bikin dulu tuh utang kamu ke aku. Dulu kamu masih ingat nggak, Kalau masih punya utang ke aku 3 juta ?" Ma