Samar-samar aku mendengar orang-orang mengobrol dengan suara yang agak keras dari samping rumah. Aku sedikit heran soalnya selama aku berada di rumah ini, tidak pernah aku mendengar tetangga yang mulutnya keras dan amburadul seperti ini. Suara-suara mereka tak kupungkiri sangatlah mengganggu."Ma, Itu suara siapa sih? Kok bising banget gini ya?" Clara sedikit mengibas-gibaskan telinganya.Didorong oleh rasa penasaran, aku membuka pintu dan mengecek. Siapa tahu ada sesuatu yang buruk dan patut untuk diulurkan bantuan, bukan?"Hei itu dia sudah dateng!" Baru saja aku keluar dari pagar rumah tiba-tiba terdengar suara perempuan yang mengarah pada diriku.Secara spontan Aku menoleh."Eh Mel rupanya?" Aku agak terperanjat. Mengapa pula pagi-pagi seperti ini Wanita itu sudah nongol di dekat rumahku. Apa sih yang ingin dia lakuin di sana? Mana bising sekali suara mereka.Eit, tapu di sana bukan hanya ada Mel. Tapi ada juga Si ibunya Baldi yang dulu selalu saja menjadi biang masalah dalam hidup
"Ih kamu apa-apaan sih, Rik! Itu status orang yang cuma mau bikin buruk nama aku aja! Kamu nggak perhatiin! Asal aja kamu nyodorin status beginian ke aku!""Apaan sih, Mel? Status apa yang ia sodorin ke kamu barusan?" Ibunya bertanya."Ah nggak Bu, Biasalah kalau akun bodong!" Mel cepat-cepat menyahut."Tapi itu yang di tag beneran akun kamu loh, Mel!" Cetusku sembari menyeringai tipis."Iya emang akun aku yang dia tandain, tapi kan itu yang bikin status adalah akun bodoh bukan orang asli yang punya akun itu. Itu mah akun media sosialnya di-hack sama orang yang nggak bertanggung jawab makanya sembarangan bikin status begituan," mer masih berusaha untuk membela diri."Ya terserah aja lah. Ya udah deh aku balik dulu. Mau anterin Clara les nih." Ucapku sembari beranjak.Namun sebentar kemudian Mel kembali mencegat ku."Ada apa lagi, Mel?""Ntar dulu! Kamu jangan pakai kabur-kaburan. Bikin dulu tuh utang kamu ke aku. Dulu kamu masih ingat nggak, Kalau masih punya utang ke aku 3 juta ?" Ma
Bab 104Mel melotot menatapku seperti tidak percaya. "Jangan sampai kamu nyebar fitnah yang nggak-nggak buat aku!" Aku menyambung ucapanku lagi."O ... Oke, Rika. Mari... Mari kita berdamai aja. Aku usahain nggak bakalan gangguin kamu lagi." Ucapnya agak terbata."Baiklah!" Aku melepaskan wanita itu.Baru ini kulihat Mel tidak terlalu berani dengan tindakanku. Meski dia berusaha mengelak tapi aku bisa membaca dari sikap yang ia tunjukkan. Apa dia takut sikapku? Ah terserah, yang penting aku sedang tidak bermain-main dengannya.***"Bu Rika, Pak Direktur memanggil anda untuk menemuinya di ruangannya sekarang juga!" Fandy, seorang laki-laki kepercayaan direktur di perusahaan ini berkata."Baiklah, aku akan segera ke sana!" Aku menggangguk."Oke, terima kasih! Kedatangan anda ditunggu di ruangan beliau!" Fandy sedikit membungkukkan tubuhnya lalu kembali pergi.Selepas itu aku segera beranjak untuk menuju ke ruang direktur yang dimaksud.Menyusuri ruangan demi ruangan, lalu aku tiba di
Bab 105Aku memarkirkan kendaraan di tempat yang sudah seharusnya. Aku sengaja datang lebih awal. Dalam segala hal aku sangat menghindari kata-kata terlambat. Bagiku kata-kata terlambat sungguh sebuah hal yang memalukan dan terkesan sangat tidak disiplin. Oleh karenanya dalam segala tindak-tanduk aku menghindarinya. Lagi pula dalam perjalanan tidak ada yang tahu berapa lama waktu yang akan terbuang karena macet, atau hal lain yang tidak terduga. "Selamat pagi, Bu. Dari Permata Group?" Seorang perempuan berkata dengan raut cukup berbinar."Iya. Anda benar sekali." Singkatnya aku mulai mengobrol dengan orang-orang yang ada di sana. "Aku Aleena, asisten Tuan Arnold. Pemimpin Hendrick Corporation." Wanita cantik itu memperkenalkan diri.Wanita itu terlihat seperti blasteran. Ya aku tahu perusahaan Hendrick dikelola dan dioperasikan oleh pihak asing. Maka tidak diherankan apabila di perusahaan itu banyak staf-staf maupun pejabat yang juga berasal dari luar negara. Seperti wanita ini c
Bab 106"Tidak kusangka ternyata kalian berdua saling mengenal. Dan lebih tidak kusangka lagi ternyata kalian berdua adalah rekan kerja. Perusahaan kalian pasti akan maju pesat jika diisi oleh sdm seperti kalian." ujar Aleena."Seperti yang sudah aku duga, ternyata Anda memang benar-benar hebat! Cara berbicara dan sikap Anda benar-benar profesional. Permata group pasti senang sekali mempunyai manager yang cerdas seperti Anda!" Alena menghampiriku dengan senyum indahnya.Aku melayangkan senyum tipis. Semua yang dia ucapkan terkesan sangat dilebih-lebihkan. Aku tidak merasa seistimewa yang dia katakan."Terima kasih, Alena. Tapi Sepertinya kata-kata anda lebih cocok untuk anda sendiri. Aku sendiri sangat salut denganmu. Bekerja keras dan berjiwa pembisnis hebat. Aku saja belum tentu bisa menjadi seperti dirimu." Ucap Alena kembali."Anda memang benar sekali. Oleh karena itu, tidak salah jika aku memang kagum padanya. Seperti yang Anda bilang, Rika memang jauh di atas rata-rata." Tiba-ti
Bab 107Bab 107"Rika, sebaiknya coba kamu pikirkan baik-baik akan lebih bagus lagi kalau kita bisa kembali lagi seperti dulu. Menjalin hubungan rumah tangga seperti dulu lagi. Apa susahnya sih Rik, buat nerima tawaran aku?" ucapku di gagang telepon.Penuh perjuangan bagiku untuk bisa menghubungi Rika seperti ini. Sebelumnya aku tahu jika nomor lamaku sudah diblokir olehnya. Tapi sebagai seorang laki-laki aku tidak putus harapan. Aku mencari cara agar bisa kembali menghubungi perempuan itu, perempuan yang kembali kukejar.Dengan tak hilang akal aku mengganti nomorku dengan nomor baru, sehingga aku bisa kembali menghubunginya. Ini saja tadi beberapa kali teleponku tidak pernah diangkat olehnya. Sehingga harus kuali dengan mengaku-ngaku sebagai rekan kerjanya terlebih dahulu, dengan cara itu baru dia mau bersedia mengangkat teleponku. "Nggak bisa semudah itu, Valdi! Berkata-kata itu nggak semudah untuk ngejalaninnya. Bukankah kita udah lama dulu menjalin hidup sama-sama, tapi apa yang
Bab 108"Val, kamu nggak usah deh ngemis-ngemis lagi sama Rika sialan itu! Dia udah nginjak-nginjak harga diri kita! Aku nggak suka kalau kamu terus-terusan mohon-mohon sama dia!" ucapku.Tentu saja aku nggak suka kalau adik kesayanganku ini malah mengemis-ngemis cinta sama perempuan itu. Perempuan yang sok-sokan banget mentang-mentang udah bisa berjaya. Sungguh sikap dia tadi sama aku benar-benar membuatku kesal. Amat menjijikan sifat culasnya. Rasanya Demi Tuhan aku nggak rela hidup saat lagi sama dia. Aku akuin sih Mungkin aja dia tadi ngerasa panas karena dengar aku bilang kalau akan ngebangun rumah yang jauh lebih besar daripada rumahnya. Tapi sifat irinya dia tuh udah kayak ngancam aja. "Aku bukan yang ngemis-ngemis, Mel. Tapi apa kamu nggak mikir kalau seandainya aku balikan lagi sama dia yang untungnya siapa coba?" ucap Valdi terdengar amat polos. "Untung Apa maksud kamu? Mungkin untung di kamu aja! Mesti dibuat bengek kalau kembali hidup serumah sama dia." Ucapku kembali k
Bab 109"Emang ya kak kita bisa ngeraguin kalau Clara itu bukan anak aku, tapi aku takut orang-orang di sekeliling kita bakalan jadi omongan kayak laki-laki nggak tanggung jawab. ""Kamu nggak usah peduli sama omongan orang! Peduliin dulu keluarga kita ini!" cetusku cepat."Coba kamu pikirin ya, Val, Rika itu uangnya banyak. Emang orang kayak gitu masih patut buat kamu tolong? Harusnya dia yang mengulurkan bantuan buat kita! Bukannya malah kebalik gini!" lanjutku."Iya, kak. Tapi tuh kasihan si Clara, hidup nggak punya ayah!"Aku geleng-geleng kepala, tidak mengerti bagaimana cara berpikir Valdi."Nggak usah deh bilang-bilang kasihan! Salahnya sendiri kenapa dulu mau cerai! Salah sendiri juga mau gaya-gayaan ngehidupin anak seorang diri! Ya udah, itu emang resikonya dia! Nggak usah dipikirin lah! Kamu tuh laki-laki, ingat itu, Val!"Perlu sekali kayaknya aku ceramahin terus-terusan adik laki-laki semata wayangku ini.Sebentar kemudian kulihat Valdi keluar dari rumah dengan bersungut s
Bab 147Beberapa tahun kemudian...Aku dan Rangga baru saja keluar dari sebuah area sekolah berbasis internasional terkemuka di pusat ibukota. Iya Clara anakku sekarang sedang menempuh pendidikan di sekolah tersebut. Di sekolah berbasis internasional itu Clara telah mengukir berbagai prestasi. Hingga membuatnya mendapat beasiswa. Bahkan prestasi yang telah dia dapatkan membuatnya bisa mendapatkan beasiswa hingga ke fakultas kedokteran nanti. Itu adalah salah satu kebahagiaan terbesar yang pernah aku miliki. "Sedangkan disampingku, seorang pria tampan nan gagah tengah mendorong stroller dengan seorang bayi lucu yang tengah berada di dalamnya. Sesekali terdengar gelak tawa lucu menggemaskan yang berasal dari sang baby. Pria tampan yang sedang mendorong stroller itu adalah Rangga. Ya, kalian tidak sedang salah baca, pria itu adalah Rangga.Iya orang-orang mengatakan jika sekarang aku dan Rangga adalah sepasang suami istri. Akan sulit untuk dipercaya mengingat dulu kami hanyalah rekan bi
Bab 146Apapun yang terjadi, aku tak akan pernah mengabulkan permintaan keluarga mereka untuk mencabut laporan itu. Apapun alasannya! Hingga keputusanku membuat mereka kelihatan seperti enggan untuk menghampiriku lagi. Tapi tidak mengapa aku justru bersyukur dengan sikap mereka demikian. Menurutku akan jauh lebih baik dihindari oleh orang-orang seperti mereka, lebih baik dianggap jahat daripada dianggap baik tapi selalu dimanfaatkan. Mungkin saja mereka berpikir jika aku bisa kembali bersikap seperti dulu. Tapi itu tidak akan pernah terjadi lagi. Sikap Valdi terhadap putriku telah menghancurkan semuanya. Laki-laki itu tidak pernah bisa menjadi Ayah maupun suami yang baik. Lebih baik Aku mengucapkan selamat tinggal kepada pria model begitu.***Beberapa waktu telah berlalu semua vonis yang ditujukan kepada Valdli resmi diputuskan oleh hakim. Karena kesalahan yang telah Dia berbuat maka dia harus menuai hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa ada keringanan dari pihak manapun.
Bab 145"Eh, Pa. Papa ngapain kesini? Udah Papa pulang duluan sana. Aku masih mau nemuin temen aku." Ucap Mel dengan terburu-buru."Dek, kok kamu ngomong kayak gini? Panggilan tiba-tiba berubah. Biasa panggil "Mas", kok sekarang bisa panggil"Papa"?" Suaminya nampak heran. Namun Mel dengan cepat cepat memberi isyarat pada suaminya untuk diam segera."Heyy... Aku bilang kamu pulang dulu, banyak bicara banget, pulang dulu ganti baju sana. Kok kucel banget!" Mel mengomel. Meski omelan itu tidak terlalu keras namun kami masih bisa mendengar dengan baik.Sebenarnya aku mau tertawa mendengarnya, selama yang aku tahu, Mel memanggil suaminya bukanlah dengan panggilan Papa melainkan Mas. Aneh saja mendengar panggilannya berubah tiba-tiba begini."Dek, Mas cuma mau ambil kunci kontrakan," Ucap suaminya."Ooh, kunci kontrakan kita, bentar," Mel merogoh tas."Nih! Cepat pergi sono!" Usir Mel setelah menyodorkan kunci.Mungkin melihat raut muka Mel yang sangat berubah naik pitam, suami Mel langsu
Bab 144"Lho Mel, limit tarik tunai via atm kan cuma bisa sebatas sepuluh juta? Kok kamu bisa narik lima puluh juta sekaligus sih?"Ha... ha... aku ikut terkekeh mendengarnya. Pertanyaan Dini memang menyerang mental."Nggak, nggak, maksudku bukan gitu, Ah udahlah lupakan kata-kata aku yang tadi," ujar Mel."Maaf banget ya, Din. Aku tadi cuma pengen pinjem uang gitu sama kamu, soalnya kan nggak lama. Sampai sore besok aku kembaliin," ujar Mel kembali."Mana ada aku uang segitu Mel, gaji aku juga cuma UMR. Lagian juga penghasilan kamu dan suami kamu kan udah puluhan juta. Masa iya kamu nggak malu bilang mau pinjam sama karyawan yang gaji UMR kayak aku. Kalau kamu sama suami kamu emang punya gaji gede, Nggak mungkin lah mau pinjam sama aku. Aneh," ujar Dini."Eh kamu nggak usah ngomong kayak gitu Din. Aku bilang pengen pinjam sama kamu tuh karena uang aku barusan aja dipinjam sama orang." "Loh kamu udah tahu kalau kamu sedang butuh uang kenapa malah minjemin orang?" sambar Dini."Idih k
Bab 143"Mel, kamu dimana sih sekarang? Udah lama banget nggak ngeliat kamu? Aku liat kontrakan yang lama udah kosong tuh," salah seorang perempuan muda berkata pada Mel."Aku enang udah lama pindah, Say. Kamu aja yang ketinggalan informasi. Aku udah pindah ke rumah baru aku," ucap Mel."Rumah baru? Kamu udah punya rumah sendiri, Mel?" Teman wanitanya kembali bertanya."Ya iya, dong. Aku udah bosen hidup di kontrakan mulu. Jadi Alhamdulillah Tuhan kasih rezeki lebih, jadi aku bisa membangun rumah tiga lantai, Say. Alhamdulillah banget aku bisa bikin rumah mewah ala-ala klasik gitu lho, yang ada pilar-pilarnya," Mel bercerita bangga.Mungkin saja Mel tidak menyadari jika aku ada di dekat mereka. Aku memang duduk di kursi agak pojokan, sendirian saja. Sedangkan dia ada di sebelah kanan, jarak satu meja denganku. Aku pura-pura tidak melihatnya. Lagipula apa yang dia katakan juga tidak ada urusannya denganku."Rumah tiga lantai? Waw, kamu keren banget, Mel. Di mana itu rumah kamu? Boleh d
Bab 142Setelah aku mendengar rentetan cerita yang diceritakan secara detail oleh Rangga, tentang bagaimana kronologi aku mendapatkan informasi penting itu dari Melia, barulah aku bisa percaya. "Nah sekarang kamu tentu sudah tahu apa yang akan kita lakukan setelahnya, kan? Tapi tenang saja kamu tidak perlu membuang-buang banyak waktu untuk mengurus semua masalah ini. Kamu hanya butuh istirahat sekarang, untuk masa penyelesaian masalah tersebut biar kami yang melakukannya." ujar Rangga.***Aku baru saja keluar dari ruang sidang. Lihat beberapa wajah yang mungkin saja kecewa dengan apa yang terjadi dengan sidang siang ini. Beberapa diantara mereka memang menelan karena kejahatan mereka benar-benar terkuak dan mereka akan sulit sekali untuk mengelak. Rangga memang bisa mengumpulkan informasi sedetail mungkin. Apa yang telah dipersiapkan olehnya memang berdampak positif pada jalannya sidang. Mereka dibuat kalah telak dengan bukti-bukti yang ada di pihak kami. Sebentar kemudian samar-sa
Bab 141"Tentu saja. Ketika seseorang sedang membutuhkan pertolongan, sedangkan aku bisa untuk mengulurkan bantuan tersebut, maka tidak mungkin aku mengabaikannya. Demikian juga hal-nya denganmu," ucapku berusaha untuk menarik kepercayaannya."Sebenarnya...," Melia tidak melanjutkan kata-katanya, seperti ada keraguan pada wajahnya.Namun aku tetap sabar menunggunya untuk mengumpulkan keberanian terlebih dahulu."Pak, apakah anda benar-benar akan menolongku?" "Ya, bukankah tadi kamu bilang kalau kamu mencintaiku, jadi apa salahnya aku seseorang yang di mana aku ada di hatinya,"Melia tersenyum."Pak, Rangga. Karena tadi tadi anda juga bilang sudah membenci Rika, jadi kurasa aku harus jujur sama anda sekarang. Jujur saja sebenarnya perempuan itu terlalu berbahaya untuk didekati. Dia tak pantas untuk dijadikan teman apa lagi partner hidup. Karena bu Ratih sudah menceritakan semua rahasianya. Sebenarnya sebelumnya aku marah pada bu Ratih karena menceritakan aib Rika sama aku, tapi belaka
Bab 140Aku tidak habis pikir dengan wanita ini, mengapa harus berkata seperti itu sedangkan dia sendiri masih mempunyai seorang kekasih."Oke, oke, terima kasih. Aku senang dengan kejujuranmu. Tapi sepertinya, kamu lebih baik berkata seperti itu sama Roy saja." Ucapku kemudian."Aku dan Roy akan segera putus. Aku tidak mencintainya sana sekali. Aku hanya mencintai anda Pak Rangga," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.Sebenarnya aku sama sekali tidak bersimpati dengan kata-kata yang dia ucapkan. Aku tidak bisa tertarik pada seseorang yang suka menghianati sebuah hubungan. Aku menganggapnya menghianati karena dia berkata seperti itu di tengah-tengah hubungannya dan Roy yang masih belum berakhir. Tapi untuk sementara biar ku hal yang lebih penting, jika kira-kira pembahasan ini bisa membuatku banyak mendapatkan informasi, maka aku akan melanjutkan. Ide segera muncul di otakku."Melia, kemarin aku melihat kamu bertemu dengan Bu Ratih dan Mel, ibu dan saudari Valdi. Kalau boleh tahu, apa k
Bab 139Tengah berbicara, dering telepon Melia mengganggu obrolan. Cepat-cepat Melia melirik ke arah ponsel."Bu Ratih?" Kulihat matanya sedikit terperanjat.Dia menyebut nama Bu Ratih? Itu kan nama ibunya Valdi. Apa ada Bu Ratih yang lain. Sedangkan raut mukanya terlihat cemas dan sesekali ia menatapku.Aku pikir ada yang mengganggunya dari orang yang sedang menghubunginya tersebut."Sebentar, ya. Aku mau ngomong sama temenku. sebentar aja, kok," ucapnya sembari melangkah cepat menuju ke luar kafe. Aneh bin ajaib, cara berjalannya yang tadi agak terseok-seok, kini terlihat malah lancar sekali langkahnya. Tidak ada tanda-tanda menahan sakit sana sekali. Aku mulai curiga dengan wanita ini. Tapi untuk sementara aku menyembunyikan rasa ganjil yang mulai muncul.Melihat raut mukanya yang seperti panik tadi, aku tersentil untuk menelisik apa yang akan dia bicarakan pada seseorang yang tadi dia panggil Bu Ratih.Maafkan aku, kali ini aku terpaksa mencuri obrolan mereka. Kalau saja tadi aku