Bab 105Aku memarkirkan kendaraan di tempat yang sudah seharusnya. Aku sengaja datang lebih awal. Dalam segala hal aku sangat menghindari kata-kata terlambat. Bagiku kata-kata terlambat sungguh sebuah hal yang memalukan dan terkesan sangat tidak disiplin. Oleh karenanya dalam segala tindak-tanduk aku menghindarinya. Lagi pula dalam perjalanan tidak ada yang tahu berapa lama waktu yang akan terbuang karena macet, atau hal lain yang tidak terduga. "Selamat pagi, Bu. Dari Permata Group?" Seorang perempuan berkata dengan raut cukup berbinar."Iya. Anda benar sekali." Singkatnya aku mulai mengobrol dengan orang-orang yang ada di sana. "Aku Aleena, asisten Tuan Arnold. Pemimpin Hendrick Corporation." Wanita cantik itu memperkenalkan diri.Wanita itu terlihat seperti blasteran. Ya aku tahu perusahaan Hendrick dikelola dan dioperasikan oleh pihak asing. Maka tidak diherankan apabila di perusahaan itu banyak staf-staf maupun pejabat yang juga berasal dari luar negara. Seperti wanita ini c
Bab 106"Tidak kusangka ternyata kalian berdua saling mengenal. Dan lebih tidak kusangka lagi ternyata kalian berdua adalah rekan kerja. Perusahaan kalian pasti akan maju pesat jika diisi oleh sdm seperti kalian." ujar Aleena."Seperti yang sudah aku duga, ternyata Anda memang benar-benar hebat! Cara berbicara dan sikap Anda benar-benar profesional. Permata group pasti senang sekali mempunyai manager yang cerdas seperti Anda!" Alena menghampiriku dengan senyum indahnya.Aku melayangkan senyum tipis. Semua yang dia ucapkan terkesan sangat dilebih-lebihkan. Aku tidak merasa seistimewa yang dia katakan."Terima kasih, Alena. Tapi Sepertinya kata-kata anda lebih cocok untuk anda sendiri. Aku sendiri sangat salut denganmu. Bekerja keras dan berjiwa pembisnis hebat. Aku saja belum tentu bisa menjadi seperti dirimu." Ucap Alena kembali."Anda memang benar sekali. Oleh karena itu, tidak salah jika aku memang kagum padanya. Seperti yang Anda bilang, Rika memang jauh di atas rata-rata." Tiba-ti
Bab 107Bab 107"Rika, sebaiknya coba kamu pikirkan baik-baik akan lebih bagus lagi kalau kita bisa kembali lagi seperti dulu. Menjalin hubungan rumah tangga seperti dulu lagi. Apa susahnya sih Rik, buat nerima tawaran aku?" ucapku di gagang telepon.Penuh perjuangan bagiku untuk bisa menghubungi Rika seperti ini. Sebelumnya aku tahu jika nomor lamaku sudah diblokir olehnya. Tapi sebagai seorang laki-laki aku tidak putus harapan. Aku mencari cara agar bisa kembali menghubungi perempuan itu, perempuan yang kembali kukejar.Dengan tak hilang akal aku mengganti nomorku dengan nomor baru, sehingga aku bisa kembali menghubunginya. Ini saja tadi beberapa kali teleponku tidak pernah diangkat olehnya. Sehingga harus kuali dengan mengaku-ngaku sebagai rekan kerjanya terlebih dahulu, dengan cara itu baru dia mau bersedia mengangkat teleponku. "Nggak bisa semudah itu, Valdi! Berkata-kata itu nggak semudah untuk ngejalaninnya. Bukankah kita udah lama dulu menjalin hidup sama-sama, tapi apa yang
Bab 108"Val, kamu nggak usah deh ngemis-ngemis lagi sama Rika sialan itu! Dia udah nginjak-nginjak harga diri kita! Aku nggak suka kalau kamu terus-terusan mohon-mohon sama dia!" ucapku.Tentu saja aku nggak suka kalau adik kesayanganku ini malah mengemis-ngemis cinta sama perempuan itu. Perempuan yang sok-sokan banget mentang-mentang udah bisa berjaya. Sungguh sikap dia tadi sama aku benar-benar membuatku kesal. Amat menjijikan sifat culasnya. Rasanya Demi Tuhan aku nggak rela hidup saat lagi sama dia. Aku akuin sih Mungkin aja dia tadi ngerasa panas karena dengar aku bilang kalau akan ngebangun rumah yang jauh lebih besar daripada rumahnya. Tapi sifat irinya dia tuh udah kayak ngancam aja. "Aku bukan yang ngemis-ngemis, Mel. Tapi apa kamu nggak mikir kalau seandainya aku balikan lagi sama dia yang untungnya siapa coba?" ucap Valdi terdengar amat polos. "Untung Apa maksud kamu? Mungkin untung di kamu aja! Mesti dibuat bengek kalau kembali hidup serumah sama dia." Ucapku kembali k
Bab 109"Emang ya kak kita bisa ngeraguin kalau Clara itu bukan anak aku, tapi aku takut orang-orang di sekeliling kita bakalan jadi omongan kayak laki-laki nggak tanggung jawab. ""Kamu nggak usah peduli sama omongan orang! Peduliin dulu keluarga kita ini!" cetusku cepat."Coba kamu pikirin ya, Val, Rika itu uangnya banyak. Emang orang kayak gitu masih patut buat kamu tolong? Harusnya dia yang mengulurkan bantuan buat kita! Bukannya malah kebalik gini!" lanjutku."Iya, kak. Tapi tuh kasihan si Clara, hidup nggak punya ayah!"Aku geleng-geleng kepala, tidak mengerti bagaimana cara berpikir Valdi."Nggak usah deh bilang-bilang kasihan! Salahnya sendiri kenapa dulu mau cerai! Salah sendiri juga mau gaya-gayaan ngehidupin anak seorang diri! Ya udah, itu emang resikonya dia! Nggak usah dipikirin lah! Kamu tuh laki-laki, ingat itu, Val!"Perlu sekali kayaknya aku ceramahin terus-terusan adik laki-laki semata wayangku ini.Sebentar kemudian kulihat Valdi keluar dari rumah dengan bersungut s
Bab 110Tanpa menunggu terlalu lama, telepon dari Weni aku matikan. "Kamu kenapa bilang aku ini sopir kamu? Kamu nggak mau ngakuin kalo aku ini adalah suami kamu? Atau kamu malu?' mata mas Raka menatapku tajam. "Mas, kenapa kamu ini pusing banget sama urusan aku sih? aku bukan ngomongin kamu, kok! Kamunya aja kali yang ngerasa kayak sopir aku. iya, kan? kalo kamu ngerasa emang pantes jadi sopir, harusnya kamu jangan tersinggung lah!" dia pikir cuma dia yang bisa ngegas tidak karuan. Tentu dia tahu aku juga bisa segarang singa."Udahlah, Mas! Aku capek ngeliat kamu! mending kamu berangkat aja ke gudang lagi!""Apaaa? kamu ngusir aku? Tanpa makan kamu suruh aku balik klerja lagi?""Iya! kenapa emang? Laki-laki tuh harus rajin cari uang! Nggak ada waktu buat malas-malasan!" Sengsja aku tatap mukanya."Jangan jadi pemalas! ingat itu! Udah jelek, pemalas, ribet lagi!" cibirku lagi."Buuk!" tiba-tiba kedua anakku berteriak dari depan pintu sambil membanting tasnya.Serly dan Mona pulang d
Di sudut taman kota, di kafe yang tak terlalu ramai, seorang laki-laki duduk menyendiri dengan tetapan matanya yang kosong. Orang-orang tak bisa menebak apa yang tengah ia pikirkan.Di sana pria itu sama sekali tak menyentuh pesanan yang tadi ia pesan. Makanan itu hampir dingin karenanya. Alih alih menyantap hidangan, malah ia kembali mengingat sebait kata-kata yang tersimpan setia pada benak, tak pernah pudar larena angin, dan tak pernah pupus karena waktu.[Kita percaya, Tuhan memiliki rencana disetiap takdir yang telah Ia tentukan. Jikalau Yang kuasa tak menakdirkan aku bersamanya, tapi setidaknya aku berharap ia ditakdirkan bersama pria yang bisa menjaganya]Harapan semoga wanita itu menemukan pria lain yang mencintai wanita tersebut? Ha ha... Itu hanya untaian omong kosong saja. Sejatinya pria itu mengaharapkan cinta wanita itu dengan cinta yang utuh tanpa terbagi. ~Pov RanggaAku duduk di sini di tempat yanng bisa dikatakan sederhana untuk ukuran warga perkotaan, aku sengaja
"Ma, ini surat dari sekolah, besok di sekolah Clara ada acara pertemuan wali murid." Clara menyodorkan sebuah surat dari sekolahnya. Dia seperti kelelahan. Mungkin dia terlalu banyak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Anak itu, selalu saja tidak mau meninggalkan salah satu dari kegiatannya. Perhatianku kembali ke surat yang tadi dia berikan. Seperti biasa, itu adalah rapat yang harus di hadiri oleh para wali anak-anak. Sejenak aku tersenyum melihat anak cantik ini. Dia mulai tetlihat meninggi. Ya, empat tahun berlalu kami pindah kemari. Ah beberapa tahun kedepan anak ini akan beranjak remaja. Aku menantikan saat-saat itu, saat dimana anak-anak perempuan akan mulai sibuk menceritakan cowok populer disekolah atau mulai peduli dengan penampilan, sibuk menceritakan rencana kuliah dan jurusan apa yang akan dipilih. Ya ampuun, aku merindukan saat-saat itu. Tapi, meski perkembangan dan pertumbuhannya cukup baik, bagiku bagaimanapun dia masih akan terlihat seperti gadis mungil yang dulu