Uangku Bukan Uangmu, Mas!

Uangku Bukan Uangmu, Mas!

last updateLast Updated : 2023-09-05
By:  Silla DefalineCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
7.4
5 ratings. 5 reviews
147Chapters
78.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Rika membiarkan Valdi bertindak semena-mena, mengkhianati, dan menyakiti. Tapi diamnya Rika bukan tanpa tanpa alasan. Hingga nanti di saat yang tepat, Rika akan meninggalkan Valdi. Dan Valdi akan shock setelah kepergian Rika. Valdi baru sadar akan betapa sulitnya hidup tanpa bantuan Rika.

View More

Chapter 1

Bab 1

"Mas, uang sekolah Clara bulan ini belum dibayar," kucoba untuk bicara pada Mas Valdi.

"Bilang ajah tuh sama gurunya kita bayarnya ntar tanggal empat. Adek gajian kan tanggal tiga." jawabnya santai.

Jawaban Mas Valdi sedikit membuatku menghela nafas panjang.

"Mas, listrik kita juga belum dibayar bulan ini," lanjutku.

"Iya, Mas tahu. Tunggu ajah sampai tanggal empat, Dek. Sekalian kamu bayarin uang sekolah Clara. Masa gaji kamu belum masuk tanggal empat nanti." jawabnya kembali.

Jawaban yang sangat tidak aku harapkan. Aku berjalan perlahan mendekatinya.

"Mas, bukannya kemarin Mas gajian?" tanyaku.

"Mana ada, Dek. Uang gaji mas belum masuk ke rekening. Lagian kalo pun masuk jumlahnya nggak seberapa juga," lanjutnya.

Setelah berbicara seperti itu, Mas Valdi langsung melangkahkan kaki menuju ke sepeda motornya. Lelaki yang berprofesi sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta tersebut pergi begitu saja.

Aku mendengkus. Kesal pun percuma. lelaki itu pelit sekali mengeluarkan uangnya. Terpaksa aku lagi yang harus mengeluarkan uang. Sebenarnya aku bukannya tidak rela jika harus membayar biaya sekolah Clara. Tapi seharusnya pengeluaran di rumah ini bukan hanya tanggung jawabku. Bukankah aku punya suami? Jadi sepantasnya dipikirkan secara bersama-sama.

Apakah karena gajiku yang sedikit lebih besar darinya hingga membuatnya lalai? Ah entahlah, aku tidak mengerti jalan pemikirannya.

Tapi bagiku, tidak etis juga jika setiap bulan uang yang kudapatkan selalu habis untuk biaya hidup kami, sedangkan uangnya tidak tahu dimana rimbanya. Gajiku yang senilai lima juta itu tidaklah terlalu besar nilainya jika di bandingkan dengan kebutuhan hidup yang serba mahal ini. Sedangkan gajinya yang kutahu berkisar dua juta setengah, kurasa sudah cukup membantu jika dia ingin bekerja sama menutupi kekurangan-kekurangan. Tapi, setiap kutanya soal gajinya, dia selalu saja berkilah jika kita harus berbagi, seluruh uangnya dia ditabung untuk membeli rumah, sedangkan gajiku untuk kebutuhan sehari-hari.

Namun, hingga saat ini aku tidak pernah tahu sudah berapa banyak uang yang ia tabung. Dia tak pernah memberi tahu dan tidak pernah mau jika kuajak bicara soal itu.

Ting!

Aku mendengar suara notifikasi. Aku menoleh, oh rupanya ponsel Mas Valdi ketinggalan. Iseng aku coba mendekat.

Aku menyipitkan mata. Pesan dari ibu mertuaku.

[Valdi, Uang dua juta yang kamu transfer udah masuk rekening ibu. Makasih ya, Nak. Ternyata gajimu udah naik ya, sampe bisa transferin ibu dua kali lipat dari sebelumnya.]

[Oh iya, jangan lupa kalo besok kita ada sedikit acara keluarga. Seperti yang udah kamu bilang kemarin, Ibu udah bilang sama adik-adik kamu kalo semua biayanya kamu yang bakal bayarin. Tolong kamu dateng yang cepet ya. Kalo Rika sibuk ya nggak apa-apa dia nggak ikut. Yang penting kamu yang harus hadir.]

Apa?

Penasaran, aku mencoba menelusuri pesan-pesan sebelumnya.

Jantungku berdegup setelah membaca pesan-pesan dari mertuaku. Ternyata Mas Valdi berbohong selama ini.

Suamiku barusan mentransfer uang pada ibunya? Sedangkan aku yang meminta untuk bayaran sekolah Clara dia bilang belum gajian, justru dia menyuruh menunda pembayaran hingga aku gajian saja. Artinya dia menunggu gajiku. Sedangkan dia mampu buat membiayai acara keluarganya. Kebohongan macam apa ini? Aku mengepalkan tangan. Manahan amarah kekesalan akibat kebohongan suamiku.

Padahal setiap bulan aku juga memberi jatah bulanan pada sang ibu mertua. Tapi ternyata Mas Valdi juga memberi dalam jumlah yang tidak kuduga.

Dan Mas Valdi, mengapa dia tak memberitahuku jika telah gajian? Dan gajinya naik? Kenapa dia tidak menyisihkan uangnya untuk kebutuhan di rumah ini? Mengapa justru hanya ingin mengandalkan aku sendiri? Ya Tuhan... Aku mengelus dada dibuatnya.

Aku mengambil ponselku, dan mencari nomor ibu mertuaku. Aku ingin bertanya langsung pada beliau.

Namun, sebentar kemudian aku mengurungkan niat untuk melakukan itu. Bukankah selama ini beliau selalu merasa bangga dan selalu membenarkan segala tidak tanduk anaknya? Jadi rasanya usahaku untuk menghubunginya akan menjadi sia-sia saja.

Seharian aku memendam kesal di hati. Memikirkan sikap Mas Valdi yang seperti enggan untuk memberikan nafkah penuh padaku dan anaknya? Apakah dia merasa aku bukan tanggung jawabnya? Sedangkan dia masih saja setiap hari menuntut makan, minum, dan pelayanan dariku?

Dengan perasaan tak menentu, aku menarik daun pintu dan mengunci. Perasaan jengkel dan tidak dihargai menjalar ke setiap pembuluh darahku.

Mulailah aku berpikir, apakah selama ini uangnya tidak ia tabung yang katanya untuk memuluskan rencana kami buat membeli rumah impian? Buktinya tadi uangnya malah ia transfer sama ibunya tanpa pernah bicara dulu denganku. Sedangkan aku sibuk memikirkan keuangan rumah tangga kami seorang diri. Ya Tuhaan, rumah tangga macam apa ini? ck... ck... ck...

Kita harus bicara soal ini, Mas Valdi!

Aku bersiap untuk menunggu waktu yang tepat utuk sesi bicara kami. Tidak sabar rasanya ingin mendengarkan penjelasan darinya.

Kulihat Mas Valdi tengan duduk di balkon sembari memainkan gadgetnya. "Ini waktu yang tepat," batinku.

Mas Valdi memang jarang meminta duduk bersama berdua, saling berbicara membahas hal-hal kecil. Mas Valdi selalu asik duduk sendiri dengan ponselnya.

"Aku mau bicara bentar, Mas.," ucapku.

"Bicara soal apa sih, Dek? Nggak kayak biasanya," tanggapnya.

"Soal keuangan rumah tangga kita," jawabku.

"Keuangan rumah tangga kita?" Mas Valdi mengerutkan kening. Aku mengangguk.

"Apa yang ingin kamu bicarain soal keuangan rumah tangga kita, Dek? Keuangan kita bukannya baik-baik aja, kan? Kurasa nggak ada tuh yang perlu kita bicarain," ucapnya. Masih seperti biasa, ia selalu mengelak jika aku ajak bicara soal begini.

"Ya, keliatannya emang biasa dan nggak ada yang salah sih, Mas. Tapi nyatanya aku selalu aja ngerasa kesulitan jika hanya ngandelin gajiku. Terkadang justru aku pusing sama pengeluaran kita. Terkadang uangku nggak sebanding sama pengeluaran kita yang serba mahal ini, Mas," aku memulai dari akar masalah.

"Ya kalo itu sih kamunya ajah yang perlu buat belajar lagi, Dek! Punya otak mah dipinterin dikit. Masa soal gitu ajah kamu masih mau nanya ke aku," ketusnya.

"Gini maksudku, Mas, kalo bisa boleh dong ya kamu bantu-bantu pake uang kamu buat biaya sehari-hari kita. Uangku seret kalo harus mencukupi semuanya, Mas," aku berterus terang.

"Nggak bisa, Dek. Uangku udah kesimpen di bank semua," elaknya.

"Semuanya?"

"Iya, Dek. Jadi nggak bisa diganggu gugat lagi."

"Kalo begitu boleh aku liat buku tabungannya?"

"Eh, kok bicara kamu ke sana sih? Apa kamu nggak yakin sama aku? Kamu kira aku bohongin kamu? Sampe nanyain buku tabungannya lagi."

"Apa nggak boleh aku sekedar liat?" suaraku meninggi.

"Dek, kayak yang sering aku bilang, sekarang fokus sama peran masing-masing saja lah. Bukannya kita udah berbagi, kamu cukupin biaya sehari-hari, dan aku menabung buat beli rumah." ujar Mas Valdi.

"Mas, untuk ini aku butuh kepastian. Kamu bener-bener nabung atau nggak?" kali ini tak kupungkiri suaraku tegas.

"Dek, masa aku bohong? Kamu percaya sama aku dong!"

"Ya, aku cuma tanya apa kamu beneran tabungin gaji kamu atau nggak? Itu aja!" tegasku.

"Iya jelas aku tabunglah gajiku. Memangnya kamu mau ngapain nanya-nanya gaji aku, ha?" suara Mas Valdi meninggi.

"Kalo kamu emang bener nabung, tolong tunjukin sama aku di mana buku tabungannya?" aku ngotot menanyakan buku tabungannya sebab kulihat Mas Valdi tidak mempunyai m-banking di ponselnya. Seandainya dia punya aplikasi itu, pasti sudah kupaksa dia untuk memberitahu pinnya padaku.

"Hei, Jadi kamu mau ikut campur soal uang-uangku? Iya? Rika, aku kasih tahu kamu ya, kamu nggak perlu ikut campur soal uang yang aku dapat melalui keringatku!"

Astaga! Aku benar-benar terkejut dengan jawaban yang ia beri.

"Jadi seperti itu maumu, Mas Valdi?" aku merendahkan suaraku.

"Tentu saja!" jawabnya.

"Baiklah," aku mengalah

Baiklah Mas Valdi. Kita mulai rumah tangga ini dengan cara seperti yang kamu inginkan. Aku melangkah menjauhinya.

*

Hari beranjak pagi, aku bergegas memandikan Clara dan menyiapkan apa yang kami butuhkan. Sebentar kemudian kulihat Mas Valdi keluar menuju ke kamar mandi. Sengaja tak kupedulikan dia.

"Dek, Mana seragam kaos oblong biru sama jeans yang baru kubeli kemarin?"

"Gak tahu, Mas. Masa baju kamu kamu kok nanyanya sama aku," jawabku singkat.

Aku tahu Mas Valdi menatapku tajam setelah mendengar jawaban dariku. Ah, masa bodoh.

"Kamu jawabnya kayak gitu, Rika?" ucapnya.

"Ya," jawabku singkat. Kudengar ia mendengkus.

Kulihat Mas Valdi menuju ke meja makan.

Saat yang kutunggu.

"Dek, kamu gak masakin sarapan? Ini udah siang, aku ini mau berangkat kerja. Kamu gimana, sih?" keluhnya.

"Emang Mas ngasih duit buat beli bahan masak?" tanyaku.

Mas Valdi mendekat.

"Kan kamu habis gajian kemarin, Rika. Tolong nggak usah cari masalah." imbuhnya.

Aku balik menatap netranya.

"Mas, seharusnya kamu nggak usah singgung soal uang gajiku, toh uangku kudapetin dari keringet aku sendiri, kok. Terserah aku mau masakin kamu atau nggak itu urusanku. Nggak usah ikut campur soal gajiku!"

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Ai Ching
blm update lagi ya kak
2023-06-13 11:36:38
0
user avatar
Aeris Park
Gak tahu diri banget si Valdi, kurang apa Rika sama lu
2023-05-20 08:29:00
0
default avatar
Rainy Angel
Byk typo yg mengganggu.. part pendek2
2024-04-17 06:39:15
0
user avatar
Evie Sopiah
part nya pendek² tapi ngabisin koin banyak jadinya gak woth it banget
2023-05-14 13:24:18
5
user avatar
Selvira Chikita Tarigan
Awal cerita sih bagus, tp udh baca smpe bab 14 cerita2nya gitu2 aja. Perang mulut yg gak ada habisnya. Tindakan NOL. Males lanjutinnya.
2023-05-16 16:35:40
3
147 Chapters
Bab 1
"Mas, uang sekolah Clara bulan ini belum dibayar," kucoba untuk bicara pada Mas Valdi."Bilang ajah tuh sama gurunya kita bayarnya ntar tanggal empat. Adek gajian kan tanggal tiga." jawabnya santai.Jawaban Mas Valdi sedikit membuatku menghela nafas panjang."Mas, listrik kita juga belum dibayar bulan ini," lanjutku."Iya, Mas tahu. Tunggu ajah sampai tanggal empat, Dek. Sekalian kamu bayarin uang sekolah Clara. Masa gaji kamu belum masuk tanggal empat nanti." jawabnya kembali.Jawaban yang sangat tidak aku harapkan. Aku berjalan perlahan mendekatinya."Mas, bukannya kemarin Mas gajian?" tanyaku."Mana ada, Dek. Uang gaji mas belum masuk ke rekening. Lagian kalo pun masuk jumlahnya nggak seberapa juga," lanjutnya.Setelah berbicara seperti itu, Mas Valdi langsung melangkahkan kaki menuju ke sepeda motornya. Lelaki yang berprofesi sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta tersebut pergi begitu saja.Aku mendengkus. Kesal pun percuma. lelaki itu pelit sekali mengeluarkan uangnya. Ter
last updateLast Updated : 2023-03-18
Read more
Bab 2
"Rika, kamu nggak boleh perhitungan gitu dong sama keperluan rumah tangga kita. Wajarlah kalo kamu membeli apapun itu seputar kebutuhan. Nggak ada salahnya. Artinya kamu mampu. Anggap aja sebagai salah satu bentuk pengorbanan."Aku ingin tertawa mendengarnya bicara. Semudah itu dia berkata-kata."Mas bilang apa? Pengorbanan?" kilahku."Kalau gitu, apa bentuk pengorbanan kamu, Mas? Masa cuma aku doang yang harus berkorban?" aku melanjutkan kata-kataku."Dek, nanti kalo aku udah punya yang banyak, aku bakalan beliin rumah mewah buat kita. Sekarang uangnya lagi aku kumpulin kok.""Jujur aja, Mas! Selama ini kamu nggak tabung uang kamu, kan? Makanya kamu nggak ngebolehin aku liat buku tabunganmu." Sergahku. Tentu saja semua itu aku tahu dari pesan-pesannya pada mertuaku.[Ibu bangga kamu bisa selalu komitmen kasih gajimu sama ibu, Nak. Teruslah jadi anak berbakti.][Iya dong, Bu. Ibu kan wanita nomor satu yang paling berjasa, tentu aku akan berjuang buat ngebahagiain ibu]Begitulah sepen
last updateLast Updated : 2023-03-18
Read more
Bab 3
Aku dan Clara memasuki sebuah resto yang sudah lama tak kukunjungi."Kita mau makan malam disini, Ma?" tanya anak perempuan semata wayangku.Aku mengangguk."Horeee ...!" Clara kegirangan.Sengaja kubebaskan Clara memilih menu kesukaannya. Sama sepertiku, anak ini paling suka dengan menu seafood yang kaya bumbu dan gurih.Tengah menunggu pesanan datang, kurasakan ponselku berdering.Mas Valdi rupanya."Halo, Mas!""Halo, kamu dimana, Dek?""Kenapa, Mas?""Kamu ini gimana? Tadi kan udah dikasih tahu kalo Kak Salma, Kak Mel, Dira, dan ibu mau makan malam di rumah kita. Tapi kok kamu nggak masak, Dek? Cuma ada ada ikan asin di atas meja."Dalam hati aku sedikit tergelak, makan tuh ikan asin. Itu hidangan spesial buat kalian."Lho, kalo nggak mau makan sama ikan asin, mereka bisa masak sendiri kan, Mas?" ucapku. "Mereka lagi kecapekan, Dek. Kasihan kalo harus masak.""Sama, Mas. Aku juga kecapekan abis seharian ini kerja. Maaf ya, Mas." balasku."Kak Salma udah cek kulkas, tapi kosong. K
last updateLast Updated : 2023-03-23
Read more
Bab 4
"Valdi, kamu bisa bantuin kakak nggak? Kalo bisa pinjemin aku uang, Val. nggak terlalu banyak, cuma sekitar sepuluh juta saja." Kudengar kak Salma bicara di ruang keluarga."Cuma sepuluh juta, Kak? kalo cuma segitu mah aman. Kirim ajah rekening kakak, ntar aku transfer uangnya," Mas Valdi berkata begitu percaya diri.Hmm, aku agak heran. Darimana dia mendapatkan uang senilai sepuluh juta? Apa mungkin dia benar-benar punya tabungan? "Beneran, Val?" "Ya beneranlah, Kak. Kayak biasanya, mana ada aku bohong.? Lagi pula kalo cuma uang segitu tidak mungkin aku minta dibalikin," lagi-lagi kudengar Mas Valdi bicara. Waduh, dia mau memberi uang tersebut secara cuma-cuma? Jika menang benar, kenapa tak dikondisikan? Dia mau memberi uang dengan nominal yang tak sedikit pada kakaknya, sedangkan aku dibiarkan berjuang sendirian? Suara mereka terdengar jelas. Di kamar, aku yang sedari tadi berpura-pura telah terlelap membuat mereka tak ragu bicara tanpa takut terdengar olehku."Apa kamu nggak
last updateLast Updated : 2023-03-23
Read more
Bab 5
"Rikaaa! Rikaaa! Bangun! Udah siang nih! Masakin sarapan sana!" Suara menggelegar dari luar kamar. Itu suara Kak Mel.Berisik sekali. Kulirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kiriku. Jam 05.30 pagi. Jika dibanding dengan hari-hari biasanya, aku memang kesiangan, tapi tidak dengan hari ini.Sebentar kemudian pintu kamarku terbuka. Kak Salma nyelonong masuk begitu saja. Sangat tidak sopan sama sekali."Rika, hari ini kami libur aja kerja ya! Gajimu juga nggak seberapa, kan? Kamu asuh Lia sama Farel aja. Aku ada perjalanan," ujarnya cepat. Enak sekali memberi perintah. Emang aku babby sitter?Belum sempat aku menjawab dia telah beranjak. Kupikir dia akan keluar kamar. Tapi ternyata tidak. Ia berjalan menuju lemari."Eh ini pintu lemari kok nggak bisa dibuka? Sengaja kamu kunci ya, Rik? Cepetan bukain ini lemarinya! Aku mau cari baju buat kupake keluar nanti! Lagian kenapa pake dikunci-kunciin segala sih? Bikin kesel aja!" Ocehnya seraya menarik-narik paksa pintu lemari.Lho
last updateLast Updated : 2023-03-24
Read more
Bab 6
Bab 6 Bu Ratih sambil menggerutu membuka kulkas."Mau apa, Bu?" Valdi mendekati bu Ratih."Ibu nggak usah repot-repot. Aku udah memesankan cukup porsi untuk kita semua." Lanjut Valdi."Beneran?"Valdi mengangguk."Seandainya aja kalau istrimu bukan pemalas, tentu kamu nggak usah repot-repot ngeluarin duit buat beli beli kayak gitu. Uangnya bisa dikumpulin. Ini jatuhnya malah boros. Buat apa punya istri kalau apa-apa masih beli." Bu Ratih mengomel."Bu, nanti siang aku ada diskon buat ibu." ujar Valdi."Diskon apaan?""Alhamdulillah aku ada kelebihan rezeki, jadi rencana Aku mau kasih ibu sekitar tiga juta." ucap Valdi.Bu Ratih tampak senang sekali."Kamu mau kasih ibu tiga juta lagi?""Iya, Bu.""Alhamdulillah, makasih banyak ya, Nak. Pas banget. Rencana ibu mau ajak adikmu ke mall besok. Katanya mau beli jam tangan baru. Syukur sekali, ini rezeki adikmu, Val." Bu Ratih semakin sumringah."Alhamdulillah, Bu. Semua berkat do'a kalian, sekarang gajiku udah bisa mencapai tujuh jutaan.
last updateLast Updated : 2023-04-30
Read more
Bab 7
Bab 7"Valdi, kapan uangnya kamu kirim? Ini bentar lagi kursiku nyampe," Salma bicara dengan nada panik."Katanya hari ini kamu kasih uangnya. Ini udah siang tahu! Masih aja belum kamu transfer. Kamu gimana sih? Niat gak kirim uangnya? Cuman ngirim segitu ajah prosesnya lama banget." Di telepon, salma masih mengomel."Ntar, sabar dulu, Kak! Ini m-bankingku lagi bermasalah. Aku coba kirim lagi.""Lah kalau m-banking kamu bermasalah, kamu langsung aja ambil atau kirim uangnya langsung dari ATM. Apa susahnya. Begitu aja kok ribet kebangetan." Salma masih terdengar kesal."Iya Kak Tapi masalahnya sekarang aku lagi di kantor. Bisa ke mana-mana. Nggak enak sama bos." Valdi memberi alasan."Ya udah cepet buruan usahain ngirim duitnya, pinjem dulu pakai m-banking temen-temennya kek, kamu ganti uangnya. Atau gimana gitu. Aku malu ntar barang nyampe malah duitnya nggak ada. Taruh di mana mukaku ini kalau sampai kayak gitu.""Iya iya Kak, ini lagi aku usahain."Telepon seluler tersebut dimatika
last updateLast Updated : 2023-05-02
Read more
Bab 8
"Apaaa? Kamu kasih uang ke Rika?" Mendengar penjelasan Valdi, Salma terkejut dan kembali marah."Iya Kak, soalnya aku pikir sesekali buat nitip uang sama dia." Jawab Valdi."Astaga kamu ini gimana, Valdi? Yang namanya uang nggak usah dikasih sama sembarangan orang. Aduh habislah aku ... Jangan-jangan uangnya udah dipake dihabisin sama Rika. Aduh gimana ini," Salma terdengar panik sendiri."Ya ampun ..! Ya Tuhan ..! Kenapa pula nggak dari tadi kamu ngomong kalau uangnya di tangan Rika! Kalo aku tahu begini, dari tadi udah aku minta langsung uangnya ke Rika! Kalo aku yang minta, dia nggak bakalan berani buat nahan-nahan uang kamu!" lanjut Salma dengan suara keras menahan amarah."Kak, kakak kasih penjelasan tuh sama yang jual, bilang kita akan bayar besok. Ntar aku akan ambil kembali uangku sama Rika." Valdi menenangkan sang kakak."Tapi kalau ternyata uangnya udah dipakai semua sama Rika gimana? Lagian ini orang yang jual nggak mau uangnya ditunda-tunda." Salma berdecak kesal."Atau
last updateLast Updated : 2023-05-02
Read more
Bab 9
"Rik! Rika! Cepetan kemari! Tuh ada orang di depan lagi cari-cari kamu! Dia marah-marah kayak orang kesurupan gitu. Ngeri, coba liat! Ngeri banget liatnya!" Fia datang tergopoh menghampiri Rika yang tengah bersantap siang. Rika agak kaget. Ia pun tak kalah penasaran dengan siapa orang yang dimaksud oleh Fia. "Orang ngamuk? Siapa ya?" Dahinya mengernyit."Aku juga nggak tahu, Rik! Cepat samperin, lihat tuh udah banyak orang ngeliatin dia. Pakai teriak-teriak manggil kamu!""Oh baiklah, aku coba liat dulu." tanggap Rika.Rika berjalan menuju ke area depan kantor di mana keberadaan orang yang dimaksud oleh Fia tersebut."Jangan lupa hati-hati, Rik!"Rika mengangguk.Dari kejauhan Rika melihat beberapa orang bergerombol melihat seseorang yang tengah berteriak-teriak memanggil-manggil nama Rika. Seperti yang dikatakan oleh Fia, dari kamu merasa ia perlu berhati-hati siapa tahu orang tersebut berbahaya. Rika bertanya-tanya siapakah gerangan orang tersebut? Tapi dengan suara yang terdengar
last updateLast Updated : 2023-05-02
Read more
Bab 10
Bab 10Salma duduk dengan wajahnya yang terlihat mengandung raut wajah kesedihan. Perempuan itu masih dengan perilaku Rika. Padahal semula niat Salma mendatangi kantor Rika adalah ingin membuka kedok adik iparnya itu di depan teman-teman sekantornya, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Salmalah yang harus menanggung malu. Bagaimana Salma tidak kesal dengan itu.Melihat keadaan kakaknya, dengan wajah penuh rasa bersalah, Valdi baru saja pulang tersebut menghampiri kakaknya."Kak," tegur valdi.Salma menoleh."Kamu sudah pulang rupanya." tanggapnya."Kakak terlihat sedih. Kakak pasti sedih karena uang itu kan? Hmm ... Maafkan aku Kak, aku tidak menepati janji. Nanti aku akan ambil uangnya sama Rika, dan kasih uang itu ke kakak." Setetes dua tetes air mata jatuh di pipi Salma."Aku kecewa sama istrimu, Valdi! Keterlaluan sekali Rika! Tega dia" Valdi bingung melihat kakaknya yang tiba-tiba menangis sesenggukan."Kenapa kak? Kenapa tiba-tiba bicara soal Rika?" Dengan pelan-pelan Valdi
last updateLast Updated : 2023-05-02
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status