Bab 99"Kalau kamu masih punya otak sebaiknya omongan kamu dijaga dulu, Rika! Nggak usah sombong-sombong amat kayak gini! Baru juga jadi manager, udah sombong setinggi langit! Kamu nggak ingat sama kehidupan kamu yang dulu? Kamu bisa kayak gini juga berkat aku, kan?" Tak bisa menahan diri Aku mengatakan apa yang ada dalam otakku.Orang yang tidak tahu berterima kasih memang patut untuk dikatakan seperti ini. Biar dia bisa segera sadar siapa dirinya sebenarnya. Tinggi hati mentang-mentang sudah jadi orang kaya."Mentalmu nggak ubah kayak orang kaya baru, Rika! Lupa kamu sama kami Padahal jelas-jelas kami ini adalah orang-orang yang ada di balik kesuksesan kamu!" Kembali aku semprot dia dengan kata-kata yang pedas agar dia segera sadar. Habis aku benci dengan kesombongannya dia. Bergaya amat sampai seperti lupa pada ibuku, lebih parahnya lagi sepertinya dia sekarang memperlakukan ibu dan aku seperti orang lain saja. Dasar perempuan tidak berterima kasih. "Kamu kenapa nyerang aku dengan
Bab 100"Emangnya rumah Rika segede apa sih, Val?" Mel, kakak perempuanku bertanya setelah aku menceritakan bagaimana keadaan Rika sekarang.Aku membayangkan ke rumah Rika kemarin. Rasanya aku kurang percaya diri bila harus menjabarkan satu persatu secara detail. Nggak suka aku jika harus cerita membanggakan orang lain. Apalagi si Rika ini. Entah mengapa terkadang aku merasa seolah tersaingi oleh keadaan Rika sekarang. Salah Rika juga sih, soalnya kulihat dia seperti terlalu bangga mentang-mentang bisa mendapatkan semua itu tanpa peranku. Ah itung-itung rugi juga harus bercerai sama dia. Kenapa sih dia bisa dapetin hidup enak setelah pisah dari aku? Kenapa nggak dari dulu dulu aja kayak gitu?Mau nyalahin Tuhan tapi takut dosa."Hei, Val! Denger nggak tadi aku tanya apa?" Mel menatapku. Aku baru tersadar dari lamunan."Eeh iya. Nggak sih, rumahnya nggak terlalu gede sih, biasa aja. Aku bisa gambarin deh kayaknya rumah hanya itu saya perkirakan kayak rumah sih Bu Yuni." Aku berkata
Bab 101[Halo, Rika! Alhamdulillah nggak lana lagi aku bakal beli tanah kosong yang lokasinya nggak jauh dari tempat tinggal kamu. Dan kayaknya aku akan bangun rumah di sana dalam waktu deket]Aku mengernyitkan dahi ketika membaca pesan yang tiba-tiba saja dikirim ke aplikasi WhatsApp milikku."Siapa ini?" Aku bergumam. Ah mungkin saja ini orang salah kirim. Oleh karenanya sengaja aku abaikan pesan dari orang pesan dari orang yang tidak dikenal tersebut.Aku kembali memasukkan ponsel ke dalam tas. Lalu dengan bergegas aku membawa map yang berisi berkas-berkas yang baru saja aku tanda tangani. Ya Aku baru saja menandatangani sebuah proses jual beli sebuah tanah yang akan aku bangun properti di atasnya. Aku akan menjemput Clara sekarang.Aku bersyukur dalam waktu yang singkat aku bisa memanage semua keuanganku dengan lebih teratur. Ini sungguh sebuah pencapaian diriku yang harus aku hargai. Clara juga bisa aku sekolah kan di sekolah yang bisa dibilang bagus. Ini sungguh jauh di luar
Samar-samar aku mendengar orang-orang mengobrol dengan suara yang agak keras dari samping rumah. Aku sedikit heran soalnya selama aku berada di rumah ini, tidak pernah aku mendengar tetangga yang mulutnya keras dan amburadul seperti ini. Suara-suara mereka tak kupungkiri sangatlah mengganggu."Ma, Itu suara siapa sih? Kok bising banget gini ya?" Clara sedikit mengibas-gibaskan telinganya.Didorong oleh rasa penasaran, aku membuka pintu dan mengecek. Siapa tahu ada sesuatu yang buruk dan patut untuk diulurkan bantuan, bukan?"Hei itu dia sudah dateng!" Baru saja aku keluar dari pagar rumah tiba-tiba terdengar suara perempuan yang mengarah pada diriku.Secara spontan Aku menoleh."Eh Mel rupanya?" Aku agak terperanjat. Mengapa pula pagi-pagi seperti ini Wanita itu sudah nongol di dekat rumahku. Apa sih yang ingin dia lakuin di sana? Mana bising sekali suara mereka.Eit, tapu di sana bukan hanya ada Mel. Tapi ada juga Si ibunya Baldi yang dulu selalu saja menjadi biang masalah dalam hidup
"Ih kamu apa-apaan sih, Rik! Itu status orang yang cuma mau bikin buruk nama aku aja! Kamu nggak perhatiin! Asal aja kamu nyodorin status beginian ke aku!""Apaan sih, Mel? Status apa yang ia sodorin ke kamu barusan?" Ibunya bertanya."Ah nggak Bu, Biasalah kalau akun bodong!" Mel cepat-cepat menyahut."Tapi itu yang di tag beneran akun kamu loh, Mel!" Cetusku sembari menyeringai tipis."Iya emang akun aku yang dia tandain, tapi kan itu yang bikin status adalah akun bodoh bukan orang asli yang punya akun itu. Itu mah akun media sosialnya di-hack sama orang yang nggak bertanggung jawab makanya sembarangan bikin status begituan," mer masih berusaha untuk membela diri."Ya terserah aja lah. Ya udah deh aku balik dulu. Mau anterin Clara les nih." Ucapku sembari beranjak.Namun sebentar kemudian Mel kembali mencegat ku."Ada apa lagi, Mel?""Ntar dulu! Kamu jangan pakai kabur-kaburan. Bikin dulu tuh utang kamu ke aku. Dulu kamu masih ingat nggak, Kalau masih punya utang ke aku 3 juta ?" Ma
Bab 104Mel melotot menatapku seperti tidak percaya. "Jangan sampai kamu nyebar fitnah yang nggak-nggak buat aku!" Aku menyambung ucapanku lagi."O ... Oke, Rika. Mari... Mari kita berdamai aja. Aku usahain nggak bakalan gangguin kamu lagi." Ucapnya agak terbata."Baiklah!" Aku melepaskan wanita itu.Baru ini kulihat Mel tidak terlalu berani dengan tindakanku. Meski dia berusaha mengelak tapi aku bisa membaca dari sikap yang ia tunjukkan. Apa dia takut sikapku? Ah terserah, yang penting aku sedang tidak bermain-main dengannya.***"Bu Rika, Pak Direktur memanggil anda untuk menemuinya di ruangannya sekarang juga!" Fandy, seorang laki-laki kepercayaan direktur di perusahaan ini berkata."Baiklah, aku akan segera ke sana!" Aku menggangguk."Oke, terima kasih! Kedatangan anda ditunggu di ruangan beliau!" Fandy sedikit membungkukkan tubuhnya lalu kembali pergi.Selepas itu aku segera beranjak untuk menuju ke ruang direktur yang dimaksud.Menyusuri ruangan demi ruangan, lalu aku tiba di
Bab 105Aku memarkirkan kendaraan di tempat yang sudah seharusnya. Aku sengaja datang lebih awal. Dalam segala hal aku sangat menghindari kata-kata terlambat. Bagiku kata-kata terlambat sungguh sebuah hal yang memalukan dan terkesan sangat tidak disiplin. Oleh karenanya dalam segala tindak-tanduk aku menghindarinya. Lagi pula dalam perjalanan tidak ada yang tahu berapa lama waktu yang akan terbuang karena macet, atau hal lain yang tidak terduga. "Selamat pagi, Bu. Dari Permata Group?" Seorang perempuan berkata dengan raut cukup berbinar."Iya. Anda benar sekali." Singkatnya aku mulai mengobrol dengan orang-orang yang ada di sana. "Aku Aleena, asisten Tuan Arnold. Pemimpin Hendrick Corporation." Wanita cantik itu memperkenalkan diri.Wanita itu terlihat seperti blasteran. Ya aku tahu perusahaan Hendrick dikelola dan dioperasikan oleh pihak asing. Maka tidak diherankan apabila di perusahaan itu banyak staf-staf maupun pejabat yang juga berasal dari luar negara. Seperti wanita ini c
Bab 106"Tidak kusangka ternyata kalian berdua saling mengenal. Dan lebih tidak kusangka lagi ternyata kalian berdua adalah rekan kerja. Perusahaan kalian pasti akan maju pesat jika diisi oleh sdm seperti kalian." ujar Aleena."Seperti yang sudah aku duga, ternyata Anda memang benar-benar hebat! Cara berbicara dan sikap Anda benar-benar profesional. Permata group pasti senang sekali mempunyai manager yang cerdas seperti Anda!" Alena menghampiriku dengan senyum indahnya.Aku melayangkan senyum tipis. Semua yang dia ucapkan terkesan sangat dilebih-lebihkan. Aku tidak merasa seistimewa yang dia katakan."Terima kasih, Alena. Tapi Sepertinya kata-kata anda lebih cocok untuk anda sendiri. Aku sendiri sangat salut denganmu. Bekerja keras dan berjiwa pembisnis hebat. Aku saja belum tentu bisa menjadi seperti dirimu." Ucap Alena kembali."Anda memang benar sekali. Oleh karena itu, tidak salah jika aku memang kagum padanya. Seperti yang Anda bilang, Rika memang jauh di atas rata-rata." Tiba-ti