Home / Romansa / Turun Ranjang / Bagian Satu

Share

Turun Ranjang
Turun Ranjang
Author: Deva Delia

Bagian Satu

Author: Deva Delia
last update Last Updated: 2021-09-11 17:42:05

"Mau sampai kapan?"

Anjel menyesap kopinya perlahan. Ia tetap diam dalam posisi duduk menghadap meja bar di dapur dan membelakangi ibunya. Pun ia juga tidak menjawab pertanyaan ibu yang terus menerus diulang tiap hari dan tiap waktu. Telinga Anjel panas rasanya, tapi seperti yang sudah-sudah, ia akan memilih diam seribu bahasa.

"Kamu udah 29 tahun, teman-teman kamu udah punya anak. Kamu?"

Anjel berdiri, memeriksa roti yang ia panggang di atas kompor untuk memastikan kematangannya. Ia benar-benar ingin cepat-cepat pergi ke butik dan bebas dari ini semua. Dan sial! Rotinya belum matang! Kenapa jadi lama sekali?

"Ada apa, Bu?"

Suara berat khas bapak-bapak muncul. Itu artinya, penderitaan ini akan berakhir lebih cepat. Anjel menoleh, dan benar saja. Ayahnya sudah duduk di hadapan ibunya yang sedari tadi tak berhenti mengomel. Padahal beliau sedang menonton berita di televisi—yang semestinya lebih menarik disimak—dari pada membicarakan Anjel yang tak kunjung punya pacar.

Anjel hanya diam, bersiap mematikan kompor dan memindahkan roti ke atas piring. Ia melirik sekilas ke arah dua orang itu. Mereka sama-sama diam, baik ibu atau ayah sama-sama tidak melanjutkan pembahasan. Ujung bibir Anjel tertarik ke atas. Ayah selalu punya cara untuk menyelamatkan Anjel apalagi di situasi semacam ini. Toples selai kacang yang sedari tadi teronggok di atas meja, segera Anjel raih dan mengoleskan isinya. Ia menikmati sarapannya tanpa direcoki oleh ....

"Selamat pagi, semua!"

Suara melengking yang bahkan bisa terdengar sampai ke luar rumah mulai memenuhi ruangan. Anjel terperanjat, menyadari bahaya akan menyerang, ia segera menghabiskan rotinya dan buru-buru lari.

"Anjel berangkat!" Dengan langkah seribu ia meninggalkan Azalea yang menggerutu di depan meja dapur.

"Kakak! Curang! Aku, kok, ngga dibikinin?"

"Bikin sendiri! Udah tua juga!"

Anjel tertawa, dengan setengah berlari ia memasuki mobil dan mulai meninggalkan pelataran rumahnya. Anjel, adalah seorang owner butik terkenal di kotanya. The Dress adalah brand yang ia gunakan untuk melabeli butik sekaligus produknya. Selain itu, ia juga seorang desainer yang top dan berkelas. Maka jangan heran jika ia punya banyak relasi bisnis, baik dalam dan luar negeri.

Mengadakan acara fashion show dan louncing produk rutin ia laksanakan. Karirnya melejit dan bisnisnya sukses. Impian menjadi wanita karir sudah ia kantongi. Hanya saja, apa yang sudah ia capai masih belum bisa membuat ibunya bangga, karena ada satu hal yang belum bisa Anjel wujudkan, yaitu menikah.

Sebenarnya, selama ini sudah banyak lelaki yang menambatkan hati pada Anjel. Bahkan dari kalangan pengusaha, pejabat, aparat hingga anak menteri. Tapi, Anjel tetaplah Anjel. Meski ia seorang perempuan yang anggun dan lembut, ia tetap tegas dan ketat untuk memilih pasangan.

Kegagalan-kegagalan yang ia alamai semasa muda dulu, cukup memberinya pelajaran untuk tidak mudah membuka hati apalagi terhadap lawan jenis. Hal itulah yang membuatnya masih asyik menikmati kesendirian hingga saat ini. 

Setelah sekitar 30 menit perjalanan, sampailah Anjel di butik tempat ia bekerja. "Selamat Pagi, Kak." Seorang wanita muda menyapanya seraya membukakan pintu.

"Pagi," balas Anjel dengan senyuman manis.

"Hari ini baby pink?"

Anjel terdiam, ia memandang wanita itu kemudian tertawa setelah menyadari maksudnya. "Astaga! Tentu saja! Hahaha!"

Ia menepuk pelan pundak wanita itu lalu berjalan menuju ruangannya. Anjel baru sadar bahwa ia tengah mengenakan dress bunga-bunga selutut berwarna baby pink. Entahlah, memasangkan setelah dress dengan sepatu flat terlihat pantas untuknya dari pada kemeja dan blazzer yang menyesakkan.

Anjel selalu begitu, dengan rambut yang hitam legam digerai begitu saja semakin menambah keimutannya. Tak lupa, ia selalu menyelipkan jepit kecil di rambut atas pelipis kanan. Bagi siapapun yang bertemu dengannya, mungkin akan mengira ia masih berusia 19 tahun.

Pintu ruang kerjanya terbuka, hal pertama yang akan ia lihat adalah sesuatu di atas meja itu. Sesuatu yang tadi pagi belum sempat ia habiskan karena Azalea datang mengacau. Anjel mundur beberapa langkah lalu menoleh ke kiri, kemudian melambaikan tangan pada Kristin--wanita muda tadi.

"Terima kasih kopinya!"

Kristin menoleh lalu melipat tangan di dada. "Coffe latte, cocok untuk menahan ngantuk saat kakak merasa lelah dengan tumpukan berkas di atas meja."

Anjel tertawa lalu diikuti Kristin. "Kamu juga jangan lupa ngopi, menghadapi pembeli yang membludak setelah lounching brand akan membuatmu kesal."

Begitulah mereka, saat pertama kali butik ini dibuka lima tahun lalu, saat itulah mereka pertama kali bertemu. Kedekatan yang terjalin antara Anjel dan Kristin sudah selayaknya sahabat, bukan seperti atasan dengan karyawan.

Anjel segera duduk di atas sofa empuk di ruangannya. Melirik arloji yang melingkar di lengan kirinya, lalu menatap lurus lagi. Butik akan dibuka dalam waktu 30 menit, ia masih bisa santai membaca buku seraya menyesap kopi.

***

"Kak, gimana? Mau, ya? Mau, 'kan?"

"Oke oke, tapi aku ngga janji dateng cepat. Toko lagi ramai."

"Yah, trus siapa yang jemput aku?"

Anjel memutar bola matanya. Sebenarnya merasa risih, tapi rasa sayang keburu menguasai.

"Kamu bisa naik ojek online buat ke sini, trus tungguin aku bentar, lalu kita makan."

"Ngga mau, ah! Panas tau, Kak!"

"Terus maumu apa?

Anjel menyangga ponselnya dengan pundak, sementara kedua tangannya sibuk menekan-nekan tombol di depan monitor meja kasir. Beberapa pembeli memperhatikan percakapannya, beberapa lagi memilih acuh dan segera mengambil antrian.

"...."

"Iya, deh. Terserah kamu. Awas ngambek-ngambek, ntar."

Anjel menutup ponselnya dan lanjut melayani pembeli yang semakin banyak. Sebenarnya, duduk di depan meja kasir bukanlah tugasnya. Reyna—Si Mbak Kasir—hari ini sakit dan tak bisa bertugas, alhasil Anjel-lah yang menggantikannya, walau sebenarnya di atas mejanya ada setumpuk pekerjaan yang belum tersentuh. Satu jam berlalu, pembeli sedikit demi sedikit sudah berkurang. Akhirnya ia bisa sedikit meregangkan otot-otot dan bersiap mengisi perut.

"Kalian istirahat dulu gantian, ya!" perintah Anjel pada Kristin, Anna dan Friska.

"Oke, Kak."

Anjel meraih ponsel, dompet dan kunci mobilnya. Ia baru sadar bahwa Si Bawel Azalea mungkin sudah membatu menunggunya di pinggir jalan. Siapa suruh datang kemari tidak mau? Setelah menyalakan mobil, ia segera meluncur ke Universitas Angkasa, tempat Azel berkuliah.

Anjel berkendara cukup kencang hingga begitu sampai di depan kampus. Ia bisa melihat Azel tengah duduk di halte seraya memainkan ponsel. Berbeda dengan Anjel yang suka mengenakan dress, Azel justru lebih suka mengenakan celana jeans yang dipadukan dengan hoodie atau kemeja panjang yang lengannya dilipat. Terkadang, rambut yang dicepol juga menghiasi penampilannya.

"Mau sampe kapan di situ? Sampe lebaran monyet?" Azel mendongak lalu mengerucutkan bibir saat tahu sang kakak meledeknya.

"Lama banget!"

"Aku udah bilang, 'kan, kalo aku masih banyak pembeli dan kamu ngga boleh ngambek?"

Azel diam saja dan langsung membuka pintu mobil. Mobil langsung melaju membelah jalan raya menuju restoran favorit mereka.

***

"Kak, kenapa kakak suka sekali kopi? Kenapa ngga coba minum jus? Bukannya jus lebih sehat?"

Anjel masih asyik menyuapkan potongan ikan nila bakar ke dalam mulutnya. Ia lebih suka mendengar pertanyaan Azel ketimbang menjawabnya. Bahkan, menjawab pun percuma karena sebenarnya Azel sudah tahu jawabnya.

"Terhitung sudah ke-1247 kali kamu menanyakan hal itu dan jawabanku masih sama," ucap Anjel santai dan tenang.

Azel berdecak, kakaknya memang tak bisa diajak bercanda. "Pantas aja kakak masih jomblo, garing banget, sih!"

"Mau jadi kayak ibu?" sindir Anjel seraya menatap ke arah lain.

"Ih, kakak!"

Anjel tertawa dan Azel semakin kesal. Ia lalu mengusap pucuk kepala Azel asal. "Kamu ini, sudah 22 tahun tapi masih saja sifatnya kayak anak SMA."

Lalu ledekan demi ledekan menghiasi suasana makan siang mereka saat ini. Meski begitu, mereka amat menikmati kedekatan ini dan mungkin sampai kapanpun takkan terpisah. Tiba-tiba saat sedang asyik bercanda, Azel malah menatap ke arah seberang jalan. Memandang sebuah toko bunga yang sepertinya lebih menarik untuk dilihat. Apalagi gadis itu juga melihat seseorang tengah memasuki toko bunga tersebut.

"Kenapa, Zel?"

"Kak, kita beli bunga, yuk!"

Anjel mengernyitkan dahi. "Bunga, buat apa?"

Tbc. 

Related chapters

  • Turun Ranjang   Bagian Dua

    Azel mulai mengemasi barang-barangnya dan beranjak pergi, padahal makan siangnya pun belum habis setengah. Anjel bingung dengan tingkah adiknya, lagi pula untuk apa beli bunga? Bukannya Azel tidak terlalu suka bunga?"Kakak mau sampe kapan duduk di situ? Ayok!""Buat apa beli bunga? Di rumah udah banyak." Anjel masih enggan beranjak karena memang ia tidak minat. Azel memutar bola matanya dan menghampiri Anjel."Aku mau tunjukin sesuatu buat kakak, cepat!" Tak sabar Azel menarik tangan Anjel. Akhirnya dengan sangat terpaksa, Anjel melangkahkan kaki. Melihat sesuatu yang hendak ditunjukkan padanya.Kini mereka memasuki sebuah toko bunga yang tidak terlalu besar namun lumayan ramai. Dari luar nampak desain minimalis serba vintage yang akan menarik pembeli terutama wanita. Di depan kaca, nampak deretan keranjang-keranjang bunga yang berjajar rapi. Mulai dari bunga mawar, tulip, zinnia, lavender, azalea, anyelir dan banyak lagi. Pintu dibuka, lalu terdengar suara lonc

    Last Updated : 2021-09-11
  • Turun Ranjang   Bagian Tiga

    "Siapa?" Anjel memindahkan tas channel-nya dari tangan kanan ke tangan kiri. Sementara matanya menelisik ke dalam butik.Kristin tersenyum dengan senyuman yang aneh. Dia menaikkan sebelah alis kemudian mendekatkan bibirnya pada telinga Anjel. "Seseorang yang biasa disebut tampan. Dia datang membawa bunga dan bau lavender."Anjel semakin bingung, tanpa merespon perkataan Kristin, ia masuk dan menuju tempat yang biasa ia gunakan untuk menerima tamu di dekat kasir. Sebuah sofa beludru warna merah dan meja bundar di depannya. Sesampainya di sana, nampak seorang lelaki yang tengah mengenakan setelan kemeja warna putih dan celana jeans warna bitu gelap. Lengannya dilipat sebagian dan kancing depannya dibiarkan terbuka dua biji."Maaf, ada yang bisa saya bantu?" Anjel duduk di depan lelaki itu---di atas sofa tepatnya.Lelaki yang tengah memainkan ponselnya itu mendongak dan Anjel seketika tercengang. Lelaki itu tersenyum manis, kemudian meletakkan ponselnya di ata

    Last Updated : 2021-09-11
  • Turun Ranjang   Bagian Empat

    [Malam ini, Hotel Diamond]Anjel membaca pesan itu sekilas lalu tersenyum miring, ternyata Bram sungguh-sungguh mengejarnya. Ia tak habis pikir, mengapa Bram begitu gigih ingin meraihnya? Apa istimewanya dirinya?[Baik, pukul 7 malam]Anjel memasukkan ponsel ke dalam tas lalu melanjutkan fokus pada layar komputer. Untuk beberapa saat, semua masih aman hingga tiba-tiba ia mengingat peristiwa itu."Astaga!" Anjel memejamkan mata, mencoba meraih fokusnya kembali, tetapi ... bayangan itu ... rengkuhan itu ... bahkan hangatnya kecupan kilat itu masih terasa!"Ah! Sial!" Anjel berdiri lalu memijit pelipis agar lebih rileks."Kenapa aku terus mengingat kejadian malam itu?!"Anjel menggigit bibirnya gemas lalu berjalan perlahan menghadap kaca. Masih ingat kejadian malam itu, tiba-tiba Bram memeluk tubuh Anjel dari belakang dan membenamkan wajahnya pada tengkuk leher wanita itu. Hujan deras disertai petir menahan mereka untuk tetap singgah di hotel tempat m

    Last Updated : 2021-09-11
  • Turun Ranjang   Bagian Lima

    "Jadi, kapan kalian akan pacaran?"Pertanyaan menohok yang dilontarkan ayah seketika membuat Bram dan juga Anjel bungkam. Suasana yang tadinya ramah, kini beralih menjadi kikuk dan kaku. Ayah yang sebenarnya hanya basa-basi tiba-tiba juga merasa kikuk dan salah tingkah. Bram menatap ayah dengan senyuman canggung dan Anjel sendiri malah melotot tajam. "Loh, belum pacaran ya?""Ayah!" protes Anjel seraya mengerucutkan bibir."Um, masih proses, Yah. Sebentar lagi juga pacaran, kok," jawab Bram santai dengan senyuman ramah.Tawa ayah tiba-tiba meledak dan diringi dengan suara tawa Bram. "Ya sudah, jangan lama-lama. Ingatlah usia kalian, udah waktunya nikah!" timpal ibu juga tak mau kalah."Ah, ibu. Aku masih mau santai juga!" Anjel lagi-lagi protes dan ingin suaranya didengar."Tenang saja, Ibu. Setelah kami pacaran, sesegera mungkin kami akan menikah. Begitu 'kan, Njel?"Anjel tak habis pikir dengan pola pikir mereka yang ingin sekali melihatnya menik

    Last Updated : 2021-09-11
  • Turun Ranjang   Bagian Enam

    Anjel hanya diam dalam keheningan saat Bram memutuskan turun dari mobil lalu menghampiri wanita yang sepertinya telah menunggu kedatangan Bram itu. Anjel tak mau berpikir negatif, namun saat Bram memeluk wanita itu barulah Anjel mulai naik pitam.“Ha? Apa-apaan dia itu?” gumam Anjel.Setelah memeluk wanita itu, Bram kembali ke arah mobil lalu membukakan pintu untuk Anjel. Anjel berusaha untuk menutupi kekesalannya agar Bram tidak semakin menjadi-jadi.“Ayo turun,” ucap Bram dengan senyum merekah, tanpa dosa.Anjel hanya tersenyum tipis lalu turun dari mobil dengan anggun. Wanita itu memasang senyum yang begitu lebar. Anjel merasa bingung, mengapa wanita itu justru tersenyum? Siapa dia?“Kenalkan, Kak. Dia Anjeline, calon istriku,” ungkap Bram malu-malu.“Apa? Kak? Jadi .... “ gumam Anjel dalam hati.Wanita itu berjalan mendekati Anjel lalu memeluknya erat. “Oh, Adik Cantik. Selamat datang.&rdquo

    Last Updated : 2021-09-21
  • Turun Ranjang   Bagian Tujuh

    Chintya sontak menoleh cepat ke arah sumber suara lalu tersenyum lebar. “Bram?”Bram tanpa aba-aba langsung duduk di samping Anjeline yang masih bingung dengan kedatangan dirinya yang tiba-tiba. “Aku hendak menghabiskan waktu makan siangku di sini,” celetuk lelaki dengan setelan dominan abu-abu tersebut.Anjelin menoleh cepat pada Bram. “Makan siang? Memangnya sekarang waktunya makan?”Bram menggeleng. “Tidak, aku hanya membuat alasan. Hahaha!”Chintya berdecak sembari memasang wajah kesal. “Enggak lucu.”Anjeline hanya tertawa kecil lalu berdiri menuju dapur untuk membuat minuman. Meski butiknya hanya digunakan saat siang hari, tetapi keberadaan dapur benar-benar penting baginya. Jika sewaktu-waktu ada tamu istimewa, maka para karyawan atau dirinya bisa membuat sesuatu di sana. Saat Anjeline tengah menunggu cheese cake yang ia hangatkan di microwave, pikirannya l

    Last Updated : 2021-10-12
  • Turun Ranjang   Bagian Delapan

    Anjel mengamati sebuah amplop cokelat tua berukuran tiga puluh kali lima belas sentimeter yang ada dalam genggamannya. Pagi ini ia dikejutkan dengan kedatangan kurir pos yang tiba-tiba mengantarkan surat. Seingat Anjel, sudah hampir sepuluh tahun ia tidak menerima surat lewat pos. Anehnya, nama pengirim dan alamatnya tertulis milik Bram. “Untuk apa?” Hanya itu yang bisa Anjel ucapkan. Akhir pekan, keinginannya untuk memulai mempersiapkan keperluan pernikahan akhirnya tersendat. Tak ada yang tahu soal surat ini. Ayah dan ibu belum datang dan Azel belum turun dari kamar sejak tadi. Anjel membasahi bibirnya lalu membuka ujung amplop perlahan. Tangan kanannya menjorok ke dalam dan alisnya spontan bertaut saat akhirnya tahu apa isi dari amplop tersebut. “Katalog pernikahan?” Anjel semakin terkejut. Katalog itu berisi serba-serbi pernikahan, mulai dari dekorasi, catering, MUA, souvenir dan segala sesuatu yang dapat Anjel pilih. “Untuk apa Bram mengirimkan ini? Bukankah k

    Last Updated : 2022-03-28
  • Turun Ranjang   Bagian Sembilan

    "Tidak apa-apa, aku juga tahu kamu pasti sibuk.” Anjel masih berusaha mengatur emosi keterkejutannya saat membalas ucapan Bram.“Aku sedang dalam perjalanan,” ucap Bram lagi.“Aku tahu. Semoga selamat sampai tujuan.”Tak ada sepatah kata pun dari Bram, begitu juga Anjel yang terlihat enggan berbicara. Setelah beberapa menit terdiam, akhirnya Bram berdehem. Anjel menghela napas panjang. “Ada apa meneleponku malam-malam?”“Aku hanya ingin tahu kabarmu,” jawab Bram. Anjel tertawa kecil lalu memainkan jemarinya di atas sprei. “Kalau kamu sibuk, kamu bisa mematikan teleponnya sekarang. Aku tidak seperti kebanyakan remaja yang selalu minta ditemani.”“Bukan seperti itu, um.... “ Bram menggantung ucapannya. “Apakah kakakku sudah menemuimu?”“Besok,” sahut Anjel cepat. Tiba-tiba ia ingat sesuatu. “Oh iya, soal persiapan pernikahan.... ““Iya, ada apa?”“Aku akan mulai melakukannya setelah keluargamu datang kemari untuk memintaku secara langsung. Aku tahu ini aneh, tetapi kurasa orangt

    Last Updated : 2022-10-01

Latest chapter

  • Turun Ranjang   Bagian Sepuluh

    “Mungkin kamu suka konsep lain.” Hanya itu jawaban yang diberikan Bram. Anjel melirik lelaki itu sekilas lalu kembali berkutat dengan makanan. “Memangnya siapa yang memilih katalog itu kalau bukan kamu? Lagi pula untuk apa kamu kirimkan katalog itu padaku?”Anjel hampir siap menyiapkan makan siang, belum sempat Bram menjawab pertanyaan calon suaminya, tiba-tiba Azel muncul dari pintu dapur. Gadis itu mengenakan pakaian santai, kaus pendek warna putih agak ketat dan celana jeans sebatas lutut. Anjel yang terkejut melihat penampilan adiknya pun buru-buru mendekati lalu berbisik. “Kamu kenapa pakai baju seperti itu?”Azel melirik sekilas ke arah Bram. Lelaki itu salah tingkah lalu memilih untuk kembali ke ruang tamu. “Aku ingin membantu kakak,” jawab Azel polos. Anjel menghela napas panjang. “Sudah selesai.”Azel menunduk lalu memperhatikan penampilannya. “Memangnya kenapa pakaianku?”Anjel merapatkan giginya, kesal dengan adiknya yang terlampau polos. “Kurang sopan. Kita sedang

  • Turun Ranjang   Bagian Sembilan

    "Tidak apa-apa, aku juga tahu kamu pasti sibuk.” Anjel masih berusaha mengatur emosi keterkejutannya saat membalas ucapan Bram.“Aku sedang dalam perjalanan,” ucap Bram lagi.“Aku tahu. Semoga selamat sampai tujuan.”Tak ada sepatah kata pun dari Bram, begitu juga Anjel yang terlihat enggan berbicara. Setelah beberapa menit terdiam, akhirnya Bram berdehem. Anjel menghela napas panjang. “Ada apa meneleponku malam-malam?”“Aku hanya ingin tahu kabarmu,” jawab Bram. Anjel tertawa kecil lalu memainkan jemarinya di atas sprei. “Kalau kamu sibuk, kamu bisa mematikan teleponnya sekarang. Aku tidak seperti kebanyakan remaja yang selalu minta ditemani.”“Bukan seperti itu, um.... “ Bram menggantung ucapannya. “Apakah kakakku sudah menemuimu?”“Besok,” sahut Anjel cepat. Tiba-tiba ia ingat sesuatu. “Oh iya, soal persiapan pernikahan.... ““Iya, ada apa?”“Aku akan mulai melakukannya setelah keluargamu datang kemari untuk memintaku secara langsung. Aku tahu ini aneh, tetapi kurasa orangt

  • Turun Ranjang   Bagian Delapan

    Anjel mengamati sebuah amplop cokelat tua berukuran tiga puluh kali lima belas sentimeter yang ada dalam genggamannya. Pagi ini ia dikejutkan dengan kedatangan kurir pos yang tiba-tiba mengantarkan surat. Seingat Anjel, sudah hampir sepuluh tahun ia tidak menerima surat lewat pos. Anehnya, nama pengirim dan alamatnya tertulis milik Bram. “Untuk apa?” Hanya itu yang bisa Anjel ucapkan. Akhir pekan, keinginannya untuk memulai mempersiapkan keperluan pernikahan akhirnya tersendat. Tak ada yang tahu soal surat ini. Ayah dan ibu belum datang dan Azel belum turun dari kamar sejak tadi. Anjel membasahi bibirnya lalu membuka ujung amplop perlahan. Tangan kanannya menjorok ke dalam dan alisnya spontan bertaut saat akhirnya tahu apa isi dari amplop tersebut. “Katalog pernikahan?” Anjel semakin terkejut. Katalog itu berisi serba-serbi pernikahan, mulai dari dekorasi, catering, MUA, souvenir dan segala sesuatu yang dapat Anjel pilih. “Untuk apa Bram mengirimkan ini? Bukankah k

  • Turun Ranjang   Bagian Tujuh

    Chintya sontak menoleh cepat ke arah sumber suara lalu tersenyum lebar. “Bram?”Bram tanpa aba-aba langsung duduk di samping Anjeline yang masih bingung dengan kedatangan dirinya yang tiba-tiba. “Aku hendak menghabiskan waktu makan siangku di sini,” celetuk lelaki dengan setelan dominan abu-abu tersebut.Anjelin menoleh cepat pada Bram. “Makan siang? Memangnya sekarang waktunya makan?”Bram menggeleng. “Tidak, aku hanya membuat alasan. Hahaha!”Chintya berdecak sembari memasang wajah kesal. “Enggak lucu.”Anjeline hanya tertawa kecil lalu berdiri menuju dapur untuk membuat minuman. Meski butiknya hanya digunakan saat siang hari, tetapi keberadaan dapur benar-benar penting baginya. Jika sewaktu-waktu ada tamu istimewa, maka para karyawan atau dirinya bisa membuat sesuatu di sana. Saat Anjeline tengah menunggu cheese cake yang ia hangatkan di microwave, pikirannya l

  • Turun Ranjang   Bagian Enam

    Anjel hanya diam dalam keheningan saat Bram memutuskan turun dari mobil lalu menghampiri wanita yang sepertinya telah menunggu kedatangan Bram itu. Anjel tak mau berpikir negatif, namun saat Bram memeluk wanita itu barulah Anjel mulai naik pitam.“Ha? Apa-apaan dia itu?” gumam Anjel.Setelah memeluk wanita itu, Bram kembali ke arah mobil lalu membukakan pintu untuk Anjel. Anjel berusaha untuk menutupi kekesalannya agar Bram tidak semakin menjadi-jadi.“Ayo turun,” ucap Bram dengan senyum merekah, tanpa dosa.Anjel hanya tersenyum tipis lalu turun dari mobil dengan anggun. Wanita itu memasang senyum yang begitu lebar. Anjel merasa bingung, mengapa wanita itu justru tersenyum? Siapa dia?“Kenalkan, Kak. Dia Anjeline, calon istriku,” ungkap Bram malu-malu.“Apa? Kak? Jadi .... “ gumam Anjel dalam hati.Wanita itu berjalan mendekati Anjel lalu memeluknya erat. “Oh, Adik Cantik. Selamat datang.&rdquo

  • Turun Ranjang   Bagian Lima

    "Jadi, kapan kalian akan pacaran?"Pertanyaan menohok yang dilontarkan ayah seketika membuat Bram dan juga Anjel bungkam. Suasana yang tadinya ramah, kini beralih menjadi kikuk dan kaku. Ayah yang sebenarnya hanya basa-basi tiba-tiba juga merasa kikuk dan salah tingkah. Bram menatap ayah dengan senyuman canggung dan Anjel sendiri malah melotot tajam. "Loh, belum pacaran ya?""Ayah!" protes Anjel seraya mengerucutkan bibir."Um, masih proses, Yah. Sebentar lagi juga pacaran, kok," jawab Bram santai dengan senyuman ramah.Tawa ayah tiba-tiba meledak dan diringi dengan suara tawa Bram. "Ya sudah, jangan lama-lama. Ingatlah usia kalian, udah waktunya nikah!" timpal ibu juga tak mau kalah."Ah, ibu. Aku masih mau santai juga!" Anjel lagi-lagi protes dan ingin suaranya didengar."Tenang saja, Ibu. Setelah kami pacaran, sesegera mungkin kami akan menikah. Begitu 'kan, Njel?"Anjel tak habis pikir dengan pola pikir mereka yang ingin sekali melihatnya menik

  • Turun Ranjang   Bagian Empat

    [Malam ini, Hotel Diamond]Anjel membaca pesan itu sekilas lalu tersenyum miring, ternyata Bram sungguh-sungguh mengejarnya. Ia tak habis pikir, mengapa Bram begitu gigih ingin meraihnya? Apa istimewanya dirinya?[Baik, pukul 7 malam]Anjel memasukkan ponsel ke dalam tas lalu melanjutkan fokus pada layar komputer. Untuk beberapa saat, semua masih aman hingga tiba-tiba ia mengingat peristiwa itu."Astaga!" Anjel memejamkan mata, mencoba meraih fokusnya kembali, tetapi ... bayangan itu ... rengkuhan itu ... bahkan hangatnya kecupan kilat itu masih terasa!"Ah! Sial!" Anjel berdiri lalu memijit pelipis agar lebih rileks."Kenapa aku terus mengingat kejadian malam itu?!"Anjel menggigit bibirnya gemas lalu berjalan perlahan menghadap kaca. Masih ingat kejadian malam itu, tiba-tiba Bram memeluk tubuh Anjel dari belakang dan membenamkan wajahnya pada tengkuk leher wanita itu. Hujan deras disertai petir menahan mereka untuk tetap singgah di hotel tempat m

  • Turun Ranjang   Bagian Tiga

    "Siapa?" Anjel memindahkan tas channel-nya dari tangan kanan ke tangan kiri. Sementara matanya menelisik ke dalam butik.Kristin tersenyum dengan senyuman yang aneh. Dia menaikkan sebelah alis kemudian mendekatkan bibirnya pada telinga Anjel. "Seseorang yang biasa disebut tampan. Dia datang membawa bunga dan bau lavender."Anjel semakin bingung, tanpa merespon perkataan Kristin, ia masuk dan menuju tempat yang biasa ia gunakan untuk menerima tamu di dekat kasir. Sebuah sofa beludru warna merah dan meja bundar di depannya. Sesampainya di sana, nampak seorang lelaki yang tengah mengenakan setelan kemeja warna putih dan celana jeans warna bitu gelap. Lengannya dilipat sebagian dan kancing depannya dibiarkan terbuka dua biji."Maaf, ada yang bisa saya bantu?" Anjel duduk di depan lelaki itu---di atas sofa tepatnya.Lelaki yang tengah memainkan ponselnya itu mendongak dan Anjel seketika tercengang. Lelaki itu tersenyum manis, kemudian meletakkan ponselnya di ata

  • Turun Ranjang   Bagian Dua

    Azel mulai mengemasi barang-barangnya dan beranjak pergi, padahal makan siangnya pun belum habis setengah. Anjel bingung dengan tingkah adiknya, lagi pula untuk apa beli bunga? Bukannya Azel tidak terlalu suka bunga?"Kakak mau sampe kapan duduk di situ? Ayok!""Buat apa beli bunga? Di rumah udah banyak." Anjel masih enggan beranjak karena memang ia tidak minat. Azel memutar bola matanya dan menghampiri Anjel."Aku mau tunjukin sesuatu buat kakak, cepat!" Tak sabar Azel menarik tangan Anjel. Akhirnya dengan sangat terpaksa, Anjel melangkahkan kaki. Melihat sesuatu yang hendak ditunjukkan padanya.Kini mereka memasuki sebuah toko bunga yang tidak terlalu besar namun lumayan ramai. Dari luar nampak desain minimalis serba vintage yang akan menarik pembeli terutama wanita. Di depan kaca, nampak deretan keranjang-keranjang bunga yang berjajar rapi. Mulai dari bunga mawar, tulip, zinnia, lavender, azalea, anyelir dan banyak lagi. Pintu dibuka, lalu terdengar suara lonc

DMCA.com Protection Status