"Siapa suruh kamu tidak hamil-hamil? "
Nimas membelalakkan mata setelah mendengar Arjuna mengatakan hal itu. "Dengan atau tanpa izin darimu Winda akan tetap tinggal disini selama dirinya hamil!" tambah Arjuna dengan lantang. Mata Nimas berhenti berkedip seakan jiwanya telah terlepas dari raga. Dia terus menatap Arjuna yang sekarang menatapnya penuh ancaman. Bagai disayat sembilu, hati Nimas kini terasa hancur lebur. Suaminya baru saja mengakui bahwa telah menikahi sahabatnya dan ia dipaksa menerima wanita itu sebagai adik madu. Lebih gilanya lagi, Arjuna berencana untuk membawa wanita itu untuk tinggal satu atap dengannya! Di mana hati nurani Arjuna? Nimas sedang dalam mode tak sadarkan jiwa, sampai sebuah dorongan menyentuh lengannya. Nimas mengerjapkan mata. "Cepat buatkan susu hamil untuk Winda! Di tas itu ada lengkap kebutuhan Winda dan calon anak kami!" Bukan lagi sakit hati Nimas, melainkan hancur. Manik coklat itu berembun dan lambat laun mengeluarkan bulir-bulir air mata yang menetes dengan derasnya. Terlebih melihat tangan perempuan lain bergelayut manja di lengan Arjuna. Winda bahkan tidak mengelak sedikitpun dan justru malah terkesan memamerkan kemesraan bersama Arjuna di depan mata Nimas. Nimas masih butuh waktu untuk mencerna segalanya, tapi sepertinya Arjuna tidak peduli, karena lelaki itu kembali bicara. "Mulai malam ini kamu pindah ke kamar tamu, karena Winda sedang hamil muda. Jadi, dia butuh perhatian lebih dariku." kata Arjuna sembari mengusap lembut kepala Winda yang kini bersandar di dada bidangnya. Pemandangan yang tentu mengiris-iris dada Nimas. Tanpa peduli, Arjuna meninggalkan Nimas yang bahkan belum sempat berkomentar sedikit pun. "Ya Allah, cobaan-Mu kali ini sangat pedih untukku." Ujar Nimas sembari meremas perutnya yang masih rata, begitu sepasang pengantin yang tidak diketahui kapan mereka menikah itu berlalu dari hadapannya. Padahal, saat ini di dalam rahimnya juga telah tumbuh janin milik Arjuna. Kehamilan ini baru Nimas ketahui pagi tadi. Oleh karena itu, dia begitu semangat kala Arjuna berkata kalau hari ini dirinya akan pulang. Nimas tidak sabar untuk memberi tahu kabar kehamilannya pada Arjuna. Namun, siapa sangka kalau kepulangan Arjuna kali ini membawa pergi kebahagiaan Nimas tanpa sisa. Pernikahan mereka sudah berjalan sekitar 5 tahun, dan dalam kurun waktu itu, Nimas merasa kalau perhatian dan rasa sayang Arjuna hanya sampai memasuki usia pernikahan ke tiga saja. Selebihnya, pernikahan mereka mulai terusik karena tuntutan cucu dari orang tua Arjuna. Awalnya Arjuna meyakinkannya kalau tidak masalah kalau mereka belum juga memiliki keturunan. Dia pun selalu menghibur Nimas dengan kalimat lembutnya. Namun, desakan terus menerus dari keluarga membuat sikap Arjuna mulai berubah. Di sisi lain, Winda adalah satu-satunya teman berbagi keluh kesah yang Nimas punya. Wanita yang memiliki tubuh tinggi, langsing, dan berlesung pipit manis itu menjadi teman wanita satu-satunya untuk Nimas di tanah perantauan. Namun, siapa yang menduga jika orang yang sudah dipercaya dan dianggap sebagai saudara sendiri itu justru menusuknya dari belakang. Masih sambil berdiri, Nimas menutup wajahnya dengan kedua tangan, perempuan itu tidak bisa membendung air mata, tangisnya pecah bersama dengan hancurnya rumah tangganya karena ketidaksetiaan Arjuna. "Apa salah Nimas? Kenapa Mas Arjun tega menyakiti Nimas sedalam ini?" rintih Nimas yang akhirnya meluruhkan tubuhnya di atas lantai ruang tamu. Ditatapnya koper-koper besar yang tadi sempat di tunjuk Arjuna. Dengan tanpa perasaan, Arjuna juga meminta Nimas untuk membuatkan susu hamil bagi istri mudanya, padahal Nimas sendiri juga tengah berbadan dua. Perempuan bernama lengkap Nimas Ayu Aditi Mayangsari itu menikah dengan Arjuna Malik Ibrahim lima tahun yang lalu, di Jogja tempat pertemuan pertama mereka, saat itu Nimas masih kuliah, dia kerja di tempat karaoke buat menunjang kehidupan sehari-hari. Hampir satu tahun Arjuna mengejar cinta Nimas yang pemalu, perempuan itu bahkan baru selesai sidang kala Arjuna melamarnya. Akhirnya, Nimas luluh dengan kegigihan Arjuna. Oleh karena itu, seusai sidang, perempuan yang menyandang gelar sebagai sarjana hukum itu resmi dipersunting pangeran tampan yang awalnya menjanjikan kebahagiaan. Nimas yang sudah yatim piatu di boyong laki-laki itu ke ibu kota setelah Arjuna dipindahtugaskan di kantor pusat hingga sekarang. Siapa yang tahu kalau semua jadi begini? "Loh mana susu untuk Winda?" Pertanyaan bernada tinggi itu seketika menyadarkan Nimas dari lamunannya. Nimas berdiri menghampiri Arjuna yang tengah berkacak pinggang. "Mas, Nimas mau bicara." kata Nimas. Kali ini, dia sudah tidak peduli dengan wajah sembabnya, karena dia juga berhak menunjukkan luka yang sudah Arjuna torehkan. "Ngomong tinggal ngomong kok repot!" ketus Arjuna. "Mas sebenarnya ada..., "Mas Arjuuuunn!" belum tuntas kalimat yang akan Nimas ucapkan suara Winda terdengar memanggil suaminya. Nimas akan melanjutkan tapi Arjuna sudah keburu meninggalkan Nimas untuk bertolak kembali ke kamar utama yang kini di tempati Arjuna dengan Winda. Hati Nimas mencelos, bahkan kini dia bukan lagi prioritas Arjuna. Air mata Nimas kembali luruh sepertinya dirinya tidak akan sanggup dipoligami. Malang nian kebahagiaan Nimas harus dibarengi dengan pengkhianatan orang-orang yang di sayang. "Dek, kita pergi saja ya. Ibu tidak sanggup tinggal satu atap dengan ayahmu" lirih Nimas kembali mengusap lembut perutnya yang masih datar."Apa susahnya kamu tinggal terima Winda jadi adik madumu? Kamu juga kenal dia, gimana baiknya dia, royalnya dia. Ibu juga nggak asal kasih izin kalau Arjun nikahnya sama wanita sembarangan”.Luntur semangat Nimas kali ini. Niat hati ingin mengadu pada ibu mertuanya, tapi yang ada dia malah dicecar habis-habisan."Tapi, Bu..""Dengar ya, Nimas. Selama ini ibu sudah sabar menunggu kamu hamil, sedangkan semakin hari ibu makin tua. Jadi, apa salah kalau ibu ingin menimang cucu?" cecar Rubiah yang tak membiarkan Nimas membantah. Lagian kan laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu itu adalah hal yang lumrah.Pandangan Nimas memburam karena pelupuk matanya mulai terisi air mata yang siap mengalir. Kini tidak seorang pun yang berpihak padanya. Nimas bahkan belum sempat memberi tahu suami dan mertuanya soal dirinya yang hamil.Tak cuma Arjuna yang enggan mendengar apa yang ingin Nimas sampaikan, Rubiah juga demikian, kata-kata Nimas selalu dipotong sebelum perempuan itu selesai bicara.Ni
"Buruan!" nada perintah itu semakin tegas saja Nimas dengar."Mas, aku lelah. Suruh Winda bikin nasi goreng sendiri." kata Nimas berusaha menolak, karena dia tidak sudi menjadi pesuruh Winda. Sebab, Nimas sadar ngidam adalah akal-akalan Winda untuk menindas dirinya."Bukankah sudah kubilang, jadi istri itu yang penurut. Apa susahnya buatkan nasi goreng doang? Jadi manusia yang berguna sedikit kek!""Kalau menurut mas Arjun, Nimas sudah nggak berguna, maka lepaskan aku, Mas. Kehidupan ini terlalu singkat, berbahagialah bersama Winda."Mata Arjuna berkilat, perkataan Nimas berhasil menghunus hatinya.Nimas berusaha menopang tubuh agar tak ambruk di depan Arjuna. Sejak Arjuna memperlakukannya bak seorang pelayan, pria itu telah meremas Nimas hingga remuk tak berbentuk. Arjuna yang awalnya menjanjikan kebahagiaan, justru dia sendiri yang sekarang menjadi sumber luka terbesarnya. Menciptakan ribuan tombak beracun yang menancap apik di setiap sisi membuat pola duka pada hidup Nimas."Sejak
Sore itu Nimas makan ditemani oleh pria yang menjadi adik iparnya. Sejak sapaan yang hanya Nimas jawab 'baik’ atas pertanyaan pria itu, Bisma tak lagi bicara. Meski demikian, Nimas bersyukur, karena perasaan dan emosinya sungguh sedang tidak bisa diajak basa-basi."Arjuna sudah di jalan." penuturan Rubiah mau tak mau membuat Nimas menghela napas. Jika boleh jujur, Nimas belum siap bertemu dengan Arjuna karena luka tamparan di kedua pipinya mungkin akan segera sembuh, tetapi tidak dengan luka hatinya."Bu, Nimas masih mau disini.""Kamu ngomong sama Arjuna langsung, lagian keberadaan mu disana lebih dibutuhkan.""Dibutakan untuk menjadi babu" batin Nimas menimpali.Rubiah memang tidak menolak Nimas secara langsung, tapi bukankah itu bentuk penolakan halus?Meski Bisma turut berada di sana, tapi pria itu hanya diam memperhatikan dan menatap keengganan Nimas untuk kembali pulang bersama abangnya."Mungkin mereka bertengkar." pikir Bisma yang tetap melanjutkan makan dengan senyap.Tak la
Kepergian Arjuna dan Winda dimanfaatkan Nimas untuk mencari lowongan kerja. Tak hanya itu, dirinya juga mulai mencari-cari kost murah untuk ditinggali sementara.Setelah mendapat pukulan dua kali dari Arjuna, keinginan untuk memberi tahu pria itu tentang kehamilannya sirna sudah.Biarlah benih Arjuna tumbuh tanpa pria itu tahu, karena niatnya untuk bercerai dari suaminya semakin kuat. Arjuna telah berbuat zalim. Tidak hanya menyakiti fisik, Arjuna juga menyakiti jiwanya hingga rasanya luka yang digoreskan akan tetap basah selamanya.Setelah dipikir berulang kali pun, bertahan bukan pilihan yang bijak. Nimas tidak mau nantinya anak yang terlahir dari rahimnya disisihkan karena Arjuna sendiri sudah gelap mata. Antara dirinya dan Winda saja pria itu tak bisa adil, bagaimana nanti dengan anak-anak mereka?Wajah Nimas berubah murung. Akan sangat berat jika nekat meninggalkan rumah ini karena selama ini Arjuna yang menopang hidupnya. Namun, sekarang hubungannya sudah berbeda, Arjuna memili
Mata Nimas yang bersirobok dengan netra milik Bisma memburam. Nimas menutup wajah dengan kedua tangan. Tangisan yang keluar, gambaran dari betapa dia begitu rapuh dan butuh sandaran.Bisma mengurungkan niat untuk mendekat. Dia memilih membiarkan Nimas untuk menyelesaikan tangisannya dulu agar lebih lega.Bisma tidak akan meminta Nimas untuk berhenti menangis. Memberikan waktu untuk seseorang menuangkan tangisannya sampai selesai, bagaikan membiarkan dia mengoceh dan mengeluarkan amarah lewat ucapan.Hanya 10 menit waktu yang dibutuhkan Nimas untuk menuangkan kesedihannya melalui sebuah tangisan. Setelah itu, Nimas mencoba untuk menarik nafas dalam kemudian memberanikan diri menatap manik Bisma yang masih berdiri pada posisi semula."Aku nggak berniat sembunyikan kehamilanku, awalnya aku ingin memberi tahu mas Arjuna, tapi hingga detik ini, dia..."Nimas tak mampu melanjutkan ucapannya dadanya sungguh sesak memikirkan kemungkinan yang akan terjadi.Sementara Bisma ekspresinya begitu se
Nimas baru keluar kamar saat tiba waktu makan malam.Dimeja makan sudah ada Arjuna dan Winda yang tengah menikmati hidangan tanpa perduli pada Nimas yang masih merupakan nyonya rumah disini.Sekuat-kuatnya hati Nimas jika terus-terusan melihat suami dan pelakor berbahagia diatas penderitaan yang dia alami hatinya tetap saja terluka."Sudah bangun?" suara Arjuna tak Nimas jawab."Sini makan, tadi Winda sudah pesan banyak makanan untuk makan malam kita." tatapan hangat kembali Arjuna layangkan pada istri pertamanya."Aku nggak lapar.""Dasar nggak bersyukur, gengsi aku yang beli makanannya? La situ pemalas, tidur nggak tau waktu.""Kamu..,""Sudahlah Nimas, jangan diambil hati. Winda lagi hamil muda, mood-nya naik turun." nasehat Arjuna yang terkesan membela Winda. Lagi dan lagi."Mas, kamu nggak pernah ngertiin aku, aku juga istrimu.""Apa kamu sudah merasa jadi istri yang baik? Sudah beberapa hari ini kamu nggak lakuin tugasmu layaknya istri." suara Arjuna kembali naik.Egois. Banyak
Nimas baru selesai membersihkan diri ketika pintu ruangannya terbuka.Bisma datang setelah selesai piket, pria itu membawa sesuatu di tangannya.Kemarin Nimas sudah membawa kasus penganiayaan yang dialami nya ke kantor polisi, seharusnya hari ini surat panggilan sudah diterima Arjuna.2 hari Nimas berada di rumah sakit untuk pemulihan. 2 hari juga ponselnya sengaja dinonaktifkan.Berpuluh-puluh kali juga Arjuna menghubungi tapi nomor Nimas tidak terhubung.Arjuna semakin murka saja saat Winda memberikan bukti rekaman dimana Nimas pergi menaiki mobil dengan pria lain dua hari yang lalu. Di tambah hari ini sebuah surat panggilan tiba-tiba datang kepadanya semakin membuat pria itu dilanda emosi yang luar biasa.Karena itu intensitas panggilan dan pesan dari pria itu makin menggila.Nimas yang baru mengaktifkan telpon genggamnya langsung mendapatkan notifikasi ratusan panggilan dan pesan dari Arjuna.Baru akan meletakkan benda itu kembali di atas meja, benda itu berdering, dan nama Arjun
"Oke, kalau itu maumu! Tapi jangan ada barang satupun yang kamu bawa dari hasil uangku!" Kepala Nimas terangkat guna melihat wajah Arjuna, dari ekor matanya Nimas bisa menangkap ekspresi mengejek Winda karena ucapan Arjuna. Tekat Nimas sudah bulat, lebih baik pergi dalam keadaan terhina dari pada menanggung rasa sakit yang akan merenggut kewarasannya. Untuk kehamilannya, Nimas memutuskan bungkam, biar waktu yang akan menguak segalanya. Saat ini menjauh dari Arjuna adalah pilihan terbaik. Nimas menunduk guna menahan gejolak luka akibat perkataan Arjuna, dia merasa terbuang dan terhina di depan Winda. Tapi tidak apa-apa, lagi pula dia membawa bagian dari Arjuna yang akan dibesarkan sepenuh cinta. Setelah sedikit tenang perempuan itu akhirnya mengangkat kepalanya, senyum hangat tersungging di bibirnya. Nimas tidak berteriak, ataupun meraung, perempuan itu justru tersenyum anggun. "Baiklah," sepatah kata yang mampu menarik perhatian Arjuna sepenuhnya. Arjuna tidak akan mendug
Bisma menuntun istrinya untuk duduk di tempat tidur."Mas__"Bisma memandang istrinya." Ya sayang" jawab Bisma tersenyum." Ada yang ingin ku sampaikan" Ujar Nimas menyentuh pipi Bisma." Apa itu?" Bisma menangkap tangan Nimas dan membawanya pada bibirnya untuk di kecup."Mas Bisma sebenarnya_________"Nimas menatap wajah Bisma yang terlihat penasaran dengan apa yang akan di katakan.Nimas membawa telapak tangan Bisma, dan di kecupnya beberapa kali sebelum di bawa keatas perutnya.Nimas mendekatkan bibirnya ke telinga Bisma." Disini ada anak kita" Bisik Nimas lirih, secepat kilat menjauh dari telinga Bisma dan menatap wajah suaminya." Sayang_____"Nimas mengangguk." Aku juga baru sadar setelah melihat vitamin yang dokter resep kan untukku, dan juga aku baru sadar selama kita menikah aku tidak pernah mendapatkan tamu bulananku "" Ya Allah__ Masyaallah!!" Bisma terengah, sedikit panik dan juga kaget. Bisma membalas tatapan mata istrinya dengan raut penuh iba, bibirnya yang bergeta
Pagi itu Nimas tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya di bantu Bu Yuri yang sejak subuh sudah datang karena ingin melihat Bisma secara langsung. Nimas yang tengah menata menu di meja terpaku pada kepingan vitamin yang diresepkan untuknya, wanita itu merasa familiar.Nimas mengingat tidak ada pesan apapun dari Mama mertuanya ketika mereka pulang dari rumah sakit.Datangnya sang suami dengan keadaan selamat menyedot perhatian semua orang termasuk dirinya sendiri, Nimas bahkan tidak memikirkan apa yang terjadi pada dirinya sendiri, terlalu lega, terlalu bahagia orang yang dicintainya pulang dengan keadaan selamat."Ya Tuhan, mungkinkah?" Air mata Nimas mengalir tanpa bisa dicegah. Buru-buru meninggalkan dapur dan berjalan cepat ke kamar utama.Nimas buru-buru melihat kalender yang ada di kamar mereka, wanita itu terpaku pada barisan angka yang diamatinya, seketika tangisnya pecah sadar jika semenjak dia menikah dengan Bisma, dirinya tidak pernah mendapatkan tamu bulanannya.Ta
Derai tawa Winda membuat ketakutan Rubiah. Wanita itu berusaha mendekati Winda tapi di halangi oleh Arjuna."Biarkan Ma,""Tapi Arjuna, ..." Arjuna menggelengkan kepalanya, membuat Rubiah pasrah."Cerai kamu bilang? SETELAH AKU MATI-MATIAN BERJUANG, DAN KEGUGURAN BERKALI-KALI ANAK KAMU' KAMU AKAN MEMBUANG KU SEPERTI SAMPAH BEGITU??!!" Winda berteriak histeris."Berani kamu ceraikan aku, akan ku habisi anak perempuan jalang itu!!""WINDA!!""APA?!"Dada Arjuna naik turun, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, Winda benar-benar sudah tidak bisa di tolerir lagi, istrinya terlalu mengerikan."Vanilla tidak ada hubungannya dengan rusaknya hubungan ini, semua bermula dari KAMU!" hardik Arjuna.Rubiah terhenyak menatap wajah anak dan menantunya, untuk kali ini dia tidak mengharapkan Arjuna bercerai seperti yang sebelumnya, hatinya seperti teriris harus menyaksikan kegagalan Arjuna untuk yang kedua kalinya, dan sangat disesalkan perceraian putranya yang terdahulu akibat campur tangan dar
Terlalu bahagia mengetahui jika Bisma selamat, tak ada satupun dari mereka yang sempat memberi tahu perihal kehamilan Nimas pada keduanya.Rubiah mengingatnya setelah sampai di rumah. Ingin membahasnya, tapi dia tidak ingin menciptakan keributan untuk anak sulungnya. Terlebih Rubiah tahu jika mood menantunya sedang tidak baik.Rubiah tidak menutup mata dengan kebencian yang terang-terangan Winda tunjukkan untuk Nimas. Dirinya juga sedikit merasa bersalah dengan menantunya itu karena tidak bisa mengendalikan perasaan bahagianya mengetahui Nimas akan memberinya cucu lagi.Rubiah tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan Vanilla, wanita paruh baya itu merasa sangat berdosa pada cucunya itu karena dulu pernah meragukan ayah biologisnya.Sepanjang perjalanan menuju kediamannya, wanita itu sudah menangkap ekspresi jengah dari menantunya, Arjuna alih-alih mengajak istrinya bicara pria itu sejak tadi hanya sibuk dengan telpon genggam yang terus berada di genggaman."Untuk har
Polisi terlalu cepat menyampaikan kabar duka, terlalu gegabah mengambil kesimpulan jika Bisma tidak selamat. Hal itu tentu saja merugikan keluarga, membuat keluarga korban merasa berduka dan putus asa.Nimas tidak berani mengurai pelukan. Takut-takut jika sosok dihadapannya hanya bayangan. Nimas terlalu tenggelam dalam ketakutannya kehilangan suami sekali lagi.Arjuna membuang napas dari bibirnya seraya tersenyum saat melihat wanita yang begitu dicintainya sedang menangis di pelukan adiknya. Dadanya yang bergemuruh karena rasa sedih berangsur lega.Rasa cemburu itu masih menggerogoti, tetapi Arjuna berusaha sadar diri.Air mata Arjuna mengalir meskipun bibir pria itu tengah menerbitkan senyum.Yudhistira terpaku dengan pemandangan di hadapannya beberapa saat, sebelum pemuda itu menghampiri dimana sang bunda berdiri, Yudhistira segera bergegas membawa Bunda Zoe yang sedang duduk itu masuk kedalam dekapannya, dengan terburu-buru tanpa sepatah kata, tetapi siapapun tau hati pria itu se
"Nimas pasti syok, mungkin ada hikmahnya dia pingsan, agar pikiran nya tenang, kalau terus setres akan berbahaya untuk janinnya" Dokter yang seumuran dengan Zoe itu mendesah " Kalau dia sadar, sebisa mungkin kalian harus tenangkan, jangan biarkan dia sendirian dulu" Rubiah mengangguk, perasaan Arjuna juga sedang kalut."Bisma masih hidup, dia saat ini berada di kantor." Ungkap Novrian membuat kelegaan luar biasa." Apa dia baik-baik saja?" bibir Rubiah bergetar."Ya, dia akan segera datang kesini."" Syukur lah Tuhan." Baru saja mereka berunding sebuah suara membuat mereka semua mendesah lega."Apa yang terjadi pada istriku?" Bisma menghampiri kerumunan keluarganya." Bisma" Pekik mereka bersama, mereka merasa lega, justru Bisma yang merasa panik, akibat rasa khawatirnya terhadap sang istri." Ma, apa istri ku baik-baik saja?" tanya Bisma khawatir, padahal semua orang tengah menatapnya haru, Bisma terlihat baik-baik saja.Melihat Mama nya yang menangis lega, Bisma justru semakin pani
Semua terkejut ketika tiba-tiba Nimas meringis meremas perutnya. Zoe berhasil menangkap tubuh wanita itu sebelum tersungkur.Arjuna dan Yudhistira maju bersama, tetapi Yudhistira jauh lebih cepat dan berhasil membopong wanita itu."Ya Allah apa yang terjadi?" Rubiah meraung."Bawa ke rumah sakit." Zoe ikut menepuk pundak Yudhistira.Yudhistira membawa Nimas kerumah sakit di ikuti oleh Arjuna dan yang lainnya.Sesampainya di rumah sakit Nimas langsung mendapat penanganan dan mereka semua masih menunggu hasil pemeriksaan.Lima belas menit kemudian, seorang dokter mencari keluarga yang tengah ditangani."Saya Mamanya " Rubiah bergegas mendekati dokter yang baru saja memeriksa menantunya."Kandungan Ibu selamat, tetapi keadaan Ibunya yang mengkhawatirkan, pasien seperti tidak memiliki semangat hidup, jiwa nya seperti tidak ingin bangkit, apa sebelum ini mental ibu baik-baik saja? maaf tapi tekanan darah Ibu tadi waktu di bawa kesini cukup tinggi, beliau seperti habis tertekan" Jelas sang
"Aku harus ke kantor polisi, bagaimanapun tidak ada bukti jika Bisma sudah tidak ada, Ma." Nimas baru tersadar tiga puluh menit yang lalu, dan kini wanita itu mulai merengek."Bangunan dan seisinya hancur, Nimas. Sulit untuk polisi,..."Nimas menggeleng, dia tidak ingin mendengar perkataan Rubiah selanjutnya.Hari Rubiah hancur melihat Nimas yang kehilangan semangat hidup.Di sisi lain, Arjuna menatap nanar mantan istrinya yang begitu terpukul karena kehilangan Bisma, untuk pertama kalinya Arjuna menyadari jika cinta Nimas untuknya benar-benar sudah habis.Mata keputusasaan itu menjadi bukti nyata jika ternyata dirinya benar-benar sudah kalah. Tidak ada lagi setitik cinta di hati Nimas untuknya.Nimas merasa sangat terluka, ketakutannya menjadi kenyataan. Kebahagiaan yang baru saja dia rasakan harus tiba-tiba berakhir, terkadang takdir sekejam itu bukan? Bahkan Nimas sudah berkali-kali sakit bertubi karena kehilangan, wajar jika Nimas tak ingin mengalaminya sekali lagi, tiada hentiny
Sekalipun disembunyikan rapat-rapat, akhirnya yang salah ketahuan juga.Hal tersebut pantas disematkan pada seorang jenderal bintang lima yang selama ini disegani oleh semua orang, tak terkecuali oleh istri dan anak sambungnya.Kepulangan Adi sepertinya sudah di tunggu oleh Zoe dan Yudhistira. Tapi raut wajah keduanya tidak seperti biasanya yang akan dipenuhi senyuman dan rona bahagia.Adi melihat mata istrinya sembab. Kedua tangan Yudhistira yang terkepal kuat di sisi tubuhnya. Seolah-olah siap menghantam lawan dengan sekuat tenaga."PEMBUNUH!!" desis Zoe dengan tatapan matanya yang galak. Perempuan yang terkenal sabar dan bijak sana itu tak lagi dapat mengendalikan amarahnya.Sepatah kata yang Zoe ucapkan membuat Adi terpana. Tak pernah sekalipun istrinya itu berani meninggikan suara di depannya selama puluhan tahun, apa lagi berani menghakimi seperti sekarang ini."Bun, kamu,.." Adi tak dibiarkan bicara. Zoe segera mengangkat telapak tangannya tinggi-tinggi."Ya Allah.... Ternyat