"Gila!" batin Lydia memikirkan semua.
Dia dan Damian sudah mencapai puncaknya,tapi permainan belum barakhir.
Damian membawanya ke hotel, kemudian berlanjut menggempurnya di ronde berikutnya. Lydia dibuat menjerit nikmat di kamar hotel, melakukan hubungan terlarang itu untuk yang kedua kalinya.
Di pagi hari, Lydia terbangun dengan tubuh yang terasa begitu lelah, tulang-tulangnya seperti mau copot! Dan bagian bawahnya terasa nyeri.
“Awh!” pekik Lydia ketika akan beranjak duduk.
Lydia meringis, dia bangun perlahan sambil melirik di sebelahnya. Sosok Damian masih memejamkan mata, tidur dengan tampang tenang.
Tatapan Lydia lantas tertuju ke dada bidang Damian yang terekspos, Damian masih belum mengenakan pakaian.
Glek!
Lydia meneguk ludahnya dengan kasar. Wah … betapa indahnya tubuh Damian, membuat keinginan Lydia untuk melukis tubuh telanjang itu muncul lagi.
Lydia menggeleng, berusaha menyadarkan dirinya. Ini bukan saat yang tepat untuk memikirkan itu. Sekarang dia harus segera kabur sebelum Damian bangun.
Setelah tersadar sepenuhnya, Lydia merasa menyesal. Sekarang dia tak ada bedanya dengan Marcell ‘kan? Melakukan hal buruk seperti ini. Namun, entah mengapa, Lydia merasa puas, seolah ada kelegaan yang dia rasakan.
Kira-kira kalau Marcell tahu sekarang dia sudah tidak perawan, dan yang mengambil keperawanannya adalah pria lain, bagaimana respon Marcell?
Marah, itu sudah pasti. Tapi, jika muncul skandal, pasti akan menghebohkan mengingat keluarga Marcell adalah keluarga pengusaha terkenal yang terpandang.
Jika ketahuan oleh publik, reputasi Lydia memang hancur, tapi setidaknya dia tidak akan hancur sendirian! Dia akan menyusun rencana untuk membalas Marcell dan keluarganya.
Sekembalinya ke rumah, Lydia bisa melihat raut kaget di wajah para pekerja. Namun, dia memilih untuk abai.
“Apa Marcell sudah bangun?” tanya Lydia.
“Belum, Nyonya.”
Lydia menghela napas lega. Untunglah Marcell kalau mabuk parah memang biasanya sulit bangun, bisa kesiangan.
Lydia tidak bermaksud menyembunyikan perbuatannya, tapi tidak untuk membongkarnya sekarang. Dia belum menyusun rencana dengan pasti.
“Rahasiakan apa yang kalian lihat dari Marcell. Jangan beri tahu dia kalau saya habis pergi keluar semalaman.”
“Baik, Nyonya.”
Lydia tersenyum tipis. Untunglah para pekerja di sini berada di pihaknya. Marcell tak mempedulikan mereka, jadi dia memanfaatkan kesempatan itu untuk merebut hati para pekerja.
Misalnya dengan memberikan bonus gaji tambahan, membelikan sesuatu yang mereka butuhkan, bahkan dia juga pernah membiayai operasi anak dari pekerja di sini. Semua kepedulian itu Lydia lakukan dengan tujuan membuat mereka memihaknya alih-alih Marcell.
*
Malam itu memang aman, Lydia tidak berakhir ‘tidur’ dengan Marcell karena suaminya tepar. Namun, bagaimana dengan malam-malam berikutnya?
Lydia berusaha menyusun ide agar Marcell tidak mengajaknya ‘tidur’. Untunglah malam ini dia dan Marcell ada acara, jadi bisa dipastikan mereka tidak akan bisa berhubungan badan.
Acara yang dimaksud adalah semacam pesta sekaligus pertemuan yang dihadiri oleh para pengusaha dan pejabat dari dalam maupun luar negeri.
Lydia berharap acaranya berlangsung sampai larut, atau kalau bisa Marcell pergi bersama teman-temannya ke luar setelah acara selesai dan kembali ke rumah dalam keadaan sudah lelah dan mengantuk. Pasti kalau begitu tidak mungkin meminta berhubungan s*ks ‘kan?
Malam ini Lydia sudah selesai di-make up dan dibantu berpakaian oleh para pekerja di rumahnya.
“Wow! Cantik banget istriku,” puji Marcell.
Marcell juga sudah selesai bersiap, tampilannya rapi dengan jas yang membalut tubuhnya. Dengan senyum mengembang, dia menghampiri Lydia yang sedang berdiri di depan cermin besar di kamar.
“Makasih, kamu juga ganteng banget,” sahut Lydia dengan terpaksa.
Mereka bertingkah seolah pasangan suami istri normal yang saling mencintai dan tak ada masalah apa pun.
Lydia menatap pantulan dirinya sendiri di cermin.
Dia merasa kalau dirinya memang begitu cantik dan elegan dalam balutan gaun berwarna baby blue ini, rambutnya yang hitam panjang dibiarkan tergerai lurus dengan indah, tulang selangkanya terekspos, begitu pula belahan dadanya.
Perhiasan juga tak lupa dikenakan. Terlihat sederhana, namun menunjukkan kesan mewah. Cincin, gelang, kalung, dan anting-anting yang begitu indah.
“Ayo, Sayang,” ajak Marcell dengan gaya gentleman mengulurkan tangannya.
Lydia menerima tangan itu dengan tampang malas lalu berjalan bersama Marcell menuju mobil yang sudah disiapkan.
Kalau Lydia tidak mengetahui kelakuan buruk Marcell yang berselingkuh di hari pertama pernikahan mereka dan berlanjut hingga dua tahun kemudian, dia mungkin akan jatuh cinta dengan perlakuan Marcell. Untungnya waktu itu semua langsung terbongkar.
Sekarang, mau Marcell berbuat sebaik atau seromantis apa pun padanya, dia tetap tidak tertarik dan justru merasa jijik. Karena Marcell masih saja mengulangi perbuatannya, tidak cukup dengan satu wanita, bahkan jal*ngnya ada lebih dari satu.
Tiba di lokasi, sang supir membukakan pintu mobil untuk mereka. Dia kembali digandeng oleh Marcell.
Di sini, Lydia harus berakting seperti istri bahagia, menyapa para pengusaha dan pejabat yang hadir dengan senyum terulas sambil terus menempel pada Marcell.
“Istrimu cantik sekali, Pak Marcell,” puji salah satu pengusaha.
“Haha, tentu. Saya merawatnya dengan uang dan kasih sayang yang berlimpah, dia jadi secantik ini.”
Lydia tertawa ringan mendengar perkataan Marcell yang lucu—karena tidak menyatakan fakta—sekaligus menyebalkan.
Setengah jam berlalu, Lydia mulai lelah hanya berdiri dan digandeng oleh Marcell ke sana kemari, apalagi dia mengenakan high heels yang terbilang tinggi, kakinya mulai sakit.
“Sayang, aku mau duduk dulu,” ujar Lydia.
“Oke.”
Marcell hanya merespon singkat lalu kembali mengobrol dengan para pebisnis lainnya.
Lydia menatap kesal dengan sikap cuek Marcell, tapi dia sudah terbiasa, jadi dia tidak protes.
Dengan senyum ramahnya, dia berpamitan kepada para pria dan wanita yang sedang mengobrol dengan Marcell lalu berjalan ke salah satu meja bundar dan duduk di sana.
Lydia mengambil champagne yang disediakan. Dia menyesap pelan sambil menatap sekeliling.
“Membosankan,” gumam Lydia.
Di saat-saat seperti ini, dia jadi ingin melukis, menyendiri di paviliun dan fokus pada canvas sambil mendengarkan alunan piano dari musik klasik. Bau cat yang menguar di ruangan, tak ada yang menganggu, begitu tenang.
Tiba-tiba terbayang di kepala Lydia tentang tubuh telanjang Damian. Keinginan untuk melukis Damian muncul lagi. Ditambah bayang-bayang kejadian panas malam itu.
Tanpa sadar, pipi Lydia bersemu merah.
Apa mungkin mereka bisa bertemu lagi?
“Itu nggak mungkin. Lebih bagus kalau kita nggak bertemu lagi, aku nggak tahu harus bagaimana menghadapi orang itu,” gumam Lydia.
Entah sudah berapa lama duduk di sini, Lydia tak terlalu memperhatikan waktu lagi. Namun, dia dibuat terkejut ketika melihat sosok Adel—j*lang Marcell—datang di acara ini.
Apa mungkin Adel diundang oleh seorang pengusaha atau pejabat? Karena wanita gatal seperti Adel pasti punya sugar daddy, mungkin saja tak hanya Marcell yang diperas uangnya.
Mata Lydia bergerak mengikuti Adel yang sedang tertawa bersama pria-pria lain, kemudian dia lihat gerak Adel yang ternyata menghampiri Marcell.
Dengan tak tahu malu, Adel menggandeng Marcell, mereka berbisik-bisik lantas berjalan pergi dari sana.
“Sebentar, mereka mau ke mana?”
Lydia panik. Kalau di rumah, dia tak akan ikut campur perselingkuhan Marcell, tapi ini di luar! Reputasinya dipertaruhkan!
Dia memang ingin menghancurkan reputasi dirinya, keluarganya, dan keluarga Marcell, tapi tidak sekarang. Ada rencana yang harus dia susun dengan matang.
Dengan tergesa, Lydia bangkit dari duduk dan berjalan mengekori Marcell. Namun, karena terlalu fokus menatap Marcell sambil berjalan tergesa, dia sampai menabrak pundak seseorang.
Bruk!
“Maaf, saya—”
Kalimat Lydia terputus saat tatapannya naik dan bertemu dengan sepasang mata biru yang begitu familiar.
Dunia seolah berhenti berputar.
Mata biru yang jernih dan menusuk, memancarkan aura dingin yang misterius. Cahaya lampu memantulkan kilauan dalam iris biru pria itu. Lydia merasa terhipnotis lagi, seperti waktu itu.
“Anda …”
Tentu saja Lydia tidak lupa. Itu adalah pria yang bertemu dengannya di galeri seni, pria yang menghabiskan malam panas dengannya, sekaligus pria yang mengambil keperawanannya!
“D-Damian …”
Jantung Lydia berdegup kencang, dadanya naik turun dalam ritme tak terkendali. Tenggorokannya mendadak kering, seolah kata-katanya tersangkut di sana, enggan keluar.Keterkejutan melandanya begitu dalam hingga Lydia hanya bisa kembali membisu, berdiri mematung di hadapan Damian.Sedangkan Damian tampak tenang, memandang Lydia dengan sorot yang sulit diartikan.“Kita bertemu lagi,” ucap Damian.Suara Damian yang dalam membuat Lydia tersentak, lamunannya buyar.Lydia berdehem. Hanya mendengar suara Damian pun membuatnya merasa tergoda, nada yang rendah dan sedikit serak membuatnya berdesir. Sejenak, Lydia lupa cara bernapas.Sial!Ada apa dengan dirinya? Lydia baru pertama kali merasakan hal seperti ini, bahkan dengan Marcell pun dia tidak pernah merasakannya. Apa mungkin karena malam itu mereka sudah menghabiskan kegiatan panas bersama?“Ya, kita bertemu lagi,” sahut Lydia, memaksakan senyum yang terkesan kaku. “Anda di sini …”Ingin sekali Lydia bertanya, mengapa bisa Damian ada di si
Damian mengernyit. “Balas dendam?”“Ya. Detailnya akan saya jelaskan nanti, kita harus bertemu di tempat lain, hanya berdua. Anda masih menyimpan kartu nama saya ‘kan?”Damian mengangguk singkat.“Kalau begitu, hubungi saya saat Anda setuju, kita bisa langsung bertemu dan membicarakan detailnya.”Lydia tidak melihat perubahan di raut wajah Damian, masih tampak datar. Berbeda sekali dengan malam itu, dia bisa melihat raut kenikmatan di wajah Damian.Astaga, apa yang dia pikirkan?! Ini bukan waktunya untuk memikirkan hal mesum.“Lalu apa yang saya dapatkan dengan membantumu? Selain kamu menjadi tunangan pura-pura saya. Tanpa kamu pun saya bisa mencari wanita lain,” ujar Damian.Lydia meneguk ludah. Dari perkataan Damian, seolah Damian ingin dia membuktikan ‘nilai’ dirinya di hadapan Damian, apakah dia benar-benar berguna atau tidak? Nada bicara Damian pun terkesan menuntut dengan aura mengintimidasi, berbeda dengan malam itu.“Harus saya, anda nggak akan kecewa kalau memanfaatkan saya.”
“Anda mengenal suami saya?” tanya Lydia, dia berusaha tenang dan menahan sakit hati atas perkataan pedas Damian padanya.“Tentu.”“Boleh saya tahu anda siapa?”Karena Damian sudah mengulik tentangnya, dia juga berhak tahu tentang Damian ‘kan? Sebelum mereka bekerja sama.Lydia memperhatikan Damian yang mengeluarkan kartu nama pria itu lantas menyodorkan ke hadapannya.Lydia mengambilnya dan mulai membacanya. Beberapa detik kemudian, dia nyaris dibuat menganga.Damian Bradley Anderson. Tertulis nama lengkap Damian di situ.“I-ini …”Lydia meneguk ludah. Damian dari Anderson Group? Keluarga konglomerat yang masuk ke dalam daftar sepuluh besar orang terkaya di negara ini? Apa Damian salah satu penerusnya?Selama ini, yang Lydia tahu, mengenai perusahaan milik Anderson Group di dalam negeri dipimpin oleh generasi kedua yang itu artinya ayah Damian, apa sekarang sudah beralih ke Damian yang merupakan generasi ketiga?Dan, sepertinya benar, dilihat dari kartu nama Damian, tertera kalau pria
Namun, apa pun itu syarat dari Damian, Lydia bersedia. Justru bagus kalau seperti yang Damian katakan.“Saya bersedia melakukan apa pun selama bisa menjatuhkan Marcell. Senang mengetahui kalau kita punya musuh yang sama,” ungkap Lydia lantas tersenyum.Damian tidak merespon, tapi bisa Lydia lihat sudut bibir Damian sedikit tertarik ke atas seperti sedang tersenyum tipis.“Tapi kenapa anda nggak mencoba untuk mengakuisisi perusahaan Marcell secara damai?” tanya Lydia dengan tampang penasaran.“Saya pernah menawarkan kesepakatan bisnis, melakukan merger dan memberi janji kalau Marcell tetap bisa menjabat di posisi tertentu. Tapi nggak mudah, apalagi ayahnya, mereka menolak tegas.”Lydia manggut-manggut, meskipun tak terlalu paham karena dia tak peduli dengan apa yang Marcell kerjakan, tapi sepertinya memang rumit. Kedengarannya sih begitu.“Memakai cara dengan membeli saham mayoritas pun nggak bisa, karena saat ini pemegang saham utama adalah ayah Marcell, dan di bawahnya ada Marcell se
“Saya juga nggak akan menggoda anda lagi, dan nggak mau disentuh lagi. Dasar menyebalkan!” seru Lydia.Namun, tentu saja Lydia bicara begitu setelah Damian pergi dari sini. Dia tak mungkin mengutarakannya saat masih ada orangnya.Setelah kepergian Damian yang dengan tak berperasaan pergi lebih dulu dan meninggalkannya, Lydia yang tak ingin berlama-lama pun juga beranjak dari sana usai menghabiskan makanan dan minuman.“Berapa totalnya?” tanya Lydia saat akan membayarnya.“Sudah dibayar semua,” jawab pekerja di restoran tersebut.Lydia manggut-manggut. Tidak mengherankan, dia pun hanya berjaga-jaga bertanya begitu, pasti Damian sudah membayar. Justru aneh kalau Damian membiarkan Lydia yang membayar semuanya.Dalam perjalanan kembali ke rumah, Lydia berdebar-debar menantikan apa saja yang akan dia dan Damian lakukan ke depannya.Sudut bibir Lydia tertarik ke atas membentuk seringaian tipis. Dia tidak sabar menanti kehancuran keluarga Marcell dan keluarganya. Sudah lama dia ingin melihat
“Marcel …” geram Lydia.“Apa kata orang-orang kalau istriku bekerja di perusaahaan sainganku? Ini soal reputasiku juga, Lydia,” tegas Marcell dengan tampang serius.“Aku hanya akan menjadi karyawan biasa. Ada ribuan pekerja lain di sana, jadi mereka nggak akan tahu aku istrimu. Nggak semua orang hapal denganku, bahkan banyak yang nggak tahu tentang sosok istri Marcell. Iya ‘kan?”Lydia membatin, bahkan sepertinya lebih banyak orang yang tahu sosok jalang Marcell daripada istri Marcell.Marcell mendengkus. “Dari sekian banyak perusahaan, kenapa harus di sana, Lydia?”“Karena di sana yang saat itu sedang buka lowongan pekerjaan, kebetulan aja aku diterimanya di sana," dusta Lydia. Dia baru tahu kalau dirinya pintar mengarang.“Bagaimana kalau aku tetap menolak?”“Aku akan tetap berangkat,” ujar Lydia.Pasangan suami istri itu saling pandang dengan raut yang sama-sama serius, mereka seperti bersiap untuk berdebat dengan alot.Namun, sebelum itu terjadi, Lydia kembali berusaha meyakinkan
Lydia malu setengah mati! Dia salah tingkah dan tanpa pikir panjang mengambil sushi yang jatuh ke kotak menggunakan tangannya, tanpa sumpit, kemudian langsung dia lahap.Namun, karena terburu-buru, dia sampai tersedak.Uhuk-uhuk!Lydia tersedak semakin menjadi-jadi ketika melihat Damian mendekatinya. Dia pikir Damian mau apa, ternyata pria itu menyodorkan minum ke arahnya.“Minum perlahan,” suruh Damian.Lydia mengangguk lalu menerima minum dari Damian dan menegaknya sembari menahan malu dengan wajah yang sudah semerah tomat busuk.Setelah lebih tenang, Lydia melirik Damian dengan canggung, pria itu duduk di hadapannya.“Terima kasih,” ucap Lydia, tak menduga akan mendapatkan kepedulian dari Damian. Well … memberikan minum termasuk bentuk peduli kan?“Hm.”Damian hanya bergumam singkat dan mulai fokus menyantap makanannya.Lydia yang masih menyisakan perasaan mal
Lydia menahan tawa menatap ekspresi kaget yang terpampang di wajah Damian. Dia baru pertama kali melihatnya.Damian langsung terburu-buru mendorong kepala Lydia agar menjauh dari pundaknya.“Jangan dekat-dekat!” omel Damian.Lydia berdecak. “Anda sungguh nggak berperasaan! Jangan dorong saya!” serunya.Felix dan sang supir sontak terbelalak. Mereka tak menyangka Lydia akan seberani itu kepada Damian.“Saya nggak mendekati anda dengan sengaja. Lagi pula, anda yang membiarkan saya bersandar di pundak anda ‘kan?”Lydia merasa seperti orang lain saja, entah mengapa dia bisa seberani ini, bahkan dia tak pernah bertindak begini kepada Marcell.Damian diam, dia memalingkan wajahnya ke arah kaca jendela mobil di sampingnya.“Anda nggak mau menjawab?” desak Lydia.“Berpikirlah sesukamu,” ucap Damian dengan tampang sok cuek.Lydia mendengkus. Akhirnya mereka
Mendengar bisikan Damian, Lydia langsung melotot.“S-saya nggak mesum!” ujar Lydia dengan wajah yang mulai memerah. “Ini seni tahu! Seni!”“Seni, ya?”Dari nada suaranya, Damian seperti sedang meledek Lydia. Dia manggut-manggut, tapi belum menjauhkan wajahnya dari wajah Lydia, sedangkan Lydia sudah memalingkan wajah karena tak sanggup terlalu lama menatap ketampanan Damian dari jarak sedekat itu.Dari jarak yang begitu dekat, Damian mengamati wajah Lydia. Ternyata wanita ini sungguh … cantik.Tanpa Damian sadari, dia sedang mengagumi kecantikan Lydia. Dia jadi bertanya-tanya, mengapa Marcell menyelingkuhi wanita seperti Lydia? Sampai saat ini, dia belum menemukan sisi negatif Lydia yang bisa dijadikan alasan dia diselingkuhi.Damian sudah mencari tahu tentang Lydia. Yang dia temukan justru berita positif semua, dan prestasi Lydia sejak masa sekolah, kuliah, hingga menjadi pelukis seperti sekarang.
Marcell mengernyit, merasa aneh dengan tingkah sang istri.“Kenapa aku nggak boleh masuk ke kamar?” tanya Marcell, mendekati Lydia dengan tampang curiga. “Apa mungkin … kamu menyembunyikan sesuatu di sana?”Glek!Lydia refleks menelan ludah dengan kasar. Marcell memang benar, dia menyembunyikan sesuatu di dalam kamar, lebih tepatnya seseorang yang kalau Marcell tahu pasti akan membuat pria itu syok.Namun, Lydia berusaha untuk tetap tenang. Dia mendongak, menatap tepat ke mata Marcell.“Nggak. Aku nggak menyembunyikan apa pun. Hanya … kamarnya masih berantakan.”“Biarkan aja kalau berantakan, nanti dibereskan oleh ART. Kamu aneh.”“Ya, kamu benar.”“Kalau begitu, minggir, Lydia.”Kehabisan topik untuk membuat Marcell tak masuk ke kamar, Lydia akhirnya menyerah. Dia menggeser tubuhnya dari depan pintu kamar lantas membiarkan Mar
Lydia menahan tawa menatap ekspresi kaget yang terpampang di wajah Damian. Dia baru pertama kali melihatnya.Damian langsung terburu-buru mendorong kepala Lydia agar menjauh dari pundaknya.“Jangan dekat-dekat!” omel Damian.Lydia berdecak. “Anda sungguh nggak berperasaan! Jangan dorong saya!” serunya.Felix dan sang supir sontak terbelalak. Mereka tak menyangka Lydia akan seberani itu kepada Damian.“Saya nggak mendekati anda dengan sengaja. Lagi pula, anda yang membiarkan saya bersandar di pundak anda ‘kan?”Lydia merasa seperti orang lain saja, entah mengapa dia bisa seberani ini, bahkan dia tak pernah bertindak begini kepada Marcell.Damian diam, dia memalingkan wajahnya ke arah kaca jendela mobil di sampingnya.“Anda nggak mau menjawab?” desak Lydia.“Berpikirlah sesukamu,” ucap Damian dengan tampang sok cuek.Lydia mendengkus. Akhirnya mereka
Lydia malu setengah mati! Dia salah tingkah dan tanpa pikir panjang mengambil sushi yang jatuh ke kotak menggunakan tangannya, tanpa sumpit, kemudian langsung dia lahap.Namun, karena terburu-buru, dia sampai tersedak.Uhuk-uhuk!Lydia tersedak semakin menjadi-jadi ketika melihat Damian mendekatinya. Dia pikir Damian mau apa, ternyata pria itu menyodorkan minum ke arahnya.“Minum perlahan,” suruh Damian.Lydia mengangguk lalu menerima minum dari Damian dan menegaknya sembari menahan malu dengan wajah yang sudah semerah tomat busuk.Setelah lebih tenang, Lydia melirik Damian dengan canggung, pria itu duduk di hadapannya.“Terima kasih,” ucap Lydia, tak menduga akan mendapatkan kepedulian dari Damian. Well … memberikan minum termasuk bentuk peduli kan?“Hm.”Damian hanya bergumam singkat dan mulai fokus menyantap makanannya.Lydia yang masih menyisakan perasaan mal
“Marcel …” geram Lydia.“Apa kata orang-orang kalau istriku bekerja di perusaahaan sainganku? Ini soal reputasiku juga, Lydia,” tegas Marcell dengan tampang serius.“Aku hanya akan menjadi karyawan biasa. Ada ribuan pekerja lain di sana, jadi mereka nggak akan tahu aku istrimu. Nggak semua orang hapal denganku, bahkan banyak yang nggak tahu tentang sosok istri Marcell. Iya ‘kan?”Lydia membatin, bahkan sepertinya lebih banyak orang yang tahu sosok jalang Marcell daripada istri Marcell.Marcell mendengkus. “Dari sekian banyak perusahaan, kenapa harus di sana, Lydia?”“Karena di sana yang saat itu sedang buka lowongan pekerjaan, kebetulan aja aku diterimanya di sana," dusta Lydia. Dia baru tahu kalau dirinya pintar mengarang.“Bagaimana kalau aku tetap menolak?”“Aku akan tetap berangkat,” ujar Lydia.Pasangan suami istri itu saling pandang dengan raut yang sama-sama serius, mereka seperti bersiap untuk berdebat dengan alot.Namun, sebelum itu terjadi, Lydia kembali berusaha meyakinkan
“Saya juga nggak akan menggoda anda lagi, dan nggak mau disentuh lagi. Dasar menyebalkan!” seru Lydia.Namun, tentu saja Lydia bicara begitu setelah Damian pergi dari sini. Dia tak mungkin mengutarakannya saat masih ada orangnya.Setelah kepergian Damian yang dengan tak berperasaan pergi lebih dulu dan meninggalkannya, Lydia yang tak ingin berlama-lama pun juga beranjak dari sana usai menghabiskan makanan dan minuman.“Berapa totalnya?” tanya Lydia saat akan membayarnya.“Sudah dibayar semua,” jawab pekerja di restoran tersebut.Lydia manggut-manggut. Tidak mengherankan, dia pun hanya berjaga-jaga bertanya begitu, pasti Damian sudah membayar. Justru aneh kalau Damian membiarkan Lydia yang membayar semuanya.Dalam perjalanan kembali ke rumah, Lydia berdebar-debar menantikan apa saja yang akan dia dan Damian lakukan ke depannya.Sudut bibir Lydia tertarik ke atas membentuk seringaian tipis. Dia tidak sabar menanti kehancuran keluarga Marcell dan keluarganya. Sudah lama dia ingin melihat
Namun, apa pun itu syarat dari Damian, Lydia bersedia. Justru bagus kalau seperti yang Damian katakan.“Saya bersedia melakukan apa pun selama bisa menjatuhkan Marcell. Senang mengetahui kalau kita punya musuh yang sama,” ungkap Lydia lantas tersenyum.Damian tidak merespon, tapi bisa Lydia lihat sudut bibir Damian sedikit tertarik ke atas seperti sedang tersenyum tipis.“Tapi kenapa anda nggak mencoba untuk mengakuisisi perusahaan Marcell secara damai?” tanya Lydia dengan tampang penasaran.“Saya pernah menawarkan kesepakatan bisnis, melakukan merger dan memberi janji kalau Marcell tetap bisa menjabat di posisi tertentu. Tapi nggak mudah, apalagi ayahnya, mereka menolak tegas.”Lydia manggut-manggut, meskipun tak terlalu paham karena dia tak peduli dengan apa yang Marcell kerjakan, tapi sepertinya memang rumit. Kedengarannya sih begitu.“Memakai cara dengan membeli saham mayoritas pun nggak bisa, karena saat ini pemegang saham utama adalah ayah Marcell, dan di bawahnya ada Marcell se
“Anda mengenal suami saya?” tanya Lydia, dia berusaha tenang dan menahan sakit hati atas perkataan pedas Damian padanya.“Tentu.”“Boleh saya tahu anda siapa?”Karena Damian sudah mengulik tentangnya, dia juga berhak tahu tentang Damian ‘kan? Sebelum mereka bekerja sama.Lydia memperhatikan Damian yang mengeluarkan kartu nama pria itu lantas menyodorkan ke hadapannya.Lydia mengambilnya dan mulai membacanya. Beberapa detik kemudian, dia nyaris dibuat menganga.Damian Bradley Anderson. Tertulis nama lengkap Damian di situ.“I-ini …”Lydia meneguk ludah. Damian dari Anderson Group? Keluarga konglomerat yang masuk ke dalam daftar sepuluh besar orang terkaya di negara ini? Apa Damian salah satu penerusnya?Selama ini, yang Lydia tahu, mengenai perusahaan milik Anderson Group di dalam negeri dipimpin oleh generasi kedua yang itu artinya ayah Damian, apa sekarang sudah beralih ke Damian yang merupakan generasi ketiga?Dan, sepertinya benar, dilihat dari kartu nama Damian, tertera kalau pria
Damian mengernyit. “Balas dendam?”“Ya. Detailnya akan saya jelaskan nanti, kita harus bertemu di tempat lain, hanya berdua. Anda masih menyimpan kartu nama saya ‘kan?”Damian mengangguk singkat.“Kalau begitu, hubungi saya saat Anda setuju, kita bisa langsung bertemu dan membicarakan detailnya.”Lydia tidak melihat perubahan di raut wajah Damian, masih tampak datar. Berbeda sekali dengan malam itu, dia bisa melihat raut kenikmatan di wajah Damian.Astaga, apa yang dia pikirkan?! Ini bukan waktunya untuk memikirkan hal mesum.“Lalu apa yang saya dapatkan dengan membantumu? Selain kamu menjadi tunangan pura-pura saya. Tanpa kamu pun saya bisa mencari wanita lain,” ujar Damian.Lydia meneguk ludah. Dari perkataan Damian, seolah Damian ingin dia membuktikan ‘nilai’ dirinya di hadapan Damian, apakah dia benar-benar berguna atau tidak? Nada bicara Damian pun terkesan menuntut dengan aura mengintimidasi, berbeda dengan malam itu.“Harus saya, anda nggak akan kecewa kalau memanfaatkan saya.”