“Bunga dari siapa itu?”Lydia langsung melunturkan senyumnya saat baru saja menginjakkan kaki di dalam rumah.Marcell menghadangnya, menanyakan bunga dari Damian yang dia bawa ke rumah. Tentu saja, Lydia tak berniat membuang sebuket bunga ini.“Dariku, aku beli sendiri,” jawab Lydia, berbohong.“Sejak kapan kamu suka beli bunga?” heran Marcell.“Sejak hari ini,” jawab Lydia cuek.Marcell mengamati Lydia dengan tampang curiga. Sejujurnya, akhir-akhir ini Lydia memang aneh, seperti ada banyak hal yang wanita itu sembunyikan darinya.Lydia tak mempedulikan Marcell, dia yakin tak akan ketahuan kalau hanya perkara bunga.Saat tiba di kamar, dia menaruh bunga pemberian Damian di vas sambil memandanginya dan tersenyum-senyum sendiri.Lydia membuka ponsel, mengecek kalender di sana. Dia hampir lupa, pameran seni lukis di Prancis dimajukan, tak lama lagi. Dia harus segera menyelesaikan lukisan.Dia harap Marcell ada acara lagi di luar agar dia bisa membawa Damian ke rumah untuk menyelesaikan l
Lydia menatap lukisan tubuh Damian dengan pandangan yang tak bisa dijelaskan.Karya itu … sempurna. Setiap goresan menggambarkan sosok pria yang dia sukai. Tapi, justru karena itulah, dia merasa tidak rela membiarkannya jadi konsumsi publik.Damian menoleh, menyadari ekspresi Lydia yang berubah.“Kamu kenapa?” tanya Damian sambil mendekat, merangkul Lydia.Lydia menghela napas. “Aku … tiba-tiba merasa ragu.”“Ragu soal apa?”“Lukisannya.”“Hasilnya sudah sangat bagus. Apa yang membuatmu ragu?”“Bukan soal hasilnya.” Lydia menoleh, menatap Damian. “Aku ragu buat memamerkannya.”Damian mengernyit, dia tak paham. “Kenapa?”“Karena tiba-tiba aku merasa nggak rela.” Lydia terdiam sejenak. “Aku nggak mau lukisan tubuh telanjangmu ditatap banyak orang, nanti gimana kalau mereka menginginkanmu sa
Marcell mencengkeram gelas di tangannya seolah sedang memegang Lydia erat-erat. Dia tak akan melepaskan Lydia apa pun yang terjadi. Tak akan dia biarkan Lydia jatuh ke tangan pria lain!“Lydia, kamu akan menyesal. Awas kalau kamu kembali nanti,” batin Marcell.Sementara itu, di Paris.Lydia telah tiba di sana. Pagi ini, dia dan Damian keluar dari hotel di kawasan Montmartre, tangan Damian menggenggam tangannya dengan erat. Begitu hangat.Lydia mengenakan dress putih sederhana dengan outer berwarna krem, sedangkan Damian tampil santai dengan sweater abu-abu dan celana hitam. Mereka berjalan beriringan, menyusuri jalanan berbatu yang dipenuhi aroma roti hangat dan kopi dari toko-toko sekitar.Begitu melewati sebuah toko kecil bertuliskan Boulangerie Artisanale, aroma croissant yang baru dipanggang membuat perut Lydia meronta. Padahal, tadi dia sudah sarapan di hotel.Damian menoleh, dia menyadari mata Lydia yang m
Lydia menatap tangannya yang digenggam oleh Damian. Dia tersenyum kecil.Saat ini mereka sedang berjalan ke sebuah gang yang dipenuhi lampu gantung. Ada sebuah toko bernama Librairie des Rêves. Toko kecil yang jendelanya memajang buku seni, puisi, catatan perjalanan, dan sebagainya.“Mau mampir nggak? Dulu saat masih di Paris, aku sesekali mampir ke sini,” kata Lydia.“Oke, ayo mampir,” angguk Damian.Lonceng kecil berdenting saat mereka masuk. Aroma kayu dan halaman-halaman lama menyambut mereka.“Kamu suka buku kan?” tanya Lydia.“Hm.” Damian membenarkan.Lydia mengambil salah satu buku, membacanya. Sesekali dia memperhatikan Damian yang juga mengambil sebuah buku lalu membaca dengan serius.Sambil membalik halaman perlahan, Lydia masih sesekali menatap Damian. Suasana memang hening, tapi jantungnya bertalu-talu. Dia berdebar tak keruan hanya dengan memperhatikan Damian, sosok pria matang yang jauh lebih tua darinya itu terlihat begitu menarik.Bagaimana bisa Damian selalu terlihat
Matahari pagi menyusup pelan melalui celah tirai kamar hotel yang tak sepenuhnya tertutup.Sinar hangat itu mengenai wajah Lydia yang masih terlelap di bawah selimut tebal berwarna abu-abu. Rambutnya berantakan, sebagian menjuntai di bantal, sebagian lainnya menempel di pipinya yang memerah.Tentu saja kondisinya berantakan, ulah siapa lagi kalau bukan Damian yang menggempurnya dua ronde semalam?Damian sudah bangun lebih dulu. Dia duduk di sofa dekat jendela dengan laptop di pangkuannya, dia mengenakan celana pendek kaus putih.Rambut Damian masih berantakan, karena kegiatan semalam yang belum sempat dia rapikan sepenuhnya. Dia tampak begitu fokus mengurus pekerjaan meskipun di hari libur, membalas beberapa email penting dan berkomunikasi dengan Felix.Mendengar suara ketikan Damian di laptop, Lydia terbangun. Lydia menggeliat pelan. Tangannya meraba sisi kasur di sebelahnya yang kosong.Membuka mata, Lydia menatap sisi di sebelahnya."Damian?" panggil Lydia.Damian meletakkan laptop
Beberapa saat sebelumnya.Marcell sedang asyik berduaan dengan Adel yang terus bergelayut manja padanya.“Sayang, aku ingin beli tas baru,” rengek Adel.Namun, Marcell cuek. Pria itu yang biasanya amat memanjakan wanita jalang simpanannya, kini tak lagi sama. Lebih tepatnya sejak dia merasa ada keanehan dari Lydia.Marcell merasa tak tenang. Apa sebaiknya dia menyusul Lydia ke Prancis? Ah, tidak, dia masih ada urusan pekerjaan di weekend ini.“Sayang?” panggil Adel.Adel cemberut, Marcell tak menggubrisnya dan kini tampak melamun. Padahal, biasanya kalau dia sudah merengek manja apalagi berpenampilan seksi begini, Marcell akan tertarik, tapi belakangan ini tidak. Marcell seperti berubah.Tidak! Ini tidak boleh terjadi! Adel berusaha untuk berada di sisi Marcell selamanya dan mendapatkan harta pria itu, dia bahkan nekat mengandung anak Marcell. Jangan sampai Marcell berpaling darinya.“Apa kamu sedang memikirkan Lydia yang nggak menarik itu?” ejek Adel.Tak disangka, Marcell langsung m
Kembali ke masa sekarang.Lydia masih diam sambil memegang erat ponselnya, dia bingung untuk menanggapi Marcell yang terdengar emosi.Apa rencananya akan gagal total? Apa Marcell akhirnya tahu hubungannya dengan Damian? Sungguh, Lydia gelisah.“Kamu masih nggak mau menjawab?!” seru Marcell dari seberang sana. “Kalau begitu, segera pulang! Ini perintah! Kalau enggak, aku akan menyusulmu hari ini juga!”Lydia melongo. Dia tak menyangka Marcell sampai sebegitunya. Padahal, biasanya Marcell cuek padanya, tapi kenapa sekarang seolah posesif?“Tapi aku—”Panggilan terputus. Lydia berdecak kesal. Dia belum selesai bicara! Dasar Marcell sialan!Lydia menatap Damian dengan tampang bad mood.“Ada apa?” tanya Damian, dia tak mendengar obrolan Lydia dan Marcell karena tidak di-loudspeaker.“Marcell mengetahui lukisanku, dia marah, dan memerintahkanku untuk segera pulang. Kalau enggak, dia yang akan menyusul ke sini,” beri tahu Lydia.Damian pun turut terkejut. “Bagaimana Marcell bisa tiba-tiba ta
Lydia mendengkus. Dia yakin Marcell tak akan bisa menjawab, tapi dia juga yakin kalau Marcell tak merasa bersalah.Kesal karena Marcell masih diam, Lydia berjalan begitu saja melewati Marcell tanpa bicara apa pun lagi.“Lydia! Sebentar, aku belum selesai bicara denganmu!” seru Marcell.Namun, Lydia tak menggubris. Dan, sebelum dia masuk ke kamar, dia menoleh menatap Marcell yang tak mengejarnya. Rupanya, Marcell sedang ribut, dihadang oleh Adel yang baru kembali dan sedang marah-marah karena melihat Marcell membawa wanita lain—Grace.“Aku sudah muak. Aku harus segera keluar dari rumah ini,” gumam Lydia.*Pagi ini, Lydia sudah berdandan rapi, sedang bersiap untuk berangkat kerja ke perusahaan Damian seperti biasa. Hari ini juga, dia berencana untuk mengajak Damian mendiskusikan rencana mereka untuk menjatuhkan Marcell.“Mau ke mana kamu?” tanya Marcell ketika melihat Lydia keluar kamar.“Kerja,” jawab Lydia singkat.Lydia mengamati sekeliling, rupanya sudah tak ada lagi wanita bernama
“Kalian berdua, aku mohon berhentilah!” teriak Lydia.Namun, Damian dan Marcell tampaknya tak peduli, mereka masih saling hajar hingga wajah mereka terluka.Mereka baru berhenti saat Lydia berteriak kepada para bodyguard untuk memisahkan dua orang itu.Dan, Marcell yang paling banyak terluka tampak tak berdaya ketika melihat Damian membawa kabur Lydia darinya.Beberapa saat setelahnya, Lydia sudah dibawa ke apartemen Damian, dia berada di sana dan sedang mengobati luka di wajah Damian akibat pukulan Marcell.“Jangan terluka lagi, aku khawatir,” ujar Lydia.Damian tersenyum, menyentuh tangan Lydia di wajahnya. “Aku senang kalau kau khawatir padaku.”“Aku serius!” seru Lydia, menabok lengan Damian.“Sshhh …” ringis Damian.Lydia panik. “A-apa sakit? Di situ juga terluka?”Damian pura-pura kesakitan, dia langsung tersenyum setelahnya.“Enggak, aku hanya bercanda,” ujarnya.Lydia memberengut, tapi tak lama karena setelah itu dia bermanja-manja dengan memeluk Damian dan bersandar di pundak
“Hal penting apa yang mau kamu bicarakan sampai mengumpulkan kita semua?” tanya papa Damian kepada Alex.“Kalau bukan sesuatu yang penting, kamu akan tahu sendiri akibatnya,” ancam sang kakek.“Aku tahu, Kek,” ujar Alex.Alex melirik istrinya, mengangguk untuk memberi kode. Melanie pun maju, menunjukkan di layar laptop tentang foto pernikahan Lydia dan Marcell yang didapatkan oleh Alex setelah bertemu Marcell.“I-itu kan …” Mama Damian sontak melotot.“Ya, ini Lydia yang menjadi tunangan Damian. Sebetulnya dia adalah istri orang, lebih tepatnya istri Marcell,” jelas Melanie.“Apa?! Bagaimana bisa?!” pekik sang Papa.“Saya sempat merasa mengenal tunangan Damian, dan ternyata saya tahu karena tunangan Damian adalah seorang pelukis. Dan sepertinya mereka sudah berselingkuh cukup lama.”“Apa kau yakin berselingkuh? Bukan karena Lydia sudah bercerai dari Marcell?” tanya sang kakek yang masih tenang.“Aku yakin, Kek. Sekarang status Lydia masih istri Marcell. Damian menjadi orang ketiga dal
Meskipun tadi Marcell bilang tak peduli, tapi pada kenyataannya dia risau.Mengenai Lydia yang punya bukti perselingkuhannya, dia tak ingin itu tersebar sampai di keluarganya dan keluarga Lydia. Maka, sebelum itu terjadi, dia yang akan menyebarkan perselingkuhan Lydia lebih dulu!“Kamu akan menyesal karena sudah mengkhianatiku, Lydia,” geram Marcell. Dia tak berkaca pada dirinya sendiri, bahwa dialah yang mengkhianati Lydia lebih dulu.Sebelum berangkat kerja, pagi ini Marcell mengamati pintu kamar Lydia. Bagus, Lydia tak bisa keluar. Tak akan dia biarkan Lydia pergi, apalagi menemui Damian.“Jangan sampai istriku keluar, atau kalian semua akan dipecat!” ancam Marcell kepada para bodyguardnya.“Baik, Pak!” angguk mereka.Marcell pun melangkah pergi. Di dalam mobil saat menuju ke perusahaan, dia menghubungi orang tuanya dan orang tua Lydia, mengajak bertemu untuk makan malam di luar dengan alasan ada hal penting yang hendak dia bicarakan.*Malam harinya, di sinilah Marcell berada, di
Marcell mengepalkan tangannya, emosinya naik ke ubun-ubun. Dia sampai uring-uringan saat kembali ke kantor dan tak fokus dalam bekerja.Dia sampai pulang lebih cepat ke rumah, menunggu Lydia kembali untuk membicarakan ini.Sungguh, dia masih tak menyangka kalau Lydia yang dia pikir bisa menjadi istri patuh, ternyata berselingkuh darinya. Berani sekali wanita itu!“Awas kau nanti, Lydia. Aku nggak akan mengizinkanmu bertemu dengan Damian!” seru Marcell.Marcell berjalan mondar-mandir di ruang tamu, masih menanti Lydia. Dan, ketika mendengar suara mobil terparkir, dia langsung berdiri di depan pintu masuk, menghadang Lydia.Pintu terbuka, sosok Lydia muncul dengan raut heran menatap Marcell yang tampak emosi dan seperti sedang menunggunya.“Apa?” tanya Lydia.“Kau … kau berselingkuh dariku!” seru Marcell.Sontak, Lydia terbelalak. “A-aku—”“Nggak usah menyangkal! Aku sudah tahu semuanya! Pria yang menjadi muse lukisan telanjangmu, dia adalah selingkuhanmu, Damian!”Lydia semakin melebar
“Siapa orangnya! Cepat katakan!” seru Marcell dengan tampang tak sabar.“Saya akan memberi tahu, tapi dengan syarat anda harus mau bekerja sama dengan saya untuk menyingkirkan Damian dari posisinya di perusahaan.”Marcell langsung mengernyit. “Apa hubungannya perselingkuhan istri saya dengan Damian?”“Nanti anda akan tahu. Jadi, bagaimana? Apa anda setuju?”“Itu cukup sulit, anda tahu kan kalau kita juga bersaing? Saya, dan anda termasuk Pak Damian.”“Ya, itu benar. Tapi, saya berjanji akan membuat kesepakatan yang menguntungkan anda juga.”“Akan saya pertimbangkan, tapi beri tahu dulu soal selingkuhan istri saya.”Alex duduk bersandar dengan tampang santai, dia menyeringai sejenak.“Tadi anda sudah menyebut sendiri nama orangnya.”Marcell diam, mengingat-ingat sosok yang sempat dia sebut, kemudian langsung terbelalak.“Pak Damian?”“Ya. Dia adalah selingkuhan istri anda,” jawab Alex dengan raut serius.Marcell sempat terlihat kaget, tapi hanya sejenak sebelum dia tertawa. Tapi jelas
“Marcell pengusaha yang itu kan? Yang Damian pernah menobatkannya menjadi saingan bisnis baru?" tanya Alex.Melanie mengangguk. “Benar, yang itu. Kamu juga kenal orangnya, tapi kita nggak akrab, hanya pernah bertegur sapa beberapa kali.”Melanie mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan foto Marcell yang dia maksud kepada sang suami.“Yang ini,” tunjuknya.Alex mengangguk paham. “Hm … menarik kalau memang benar. Haha! Damian, kau sungguh gila!” serunya.Alex kembali tertawa, dia merasa bahagia mendadak, senang karena membayangkan bisa menjatuhkan Damian dengan cara ini, kemudian merebut posisi Damian.“Aku belum pernah bertemu dengan istri Marcell, jadi nggak tahu wajahnya. Tapi kamu tahu dari mana, Sayang?” tanya Alex.“Aku ingat sekitar dua tahun yang lalu, saat ke galeri seni, tiba-tiba heboh karena ada pengusaha muda yang katanya tampan datang mengunjungi istrinya yang seorang pelukis, dan karya istrinya sedang dipamerkan di sana.”“Ah, jadi si istri itu Lydia?”“Ya,” angguk Melanie
Lydia mendengkus. Dia yakin Marcell tak akan bisa menjawab, tapi dia juga yakin kalau Marcell tak merasa bersalah.Kesal karena Marcell masih diam, Lydia berjalan begitu saja melewati Marcell tanpa bicara apa pun lagi.“Lydia! Sebentar, aku belum selesai bicara denganmu!” seru Marcell.Namun, Lydia tak menggubris. Dan, sebelum dia masuk ke kamar, dia menoleh menatap Marcell yang tak mengejarnya. Rupanya, Marcell sedang ribut, dihadang oleh Adel yang baru kembali dan sedang marah-marah karena melihat Marcell membawa wanita lain—Grace.“Aku sudah muak. Aku harus segera keluar dari rumah ini,” gumam Lydia.*Pagi ini, Lydia sudah berdandan rapi, sedang bersiap untuk berangkat kerja ke perusahaan Damian seperti biasa. Hari ini juga, dia berencana untuk mengajak Damian mendiskusikan rencana mereka untuk menjatuhkan Marcell.“Mau ke mana kamu?” tanya Marcell ketika melihat Lydia keluar kamar.“Kerja,” jawab Lydia singkat.Lydia mengamati sekeliling, rupanya sudah tak ada lagi wanita bernama
Kembali ke masa sekarang.Lydia masih diam sambil memegang erat ponselnya, dia bingung untuk menanggapi Marcell yang terdengar emosi.Apa rencananya akan gagal total? Apa Marcell akhirnya tahu hubungannya dengan Damian? Sungguh, Lydia gelisah.“Kamu masih nggak mau menjawab?!” seru Marcell dari seberang sana. “Kalau begitu, segera pulang! Ini perintah! Kalau enggak, aku akan menyusulmu hari ini juga!”Lydia melongo. Dia tak menyangka Marcell sampai sebegitunya. Padahal, biasanya Marcell cuek padanya, tapi kenapa sekarang seolah posesif?“Tapi aku—”Panggilan terputus. Lydia berdecak kesal. Dia belum selesai bicara! Dasar Marcell sialan!Lydia menatap Damian dengan tampang bad mood.“Ada apa?” tanya Damian, dia tak mendengar obrolan Lydia dan Marcell karena tidak di-loudspeaker.“Marcell mengetahui lukisanku, dia marah, dan memerintahkanku untuk segera pulang. Kalau enggak, dia yang akan menyusul ke sini,” beri tahu Lydia.Damian pun turut terkejut. “Bagaimana Marcell bisa tiba-tiba ta
Beberapa saat sebelumnya.Marcell sedang asyik berduaan dengan Adel yang terus bergelayut manja padanya.“Sayang, aku ingin beli tas baru,” rengek Adel.Namun, Marcell cuek. Pria itu yang biasanya amat memanjakan wanita jalang simpanannya, kini tak lagi sama. Lebih tepatnya sejak dia merasa ada keanehan dari Lydia.Marcell merasa tak tenang. Apa sebaiknya dia menyusul Lydia ke Prancis? Ah, tidak, dia masih ada urusan pekerjaan di weekend ini.“Sayang?” panggil Adel.Adel cemberut, Marcell tak menggubrisnya dan kini tampak melamun. Padahal, biasanya kalau dia sudah merengek manja apalagi berpenampilan seksi begini, Marcell akan tertarik, tapi belakangan ini tidak. Marcell seperti berubah.Tidak! Ini tidak boleh terjadi! Adel berusaha untuk berada di sisi Marcell selamanya dan mendapatkan harta pria itu, dia bahkan nekat mengandung anak Marcell. Jangan sampai Marcell berpaling darinya.“Apa kamu sedang memikirkan Lydia yang nggak menarik itu?” ejek Adel.Tak disangka, Marcell langsung m