“Marcel …” geram Lydia.“Apa kata orang-orang kalau istriku bekerja di perusaahaan sainganku? Ini soal reputasiku juga, Lydia,” tegas Marcell dengan tampang serius.“Aku hanya akan menjadi karyawan biasa. Ada ribuan pekerja lain di sana, jadi mereka nggak akan tahu aku istrimu. Nggak semua orang hapal denganku, bahkan banyak yang nggak tahu tentang sosok istri Marcell. Iya ‘kan?”Lydia membatin, bahkan sepertinya lebih banyak orang yang tahu sosok jalang Marcell daripada istri Marcell.Marcell mendengkus. “Dari sekian banyak perusahaan, kenapa harus di sana, Lydia?”“Karena di sana yang saat itu sedang buka lowongan pekerjaan, kebetulan aja aku diterimanya di sana," dusta Lydia. Dia baru tahu kalau dirinya pintar mengarang.“Bagaimana kalau aku tetap menolak?”“Aku akan tetap berangkat,” ujar Lydia.Pasangan suami istri itu saling pandang dengan raut yang sama-sama serius, mereka seperti bersiap untuk berdebat dengan alot.Namun, sebelum itu terjadi, Lydia kembali berusaha meyakinkan
Lydia malu setengah mati! Dia salah tingkah dan tanpa pikir panjang mengambil sushi yang jatuh ke kotak menggunakan tangannya, tanpa sumpit, kemudian langsung dia lahap.Namun, karena terburu-buru, dia sampai tersedak.Uhuk-uhuk!Lydia tersedak semakin menjadi-jadi ketika melihat Damian mendekatinya. Dia pikir Damian mau apa, ternyata pria itu menyodorkan minum ke arahnya.“Minum perlahan,” suruh Damian.Lydia mengangguk lalu menerima minum dari Damian dan menegaknya sembari menahan malu dengan wajah yang sudah semerah tomat busuk.Setelah lebih tenang, Lydia melirik Damian dengan canggung, pria itu duduk di hadapannya.“Terima kasih,” ucap Lydia, tak menduga akan mendapatkan kepedulian dari Damian. Well … memberikan minum termasuk bentuk peduli kan?“Hm.”Damian hanya bergumam singkat dan mulai fokus menyantap makanannya.Lydia yang masih menyisakan perasaan mal
Lydia menahan tawa menatap ekspresi kaget yang terpampang di wajah Damian. Dia baru pertama kali melihatnya.Damian langsung terburu-buru mendorong kepala Lydia agar menjauh dari pundaknya.“Jangan dekat-dekat!” omel Damian.Lydia berdecak. “Anda sungguh nggak berperasaan! Jangan dorong saya!” serunya.Felix dan sang supir sontak terbelalak. Mereka tak menyangka Lydia akan seberani itu kepada Damian.“Saya nggak mendekati anda dengan sengaja. Lagi pula, anda yang membiarkan saya bersandar di pundak anda ‘kan?”Lydia merasa seperti orang lain saja, entah mengapa dia bisa seberani ini, bahkan dia tak pernah bertindak begini kepada Marcell.Damian diam, dia memalingkan wajahnya ke arah kaca jendela mobil di sampingnya.“Anda nggak mau menjawab?” desak Lydia.“Berpikirlah sesukamu,” ucap Damian dengan tampang sok cuek.Lydia mendengkus. Akhirnya mereka
Marcell mengernyit, merasa aneh dengan tingkah sang istri.“Kenapa aku nggak boleh masuk ke kamar?” tanya Marcell, mendekati Lydia dengan tampang curiga. “Apa mungkin … kamu menyembunyikan sesuatu di sana?”Glek!Lydia refleks menelan ludah dengan kasar. Marcell memang benar, dia menyembunyikan sesuatu di dalam kamar, lebih tepatnya seseorang yang kalau Marcell tahu pasti akan membuat pria itu syok.Namun, Lydia berusaha untuk tetap tenang. Dia mendongak, menatap tepat ke mata Marcell.“Nggak. Aku nggak menyembunyikan apa pun. Hanya … kamarnya masih berantakan.”“Biarkan aja kalau berantakan, nanti dibereskan oleh ART. Kamu aneh.”“Ya, kamu benar.”“Kalau begitu, minggir, Lydia.”Kehabisan topik untuk membuat Marcell tak masuk ke kamar, Lydia akhirnya menyerah. Dia menggeser tubuhnya dari depan pintu kamar lantas membiarkan Mar
Mendengar bisikan Damian, Lydia langsung melotot.“S-saya nggak mesum!” ujar Lydia dengan wajah yang mulai memerah. “Ini seni tahu! Seni!”“Seni, ya?”Dari nada suaranya, Damian seperti sedang meledek Lydia. Dia manggut-manggut, tapi belum menjauhkan wajahnya dari wajah Lydia, sedangkan Lydia sudah memalingkan wajah karena tak sanggup terlalu lama menatap ketampanan Damian dari jarak sedekat itu.Dari jarak yang begitu dekat, Damian mengamati wajah Lydia. Ternyata wanita ini sungguh … cantik.Tanpa Damian sadari, dia sedang mengagumi kecantikan Lydia. Dia jadi bertanya-tanya, mengapa Marcell menyelingkuhi wanita seperti Lydia? Sampai saat ini, dia belum menemukan sisi negatif Lydia yang bisa dijadikan alasan dia diselingkuhi.Damian sudah mencari tahu tentang Lydia. Yang dia temukan justru berita positif semua, dan prestasi Lydia sejak masa sekolah, kuliah, hingga menjadi pelukis seperti sekarang.
Alunan tenang piano musik klasik Nocturne in E Flat Major Op. 9 No. 2 karya Chopin menemani Lydia yang sedang melukis.Meski demikian, hasil lukisan Lydia menggambarkan kemarahan terpendam di balik raut datar dan tatapan dinginnya.Lukisan abstrak yang tak semua orang akan paham maknanya. Campuran warna merah, hitam, dan oranye dengan sapuan kasar dan tebal seolah warna-warna itu sedang berperang.Di bagian tengah lukisan, terdapat wajah yang tampak pecah dan terdistorsi, menggambarkan pengkhianatan yang selama ini dilakukan suaminya!“Sayang.....”Tanpa menoleh pun Lydia sudah tahu siapa yang memanggilnya ‘sayang’, dan siapa yang bisa masuk ke dalam paviliun belakang yang dikhususkan untuk tempat melukisnya? Tentu saja, siapa lagi kalau bukan Marcell, suaminya?Lydia menoleh, menatap pria yang berjalan mendekatinya dengan tampilan berantakan dan noda lipstik di bibir serta tubuh bagian lainnya. Belum lagi kiss mark di leher, seolah Marcell sedang pamer kalau dia baru saja ‘tidur’ de
Dengan wajah datar yang menyembunyikan kemarahannya, Lydia menginjak kuat sapu tangan miliknya di bawah sambil membayangkan dia menginjak Marcell dan Adel.Tatapan Lydia belum lepas dari Marcell, begitu tajam tanpa ada yang menyadarinya, seolah tatapan itu bisa membunuh Marcell seperti pedang tajam yang menghunus.‘Berapa lama lagi aku harus menahan penderitaan ini? Kapan aku bisa bebas?’ batin Lydia.Lydia menoleh, menatap jendela besar di samping. Dia ingin segera bebas dari keterikatan dengan Marcell dan membalas dendam, tapi tidak bisa. Ah, bukan tidak, melainkan belum.Dia kembali bersabar, seperti yang biasa dia lakukan selama dua tahun pernikahan, sabar menghadapi tingkah Marcell dan jal*ngnya yang menjijikkan.Lydia hendak melangkah ke kamar, tapi seoarang ART menghampirinya lalu mengambilkan sapu tangannya di lantai.“Ini sapu tangan Anda, Nyonya. Mau saya cuci atau bagaimana?” tanya ART tersebut dengan pandangan iba kepada Lydia, tentu saja dia tahu apa yang dialami oleh maj
Lydia melangkah memasuki galeri seni. Dress selutut berwarna putih tulang yang membalut tubuhnya mengayun anggun seiring dengan langkahnya.High heels yang dia kenakan mengetuk lantai marmer hingga menimbulkan bunyi. Meskipun tampak tenang di luar, sebenarnya di dalam hati, Lydia begitu berjegolak dikuasai emosi. Bagaimana tidak? Pagi tadi, lagi-lagi dia melihat sang suami bersama wanita j*langnya.Lydia berjalan menghampiri salah satu lukisan yang dipajang, lukisan itu adalah karyanya. Memiliki judul Metamorfosis Sunyi.“Cakep banget lukisannya,” puji seorang wanita, tanpa tahu kalau sang pelukis ada di sebelahnya.“Iya, indah loh. Ada bunga-bunga, itu maknanya apa, ya?” sahut wanita lain di sebelahnya.Lydia melirik sekilas. Mereka terlihat seperti masih mahasiswa, mungkin mengunjungi galeri seni untuk melihat-lihat saja, tanpa terlalu paham soal lukisan.Lydia turut menatap ke depan, ke lukisannya yang dipajang. Di kanvas berukuran besar itu menampilkan seorang wanita dengan mata t
Mendengar bisikan Damian, Lydia langsung melotot.“S-saya nggak mesum!” ujar Lydia dengan wajah yang mulai memerah. “Ini seni tahu! Seni!”“Seni, ya?”Dari nada suaranya, Damian seperti sedang meledek Lydia. Dia manggut-manggut, tapi belum menjauhkan wajahnya dari wajah Lydia, sedangkan Lydia sudah memalingkan wajah karena tak sanggup terlalu lama menatap ketampanan Damian dari jarak sedekat itu.Dari jarak yang begitu dekat, Damian mengamati wajah Lydia. Ternyata wanita ini sungguh … cantik.Tanpa Damian sadari, dia sedang mengagumi kecantikan Lydia. Dia jadi bertanya-tanya, mengapa Marcell menyelingkuhi wanita seperti Lydia? Sampai saat ini, dia belum menemukan sisi negatif Lydia yang bisa dijadikan alasan dia diselingkuhi.Damian sudah mencari tahu tentang Lydia. Yang dia temukan justru berita positif semua, dan prestasi Lydia sejak masa sekolah, kuliah, hingga menjadi pelukis seperti sekarang.
Marcell mengernyit, merasa aneh dengan tingkah sang istri.“Kenapa aku nggak boleh masuk ke kamar?” tanya Marcell, mendekati Lydia dengan tampang curiga. “Apa mungkin … kamu menyembunyikan sesuatu di sana?”Glek!Lydia refleks menelan ludah dengan kasar. Marcell memang benar, dia menyembunyikan sesuatu di dalam kamar, lebih tepatnya seseorang yang kalau Marcell tahu pasti akan membuat pria itu syok.Namun, Lydia berusaha untuk tetap tenang. Dia mendongak, menatap tepat ke mata Marcell.“Nggak. Aku nggak menyembunyikan apa pun. Hanya … kamarnya masih berantakan.”“Biarkan aja kalau berantakan, nanti dibereskan oleh ART. Kamu aneh.”“Ya, kamu benar.”“Kalau begitu, minggir, Lydia.”Kehabisan topik untuk membuat Marcell tak masuk ke kamar, Lydia akhirnya menyerah. Dia menggeser tubuhnya dari depan pintu kamar lantas membiarkan Mar
Lydia menahan tawa menatap ekspresi kaget yang terpampang di wajah Damian. Dia baru pertama kali melihatnya.Damian langsung terburu-buru mendorong kepala Lydia agar menjauh dari pundaknya.“Jangan dekat-dekat!” omel Damian.Lydia berdecak. “Anda sungguh nggak berperasaan! Jangan dorong saya!” serunya.Felix dan sang supir sontak terbelalak. Mereka tak menyangka Lydia akan seberani itu kepada Damian.“Saya nggak mendekati anda dengan sengaja. Lagi pula, anda yang membiarkan saya bersandar di pundak anda ‘kan?”Lydia merasa seperti orang lain saja, entah mengapa dia bisa seberani ini, bahkan dia tak pernah bertindak begini kepada Marcell.Damian diam, dia memalingkan wajahnya ke arah kaca jendela mobil di sampingnya.“Anda nggak mau menjawab?” desak Lydia.“Berpikirlah sesukamu,” ucap Damian dengan tampang sok cuek.Lydia mendengkus. Akhirnya mereka
Lydia malu setengah mati! Dia salah tingkah dan tanpa pikir panjang mengambil sushi yang jatuh ke kotak menggunakan tangannya, tanpa sumpit, kemudian langsung dia lahap.Namun, karena terburu-buru, dia sampai tersedak.Uhuk-uhuk!Lydia tersedak semakin menjadi-jadi ketika melihat Damian mendekatinya. Dia pikir Damian mau apa, ternyata pria itu menyodorkan minum ke arahnya.“Minum perlahan,” suruh Damian.Lydia mengangguk lalu menerima minum dari Damian dan menegaknya sembari menahan malu dengan wajah yang sudah semerah tomat busuk.Setelah lebih tenang, Lydia melirik Damian dengan canggung, pria itu duduk di hadapannya.“Terima kasih,” ucap Lydia, tak menduga akan mendapatkan kepedulian dari Damian. Well … memberikan minum termasuk bentuk peduli kan?“Hm.”Damian hanya bergumam singkat dan mulai fokus menyantap makanannya.Lydia yang masih menyisakan perasaan mal
“Marcel …” geram Lydia.“Apa kata orang-orang kalau istriku bekerja di perusaahaan sainganku? Ini soal reputasiku juga, Lydia,” tegas Marcell dengan tampang serius.“Aku hanya akan menjadi karyawan biasa. Ada ribuan pekerja lain di sana, jadi mereka nggak akan tahu aku istrimu. Nggak semua orang hapal denganku, bahkan banyak yang nggak tahu tentang sosok istri Marcell. Iya ‘kan?”Lydia membatin, bahkan sepertinya lebih banyak orang yang tahu sosok jalang Marcell daripada istri Marcell.Marcell mendengkus. “Dari sekian banyak perusahaan, kenapa harus di sana, Lydia?”“Karena di sana yang saat itu sedang buka lowongan pekerjaan, kebetulan aja aku diterimanya di sana," dusta Lydia. Dia baru tahu kalau dirinya pintar mengarang.“Bagaimana kalau aku tetap menolak?”“Aku akan tetap berangkat,” ujar Lydia.Pasangan suami istri itu saling pandang dengan raut yang sama-sama serius, mereka seperti bersiap untuk berdebat dengan alot.Namun, sebelum itu terjadi, Lydia kembali berusaha meyakinkan
“Saya juga nggak akan menggoda anda lagi, dan nggak mau disentuh lagi. Dasar menyebalkan!” seru Lydia.Namun, tentu saja Lydia bicara begitu setelah Damian pergi dari sini. Dia tak mungkin mengutarakannya saat masih ada orangnya.Setelah kepergian Damian yang dengan tak berperasaan pergi lebih dulu dan meninggalkannya, Lydia yang tak ingin berlama-lama pun juga beranjak dari sana usai menghabiskan makanan dan minuman.“Berapa totalnya?” tanya Lydia saat akan membayarnya.“Sudah dibayar semua,” jawab pekerja di restoran tersebut.Lydia manggut-manggut. Tidak mengherankan, dia pun hanya berjaga-jaga bertanya begitu, pasti Damian sudah membayar. Justru aneh kalau Damian membiarkan Lydia yang membayar semuanya.Dalam perjalanan kembali ke rumah, Lydia berdebar-debar menantikan apa saja yang akan dia dan Damian lakukan ke depannya.Sudut bibir Lydia tertarik ke atas membentuk seringaian tipis. Dia tidak sabar menanti kehancuran keluarga Marcell dan keluarganya. Sudah lama dia ingin melihat
Namun, apa pun itu syarat dari Damian, Lydia bersedia. Justru bagus kalau seperti yang Damian katakan.“Saya bersedia melakukan apa pun selama bisa menjatuhkan Marcell. Senang mengetahui kalau kita punya musuh yang sama,” ungkap Lydia lantas tersenyum.Damian tidak merespon, tapi bisa Lydia lihat sudut bibir Damian sedikit tertarik ke atas seperti sedang tersenyum tipis.“Tapi kenapa anda nggak mencoba untuk mengakuisisi perusahaan Marcell secara damai?” tanya Lydia dengan tampang penasaran.“Saya pernah menawarkan kesepakatan bisnis, melakukan merger dan memberi janji kalau Marcell tetap bisa menjabat di posisi tertentu. Tapi nggak mudah, apalagi ayahnya, mereka menolak tegas.”Lydia manggut-manggut, meskipun tak terlalu paham karena dia tak peduli dengan apa yang Marcell kerjakan, tapi sepertinya memang rumit. Kedengarannya sih begitu.“Memakai cara dengan membeli saham mayoritas pun nggak bisa, karena saat ini pemegang saham utama adalah ayah Marcell, dan di bawahnya ada Marcell se
“Anda mengenal suami saya?” tanya Lydia, dia berusaha tenang dan menahan sakit hati atas perkataan pedas Damian padanya.“Tentu.”“Boleh saya tahu anda siapa?”Karena Damian sudah mengulik tentangnya, dia juga berhak tahu tentang Damian ‘kan? Sebelum mereka bekerja sama.Lydia memperhatikan Damian yang mengeluarkan kartu nama pria itu lantas menyodorkan ke hadapannya.Lydia mengambilnya dan mulai membacanya. Beberapa detik kemudian, dia nyaris dibuat menganga.Damian Bradley Anderson. Tertulis nama lengkap Damian di situ.“I-ini …”Lydia meneguk ludah. Damian dari Anderson Group? Keluarga konglomerat yang masuk ke dalam daftar sepuluh besar orang terkaya di negara ini? Apa Damian salah satu penerusnya?Selama ini, yang Lydia tahu, mengenai perusahaan milik Anderson Group di dalam negeri dipimpin oleh generasi kedua yang itu artinya ayah Damian, apa sekarang sudah beralih ke Damian yang merupakan generasi ketiga?Dan, sepertinya benar, dilihat dari kartu nama Damian, tertera kalau pria
Damian mengernyit. “Balas dendam?”“Ya. Detailnya akan saya jelaskan nanti, kita harus bertemu di tempat lain, hanya berdua. Anda masih menyimpan kartu nama saya ‘kan?”Damian mengangguk singkat.“Kalau begitu, hubungi saya saat Anda setuju, kita bisa langsung bertemu dan membicarakan detailnya.”Lydia tidak melihat perubahan di raut wajah Damian, masih tampak datar. Berbeda sekali dengan malam itu, dia bisa melihat raut kenikmatan di wajah Damian.Astaga, apa yang dia pikirkan?! Ini bukan waktunya untuk memikirkan hal mesum.“Lalu apa yang saya dapatkan dengan membantumu? Selain kamu menjadi tunangan pura-pura saya. Tanpa kamu pun saya bisa mencari wanita lain,” ujar Damian.Lydia meneguk ludah. Dari perkataan Damian, seolah Damian ingin dia membuktikan ‘nilai’ dirinya di hadapan Damian, apakah dia benar-benar berguna atau tidak? Nada bicara Damian pun terkesan menuntut dengan aura mengintimidasi, berbeda dengan malam itu.“Harus saya, anda nggak akan kecewa kalau memanfaatkan saya.”