“Kenapa kau masih disini?” Addison terkejut mendapati Aiden yang masih berdiri di depan kamar Calista. Ia tidak menyangka Aiden masih menungguinya di luar.
“Kau berhutang penjelasan padaku.” Aiden menatapnya dengan tajam.
“Baiklah-baiklah, tapi kau tidak berniat menyuruhku menjelaskannya di sini bukan?”
“Ayo ke ruanganku saja.” Aiden baru sadar jika mereka masih berdiri di depan kamar Calista.
Mereka pun pergi ke ruangan Aiden agar Addison bisa dengan nyaman menjelaskan apa yang sedang terjadi.
“Aku menemukan gadis itu di bar, tempat pertemuan reuni kita.” Addison mulai bercerita pada Aiden setelah mereka sampai di ruangannya.
“Awalnya aku memperhatikannya karena merasa sangat tertarik. Aku bahkan sampai berniat untuk mendekatinya.”
“Wah, siapa wanita yang bisa membuat seorang Addison sampai merasa tertarik untuk mendekatinya itu? Apakah dia begitu istimewa sampai kau sendiri yang berniat untuk mendekatinya?” Aiden langsung menyela Addison dengan pertanyaan-pertanyannya.
“Kebiasaan burukmu. Dengarkan aku dulu sampai selesai.” Addison menatap Aiden dengan sinis karena menyelanya bicara.
Melihat tatapan Addison itu, Aiden membungkam mulutnya dan memperagakan gerakan tangan seperti mengunci mulut lalu mempersilakan Addison untuk melanjutkan ceritanya dengan gerakan tangannya saja, tanpa bersuara sama sekali.
Addison hanya bisa menggeleng-geleng melihat tingkah sahabatnya itu. Ia lalu melanjutkan ceritanya yang sempat terpotong tadi.
“Aku memang sangat berniat untuk mendekatinya, tapi aku harus mengurungkan niatku karena ia tampak sangat frustasi. Karena tidak mau mendekatinya saat sedang tampak frustasi seperti itu, aku hanya memperhatikannya dari jauh”
“Lalu apa yang terjadi? Kenapa kau bisa membawanya kemari dalam keadaan mabuk seperti itu?” Aiden dengan pertanyaan-pertanyaannya yang tidak ada habisnya lagi.
“Saat sedang memperhatikannya, ia pergi ke lantai dansa sendirian dan menari-nari seperti orang gila disana. Ia bahkan tidak tampak punya pertahanan diri sama sekali.”
“Karena itulah aku menyusulnya ke lantai dansa, tapi aku terlambat. Seorang pria menawarinya sebuah minuman yang mungkin telah dicampur dengan obat perangsang.” Addison terlihat geram ketika mengingat hal itu kembali.
“Untung saja pria itu tidak berhasil membawanya keluar. Aku masih sempat untuk menghadangnya. Aku tidak bisa membayangkan jika aku terlambat sedikit saja menyadarinya.”
“Bukankah kau pernah bilang padaku bahwa kau tidak akan pernah melirik wanita yang ada di bar ataupun klub malam sama sekali? Lalu kenapa kau malah jatuh hati pada seorang wanita frustasi yang ada di bar?”
Aiden heran dengan Addison yang sudah tidak konsisten lagi pada pendiriannya. Selama Aiden mengenal Addison, ia tidak pernah melihat Addison melanggar apa yang telah ia tetapkan pada dirinya sendiri.
“Sama sepertimu yang tidak bisa menjelaskan alasanmu jatuh cinta pada Ana. Sekarang aku juga mengalaminya pada gadis itu.” Wajah Addison tampak sungguh-sungguh dengan perkataannya.
Setelah berteman dengan Addison bertahun-tahun, baru kali ini ia melihat ekspresi itu ada pada wajah Addison. Ekspresi seseorang yang sedang jatuh cinta.
Selama Aiden berteman dengan Addison, ia mengenalnya sebagai seorang yang sangat serius. Aiden menyangka jika Addison tidak akan pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Namun, sepertinya ia salah.
“Siapa wanita yang bisa membuatmu jatuh cinta seperti ini? Aku sangat penasaran dengan wanita itu,” celetuk Aiden yang mulai penasaran dengan wanita itu.
“Namanya Calista Hadley. Putri tunggal dari keluarga Hadley. Kau tahu bukan PT Triana Culture?”
“Ooh, perusahaan milik Tuan Ansell itu yaa.”
“Yap, benar sekali. Kebetulan perusahaanku akan bekerja sama dengan perusahaan keluarga Hadley. Jadi aku sudah mencari tahu sedikit tentang keluarganya.
“Dari informasi yang aku dapatkan, tidak ada skandal buruk apapun tentang keluarga itu. Bahkan keluarga Hadley tekenal dengan keluarga yang cemara.”
Setahu Addison, Keluarga Hadley cukup terkenal dengan imej ‘keluarga harmonis’-nya di kalangan pebisnis. Walaupun Ansell sebagai kepala keluarga mempunyai sifat yang dominan, tetapi Ansell terkenal sebagai suami dan ayah yang baik di keluarganya.
“Wait, wait. Jika ia adalah putri tunggal keluarga Hadley, bukannya dia masih SMA yaa. Dari yang kutahu begitu.” Ucap Aiden yang terheran-heran.
Jika Calista adalah putri tunggal keluarga Hadley. Umur Calista pastinya belum cukup untuk bisa memasuki sebuah bar.
“Yap, kau benar sekali,” ucap Addison yang membenarkan dugaan Aiden.
“Kenapa dia bisa sampai berakhir di bar seperti itu?” tanya Aiden dengan heran.
Aiden cukup terkejut dengan fakta tentang wanita yang berhasil membuat hati Addison luluh. Umurnya ternyata berjarak sepuluh tahun dengan mereka.
“Aku juga tidak tahu.” Addison mengangkat bahunya sebagai tanda ia benar-benar tidak tahu akan hal itu.
“Bukankah kau sangat benci tipe gadis nakal seperti itu?” tanya Aiden lagi yang langsung menyimpulkan Calista adalah gadis nakal. Jika keluarga Calista memang benar cemara, maka tidak ada alasan yang cukup masuk akal dari tindakannya itu.
“Jangan langsung menyimpulkannya sebagai gadis nakal hanya karena tampilannya yang seperti itu. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi sebelumnya padanya,” ucap Addison menceramahi Aiden yang langsung mengambil kesimpulan tentang Calista.
Addison merasa tidak terima dengan Aiden yang memandang buruk Calista tanpa tahu apapun tentangnya. Walaupun Addison sendiri juga tidak yakin tentang hal itu.
“Ini nih, contoh-contoh teman yang akan melupakan temannya jika sudah memiliki pasangan nanti. Bahkan saat dia belum menjadi siapa-siapamu saja, sudah kau bela seperti itu.”
Addison memutar bola matanya mendengar kata-kata Aiden tentang teman, “Aku tidak ingin mendengar kata-kata itu dari seseorang sepertimu.”
Setelah Aiden menikah, Addison jarang menemuinya. Setiap hari Aiden akan sibuk dengan istrinya, Addison juga tidak mempermasalahkan hal itu. Namun, kata-kata Aiden tadi membuatnya sedikit kesal.
Aiden hanya bisa tersenyum tanpa rasa bersalah. “Lalu bagaimana selanjutnya? Perbedaan umurmu dengannya sangat jauh. Aku tahu kau adalah lelaki sejati, tapi tolong tahan dulu hasrat laki-lakimu itu.
“Kasian, dia masih terlalu kecil. Jika dia seorang wanita dewasa yang seumuran dengan kita, aku tidak akan mengahalangimu.” Aiden berusaha menceramahi Addison agar tidak melakukan hal yang tidak-tidak pada Calista yang masih di bawah umur.
“Iyaa, aku tahu. Kau kira aku pria brengsek apa.”
Addison tidak ngin menyakiti Calista hanya karena nafsunya yang sesaat saja. Addison ingin mendapatkan Calista dengan cara yang baik karena Calista sangat pantas untuk mendapatkan hal itu.
“Aku hanya mengingatkan. Jadi pria jomblo sepertimu selama dua puluh delapan tahun pasti sangat sulit,” ucap Aiden dengan nada mengasihani.
“Sepertinya kau sangat rindu pada pukulanku kan?” tanya Addison dengan sinis pada Aiden karena berkali-kali telah menghinanya.
“Itulah masalahmu, kau tidak bisa diajak bercanda sama sekali. Aku sangat kasihan pada pasanganmu. Pasti dia akan sulit menghadapi pria tua yang tempramen seperti dirimu.” Aiden tetap tidak berhenti mengolok-olok Addison meski telah diancam dengan sebuah pukulan.
Addison menyingsingkan lengan kemejanya ke atas bersiap untuk memberikan pukulan pada Aiden. Ia benar-benar sudah tidak tahan lagi dengan sikap Aiden yang tidak henti-hentinya mengolok-oloknya.
“Kesini kau, biar aku kasih pelajaran.” Addison tampak tidak main-main dengan ucapannya.
Calista terbangun dengan rasa sakit yang menghantam kepalanya. Ingatan terakhirnya hanya sampai pada saat ia menari-nari seperti orang gila di bar yang ia kunjungi semalam. Untuk menjadi seseorang yang dewasa seperti yang ayahnya katakan. Calista mengacak-acak rambutnya, berusaha mengingat apa yang terjadi kemarin. Ia melihat ke sekeliling kamarnya dan menemukan sebuah dress dan minuman yang terlihat asing baginya. Di atas dress yang terlipat rapi itu, tertempel sebuah kertas yang kecil. Calista mengambil dan melihat isi tulisan dari kertas itu. “Hai, nona manis. Saat ini kau pasti sedang kebingungan. Kenapa kau bisa sampai berakhir dengan berada di kamar ini.” “Kemarin aku menolongmu dari pria yang hampir saja mengambil keuntungan darimu yang sedang mabuk dan tidak sadarkan diri. Jangan khawatir, aku tidak melakukan apa-apa padamu.” “Minumlah obat pengar yang aku taruh di atas nakas itu untuk meredakan sakit kepalamu.” Calista menatap minuman yang ada di nakas itu. Ternyat
“Addison?” tanya Calista pada pria yang tiba-tiba membawanya ke mobil hitam yang cukup mewah. Pria itu bersetelan jas rapi seperti seorang pekerja kantoran. “Darimana kamu tahu namaku?” tanya Addison balik bertanya. Addison tidak pernah memberitahukan namanya pada Calista. Bahkan di catatan yang ia tinggalkan untuknya pun, Addison hanya menyebut dirinya sebagai penyelamat. “Dari kakak tampan yang mencegatku pergi dari hotel tadi. Dia bilang kalian berteman.” “Oh, Aiden,” ucap Addison paham. “Makasih udah nyelamatin aku kemarin om, tapi maaf, aku sedang terburu-buru sekarang.” Calista tidak peduli menyebut Addison dengan panggilan om. Addison terlihat cukup tua. Umur mereka pasti terpaut cukup jauh “Kau menyebut Aiden dengan panggilan kakak, sedangkan menyebutku dengan panggilan om?” Mata elang Addison menatap tajam ke arah Calista. “Habisnya om terlihat cukup tua. Umur kita pasti beda jauh kan.” Calista hanya berkata jujur tentang apa yang dipikirkannya. “Lalu kenapa kau mema
“Kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Ansell heran dengan kehadiran Addison di rumahnya.“Saya ada urusan dengan Calista om.”Addison sengaja tidak menggunakan bahasa formal. Walaupun perusahaannya dan perusahaan Ansell akan bekerja sama. Tetapi saat ini mereka tidak bertemu karena ada urusan bisnis.Selain itu, Addison juga ingin mendekatkan diri. Bagaimanapun, orang ini adalah ayah dari gadis yang disukainya.“Ternyata kamu kenal anak saya ya.” Ansell tersenyum canggung.“Iya om.”Addison dan Ansell pun berbincang masalah pekerjaan. Mereka juga membicarakan sedikit tentang kerja sama yang akan dilakukan.“Ayo pergi.” Calista menarik tangan Addison agar segera keluar.Perbincangan Addison dan Ansell tiba-tiba terinterupsi dengan kedatangan Calista. Calista tampak tidak peduli dengan Ansell yang sedang berbincang dengannya. Bahkan Calista menatap tajam Ansell dengan sorot penuh kebencian.“Kalau begitu permisi om.”Addison yang terkejut dengan Calista yang tiba-tiba menarik tangannya
Kegusaran tampak jelas di wajah Addison. Dering teleponnya tetap berbunyi walaupun berkali-kali telah diabaikan. Penelpon yang keras kepala itu adalah ibunya sendiri. Addison sengaja tidak mengangkat telepon dari ibunya setelah membaca pesan yang ibunya kirimkan itu padanya. “Mama menemukan seorang wanita cantik dan baik untuk dijadikan istrimu. Mama telah mengatur pertemuan kalian berdua. Datang ke café xxx pukul 6 sore nanti yaa.” Addison hanya bisa geleng-geleng kepala setelah membaca pesan dari ibunya itu ketika ia baru saja selesai rapat. Addison mengira, ia mendapatkan pesan dari Calista. Sebagai sebuah hiburan setelah semua urusan pekerjaan yang sangat memusingkan ini. “ADDISON CALDWELL,” suara nyaring ibunya langsung memenuhi telinga Addison. Ia sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga. “Kenapa baru diangkat sekarang? Sudah puluhan kali mama telepon.” “Maaf mama cantik. Addison sedang rapat tadi. Baru aja selesai.” Daripada harus disembur dengan rasa marah ibunya. Addis
Calista sudah siap dengan dress bermotif bunganya. Seperti yang sudah ia janjikan, malam ini ia akan ikut dengan ayahnya menghadiri pesta ulang tahun anak pertama keluarga Caldwell. Semenjak bertengkar dengan ayahnya malam itu. Calista tidak pernah lagi berbicara dengan ayahnya. “Non, Tuan Ansell telah menunggu di bawah.” Bi Ina menyadarkan Calista dari lamunannya. “Baik Bi, aku akan turun sebentar lagi.” Calista memasang aksesoris yang cocok dengan dress yang ia pakai sekarang. Kalung bermotif bunga daisy dan sepasang anting dengan motif yang sama. Setelah semua siap, Calista segera turun ke bawah. Ia tidak ingin berlama-lama agar ayahnya itu tidak marah padanya. Calista masih seseorang yang menumpang di rumah orang tuanya. Ia belum bisa memberikan balasan yang berarti bagi orang tuanya untuk semua jasa mereka. “Pastikan kau tidak membuat masalah di sana nanti,” ucap Ayah Calista ketika ia baru saja memasuki mobilnya. “Baik, tentu saja,” ucap Calista datar. Calista harus bisa
Seluruh anggota keluarga Addison terlihat sangat senang mendengar kabar gembira yang dibawanya. Di acara ulang tahun Addison yang ke 27 tahun itu.Pesta ulang tahun Addison telah usai dari beberapa jam yang lalu. Para tamu undangan pun telah pergi dari Villa milik mereka. Menyisakan Addison dan keluarganya yang memilih untuk menginap di sana malam ini.Di sela-sela acaranya tadi. Addison mengumumkan pada khalayak ramai, bahwa ia akan melamar Calista. Untung saja Calista bisa ikut bekerja sama dengan tindakannya yang cukup mendadak itu.Tidak terbayangkan oleh Addison jika Calista kabur di tengah-tengah acara. Apalagi tepat pada saat ia sedang berbicara. Dengan maksud untuk melamar Calista. Karena ia tidak pernah menyetujui hal itu sebelumnya.“Oh, jadi karena ini kamu gak mau ketemu sama wanita yang udah mama jodohin sama kamu.” Erinna mengurungkan niatnya untuk memarahi Addison habis-habisan kali ini.Erinna sudah berencana untuk melakukan hal itu karena Addison tidak bisa menepati ja
Para tamu undangan mulai berdatangan memenuhi halaman belakang rumah Calista. Acara pertunangan yang diadakan secara dadakan oleh Addison tidak menemukan kegagalannya sama sekali.Addison sudah terbiasa untuk mempersiapkan berbagai acara semenjak jabatannya masih menjadi anak magang di perusahaan orang tuanya sendiri. Mempersiapkan acara dadakan seperti ini bukanlah masalah yang besar baginya.“Bi, kamar Calistanya dimana ya? Saya udah gak sabar, pengen lihat calon tunangan saya,” tanya Addison pada Bi Ina yang sibuk melayani para tamu undangan.“Di lantai dua den, cuman ada satu kamar di sana. Itu kamarnya non Calista,” jawab Bi Ina dengan senang hati memberitahukan letak kamar Calista.“Terimakasih Bi.” Dengan semangat yang menggebu-gebu Addison langsung menuju ke kamar Calista.Ketika Addison akan memasuki kamar Calista, ia tidak sengaja mendengar suara Ansell yang sedang berbicara pada Calista.Addison mengurungkan niatnya untuk melangkah lebih jauh lagi. Ia bersembunyi di balik va
“Aku mau pindah sekolah,” ucap Calista setelah mengumpulkan banyak keberanian di dalam dirinya. Makan malam keluarga Hadley langsung terusik dengan suara Calista dan kata-katanya yang tidak masuk akal. Ayahnya langsung menatapnya tajam dan menusuk karena telah mengganggu ketenangannya. “Kenapa?” tanya ayah Calista dengan suara yang dingin. Seketika keberanian Calista langsung menciut. Namun, ia tidak boleh menyerah begitu saja. Bagaimanapun caranya Calista ingin pindah dari sekolah yang terkutuk itu. Calista sudah tidak berani lagi menatap ke arah kedua orangtuanya. “Seorang guru melecehkanku,” ucapnya dengan suara yang pelan. Tidak ada suara lantang itu lagi. Kening Ansell Orlando Hadley langsung berkerut mendengar hal itu. Namun, tidak ada rasa khawatir sama sekali yang tergambar di wajahnya. Padahal putri tunggalnya baru saja mengatakan kalau ia dilecehkan oleh seseorang. “Dilecehkan?” tanya Ansell dingin. “Iya, Yah.” Calista semakin tertunduk mendengar suara ayahnya yang din
Para tamu undangan mulai berdatangan memenuhi halaman belakang rumah Calista. Acara pertunangan yang diadakan secara dadakan oleh Addison tidak menemukan kegagalannya sama sekali.Addison sudah terbiasa untuk mempersiapkan berbagai acara semenjak jabatannya masih menjadi anak magang di perusahaan orang tuanya sendiri. Mempersiapkan acara dadakan seperti ini bukanlah masalah yang besar baginya.“Bi, kamar Calistanya dimana ya? Saya udah gak sabar, pengen lihat calon tunangan saya,” tanya Addison pada Bi Ina yang sibuk melayani para tamu undangan.“Di lantai dua den, cuman ada satu kamar di sana. Itu kamarnya non Calista,” jawab Bi Ina dengan senang hati memberitahukan letak kamar Calista.“Terimakasih Bi.” Dengan semangat yang menggebu-gebu Addison langsung menuju ke kamar Calista.Ketika Addison akan memasuki kamar Calista, ia tidak sengaja mendengar suara Ansell yang sedang berbicara pada Calista.Addison mengurungkan niatnya untuk melangkah lebih jauh lagi. Ia bersembunyi di balik va
Seluruh anggota keluarga Addison terlihat sangat senang mendengar kabar gembira yang dibawanya. Di acara ulang tahun Addison yang ke 27 tahun itu.Pesta ulang tahun Addison telah usai dari beberapa jam yang lalu. Para tamu undangan pun telah pergi dari Villa milik mereka. Menyisakan Addison dan keluarganya yang memilih untuk menginap di sana malam ini.Di sela-sela acaranya tadi. Addison mengumumkan pada khalayak ramai, bahwa ia akan melamar Calista. Untung saja Calista bisa ikut bekerja sama dengan tindakannya yang cukup mendadak itu.Tidak terbayangkan oleh Addison jika Calista kabur di tengah-tengah acara. Apalagi tepat pada saat ia sedang berbicara. Dengan maksud untuk melamar Calista. Karena ia tidak pernah menyetujui hal itu sebelumnya.“Oh, jadi karena ini kamu gak mau ketemu sama wanita yang udah mama jodohin sama kamu.” Erinna mengurungkan niatnya untuk memarahi Addison habis-habisan kali ini.Erinna sudah berencana untuk melakukan hal itu karena Addison tidak bisa menepati ja
Calista sudah siap dengan dress bermotif bunganya. Seperti yang sudah ia janjikan, malam ini ia akan ikut dengan ayahnya menghadiri pesta ulang tahun anak pertama keluarga Caldwell. Semenjak bertengkar dengan ayahnya malam itu. Calista tidak pernah lagi berbicara dengan ayahnya. “Non, Tuan Ansell telah menunggu di bawah.” Bi Ina menyadarkan Calista dari lamunannya. “Baik Bi, aku akan turun sebentar lagi.” Calista memasang aksesoris yang cocok dengan dress yang ia pakai sekarang. Kalung bermotif bunga daisy dan sepasang anting dengan motif yang sama. Setelah semua siap, Calista segera turun ke bawah. Ia tidak ingin berlama-lama agar ayahnya itu tidak marah padanya. Calista masih seseorang yang menumpang di rumah orang tuanya. Ia belum bisa memberikan balasan yang berarti bagi orang tuanya untuk semua jasa mereka. “Pastikan kau tidak membuat masalah di sana nanti,” ucap Ayah Calista ketika ia baru saja memasuki mobilnya. “Baik, tentu saja,” ucap Calista datar. Calista harus bisa
Kegusaran tampak jelas di wajah Addison. Dering teleponnya tetap berbunyi walaupun berkali-kali telah diabaikan. Penelpon yang keras kepala itu adalah ibunya sendiri. Addison sengaja tidak mengangkat telepon dari ibunya setelah membaca pesan yang ibunya kirimkan itu padanya. “Mama menemukan seorang wanita cantik dan baik untuk dijadikan istrimu. Mama telah mengatur pertemuan kalian berdua. Datang ke café xxx pukul 6 sore nanti yaa.” Addison hanya bisa geleng-geleng kepala setelah membaca pesan dari ibunya itu ketika ia baru saja selesai rapat. Addison mengira, ia mendapatkan pesan dari Calista. Sebagai sebuah hiburan setelah semua urusan pekerjaan yang sangat memusingkan ini. “ADDISON CALDWELL,” suara nyaring ibunya langsung memenuhi telinga Addison. Ia sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga. “Kenapa baru diangkat sekarang? Sudah puluhan kali mama telepon.” “Maaf mama cantik. Addison sedang rapat tadi. Baru aja selesai.” Daripada harus disembur dengan rasa marah ibunya. Addis
“Kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Ansell heran dengan kehadiran Addison di rumahnya.“Saya ada urusan dengan Calista om.”Addison sengaja tidak menggunakan bahasa formal. Walaupun perusahaannya dan perusahaan Ansell akan bekerja sama. Tetapi saat ini mereka tidak bertemu karena ada urusan bisnis.Selain itu, Addison juga ingin mendekatkan diri. Bagaimanapun, orang ini adalah ayah dari gadis yang disukainya.“Ternyata kamu kenal anak saya ya.” Ansell tersenyum canggung.“Iya om.”Addison dan Ansell pun berbincang masalah pekerjaan. Mereka juga membicarakan sedikit tentang kerja sama yang akan dilakukan.“Ayo pergi.” Calista menarik tangan Addison agar segera keluar.Perbincangan Addison dan Ansell tiba-tiba terinterupsi dengan kedatangan Calista. Calista tampak tidak peduli dengan Ansell yang sedang berbincang dengannya. Bahkan Calista menatap tajam Ansell dengan sorot penuh kebencian.“Kalau begitu permisi om.”Addison yang terkejut dengan Calista yang tiba-tiba menarik tangannya
“Addison?” tanya Calista pada pria yang tiba-tiba membawanya ke mobil hitam yang cukup mewah. Pria itu bersetelan jas rapi seperti seorang pekerja kantoran. “Darimana kamu tahu namaku?” tanya Addison balik bertanya. Addison tidak pernah memberitahukan namanya pada Calista. Bahkan di catatan yang ia tinggalkan untuknya pun, Addison hanya menyebut dirinya sebagai penyelamat. “Dari kakak tampan yang mencegatku pergi dari hotel tadi. Dia bilang kalian berteman.” “Oh, Aiden,” ucap Addison paham. “Makasih udah nyelamatin aku kemarin om, tapi maaf, aku sedang terburu-buru sekarang.” Calista tidak peduli menyebut Addison dengan panggilan om. Addison terlihat cukup tua. Umur mereka pasti terpaut cukup jauh “Kau menyebut Aiden dengan panggilan kakak, sedangkan menyebutku dengan panggilan om?” Mata elang Addison menatap tajam ke arah Calista. “Habisnya om terlihat cukup tua. Umur kita pasti beda jauh kan.” Calista hanya berkata jujur tentang apa yang dipikirkannya. “Lalu kenapa kau mema
Calista terbangun dengan rasa sakit yang menghantam kepalanya. Ingatan terakhirnya hanya sampai pada saat ia menari-nari seperti orang gila di bar yang ia kunjungi semalam. Untuk menjadi seseorang yang dewasa seperti yang ayahnya katakan. Calista mengacak-acak rambutnya, berusaha mengingat apa yang terjadi kemarin. Ia melihat ke sekeliling kamarnya dan menemukan sebuah dress dan minuman yang terlihat asing baginya. Di atas dress yang terlipat rapi itu, tertempel sebuah kertas yang kecil. Calista mengambil dan melihat isi tulisan dari kertas itu. “Hai, nona manis. Saat ini kau pasti sedang kebingungan. Kenapa kau bisa sampai berakhir dengan berada di kamar ini.” “Kemarin aku menolongmu dari pria yang hampir saja mengambil keuntungan darimu yang sedang mabuk dan tidak sadarkan diri. Jangan khawatir, aku tidak melakukan apa-apa padamu.” “Minumlah obat pengar yang aku taruh di atas nakas itu untuk meredakan sakit kepalamu.” Calista menatap minuman yang ada di nakas itu. Ternyat
“Kenapa kau masih disini?” Addison terkejut mendapati Aiden yang masih berdiri di depan kamar Calista. Ia tidak menyangka Aiden masih menungguinya di luar. “Kau berhutang penjelasan padaku.” Aiden menatapnya dengan tajam. “Baiklah-baiklah, tapi kau tidak berniat menyuruhku menjelaskannya di sini bukan?” “Ayo ke ruanganku saja.” Aiden baru sadar jika mereka masih berdiri di depan kamar Calista. Mereka pun pergi ke ruangan Aiden agar Addison bisa dengan nyaman menjelaskan apa yang sedang terjadi. “Aku menemukan gadis itu di bar, tempat pertemuan reuni kita.” Addison mulai bercerita pada Aiden setelah mereka sampai di ruangannya. “Awalnya aku memperhatikannya karena merasa sangat tertarik. Aku bahkan sampai berniat untuk mendekatinya.” “Wah, siapa wanita yang bisa membuat seorang Addison sampai merasa tertarik untuk mendekatinya itu? Apakah dia begitu istimewa sampai kau sendiri yang berniat untuk mendekatinya?” Aiden langsung menyela Addison dengan pertanyaan-pertanyann
Calista mulai merasa gelisah karena badannya terasa cukup panas. Ia merasa kegerahan, ingin rasanya ia melepaskan semua pakaiannya agar tidak merasa kepanasan lagi. Ia pun tiba-tiba merasa haus akan sentuhan dari seseorang. “Panass,” keluh Calista pada pria yang sedang menggendongnya. “Bertahanlah dulu. Aku tau ini sulit, tapi kau akan menyesal nantinya jika melakukan hal yang bodoh sekarang.” Calista tidak mengerti sama sekali maksud dari ucapan pria ini. Ia pun memeluk erat lehernya dan memejamkan mata, berusaha mengabaikan rasa aneh yang ada di tubuhnya. Sesaat kemudian, ia kembali tidak sadarkan diri lagi. “Hey, bangun. Setidaknya beritahu aku dimana rumahmu terlebih dahulu.” Addison menepuk-nepuk pipi gadis cantik yang ditolongnya tadi dengan lembut. Addison telah membawa gadis cantik itu ke mobilnya. Namun, ia sudah tidak sadarkan diri dari beberapa menit yang lalu. Addison bingung kemana ia harus membawanya. “Jangan bawa aku pulang, aku tidak mau pulang.” Gadis cantik itu