Calista terbangun dengan rasa sakit yang menghantam kepalanya. Ingatan terakhirnya hanya sampai pada saat ia menari-nari seperti orang gila di bar yang ia kunjungi semalam. Untuk menjadi seseorang yang dewasa seperti yang ayahnya katakan.
Calista mengacak-acak rambutnya, berusaha mengingat apa yang terjadi kemarin. Ia melihat ke sekeliling kamarnya dan menemukan sebuah dress dan minuman yang terlihat asing baginya.
Di atas dress yang terlipat rapi itu, tertempel sebuah kertas yang kecil. Calista mengambil dan melihat isi tulisan dari kertas itu.
“Hai, nona manis. Saat ini kau pasti sedang kebingungan. Kenapa kau bisa sampai berakhir dengan berada di kamar ini.”
“Kemarin aku menolongmu dari pria yang hampir saja mengambil keuntungan darimu yang sedang mabuk dan tidak sadarkan diri. Jangan khawatir, aku tidak melakukan apa-apa padamu.”
“Minumlah obat pengar yang aku taruh di atas nakas itu untuk meredakan sakit kepalamu.”
Calista menatap minuman yang ada di nakas itu. Ternyata itu adalah obat pengar. Calista baru tahu bentuknya seperti itu.
“Jika kau ingin keluar dari sini, pakailah dress ini. pakaian yang kau pakai sekarang, tidak cocok untukmu.”~Penyelamatmu
Calista tidak tahu apakah ia harus berterimakasih atau tidak pada orang yang menyebut dirinya penyelamatnya itu.
Tidak ada artinya juga pria itu menyelamatkan seseorang seperti dirinya. Hidup Calista sudah cukup kacau, tidak masalah jika harus lebih kacau dari ini lagi. Calista sudah tidak peduli sama sekali.
Tapi untuk menghargai pria yang sudah susah payah menolongnya itu, Calista melakukan apa yang dikatakan oleh pria itu. Ia pun meminum obat pengar yang ada di atas nakas. Sesaat kemudian, rasa sakit yang ada di kepalanya mulai mereda.
Calista juga mengganti bajunya dengan sebuah dress yang tampak lebih tertutup. Berbeda dengan bajunya yang sangat ketat. Calista akui, bajunya memang tidak layak untuk di pakai di luar rumah.
Calista pikir dengan meminum alkohol lalu mabuk dan tidak sadarkan diri akan membuatnya lupa dengan masalah yang sedang ia hadapi. Ternyata setelah sadarkan diri, kenyataan yang harus ia hadapi terasa lebih menyakitkan lagi dari sebelumnya.
Tidak ada yang berubah dengan merugikan dirinya sendiri seperti ini. Bagaimanapun, orang tua Calista tetap tidak akan peduli padanya.
“Oh, kau sudah bangun?” tanya seorang pria yang tidak Calista kenal.
Setelah selesai mengasihani dirinya sendiri, Calista segera keluar dari kamar hotel itu. Ia harus segera pulang. Jika tidak ia akan terlambat pergi ke sekolah hari ini.
“Kau siapa?” tanya Calista heran dengan om-om yang seakan mengenalnya ini.
“Aku pemilik hotel ini.”
“Apakah kau yang menyebut dirimu penyelamatku itu?” Calista menduga jika pria ini adalah orang yang menyelamatkannnya.
“Penyelamat? Jadi dia menyebut dirinya sendiri penyelamat? Pfftt.” Pria itu terlihat seperti menahan tawanya.
“Ternyata seseorang yang menakutkan seperti Addison bisa bersikap manis juga,” Pria itu akhirnya tertawa lepas.
“Kau teman Si Addison itu ya,” tebak Calista langsung.
Calista yakin Addisonlah orang yang menyelamatkannya. Ia mengambil kesimpulan dari ucapan pria yang ada di depannya ini.
“Iya, perkenalkan aku Aiden Harrison. Teman si penyelamatmu itu.” Aiden tersenyum ramah, memperkenalkan dirinya pada Calista.
“Aku Calista Hadley, senang berkenalan denganmu.” Calista memperkenalkan balik dirinya pada Aiden.
"Sebaiknya kau menunggu penyelamatmu di sini terlebih dahulu. Ia berpesan padaku untuk mengatakan hal itu padamu." Aiden menyampaikan pesan Addison semalam.
"Maaf, aku tidak bisa melakukan hal itu. Saat ini aku sedang terburu-buru. Tolong sampaikan saja terima kasihku padanya nanti."
Calista harus siap-siap untuk berangkat ke sekolah. Jika tidak, ayahnya akan marah padanya karena terlambat. Calista harus menjadi seorang murid yang teladan agar tidak mencoreng nama keluarganya.
"Baiklah, aku juga tidak bisa memaksamu."
Aiden tidak berusaha untuk menghentikan Calista yang segera ingin pergi dari sana. Padahal Addison telah mengatakan padanya, apapun yang terjadi ia harus bisa menahan Calista di sana.
"Terima kasih Kak Aiden," ucap Calista berterima kasih dengan sopan.
Calista sebenarnya ingin memanggil Aiden dengan sebutan om karena Aiden terlihat jauh lebih tua darinya. Tapi Calista takut ia tersinggung dengan hal itu. Calista juga tidak tahu pasti berapa umur Aiden.
Calista pun segera berlalu pergi dari sana. Ia hanya mempunyai waktu beberapa jam lagi untuk bersiap pergi ke sekolah. Tidak ada waktu untuk menunggu penyelamatnya itu hanya untuk sekedar berterima kasih.
"Sepertinya kau harus segera kesini," ucap Aiden dibalik telepon setelah tersambung pada Addison.
Aiden langsung menghubungi Addison setelah melihat Calista pergi jauh menghilang dari pandangannya. Walaupun ia tahu Addison akan memarahinya, Aiden tetap saja memberitahu kegagalannya untuk menghalangi Calista pergi begitu saja.
"Kenapa kau tidak menahannya?" tanya Addison dengan marah.
"Aku sudah mengatakan untuk menahannya bagaimanapun caranya bukan? Kenapa kau malah membiarkannya pergi begitu saja."
"Sudah kukatakan agar dia menunggumu terlebih dahulu di sini. Tapi sepertinya ia sedang terburu-buru," jelas Aiden tidak terima dengan Addison yang memarahinya.
"Lalu apakah setidaknya kau meminta ia untuk meninggalkan nomor teleponnya?" tanya Addison yang berharap Aiden sedikit berguna untuknya.
"Tentu saja tidak. Untuk apa aku meminta nomor teleponnya. Aku kan sudah punya istri yang cantik di rumah." Rasa setia Aiden pada istrinya, membuat ia tidak sadar maksud dari pertanyaan Addison.
"Bukan untukmu, tapi untukku goblok." Kata-kata kasar seketika keluar begitu saja dari mulut Addison karena sangat geram dengan tingkah laku Aiden.
"Aku tahu kau sangat setia pada istrimu, tapi setidaknya kau harus menolong temanmu yang sedang jatuh cinta ini bukan."
"Mana kutahu. Tidak terpikirkan sampai ke sana olehku."
"Sudahlah, tidak ada gunanya bicara padamu."
Addison langsung memutuskan sambungan teleponnya. Daripada berbicara dengan Aiden, ia lebih baik menyusul Calista ke hotel terlebih dahulu. Mana tahu ia masih sempat bertemu dengan Calista.
Untung saja ia sudah bangun sedari tadi, Addison langsung pergi untuk segera mengejar Calista. Ia tidak ingin kehilangan jejak Calista. Addison berniat untuk mengantarkan Calista pulang hari ini.
Setelah mengantarkan Calista ke hotel, Addison harus kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya. Ia tidak bisa menginap di hotel yang sama dengan Calista agar tidak terjadi hal seperti ini. Selain itu, ia juga takut menyerang Calista di tengah malam tanpa sadar.
Karena itu Addison memilih untuk balik ke apartemennya setelah menyelesaikan urusan pekerjaannya di kantor.
"Taksi."
Addison melihat seorang gadis yang mirip Calista memanggil taksi di depannya. setelah kembali menajamkan matanya, ternyata gadis itu benar-benar Calista.
Addison keluar dari mobilnya dan langsung menghampiri Calista. "Tidak jadi pak," ucap Addison pada sopir taksi yang telah berhenti di hadapan mereka.
"Ikut aku." Addison menarik tangan Calista dan membawanya ke mobilnya.
Calista terlihat kebingungan karena seorang pria tiba-tiba saja menarik tangannya. Wajah pria itu tampak familier bagi Calista. Namun, ia tidak bisa mengingat di mana ia bertemu dengan pria ini
“Addison?” tanya Calista pada pria yang tiba-tiba membawanya ke mobil hitam yang cukup mewah. Pria itu bersetelan jas rapi seperti seorang pekerja kantoran. “Darimana kamu tahu namaku?” tanya Addison balik bertanya. Addison tidak pernah memberitahukan namanya pada Calista. Bahkan di catatan yang ia tinggalkan untuknya pun, Addison hanya menyebut dirinya sebagai penyelamat. “Dari kakak tampan yang mencegatku pergi dari hotel tadi. Dia bilang kalian berteman.” “Oh, Aiden,” ucap Addison paham. “Makasih udah nyelamatin aku kemarin om, tapi maaf, aku sedang terburu-buru sekarang.” Calista tidak peduli menyebut Addison dengan panggilan om. Addison terlihat cukup tua. Umur mereka pasti terpaut cukup jauh “Kau menyebut Aiden dengan panggilan kakak, sedangkan menyebutku dengan panggilan om?” Mata elang Addison menatap tajam ke arah Calista. “Habisnya om terlihat cukup tua. Umur kita pasti beda jauh kan.” Calista hanya berkata jujur tentang apa yang dipikirkannya. “Lalu kenapa kau mema
“Kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Ansell heran dengan kehadiran Addison di rumahnya.“Saya ada urusan dengan Calista om.”Addison sengaja tidak menggunakan bahasa formal. Walaupun perusahaannya dan perusahaan Ansell akan bekerja sama. Tetapi saat ini mereka tidak bertemu karena ada urusan bisnis.Selain itu, Addison juga ingin mendekatkan diri. Bagaimanapun, orang ini adalah ayah dari gadis yang disukainya.“Ternyata kamu kenal anak saya ya.” Ansell tersenyum canggung.“Iya om.”Addison dan Ansell pun berbincang masalah pekerjaan. Mereka juga membicarakan sedikit tentang kerja sama yang akan dilakukan.“Ayo pergi.” Calista menarik tangan Addison agar segera keluar.Perbincangan Addison dan Ansell tiba-tiba terinterupsi dengan kedatangan Calista. Calista tampak tidak peduli dengan Ansell yang sedang berbincang dengannya. Bahkan Calista menatap tajam Ansell dengan sorot penuh kebencian.“Kalau begitu permisi om.”Addison yang terkejut dengan Calista yang tiba-tiba menarik tangannya
Kegusaran tampak jelas di wajah Addison. Dering teleponnya tetap berbunyi walaupun berkali-kali telah diabaikan. Penelpon yang keras kepala itu adalah ibunya sendiri. Addison sengaja tidak mengangkat telepon dari ibunya setelah membaca pesan yang ibunya kirimkan itu padanya. “Mama menemukan seorang wanita cantik dan baik untuk dijadikan istrimu. Mama telah mengatur pertemuan kalian berdua. Datang ke café xxx pukul 6 sore nanti yaa.” Addison hanya bisa geleng-geleng kepala setelah membaca pesan dari ibunya itu ketika ia baru saja selesai rapat. Addison mengira, ia mendapatkan pesan dari Calista. Sebagai sebuah hiburan setelah semua urusan pekerjaan yang sangat memusingkan ini. “ADDISON CALDWELL,” suara nyaring ibunya langsung memenuhi telinga Addison. Ia sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga. “Kenapa baru diangkat sekarang? Sudah puluhan kali mama telepon.” “Maaf mama cantik. Addison sedang rapat tadi. Baru aja selesai.” Daripada harus disembur dengan rasa marah ibunya. Addis
Calista sudah siap dengan dress bermotif bunganya. Seperti yang sudah ia janjikan, malam ini ia akan ikut dengan ayahnya menghadiri pesta ulang tahun anak pertama keluarga Caldwell. Semenjak bertengkar dengan ayahnya malam itu. Calista tidak pernah lagi berbicara dengan ayahnya. “Non, Tuan Ansell telah menunggu di bawah.” Bi Ina menyadarkan Calista dari lamunannya. “Baik Bi, aku akan turun sebentar lagi.” Calista memasang aksesoris yang cocok dengan dress yang ia pakai sekarang. Kalung bermotif bunga daisy dan sepasang anting dengan motif yang sama. Setelah semua siap, Calista segera turun ke bawah. Ia tidak ingin berlama-lama agar ayahnya itu tidak marah padanya. Calista masih seseorang yang menumpang di rumah orang tuanya. Ia belum bisa memberikan balasan yang berarti bagi orang tuanya untuk semua jasa mereka. “Pastikan kau tidak membuat masalah di sana nanti,” ucap Ayah Calista ketika ia baru saja memasuki mobilnya. “Baik, tentu saja,” ucap Calista datar. Calista harus bisa
Seluruh anggota keluarga Addison terlihat sangat senang mendengar kabar gembira yang dibawanya. Di acara ulang tahun Addison yang ke 27 tahun itu.Pesta ulang tahun Addison telah usai dari beberapa jam yang lalu. Para tamu undangan pun telah pergi dari Villa milik mereka. Menyisakan Addison dan keluarganya yang memilih untuk menginap di sana malam ini.Di sela-sela acaranya tadi. Addison mengumumkan pada khalayak ramai, bahwa ia akan melamar Calista. Untung saja Calista bisa ikut bekerja sama dengan tindakannya yang cukup mendadak itu.Tidak terbayangkan oleh Addison jika Calista kabur di tengah-tengah acara. Apalagi tepat pada saat ia sedang berbicara. Dengan maksud untuk melamar Calista. Karena ia tidak pernah menyetujui hal itu sebelumnya.“Oh, jadi karena ini kamu gak mau ketemu sama wanita yang udah mama jodohin sama kamu.” Erinna mengurungkan niatnya untuk memarahi Addison habis-habisan kali ini.Erinna sudah berencana untuk melakukan hal itu karena Addison tidak bisa menepati ja
Para tamu undangan mulai berdatangan memenuhi halaman belakang rumah Calista. Acara pertunangan yang diadakan secara dadakan oleh Addison tidak menemukan kegagalannya sama sekali.Addison sudah terbiasa untuk mempersiapkan berbagai acara semenjak jabatannya masih menjadi anak magang di perusahaan orang tuanya sendiri. Mempersiapkan acara dadakan seperti ini bukanlah masalah yang besar baginya.“Bi, kamar Calistanya dimana ya? Saya udah gak sabar, pengen lihat calon tunangan saya,” tanya Addison pada Bi Ina yang sibuk melayani para tamu undangan.“Di lantai dua den, cuman ada satu kamar di sana. Itu kamarnya non Calista,” jawab Bi Ina dengan senang hati memberitahukan letak kamar Calista.“Terimakasih Bi.” Dengan semangat yang menggebu-gebu Addison langsung menuju ke kamar Calista.Ketika Addison akan memasuki kamar Calista, ia tidak sengaja mendengar suara Ansell yang sedang berbicara pada Calista.Addison mengurungkan niatnya untuk melangkah lebih jauh lagi. Ia bersembunyi di balik va
“Aku mau pindah sekolah,” ucap Calista setelah mengumpulkan banyak keberanian di dalam dirinya. Makan malam keluarga Hadley langsung terusik dengan suara Calista dan kata-katanya yang tidak masuk akal. Ayahnya langsung menatapnya tajam dan menusuk karena telah mengganggu ketenangannya. “Kenapa?” tanya ayah Calista dengan suara yang dingin. Seketika keberanian Calista langsung menciut. Namun, ia tidak boleh menyerah begitu saja. Bagaimanapun caranya Calista ingin pindah dari sekolah yang terkutuk itu. Calista sudah tidak berani lagi menatap ke arah kedua orangtuanya. “Seorang guru melecehkanku,” ucapnya dengan suara yang pelan. Tidak ada suara lantang itu lagi. Kening Ansell Orlando Hadley langsung berkerut mendengar hal itu. Namun, tidak ada rasa khawatir sama sekali yang tergambar di wajahnya. Padahal putri tunggalnya baru saja mengatakan kalau ia dilecehkan oleh seseorang. “Dilecehkan?” tanya Ansell dingin. “Iya, Yah.” Calista semakin tertunduk mendengar suara ayahnya yang din
Calista duduk di depan bartender yang sibuk melayani pelanggan-pelanggan yang ada di bar itu. Tidak ada tempat mana pun yang terpikirkan oleh Calista setelah pergi dari rumahnya. “Mau minum apa nona cantik?” tanya barternder yang telah selesai melayani pelanggan lainnya. “Minuman dengan tingkat alkohol paling tinggi,” pinta Calista tanpa berpikir panjang pada bartender yang ada di depannya. “Baiklah, tunggu sebentar nona cantik. Aku akan segera menyiapkannya khusus untukmu.” Bartender itu tersenyum ramah pada Calista lalu dengan sigap menyiapkan pesanan Calista. Pertama-tama ia meletakkan sebuah gelas kaca kosong pada meja yang ada di depan Calista. Lalu ia mengambil sebotol whiskey dengan tingkat alkohol yang paling tinggi sesuai dengan permintaan Calista. “Tambah batu es atau tidak, nona cantik?” tanya bartender itu sembari menuangkan whiskey yang ada di botol ke dalam gelas. “Tidak usah,” ucap Calista dengan nada yang datar. Setelah mendapatkan anggukan dan senyuman ya
Para tamu undangan mulai berdatangan memenuhi halaman belakang rumah Calista. Acara pertunangan yang diadakan secara dadakan oleh Addison tidak menemukan kegagalannya sama sekali.Addison sudah terbiasa untuk mempersiapkan berbagai acara semenjak jabatannya masih menjadi anak magang di perusahaan orang tuanya sendiri. Mempersiapkan acara dadakan seperti ini bukanlah masalah yang besar baginya.“Bi, kamar Calistanya dimana ya? Saya udah gak sabar, pengen lihat calon tunangan saya,” tanya Addison pada Bi Ina yang sibuk melayani para tamu undangan.“Di lantai dua den, cuman ada satu kamar di sana. Itu kamarnya non Calista,” jawab Bi Ina dengan senang hati memberitahukan letak kamar Calista.“Terimakasih Bi.” Dengan semangat yang menggebu-gebu Addison langsung menuju ke kamar Calista.Ketika Addison akan memasuki kamar Calista, ia tidak sengaja mendengar suara Ansell yang sedang berbicara pada Calista.Addison mengurungkan niatnya untuk melangkah lebih jauh lagi. Ia bersembunyi di balik va
Seluruh anggota keluarga Addison terlihat sangat senang mendengar kabar gembira yang dibawanya. Di acara ulang tahun Addison yang ke 27 tahun itu.Pesta ulang tahun Addison telah usai dari beberapa jam yang lalu. Para tamu undangan pun telah pergi dari Villa milik mereka. Menyisakan Addison dan keluarganya yang memilih untuk menginap di sana malam ini.Di sela-sela acaranya tadi. Addison mengumumkan pada khalayak ramai, bahwa ia akan melamar Calista. Untung saja Calista bisa ikut bekerja sama dengan tindakannya yang cukup mendadak itu.Tidak terbayangkan oleh Addison jika Calista kabur di tengah-tengah acara. Apalagi tepat pada saat ia sedang berbicara. Dengan maksud untuk melamar Calista. Karena ia tidak pernah menyetujui hal itu sebelumnya.“Oh, jadi karena ini kamu gak mau ketemu sama wanita yang udah mama jodohin sama kamu.” Erinna mengurungkan niatnya untuk memarahi Addison habis-habisan kali ini.Erinna sudah berencana untuk melakukan hal itu karena Addison tidak bisa menepati ja
Calista sudah siap dengan dress bermotif bunganya. Seperti yang sudah ia janjikan, malam ini ia akan ikut dengan ayahnya menghadiri pesta ulang tahun anak pertama keluarga Caldwell. Semenjak bertengkar dengan ayahnya malam itu. Calista tidak pernah lagi berbicara dengan ayahnya. “Non, Tuan Ansell telah menunggu di bawah.” Bi Ina menyadarkan Calista dari lamunannya. “Baik Bi, aku akan turun sebentar lagi.” Calista memasang aksesoris yang cocok dengan dress yang ia pakai sekarang. Kalung bermotif bunga daisy dan sepasang anting dengan motif yang sama. Setelah semua siap, Calista segera turun ke bawah. Ia tidak ingin berlama-lama agar ayahnya itu tidak marah padanya. Calista masih seseorang yang menumpang di rumah orang tuanya. Ia belum bisa memberikan balasan yang berarti bagi orang tuanya untuk semua jasa mereka. “Pastikan kau tidak membuat masalah di sana nanti,” ucap Ayah Calista ketika ia baru saja memasuki mobilnya. “Baik, tentu saja,” ucap Calista datar. Calista harus bisa
Kegusaran tampak jelas di wajah Addison. Dering teleponnya tetap berbunyi walaupun berkali-kali telah diabaikan. Penelpon yang keras kepala itu adalah ibunya sendiri. Addison sengaja tidak mengangkat telepon dari ibunya setelah membaca pesan yang ibunya kirimkan itu padanya. “Mama menemukan seorang wanita cantik dan baik untuk dijadikan istrimu. Mama telah mengatur pertemuan kalian berdua. Datang ke café xxx pukul 6 sore nanti yaa.” Addison hanya bisa geleng-geleng kepala setelah membaca pesan dari ibunya itu ketika ia baru saja selesai rapat. Addison mengira, ia mendapatkan pesan dari Calista. Sebagai sebuah hiburan setelah semua urusan pekerjaan yang sangat memusingkan ini. “ADDISON CALDWELL,” suara nyaring ibunya langsung memenuhi telinga Addison. Ia sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga. “Kenapa baru diangkat sekarang? Sudah puluhan kali mama telepon.” “Maaf mama cantik. Addison sedang rapat tadi. Baru aja selesai.” Daripada harus disembur dengan rasa marah ibunya. Addis
“Kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Ansell heran dengan kehadiran Addison di rumahnya.“Saya ada urusan dengan Calista om.”Addison sengaja tidak menggunakan bahasa formal. Walaupun perusahaannya dan perusahaan Ansell akan bekerja sama. Tetapi saat ini mereka tidak bertemu karena ada urusan bisnis.Selain itu, Addison juga ingin mendekatkan diri. Bagaimanapun, orang ini adalah ayah dari gadis yang disukainya.“Ternyata kamu kenal anak saya ya.” Ansell tersenyum canggung.“Iya om.”Addison dan Ansell pun berbincang masalah pekerjaan. Mereka juga membicarakan sedikit tentang kerja sama yang akan dilakukan.“Ayo pergi.” Calista menarik tangan Addison agar segera keluar.Perbincangan Addison dan Ansell tiba-tiba terinterupsi dengan kedatangan Calista. Calista tampak tidak peduli dengan Ansell yang sedang berbincang dengannya. Bahkan Calista menatap tajam Ansell dengan sorot penuh kebencian.“Kalau begitu permisi om.”Addison yang terkejut dengan Calista yang tiba-tiba menarik tangannya
“Addison?” tanya Calista pada pria yang tiba-tiba membawanya ke mobil hitam yang cukup mewah. Pria itu bersetelan jas rapi seperti seorang pekerja kantoran. “Darimana kamu tahu namaku?” tanya Addison balik bertanya. Addison tidak pernah memberitahukan namanya pada Calista. Bahkan di catatan yang ia tinggalkan untuknya pun, Addison hanya menyebut dirinya sebagai penyelamat. “Dari kakak tampan yang mencegatku pergi dari hotel tadi. Dia bilang kalian berteman.” “Oh, Aiden,” ucap Addison paham. “Makasih udah nyelamatin aku kemarin om, tapi maaf, aku sedang terburu-buru sekarang.” Calista tidak peduli menyebut Addison dengan panggilan om. Addison terlihat cukup tua. Umur mereka pasti terpaut cukup jauh “Kau menyebut Aiden dengan panggilan kakak, sedangkan menyebutku dengan panggilan om?” Mata elang Addison menatap tajam ke arah Calista. “Habisnya om terlihat cukup tua. Umur kita pasti beda jauh kan.” Calista hanya berkata jujur tentang apa yang dipikirkannya. “Lalu kenapa kau mema
Calista terbangun dengan rasa sakit yang menghantam kepalanya. Ingatan terakhirnya hanya sampai pada saat ia menari-nari seperti orang gila di bar yang ia kunjungi semalam. Untuk menjadi seseorang yang dewasa seperti yang ayahnya katakan. Calista mengacak-acak rambutnya, berusaha mengingat apa yang terjadi kemarin. Ia melihat ke sekeliling kamarnya dan menemukan sebuah dress dan minuman yang terlihat asing baginya. Di atas dress yang terlipat rapi itu, tertempel sebuah kertas yang kecil. Calista mengambil dan melihat isi tulisan dari kertas itu. “Hai, nona manis. Saat ini kau pasti sedang kebingungan. Kenapa kau bisa sampai berakhir dengan berada di kamar ini.” “Kemarin aku menolongmu dari pria yang hampir saja mengambil keuntungan darimu yang sedang mabuk dan tidak sadarkan diri. Jangan khawatir, aku tidak melakukan apa-apa padamu.” “Minumlah obat pengar yang aku taruh di atas nakas itu untuk meredakan sakit kepalamu.” Calista menatap minuman yang ada di nakas itu. Ternyat
“Kenapa kau masih disini?” Addison terkejut mendapati Aiden yang masih berdiri di depan kamar Calista. Ia tidak menyangka Aiden masih menungguinya di luar. “Kau berhutang penjelasan padaku.” Aiden menatapnya dengan tajam. “Baiklah-baiklah, tapi kau tidak berniat menyuruhku menjelaskannya di sini bukan?” “Ayo ke ruanganku saja.” Aiden baru sadar jika mereka masih berdiri di depan kamar Calista. Mereka pun pergi ke ruangan Aiden agar Addison bisa dengan nyaman menjelaskan apa yang sedang terjadi. “Aku menemukan gadis itu di bar, tempat pertemuan reuni kita.” Addison mulai bercerita pada Aiden setelah mereka sampai di ruangannya. “Awalnya aku memperhatikannya karena merasa sangat tertarik. Aku bahkan sampai berniat untuk mendekatinya.” “Wah, siapa wanita yang bisa membuat seorang Addison sampai merasa tertarik untuk mendekatinya itu? Apakah dia begitu istimewa sampai kau sendiri yang berniat untuk mendekatinya?” Aiden langsung menyela Addison dengan pertanyaan-pertanyann
Calista mulai merasa gelisah karena badannya terasa cukup panas. Ia merasa kegerahan, ingin rasanya ia melepaskan semua pakaiannya agar tidak merasa kepanasan lagi. Ia pun tiba-tiba merasa haus akan sentuhan dari seseorang. “Panass,” keluh Calista pada pria yang sedang menggendongnya. “Bertahanlah dulu. Aku tau ini sulit, tapi kau akan menyesal nantinya jika melakukan hal yang bodoh sekarang.” Calista tidak mengerti sama sekali maksud dari ucapan pria ini. Ia pun memeluk erat lehernya dan memejamkan mata, berusaha mengabaikan rasa aneh yang ada di tubuhnya. Sesaat kemudian, ia kembali tidak sadarkan diri lagi. “Hey, bangun. Setidaknya beritahu aku dimana rumahmu terlebih dahulu.” Addison menepuk-nepuk pipi gadis cantik yang ditolongnya tadi dengan lembut. Addison telah membawa gadis cantik itu ke mobilnya. Namun, ia sudah tidak sadarkan diri dari beberapa menit yang lalu. Addison bingung kemana ia harus membawanya. “Jangan bawa aku pulang, aku tidak mau pulang.” Gadis cantik itu