“Kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Ansell heran dengan kehadiran Addison di rumahnya.
“Saya ada urusan dengan Calista om.”
Addison sengaja tidak menggunakan bahasa formal. Walaupun perusahaannya dan perusahaan Ansell akan bekerja sama. Tetapi saat ini mereka tidak bertemu karena ada urusan bisnis.
Selain itu, Addison juga ingin mendekatkan diri. Bagaimanapun, orang ini adalah ayah dari gadis yang disukainya.
“Ternyata kamu kenal anak saya ya.” Ansell tersenyum canggung.
“Iya om.”
Addison dan Ansell pun berbincang masalah pekerjaan. Mereka juga membicarakan sedikit tentang kerja sama yang akan dilakukan.
“Ayo pergi.” Calista menarik tangan Addison agar segera keluar.
Perbincangan Addison dan Ansell tiba-tiba terinterupsi dengan kedatangan Calista. Calista tampak tidak peduli dengan Ansell yang sedang berbincang dengannya. Bahkan Calista menatap tajam Ansell dengan sorot penuh kebencian.
“Kalau begitu permisi om.”
Addison yang terkejut dengan Calista yang tiba-tiba menarik tangannya untuk keluar, ia menyempatkan diri untuk pamit pada Ansell agar terlihat sopan. Addison tidak mengerti dengan sikap Calista yang menurutnya sedikit lancang pada orang tua.
“Kenapa tiba-tiba menarikku keluar seperti itu? Aku masih sedang berbincang dengan ayahmu,” tanya Addison meminta penjelasan pada Calista.
“Aku sudah terlambat,” ucap Calista ketus tanpa menatap ke arahnya sedikit pun.
Addison hanya bisa pasrah ditarik Calista kembali ke mobil. Ia tidak mencoba berusaha untuk mencari tahu lebih jauh lagi. Mungkin ketika hubungan mereka sudah cukup dekat nantinya, barulah Addison akan mencoba untuk mengerti.
Selama berada di perjalanan menuju sekolahnya, Calista hanya diam membisu. Tidak ada lagi ocehan-ocehan seperti saat ia baru pertama kali bertemu dengan Addison tadi.
Addison melihat ke arah kursi penumpangnya. Tampak wajah Calista yang sedang murung. Matanya sendu seperti pertama kali Addison melihatnya di bar.
“Sudah sampai,” ucap Addison ketika mereka telah berada di depan gerbang sekolah Calista.
Suara berat Addison itu membuat Calista tersadar dari lamunannya. Seperti yang Addison katakan, mereka telah sampai di sekolahnya.
Halaman sekolah tampak sudah cukup ramai. Dipenuhi dengan siswa yang terburu-buru untuk masuk ke kelas mereka masing-masing.
Masih ada sedikit kegentaran di hati Calista untuk beranjak turun dari mobil Addison. Calista cukup takut jika harus bertemu dengan guru yang melecehkannya kemarin.
“Tidak mau turun? Apakah kamu menungguku membukakan pintu terlebih dahulu? Atau mau kugendong.”
Calista muak mendengar pertanyaan Addison yang beruntun. Rasa sedih dan khawatirnya hilang seketika.
“Iyaa, aku akan turun,” ucap Calista menggerutu marah.
“Aku hanya bercanda karena melihatmu melamun sedari tadi.” Addison malah terkekeh ketika Calista yang marah dengannya.
Calista menatap Addison tajam mendengar penjelasannya. Ia menghela nafas untuk meredakan amarahnya. Bagaimanapun, Addison telah banyak membantu dirinya.
“Terima kasih om, untuk semuanya.”
Calista mengambil secarik kertas kecil di dalam tasnya. Ia menuliskan nomor teleponnya disana.
“Ini.” Calista menyodorkan secarik kertas itu pada Addison
“Om bisa menghubungi aku kapan saja jika membutuhkan bantuan. Walaupun aku tidak begitu yakin bisa membantu om dengan hal apa.”
“Bisakah berhenti memanggilku om?”
Addison tampak geram dengan Calista yang selalu memanggilnya dengan sebutan om.
“Om tetaplah seorang om-om. Aku pergi dulu yaa om.”
Calista tidak mengindahkan permintaan Addison. Ia langsung berlalu pergi, turun dari mobil Addison.
“Hei, tunggu…” samar-samar Calista mendengar suara Addison sebelum ia menjauh dari sana.
Calista akhirnya bisa sedikit tersenyum. Tidak seperti sehari sebelumnya. Bertemu dengan orang seperti Addison cukup sedikit menghibur dirinya.
“Kau masih berani pergi ke sekolah ya,” bisik seseorang tepat di telinga Calista.
Matanya terbelalak melihat sosok yang menjadi sumber suara itu. Rasa takut pada diri Calista seketika muncul lagi.
“Hai, Calista. Kenapa masih belum masuk ke kelas? Bu Prita akan datang sebentar lagi, ayo ke kelas.” Suara Kelvin membawa kesadaran Calista kembali.
Kelvin adalah ketua kelas di kelas Calista. Ini pertama kalinya Kelvin mengajak Calista berbicara setelah beberapa bulan mereka berada di kelas yang sama.
Apapun alasan Kelvin mengajaknya berbicara saat ini. Calista merasa sangat tertolong akan kehadirannnya.
“Oh, iya,” jawab Calista singkat. Ia hanya ingin segera pergi dari sini.
“Permisi pak,” Kelvin merangkul bahu Calista agar mereka segera pergi dari sana.
Calista ingin berterima kasih pada Kelvin karena telah menjauhkannya dari guru bejat itu. Tapi rasanya aneh jika Calista harus berterima kasih sekarang. Alasan apa yang membuatnya harus mengatakan terima kasih. Calista tidak mungkin menjelaskan alasannya pada Kelvin
Calista berakhir dengan diam selama perjalanannya menuju ke kelas bersama dengan Kelvin. Ia juga tidak bisa berbasa-basi, sekedar mengajak ngobrol seseorang yang tidak dekat dengannya.
“Wah liat tuh, ketua kelas. Tumben mau jalan beriringan sama cewek. Biasanya paling anti banget dekat-dekat sama cewek.”
Celetuk seseorang yang ada di dalam kelas ketika melihat Kelvin dan Calista datang bersamaan.
“Mereka pacaran kali,” sahut temannya menanggapi.
Calista heran dengan teman sekelasnya yang ribut-ribut. Hanya karena ia berjalan bersisian dengan Kelvin.
Calista memang perrnah beberapa kali mendengar jika Kelvin termasuk cowok yang popular di kalangan cewek-cewek di sekolahnya. Namun, ia tidak menyangka hal sekecil ini pun mendapatkan reaksi yang berlebihan dari mereka.
“Duduk di tempat kalian masing-masing. Pelajaran kita akan segera dimulai,” suara cempreng Bu Prita mendiamkan suasana ribut di kelasnya.
Calista terselamatkan dengan kedatangan Bu Prita. Semoga saja teman sekelasnya tidak mempergunjingkan hal itu lagi. Calista tidak mau dapat perhatian karena sesuatu yang tidak perlu dan merepotkan.
Kegusaran tampak jelas di wajah Addison. Dering teleponnya tetap berbunyi walaupun berkali-kali telah diabaikan. Penelpon yang keras kepala itu adalah ibunya sendiri. Addison sengaja tidak mengangkat telepon dari ibunya setelah membaca pesan yang ibunya kirimkan itu padanya. “Mama menemukan seorang wanita cantik dan baik untuk dijadikan istrimu. Mama telah mengatur pertemuan kalian berdua. Datang ke café xxx pukul 6 sore nanti yaa.” Addison hanya bisa geleng-geleng kepala setelah membaca pesan dari ibunya itu ketika ia baru saja selesai rapat. Addison mengira, ia mendapatkan pesan dari Calista. Sebagai sebuah hiburan setelah semua urusan pekerjaan yang sangat memusingkan ini. “ADDISON CALDWELL,” suara nyaring ibunya langsung memenuhi telinga Addison. Ia sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga. “Kenapa baru diangkat sekarang? Sudah puluhan kali mama telepon.” “Maaf mama cantik. Addison sedang rapat tadi. Baru aja selesai.” Daripada harus disembur dengan rasa marah ibunya. Addis
Calista sudah siap dengan dress bermotif bunganya. Seperti yang sudah ia janjikan, malam ini ia akan ikut dengan ayahnya menghadiri pesta ulang tahun anak pertama keluarga Caldwell. Semenjak bertengkar dengan ayahnya malam itu. Calista tidak pernah lagi berbicara dengan ayahnya. “Non, Tuan Ansell telah menunggu di bawah.” Bi Ina menyadarkan Calista dari lamunannya. “Baik Bi, aku akan turun sebentar lagi.” Calista memasang aksesoris yang cocok dengan dress yang ia pakai sekarang. Kalung bermotif bunga daisy dan sepasang anting dengan motif yang sama. Setelah semua siap, Calista segera turun ke bawah. Ia tidak ingin berlama-lama agar ayahnya itu tidak marah padanya. Calista masih seseorang yang menumpang di rumah orang tuanya. Ia belum bisa memberikan balasan yang berarti bagi orang tuanya untuk semua jasa mereka. “Pastikan kau tidak membuat masalah di sana nanti,” ucap Ayah Calista ketika ia baru saja memasuki mobilnya. “Baik, tentu saja,” ucap Calista datar. Calista harus bisa
Seluruh anggota keluarga Addison terlihat sangat senang mendengar kabar gembira yang dibawanya. Di acara ulang tahun Addison yang ke 27 tahun itu.Pesta ulang tahun Addison telah usai dari beberapa jam yang lalu. Para tamu undangan pun telah pergi dari Villa milik mereka. Menyisakan Addison dan keluarganya yang memilih untuk menginap di sana malam ini.Di sela-sela acaranya tadi. Addison mengumumkan pada khalayak ramai, bahwa ia akan melamar Calista. Untung saja Calista bisa ikut bekerja sama dengan tindakannya yang cukup mendadak itu.Tidak terbayangkan oleh Addison jika Calista kabur di tengah-tengah acara. Apalagi tepat pada saat ia sedang berbicara. Dengan maksud untuk melamar Calista. Karena ia tidak pernah menyetujui hal itu sebelumnya.“Oh, jadi karena ini kamu gak mau ketemu sama wanita yang udah mama jodohin sama kamu.” Erinna mengurungkan niatnya untuk memarahi Addison habis-habisan kali ini.Erinna sudah berencana untuk melakukan hal itu karena Addison tidak bisa menepati ja
Para tamu undangan mulai berdatangan memenuhi halaman belakang rumah Calista. Acara pertunangan yang diadakan secara dadakan oleh Addison tidak menemukan kegagalannya sama sekali.Addison sudah terbiasa untuk mempersiapkan berbagai acara semenjak jabatannya masih menjadi anak magang di perusahaan orang tuanya sendiri. Mempersiapkan acara dadakan seperti ini bukanlah masalah yang besar baginya.“Bi, kamar Calistanya dimana ya? Saya udah gak sabar, pengen lihat calon tunangan saya,” tanya Addison pada Bi Ina yang sibuk melayani para tamu undangan.“Di lantai dua den, cuman ada satu kamar di sana. Itu kamarnya non Calista,” jawab Bi Ina dengan senang hati memberitahukan letak kamar Calista.“Terimakasih Bi.” Dengan semangat yang menggebu-gebu Addison langsung menuju ke kamar Calista.Ketika Addison akan memasuki kamar Calista, ia tidak sengaja mendengar suara Ansell yang sedang berbicara pada Calista.Addison mengurungkan niatnya untuk melangkah lebih jauh lagi. Ia bersembunyi di balik va
“Aku mau pindah sekolah,” ucap Calista setelah mengumpulkan banyak keberanian di dalam dirinya. Makan malam keluarga Hadley langsung terusik dengan suara Calista dan kata-katanya yang tidak masuk akal. Ayahnya langsung menatapnya tajam dan menusuk karena telah mengganggu ketenangannya. “Kenapa?” tanya ayah Calista dengan suara yang dingin. Seketika keberanian Calista langsung menciut. Namun, ia tidak boleh menyerah begitu saja. Bagaimanapun caranya Calista ingin pindah dari sekolah yang terkutuk itu. Calista sudah tidak berani lagi menatap ke arah kedua orangtuanya. “Seorang guru melecehkanku,” ucapnya dengan suara yang pelan. Tidak ada suara lantang itu lagi. Kening Ansell Orlando Hadley langsung berkerut mendengar hal itu. Namun, tidak ada rasa khawatir sama sekali yang tergambar di wajahnya. Padahal putri tunggalnya baru saja mengatakan kalau ia dilecehkan oleh seseorang. “Dilecehkan?” tanya Ansell dingin. “Iya, Yah.” Calista semakin tertunduk mendengar suara ayahnya yang din
Calista duduk di depan bartender yang sibuk melayani pelanggan-pelanggan yang ada di bar itu. Tidak ada tempat mana pun yang terpikirkan oleh Calista setelah pergi dari rumahnya. “Mau minum apa nona cantik?” tanya barternder yang telah selesai melayani pelanggan lainnya. “Minuman dengan tingkat alkohol paling tinggi,” pinta Calista tanpa berpikir panjang pada bartender yang ada di depannya. “Baiklah, tunggu sebentar nona cantik. Aku akan segera menyiapkannya khusus untukmu.” Bartender itu tersenyum ramah pada Calista lalu dengan sigap menyiapkan pesanan Calista. Pertama-tama ia meletakkan sebuah gelas kaca kosong pada meja yang ada di depan Calista. Lalu ia mengambil sebotol whiskey dengan tingkat alkohol yang paling tinggi sesuai dengan permintaan Calista. “Tambah batu es atau tidak, nona cantik?” tanya bartender itu sembari menuangkan whiskey yang ada di botol ke dalam gelas. “Tidak usah,” ucap Calista dengan nada yang datar. Setelah mendapatkan anggukan dan senyuman ya
Calista mulai merasa gelisah karena badannya terasa cukup panas. Ia merasa kegerahan, ingin rasanya ia melepaskan semua pakaiannya agar tidak merasa kepanasan lagi. Ia pun tiba-tiba merasa haus akan sentuhan dari seseorang. “Panass,” keluh Calista pada pria yang sedang menggendongnya. “Bertahanlah dulu. Aku tau ini sulit, tapi kau akan menyesal nantinya jika melakukan hal yang bodoh sekarang.” Calista tidak mengerti sama sekali maksud dari ucapan pria ini. Ia pun memeluk erat lehernya dan memejamkan mata, berusaha mengabaikan rasa aneh yang ada di tubuhnya. Sesaat kemudian, ia kembali tidak sadarkan diri lagi. “Hey, bangun. Setidaknya beritahu aku dimana rumahmu terlebih dahulu.” Addison menepuk-nepuk pipi gadis cantik yang ditolongnya tadi dengan lembut. Addison telah membawa gadis cantik itu ke mobilnya. Namun, ia sudah tidak sadarkan diri dari beberapa menit yang lalu. Addison bingung kemana ia harus membawanya. “Jangan bawa aku pulang, aku tidak mau pulang.” Gadis cantik itu
“Kenapa kau masih disini?” Addison terkejut mendapati Aiden yang masih berdiri di depan kamar Calista. Ia tidak menyangka Aiden masih menungguinya di luar. “Kau berhutang penjelasan padaku.” Aiden menatapnya dengan tajam. “Baiklah-baiklah, tapi kau tidak berniat menyuruhku menjelaskannya di sini bukan?” “Ayo ke ruanganku saja.” Aiden baru sadar jika mereka masih berdiri di depan kamar Calista. Mereka pun pergi ke ruangan Aiden agar Addison bisa dengan nyaman menjelaskan apa yang sedang terjadi. “Aku menemukan gadis itu di bar, tempat pertemuan reuni kita.” Addison mulai bercerita pada Aiden setelah mereka sampai di ruangannya. “Awalnya aku memperhatikannya karena merasa sangat tertarik. Aku bahkan sampai berniat untuk mendekatinya.” “Wah, siapa wanita yang bisa membuat seorang Addison sampai merasa tertarik untuk mendekatinya itu? Apakah dia begitu istimewa sampai kau sendiri yang berniat untuk mendekatinya?” Aiden langsung menyela Addison dengan pertanyaan-pertanyann
Para tamu undangan mulai berdatangan memenuhi halaman belakang rumah Calista. Acara pertunangan yang diadakan secara dadakan oleh Addison tidak menemukan kegagalannya sama sekali.Addison sudah terbiasa untuk mempersiapkan berbagai acara semenjak jabatannya masih menjadi anak magang di perusahaan orang tuanya sendiri. Mempersiapkan acara dadakan seperti ini bukanlah masalah yang besar baginya.“Bi, kamar Calistanya dimana ya? Saya udah gak sabar, pengen lihat calon tunangan saya,” tanya Addison pada Bi Ina yang sibuk melayani para tamu undangan.“Di lantai dua den, cuman ada satu kamar di sana. Itu kamarnya non Calista,” jawab Bi Ina dengan senang hati memberitahukan letak kamar Calista.“Terimakasih Bi.” Dengan semangat yang menggebu-gebu Addison langsung menuju ke kamar Calista.Ketika Addison akan memasuki kamar Calista, ia tidak sengaja mendengar suara Ansell yang sedang berbicara pada Calista.Addison mengurungkan niatnya untuk melangkah lebih jauh lagi. Ia bersembunyi di balik va
Seluruh anggota keluarga Addison terlihat sangat senang mendengar kabar gembira yang dibawanya. Di acara ulang tahun Addison yang ke 27 tahun itu.Pesta ulang tahun Addison telah usai dari beberapa jam yang lalu. Para tamu undangan pun telah pergi dari Villa milik mereka. Menyisakan Addison dan keluarganya yang memilih untuk menginap di sana malam ini.Di sela-sela acaranya tadi. Addison mengumumkan pada khalayak ramai, bahwa ia akan melamar Calista. Untung saja Calista bisa ikut bekerja sama dengan tindakannya yang cukup mendadak itu.Tidak terbayangkan oleh Addison jika Calista kabur di tengah-tengah acara. Apalagi tepat pada saat ia sedang berbicara. Dengan maksud untuk melamar Calista. Karena ia tidak pernah menyetujui hal itu sebelumnya.“Oh, jadi karena ini kamu gak mau ketemu sama wanita yang udah mama jodohin sama kamu.” Erinna mengurungkan niatnya untuk memarahi Addison habis-habisan kali ini.Erinna sudah berencana untuk melakukan hal itu karena Addison tidak bisa menepati ja
Calista sudah siap dengan dress bermotif bunganya. Seperti yang sudah ia janjikan, malam ini ia akan ikut dengan ayahnya menghadiri pesta ulang tahun anak pertama keluarga Caldwell. Semenjak bertengkar dengan ayahnya malam itu. Calista tidak pernah lagi berbicara dengan ayahnya. “Non, Tuan Ansell telah menunggu di bawah.” Bi Ina menyadarkan Calista dari lamunannya. “Baik Bi, aku akan turun sebentar lagi.” Calista memasang aksesoris yang cocok dengan dress yang ia pakai sekarang. Kalung bermotif bunga daisy dan sepasang anting dengan motif yang sama. Setelah semua siap, Calista segera turun ke bawah. Ia tidak ingin berlama-lama agar ayahnya itu tidak marah padanya. Calista masih seseorang yang menumpang di rumah orang tuanya. Ia belum bisa memberikan balasan yang berarti bagi orang tuanya untuk semua jasa mereka. “Pastikan kau tidak membuat masalah di sana nanti,” ucap Ayah Calista ketika ia baru saja memasuki mobilnya. “Baik, tentu saja,” ucap Calista datar. Calista harus bisa
Kegusaran tampak jelas di wajah Addison. Dering teleponnya tetap berbunyi walaupun berkali-kali telah diabaikan. Penelpon yang keras kepala itu adalah ibunya sendiri. Addison sengaja tidak mengangkat telepon dari ibunya setelah membaca pesan yang ibunya kirimkan itu padanya. “Mama menemukan seorang wanita cantik dan baik untuk dijadikan istrimu. Mama telah mengatur pertemuan kalian berdua. Datang ke café xxx pukul 6 sore nanti yaa.” Addison hanya bisa geleng-geleng kepala setelah membaca pesan dari ibunya itu ketika ia baru saja selesai rapat. Addison mengira, ia mendapatkan pesan dari Calista. Sebagai sebuah hiburan setelah semua urusan pekerjaan yang sangat memusingkan ini. “ADDISON CALDWELL,” suara nyaring ibunya langsung memenuhi telinga Addison. Ia sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga. “Kenapa baru diangkat sekarang? Sudah puluhan kali mama telepon.” “Maaf mama cantik. Addison sedang rapat tadi. Baru aja selesai.” Daripada harus disembur dengan rasa marah ibunya. Addis
“Kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Ansell heran dengan kehadiran Addison di rumahnya.“Saya ada urusan dengan Calista om.”Addison sengaja tidak menggunakan bahasa formal. Walaupun perusahaannya dan perusahaan Ansell akan bekerja sama. Tetapi saat ini mereka tidak bertemu karena ada urusan bisnis.Selain itu, Addison juga ingin mendekatkan diri. Bagaimanapun, orang ini adalah ayah dari gadis yang disukainya.“Ternyata kamu kenal anak saya ya.” Ansell tersenyum canggung.“Iya om.”Addison dan Ansell pun berbincang masalah pekerjaan. Mereka juga membicarakan sedikit tentang kerja sama yang akan dilakukan.“Ayo pergi.” Calista menarik tangan Addison agar segera keluar.Perbincangan Addison dan Ansell tiba-tiba terinterupsi dengan kedatangan Calista. Calista tampak tidak peduli dengan Ansell yang sedang berbincang dengannya. Bahkan Calista menatap tajam Ansell dengan sorot penuh kebencian.“Kalau begitu permisi om.”Addison yang terkejut dengan Calista yang tiba-tiba menarik tangannya
“Addison?” tanya Calista pada pria yang tiba-tiba membawanya ke mobil hitam yang cukup mewah. Pria itu bersetelan jas rapi seperti seorang pekerja kantoran. “Darimana kamu tahu namaku?” tanya Addison balik bertanya. Addison tidak pernah memberitahukan namanya pada Calista. Bahkan di catatan yang ia tinggalkan untuknya pun, Addison hanya menyebut dirinya sebagai penyelamat. “Dari kakak tampan yang mencegatku pergi dari hotel tadi. Dia bilang kalian berteman.” “Oh, Aiden,” ucap Addison paham. “Makasih udah nyelamatin aku kemarin om, tapi maaf, aku sedang terburu-buru sekarang.” Calista tidak peduli menyebut Addison dengan panggilan om. Addison terlihat cukup tua. Umur mereka pasti terpaut cukup jauh “Kau menyebut Aiden dengan panggilan kakak, sedangkan menyebutku dengan panggilan om?” Mata elang Addison menatap tajam ke arah Calista. “Habisnya om terlihat cukup tua. Umur kita pasti beda jauh kan.” Calista hanya berkata jujur tentang apa yang dipikirkannya. “Lalu kenapa kau mema
Calista terbangun dengan rasa sakit yang menghantam kepalanya. Ingatan terakhirnya hanya sampai pada saat ia menari-nari seperti orang gila di bar yang ia kunjungi semalam. Untuk menjadi seseorang yang dewasa seperti yang ayahnya katakan. Calista mengacak-acak rambutnya, berusaha mengingat apa yang terjadi kemarin. Ia melihat ke sekeliling kamarnya dan menemukan sebuah dress dan minuman yang terlihat asing baginya. Di atas dress yang terlipat rapi itu, tertempel sebuah kertas yang kecil. Calista mengambil dan melihat isi tulisan dari kertas itu. “Hai, nona manis. Saat ini kau pasti sedang kebingungan. Kenapa kau bisa sampai berakhir dengan berada di kamar ini.” “Kemarin aku menolongmu dari pria yang hampir saja mengambil keuntungan darimu yang sedang mabuk dan tidak sadarkan diri. Jangan khawatir, aku tidak melakukan apa-apa padamu.” “Minumlah obat pengar yang aku taruh di atas nakas itu untuk meredakan sakit kepalamu.” Calista menatap minuman yang ada di nakas itu. Ternyat
“Kenapa kau masih disini?” Addison terkejut mendapati Aiden yang masih berdiri di depan kamar Calista. Ia tidak menyangka Aiden masih menungguinya di luar. “Kau berhutang penjelasan padaku.” Aiden menatapnya dengan tajam. “Baiklah-baiklah, tapi kau tidak berniat menyuruhku menjelaskannya di sini bukan?” “Ayo ke ruanganku saja.” Aiden baru sadar jika mereka masih berdiri di depan kamar Calista. Mereka pun pergi ke ruangan Aiden agar Addison bisa dengan nyaman menjelaskan apa yang sedang terjadi. “Aku menemukan gadis itu di bar, tempat pertemuan reuni kita.” Addison mulai bercerita pada Aiden setelah mereka sampai di ruangannya. “Awalnya aku memperhatikannya karena merasa sangat tertarik. Aku bahkan sampai berniat untuk mendekatinya.” “Wah, siapa wanita yang bisa membuat seorang Addison sampai merasa tertarik untuk mendekatinya itu? Apakah dia begitu istimewa sampai kau sendiri yang berniat untuk mendekatinya?” Aiden langsung menyela Addison dengan pertanyaan-pertanyann
Calista mulai merasa gelisah karena badannya terasa cukup panas. Ia merasa kegerahan, ingin rasanya ia melepaskan semua pakaiannya agar tidak merasa kepanasan lagi. Ia pun tiba-tiba merasa haus akan sentuhan dari seseorang. “Panass,” keluh Calista pada pria yang sedang menggendongnya. “Bertahanlah dulu. Aku tau ini sulit, tapi kau akan menyesal nantinya jika melakukan hal yang bodoh sekarang.” Calista tidak mengerti sama sekali maksud dari ucapan pria ini. Ia pun memeluk erat lehernya dan memejamkan mata, berusaha mengabaikan rasa aneh yang ada di tubuhnya. Sesaat kemudian, ia kembali tidak sadarkan diri lagi. “Hey, bangun. Setidaknya beritahu aku dimana rumahmu terlebih dahulu.” Addison menepuk-nepuk pipi gadis cantik yang ditolongnya tadi dengan lembut. Addison telah membawa gadis cantik itu ke mobilnya. Namun, ia sudah tidak sadarkan diri dari beberapa menit yang lalu. Addison bingung kemana ia harus membawanya. “Jangan bawa aku pulang, aku tidak mau pulang.” Gadis cantik itu