Dua minggu setelah Geff dan Elea melangsungkan proses pernikahan. Sekarang mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri. Mereka sepakat untuk tidak tinggal dengan orang tua. Namun, setiap hari minggu Geff dan Elea bergantian menginap di rumah orang tua mereka. Seperti hari ini, jatah mereka adalah menginap di keluarga Elea.
"Nor!"Suara Geff terdengar dari ruang tv. Elea yang sedang berjalan mendekat dengan tangan penuh camilan sontak memikirkan orang yang bernama Nor dirumahnya. Dia jadi cemburu, mengapa bukan Elea yang dipanggil Geff, siapa sih Nor Nor itu."Nor?" Tanya Elea meletakkan sebagian camilannya di atas meja, sebagiannya lagi masih di pelukannya. Elea duduk mepet tak ada jarak dengan Geff, sengaja."Nama lo kan Eleanor," kata Geff sembari membuka mulut ketika Elea menyuapinya.Elea langsung tersenyum ketika tau dia yang dipanggil Geff, huft untung dia belum marah-marah karena cemburu. Tapi tunggu, Nor? Nor? Seumur hidup Elea, baru pertama kali dia dipanggil seperti itu."Kenapa, Par?" Balas Elea yang langsung mendapat tatapan dari Geff. Laki-laki itu bahkan menyerongkan duduknya ke arah Elea."Par?" Tanya Geff seketika."Nama kamu kan Parveen," jawab Elea yang sepenuhnya benar, tapi kok menyebalkan di telinga Geff."Oh gitu, Nor." Geff kembali ke posisi duduknya semula, kecuali tangannya yang diletakkan ke sofa tempat Elea duduk, terlihat seperti merangkul."Hih, panggil Elea aja." Elea menepuk dada Geff pelan, perempuan itu sedang bersandar di dada Geff, kesempatan."Gak mau.""Geff!" Elea membangkitkan kepalanya yang bersandar di dada Geff."Heh, gak sopan manggil nama." Tegur Geff sembari menarik kembali Elea untuk bersandar kepadanya.Elea nurut-nurut aja ketika kepalanya ditarik Geff. Ini namanya durian runtuh. Elea kira Geff akan seperti laki-laki cuek yang tak ingin disentuh."Terus manggil apa? Pak Suami?" Elea mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah Geff."Alay.""Sayang? Hubby? Husbu? Honey?""Geli.""Yaudah, Mas Geff aja." Putus Elea karena dari tadi mendapat penolakan Geff. Ribet sekali memang jodohnya Elea itu."Terserah," kata Geff tak menoleh ke bawah, matanya fokus ke arah depan untuk menonton televisi."Ciee mau dipanggil mas." Gadis itu menoel-noel pipi Geff menggoda laki-laki itu. Geff tak membalas godaan Elea, beda dengan telinganya yang memerah.Mereka akhirnya diam menonton tv. Elea tak paham film yang ditonton Geff hanya bisa makan camilan dan sesekali menyuapi laki-laki itu."Mau nikah lagi gak?" Tanya Elea yang langsung membuat Geff mengalihkan pandangannya dari tv. Laki-laki itu bahkan menarik Elea agar duduk tegak berhadapan dengannya. Elea yang sedang makan hampir tersedak dengan respon Geff. Apanya yang salah?"Elea, kita baru nikah. Masa lo udah mau nawarin gue nikah lagi?" Tanya Geff pelan-pelan."Kenapa emang? Aku mau." Elea mengangguk-anggukan kepalanya. Kenapa Geff tidak mau nikah lagi? Aneh."Maaf maaf aja nih. Gue bukan penganut SCTV," ucap Geff yang pasti tidak dimengerti Elea."Sama sih, aku juga lebih suka RCTI," balas Elea tersenyum, ternyata seleranya dengan Geff sama."Bukan yang itu, maksudnya gue gak mau satu untuk semua." Jelas Geff agar dimengerti Elea."Siapa yang satu untuk semua?" Tanya Elea masih tak paham. Kenapa sih Geff selalu menggunakan bahasa yang aneh, tinggal to the point kok susah, untung ganteng."Duh malah pusing gue." Geff mengelus pelan kepalanya lalu menyenderkan tubuhnya ke sofa yang diikuti Elea."Sama, aku juga.""Intinya gue gak mau poligami." Nah dari tadi kek, pakai muter-muter dulu, heran.Elea terdiam, berusaha mengingat arti poligami. Poligami itu yang kertas dilipat-lipat? Bukan, itu origami. Poligami itu mainan yang waktu kecil ia mainkan? Bukan deh, itu monopoli. Poligami itu yang-"Poligami? YANG PUNYA ISTRI BANYAK? WAH AKU BILANGIN PAPAH! PAH! PA-" Teriak Elea yang langsung mendapat bekapan dari Geff. Laki-laki itu memelototkan matanya kode untuk Elea diam."Sstt, gue gak mau poligami, Elea." Bisik Geff di telinga Elea. Geff melepaskan bekapannya setelah Elea mengangguk paham.Elea menepuk-nepuk kepala Geff pelan. Lalu, memeluk laki-laki itu dengan erat."Bagus, suami yang baik," ucap Elea pada Geff."Terus tadi kenapa lo nawarin mau nikah lagi? Orang denger poligami aja heboh." Tanya Geff setelah menetralkan detak jantung karena takut papah mertuanya salah paham."Kamu gak mau nikah lagi sama aku?" Elea menatap mata Geff yang kini balik menatapnya."Hah?" Tanya Geff yang kini gilirannya tak paham.Elea bingung, masa gitu aja Geff tak mengerti. Ck ck ck, untung Geff dapat istri pintar seperti dirinya."Iya, pas nikah kan cuman keluarga inti sama kerabat deket aja. Nah nanti kita bikin resepsi lagi yang lebih mewah terus lebih banyak tamunya." Jelas Elea sedetail mungkin agar suaminya paham."Males gue," balas Geff tak sesuai kemauan Elea."Jangan males, aku mau pamer, kalo perlu satu dunia tau kamu itu punya aku," kata Elea penuh dengan antusias membayangkan dia memamerkan suaminya yang tampan.Geff yang mendengar itu sontak terkekeh, apalagi wajah Elea ketika menceritakan keinginannya, lucu."Ehem, gak satu dunia juga." Geff mengusak rambut Elea pelan. Pipi gadis itu masih memerah, khas ketika sedang malu atau bersemangat."Kenapa emang? Nanti kalo kita ke luar negri terus ada orang yang suka sama kamu gimana?" Elea membayangkan bagaimana suaminya yang tampan ini dilirik sana-sini, apalagi ini bukan hanya produk lokal, sudah global."Kan gue gak suka," balas Geff agar Elea tak memikirkan hal yang macam-macam.Perkataan Geff malah membuat Elea semakin over thinking. Bule dan dirinya sama-sama tidak disukai Geff. Bagaimana dia bisa bersaing melawan produk luar negri itu?"Sama, kamu juga gak suka aku." Elea menyenderkan kepalanya kembali ke lengan Geff."Siapa bilang?" Tanya Geff menunduk untuk melihat perubahan wajah Elea. Tadi tampak bersemangat, sekarang terlihat murung."Kamu." Tuhkan Geff aja lupa pernah mengatakan itu pada Elea. Gadis itu harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan hati suaminya ini."Masa sih?" Kata Geff mengingat kembali apa saja yang dia ucapkan kepada Elea."Iya, kamu bilang 'gue gak suka lo, gue gak mau nikahin lo' berkali-kali." Elea menjelaskan semuanya agar Geff kembali mengingat."Oh iya ya." Geff menggaruk tengkuknya tak gatal, dia beneran lupa pernah ngomong seperti itu. Terdengar jahat gak sih?"Kamu lupa? Kalo aku sih gak bakal lupa, aku ingat ingat terus," kata Elea mendongak menatap Geff."Ngapain lo ingat-ingat?" Tanya Geff balik."Karena itu sakit hati pertama aku," jawab Elea dengan jujur. Gadis itu selalu mendapatkan apa yang dia mau. Eric yang menghampirinya dan mengajaknya untuk menikah. Untuk itu, baru pertama kali Elea merasakan penolakan dari laki-laki yang sekarang menjadi suaminya."Gak usah diinget." Geff mengelus kepala Elea pelan berharap ingatan itu hilang dari kepala gadis itu."Gak mau." Elea menggelengkan kepalanya menolak."Harus mau." Tekan Geff."Kok nyuruh?" Tanya Elea."Kenapa? Gue kan suami lo," ucap Geff setengah sadar. Elea yang mendengar itu sontak mengerlingkan matanya kearah Geff. Geff yang sadar langsung merutuki bibirnya, malu banget."Ciee suamii.""Lo bisa geseran dikit?" Geff dari tadi sudah bergeser menjauh dari Elea, tapi perempuan itu malah semakin mendekatinya.Elea langsung menggeleng tanda penolakan, kesempatan emas berdekatan Geff mana bisa dia abaikan. Bodo amat jika suaminya itu risih."Ngomong sama istri kok lo-gue terus." Cibir Elea. Awalnya Elea tak mempermasalahkan, tapi kalau kedengaran wanita lain yang mengincar Geff bisa bahaya. Wanita itu pasti mengira Geff tidak menyukai Elea, walaupun memang benar."Belom terbiasa gue," kata Geff dengan santai. Bertemu dengan Elea lalu menikah tidak pernah ada di benak Geff sekalipun. Laki-laki itu masih menyesuaikan diri dengan status barunya kini."Aku juga belum terbiasa, Geff." Perempuan itu berbicara dengan raut wajah pongah. Geff yang mendengar itu langsung memusatkan pandangannya ke arah Elea."Gak mau kalah banget." Geff menyentil kening istrinya pelan. "Emang." Elea melebarkan senyumnya. Perempuan itu senang sekali menggoda Geff, apalagi respon suaminya yang membua
"Mas.""Mas.""Mas.""Mas."Panggilan untuk suami ke sekian kalinya dari perempuan yang tengah berbaring telentang di atas kasur itu. "Elea." Tegur Geff pelan, laki-laki itu jadi tidak fokus melihat desain rumah yang ada di ponselnya."Ehehehe." Elea hanya menyengir mendengar teguran Geff. Memang suaminya itu tidak pernah marah apapun tingkah yang dia lakukan. Kesel dikit paling."Kenapa manggil terus?" Tanya Geff tak mengalihkan pandangannya."Gak papa," jawab Elea singkat."Mau apa?""Gak mau apa-apa."Geff menghembuskan napas pelan, lalu meletakkan ponselnya di atas nakas. Laki-laki itu merebahkan dirinya di samping Elea yang sedang melihat langit-langit kamar."Mas beli rumah dari kapan?" Tanya Elea yang baru sempat menanyakan perihal rumah semenjak mereka menikah."Dari lulus kuliah. Bukan beli jadi, tapi bikin," ujar Geff."Wahh pantes bagus banget." Elea berdecak kagum mengingat betapa indah desain interior rumah yang mereka tinggali setelah pernikahan."Pas kuliah kan gue ker
"Dek, rumahnya Bu Yuli di sini kan ya?"Elea sedang menikmati eskrimnya menoleh ke arah seseorang yang sedang bertanya entah kepada siapa. Perempuan itu lantas melanjutkan kembali langkahnya menuju rumah karena tak merasa ditanya."Eee ni bocah malah nyelonong." Seseorang yang berjenis kelamin laki-laki itu menarik kecil tudung hoodie Elea.Elea menghentikan langkah, lalu membalikkan badannya. Mengabaikan tingkah tidak sopan orang asing tadi, karena biasanya Elea lebih tidak sopan."Mas ngomong sama saya?" Tanya Elea menunjuk dirinya sendiri menggunakan tangan yang memegang plastik berisi camilan. "Ya iyalah." Orang asing itu menjawab dengan nada gemas. Jelas-jelas hanya ada mereka berdua di sana."Kok manggil dek? Sorry sorry aja nih mas, saya udah nikah." Elea memamerkan cincin berliannya ke arah laki-laki itu."Hah." Orang asing itu sontak memelototkan matanya seolah tak percaya perempuan di depannya itu sudah menikah."Hah?" Elea tak paham dengan ekspresi wajah yang ditampilkan o
"Aaaa, pengen mati aja." Eleanor Alicia tengah frustrasi untuk menghadapi kehidupannya. Dia ditinggalkan kekasih di hari pernikahannya. Seumur hidup, baru pertama kali Elea merasakan malu. Biasanya, malu-maluin."Tapi ini ketinggian gak sih?" Tanya Elea kepada dirinya sendiri. Gadis itu melihat kebawah untuk memperkirakan ketinggiannya. Elea berancang-ancang ingin melompat dari sejam yang lalu."Ck takut mati." Elea kembali ke posisinya ketika melihat ke bawah. Tak sanggup untuk melompat. Elea di atas jembatan? Di atas gedung 5 lantai? Salah. Gadis itu berada di atas pohon yang tingginya hanya 4 meter dari tanah.Gadis itu mengetuk-ngetukan jarinya di dagu sembari berpikir. "Kalo di drama pasti ada yang nolongin kalo lompat.""Tapi kalo gak ada gimana." Elea mengerucutkan bibirnya. Susah ternyata untuk bunuh diri."Bocah, lo ngapain?" Teriak laki-laki bernama Geffrey de Parveen. "OMG. Ganteng banget." Elea melebarkan senyumannya seolah mendapatkan uang kaget."Heh, lo ngapain di atas
"Nama kamu siapa?" Tanya Elea dengan wajah mendongak karena perbedaan tinggi mereka."Geff," jawab Geff singkat. Laki-laki itu sedikit menyesal bertemu gadis di depannya ini. Sungguh merepotkan."Nama panjang?" Tanya Elea lagi karena kurang puas dengan jawaban jodohnya itu."Geffrey de Parveen." Elea terdiam. Dari sekian banyak orang di muka bumi ini, mengapa jodohnya harus bermarga Parveen?"Parveen?" Tanya gadis itu memastikan dia tak salah mendengar.Geff menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu melihat Elea terdiam membisu. Aneh."Jangan bilang lo-" Kata Geff yang baru paham keterdiaman Elea karena apa.Geff menatap Elea dari atas ke bawah. Bagaimana dia tak menyadari kemungkinan itu. Padahal terlihat jelas Elea memakai gaun pengantin. Apalagi tingkahnya menaiki pohon yang mungkin untuk menghilangkan rasa stres gadis itu.Pantas saja ketika melihat wajah gadis itu, Geff merasa tidak asing. Tadi Geff dikirimkan foto Elea untuk memudahkan mencarinya. Laki-laki itu tidak tau wajah cal
"Udah baikan?" Tanya Geff tak mendengar isak tangis Elea. Elea melepaskan diri dari pelukan Geff, gadis itu sedikit malu karena menangis di depan Geff. Ditambah kondisi mukanya yang bengkak sehabis menangis. Elea hanya berharap make up-nya tidak luntur."Ke hotel ya?" Lanjut Geff membujuk gadis itu agar mau kembali ke tempat pernikahannya."Gak mau, males jalan." Elea menggelengkan kepalanya dengan mulut mengerucut."Gue gendong." Bujuk Geff lagi."Yey!" kata Elea antusias. Gadis itu menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri dengan riang.Geff melihat respon Elea hanya bisa tersenyum. Lagi dan lagi dia tak habis pikir mengapa Eric bisa meninggalkan gadis selucu ini. Andai Geff yang bertemu Elea terlebih dahulu, mungkin mereka-. Ah sudahlah Geff."Siniin dulu sepatunya." Geff menyodorkan tangannya.Elea memicingkan matanya ke arah Geff. Jodohnya ini ganteng sih, tapi kok pelit banget. Masa belum ada satu hari sepatu dipinjamkan udah diminta kembali. Tapi, tak apalah cinta itu buta d
"Mau gue gendong?" Geff berdiri di depan Elea setelah membukakan pintu mobil."Gak usah," jawab Elea sesingkat mungkin. Dirinya sedang membatasi diri untuk tidak berkomunikasi dengan Geff."Ya udah, nih pake dulu." Geff meletakkan sandal miliknya yang ada di bagasi mobil di depan kaki Elea. Elea bingung dengan Geff. Tadi katanya tidak suka dengannya, tapi mengapa memberi perhatian yang dapat membuat Elea salah paham. Atau memang dasarnya Elea yang lemah karena sudah jatuh hati kepada Geff. Jadi, perlakuan sekecil apapun akan menarik di hatinya."Dibilangin jangan baik-baik sama aku." Elea menatap lekat sandal yang sudah terpasang baik di kakinya. Gadis itu sedih karena harus kembali pada kenyataan, kenyataan dia ditinggalkan kekasihnya, dan laki-laki di depannya ini kakak Eric. Elea harus segera menyadarkan diri. Sudah cukup tadi waktu untuk menghibur diri bersama Geff. Cukup singkat pertemuannya dengan Geff, tapi sangat berkesan di hati Elea. Untuk itu, Elea berusaha tidak berkomun
"Dek, rumahnya Bu Yuli di sini kan ya?"Elea sedang menikmati eskrimnya menoleh ke arah seseorang yang sedang bertanya entah kepada siapa. Perempuan itu lantas melanjutkan kembali langkahnya menuju rumah karena tak merasa ditanya."Eee ni bocah malah nyelonong." Seseorang yang berjenis kelamin laki-laki itu menarik kecil tudung hoodie Elea.Elea menghentikan langkah, lalu membalikkan badannya. Mengabaikan tingkah tidak sopan orang asing tadi, karena biasanya Elea lebih tidak sopan."Mas ngomong sama saya?" Tanya Elea menunjuk dirinya sendiri menggunakan tangan yang memegang plastik berisi camilan. "Ya iyalah." Orang asing itu menjawab dengan nada gemas. Jelas-jelas hanya ada mereka berdua di sana."Kok manggil dek? Sorry sorry aja nih mas, saya udah nikah." Elea memamerkan cincin berliannya ke arah laki-laki itu."Hah." Orang asing itu sontak memelototkan matanya seolah tak percaya perempuan di depannya itu sudah menikah."Hah?" Elea tak paham dengan ekspresi wajah yang ditampilkan o
"Mas.""Mas.""Mas.""Mas."Panggilan untuk suami ke sekian kalinya dari perempuan yang tengah berbaring telentang di atas kasur itu. "Elea." Tegur Geff pelan, laki-laki itu jadi tidak fokus melihat desain rumah yang ada di ponselnya."Ehehehe." Elea hanya menyengir mendengar teguran Geff. Memang suaminya itu tidak pernah marah apapun tingkah yang dia lakukan. Kesel dikit paling."Kenapa manggil terus?" Tanya Geff tak mengalihkan pandangannya."Gak papa," jawab Elea singkat."Mau apa?""Gak mau apa-apa."Geff menghembuskan napas pelan, lalu meletakkan ponselnya di atas nakas. Laki-laki itu merebahkan dirinya di samping Elea yang sedang melihat langit-langit kamar."Mas beli rumah dari kapan?" Tanya Elea yang baru sempat menanyakan perihal rumah semenjak mereka menikah."Dari lulus kuliah. Bukan beli jadi, tapi bikin," ujar Geff."Wahh pantes bagus banget." Elea berdecak kagum mengingat betapa indah desain interior rumah yang mereka tinggali setelah pernikahan."Pas kuliah kan gue ker
"Lo bisa geseran dikit?" Geff dari tadi sudah bergeser menjauh dari Elea, tapi perempuan itu malah semakin mendekatinya.Elea langsung menggeleng tanda penolakan, kesempatan emas berdekatan Geff mana bisa dia abaikan. Bodo amat jika suaminya itu risih."Ngomong sama istri kok lo-gue terus." Cibir Elea. Awalnya Elea tak mempermasalahkan, tapi kalau kedengaran wanita lain yang mengincar Geff bisa bahaya. Wanita itu pasti mengira Geff tidak menyukai Elea, walaupun memang benar."Belom terbiasa gue," kata Geff dengan santai. Bertemu dengan Elea lalu menikah tidak pernah ada di benak Geff sekalipun. Laki-laki itu masih menyesuaikan diri dengan status barunya kini."Aku juga belum terbiasa, Geff." Perempuan itu berbicara dengan raut wajah pongah. Geff yang mendengar itu langsung memusatkan pandangannya ke arah Elea."Gak mau kalah banget." Geff menyentil kening istrinya pelan. "Emang." Elea melebarkan senyumnya. Perempuan itu senang sekali menggoda Geff, apalagi respon suaminya yang membua
Dua minggu setelah Geff dan Elea melangsungkan proses pernikahan. Sekarang mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri. Mereka sepakat untuk tidak tinggal dengan orang tua. Namun, setiap hari minggu Geff dan Elea bergantian menginap di rumah orang tua mereka. Seperti hari ini, jatah mereka adalah menginap di keluarga Elea."Nor!" Suara Geff terdengar dari ruang tv. Elea yang sedang berjalan mendekat dengan tangan penuh camilan sontak memikirkan orang yang bernama Nor dirumahnya. Dia jadi cemburu, mengapa bukan Elea yang dipanggil Geff, siapa sih Nor Nor itu."Nor?" Tanya Elea meletakkan sebagian camilannya di atas meja, sebagiannya lagi masih di pelukannya. Elea duduk mepet tak ada jarak dengan Geff, sengaja."Nama lo kan Eleanor," kata Geff sembari membuka mulut ketika Elea menyuapinya.Elea langsung tersenyum ketika tau dia yang dipanggil Geff, huft untung dia belum marah-marah karena cemburu. Tapi tunggu, Nor? Nor? Seumur hidup Elea, baru pertama kali dia dipanggil seperti itu.
"Mau gue gendong?" Geff berdiri di depan Elea setelah membukakan pintu mobil."Gak usah," jawab Elea sesingkat mungkin. Dirinya sedang membatasi diri untuk tidak berkomunikasi dengan Geff."Ya udah, nih pake dulu." Geff meletakkan sandal miliknya yang ada di bagasi mobil di depan kaki Elea. Elea bingung dengan Geff. Tadi katanya tidak suka dengannya, tapi mengapa memberi perhatian yang dapat membuat Elea salah paham. Atau memang dasarnya Elea yang lemah karena sudah jatuh hati kepada Geff. Jadi, perlakuan sekecil apapun akan menarik di hatinya."Dibilangin jangan baik-baik sama aku." Elea menatap lekat sandal yang sudah terpasang baik di kakinya. Gadis itu sedih karena harus kembali pada kenyataan, kenyataan dia ditinggalkan kekasihnya, dan laki-laki di depannya ini kakak Eric. Elea harus segera menyadarkan diri. Sudah cukup tadi waktu untuk menghibur diri bersama Geff. Cukup singkat pertemuannya dengan Geff, tapi sangat berkesan di hati Elea. Untuk itu, Elea berusaha tidak berkomun
"Udah baikan?" Tanya Geff tak mendengar isak tangis Elea. Elea melepaskan diri dari pelukan Geff, gadis itu sedikit malu karena menangis di depan Geff. Ditambah kondisi mukanya yang bengkak sehabis menangis. Elea hanya berharap make up-nya tidak luntur."Ke hotel ya?" Lanjut Geff membujuk gadis itu agar mau kembali ke tempat pernikahannya."Gak mau, males jalan." Elea menggelengkan kepalanya dengan mulut mengerucut."Gue gendong." Bujuk Geff lagi."Yey!" kata Elea antusias. Gadis itu menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri dengan riang.Geff melihat respon Elea hanya bisa tersenyum. Lagi dan lagi dia tak habis pikir mengapa Eric bisa meninggalkan gadis selucu ini. Andai Geff yang bertemu Elea terlebih dahulu, mungkin mereka-. Ah sudahlah Geff."Siniin dulu sepatunya." Geff menyodorkan tangannya.Elea memicingkan matanya ke arah Geff. Jodohnya ini ganteng sih, tapi kok pelit banget. Masa belum ada satu hari sepatu dipinjamkan udah diminta kembali. Tapi, tak apalah cinta itu buta d
"Nama kamu siapa?" Tanya Elea dengan wajah mendongak karena perbedaan tinggi mereka."Geff," jawab Geff singkat. Laki-laki itu sedikit menyesal bertemu gadis di depannya ini. Sungguh merepotkan."Nama panjang?" Tanya Elea lagi karena kurang puas dengan jawaban jodohnya itu."Geffrey de Parveen." Elea terdiam. Dari sekian banyak orang di muka bumi ini, mengapa jodohnya harus bermarga Parveen?"Parveen?" Tanya gadis itu memastikan dia tak salah mendengar.Geff menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu melihat Elea terdiam membisu. Aneh."Jangan bilang lo-" Kata Geff yang baru paham keterdiaman Elea karena apa.Geff menatap Elea dari atas ke bawah. Bagaimana dia tak menyadari kemungkinan itu. Padahal terlihat jelas Elea memakai gaun pengantin. Apalagi tingkahnya menaiki pohon yang mungkin untuk menghilangkan rasa stres gadis itu.Pantas saja ketika melihat wajah gadis itu, Geff merasa tidak asing. Tadi Geff dikirimkan foto Elea untuk memudahkan mencarinya. Laki-laki itu tidak tau wajah cal
"Aaaa, pengen mati aja." Eleanor Alicia tengah frustrasi untuk menghadapi kehidupannya. Dia ditinggalkan kekasih di hari pernikahannya. Seumur hidup, baru pertama kali Elea merasakan malu. Biasanya, malu-maluin."Tapi ini ketinggian gak sih?" Tanya Elea kepada dirinya sendiri. Gadis itu melihat kebawah untuk memperkirakan ketinggiannya. Elea berancang-ancang ingin melompat dari sejam yang lalu."Ck takut mati." Elea kembali ke posisinya ketika melihat ke bawah. Tak sanggup untuk melompat. Elea di atas jembatan? Di atas gedung 5 lantai? Salah. Gadis itu berada di atas pohon yang tingginya hanya 4 meter dari tanah.Gadis itu mengetuk-ngetukan jarinya di dagu sembari berpikir. "Kalo di drama pasti ada yang nolongin kalo lompat.""Tapi kalo gak ada gimana." Elea mengerucutkan bibirnya. Susah ternyata untuk bunuh diri."Bocah, lo ngapain?" Teriak laki-laki bernama Geffrey de Parveen. "OMG. Ganteng banget." Elea melebarkan senyumannya seolah mendapatkan uang kaget."Heh, lo ngapain di atas