"Aaaa, pengen mati aja." Eleanor Alicia tengah frustrasi untuk menghadapi kehidupannya. Dia ditinggalkan kekasih di hari pernikahannya. Seumur hidup, baru pertama kali Elea merasakan malu. Biasanya, malu-maluin.
"Tapi ini ketinggian gak sih?" Tanya Elea kepada dirinya sendiri. Gadis itu melihat kebawah untuk memperkirakan ketinggiannya. Elea berancang-ancang ingin melompat dari sejam yang lalu."Ck takut mati." Elea kembali ke posisinya ketika melihat ke bawah. Tak sanggup untuk melompat. Elea di atas jembatan? Di atas gedung 5 lantai? Salah. Gadis itu berada di atas pohon yang tingginya hanya 4 meter dari tanah.Gadis itu mengetuk-ngetukan jarinya di dagu sembari berpikir. "Kalo di drama pasti ada yang nolongin kalo lompat.""Tapi kalo gak ada gimana." Elea mengerucutkan bibirnya. Susah ternyata untuk bunuh diri."Bocah, lo ngapain?" Teriak laki-laki bernama Geffrey de Parveen."OMG. Ganteng banget." Elea melebarkan senyumannya seolah mendapatkan uang kaget."Heh, lo ngapain di atas pohon gitu?" Tanya Geff. Awalnya Geff hendak mencari calon istri adiknya yang kabur dari hotel. Ditengah perjalanan malah melihat perempuan memakai baju pengantin berada di atas pohon. Geff kira itu hantu.Elea tak mendengarkan perkataan Geff, dia sangat takjub dengan wajah rupawan laki-laki itu. Rahang tegas, alis lebat, dada bidang, bahu lebar, dan tinggi yang Elea perkirakan 185 cm. Entah mengapa, Elea merasa semua yang ada di Geff merupakan jawaban dari doa-doanya."Kamu mau gak jadi suami aku?" Tanya Elea ngawur."Wah gila ni orang." Geff memandang Elea yang berada di atas dengan tatapan tak percaya. Wajah gadis itu dengan perilakunya sangat bertolak belakang."Nama kamu siapa?" Tanya Elea tak mau kehilangan kesempatan. Gadis itu berpegangan pada cabang pohon dengan erat agar tidak terjatuh ketika melihat ke bawah."Kepo lo," jawab Geff yang mendapat gelengan Elea."Ck, ck, ck. Kata mamah gak boleh jawab gitu tau." Tegur Elea sembari mengingat ketika mamahnya memperingati dirinya.Pertama kali Elea menjawab 'kepo' adalah ketika gadis itu ditanya tukang sayur ingin membeli apa. Mamahnya yang mendengar Elea menjawab seperti itu langsung menceramahi gadis itu dari pasar sampai perjalanan pulang."Suka-suka gue lah," ujar Geff sembari tertawa kecil. Di mana mamah anak ini. Ceroboh sekali meninggalkan bocah main sendiri."Kamu kok ganteng?" Tanya Elea penasaran. Geff memang jawaban dari doa gadis itu."Tanya mak bapak gue." Entah kenapa Geff senang meladeni gadis gila di atasnya. Asyik sekali seperti mengobrol dengan bocil kematian."Boleh?" Tanya Elea antusias. Dia tak sabar melihat rupa mertuanya, apakah seperti sugar daddy?"Kenapa gak boleh?""Jadi, boleh. Bapak kamu namanya siapa? Nanti aku tanya." Elea kembali melontarkan pertanyaan yang tak pernah Geff dengar. Baru pertama kali bertemu, gadis itu terus memberi kesan menarik pada Geff."Lo gila?" Tanya Geff memastikan. Walaupun wajah Elea tak menunjukan gadis itu gila, tapi setelah mendengar tingkah dan ucapan Elea, Geff jadi ragu."Enggak," jawab gadis itu santai."Terus ngapain di atas?""Kepo." Elea mengembangkan senyumnya karena mengucapkan kembali kata itu setelah sekian lama."Heh, sini lo turun!" Suruh Geff karena takut gadis itu terjatuh.Masalahnya disini benar-benar sepi. Sedari dia bertemu dengan Elea, tak ada seorang pun yang lewat. Bahaya kalau gadis itu jatuh, Geff malas untuk menyeret tubuh Elea ke rumah sakit.Elea menggelengkan kepalanya pelan, menatap ke bawah dengan hati-hati, takut tiba-tiba terpeleset."Gabisa." Jujur gadis itu.Walaupun tadi sok-sokan ingin bunuh diri, Elea sebenarnya masih menyayangi nyawanya. Elea berpikir dia berada di momen yang tak akan bisa diulangi, yaitu ditinggalkan kekasih di hari pernikahan. Elea harus membuatnya lebih berkesan. Ya, dengan mencoba bunuh diri."Bisa naik, gabisa turun." Decak Geff tak mengerti tingkah gadis itu. Geff heran bagaimana caranya gadis itu naik ke atas dengan gaun yang ribet."Sini gue tangkep." Lanjut Geff. Laki-laki itu merentangkan tangannya menunggu gadis itu turun. Geff bisa saja meninggalkan Elea, tapi kok ya kasihan melihat gadis itu nangkring dengan gaun pengantin di atas pohon."Oke." Elea langsung menjatuhkan dirinya dari atas pohon tanpa banyak berpikir.Geff yang melihat itu sontak panik, gadis itu turun tanpa ancang-ancang, membuat Geff harus cepat menyesuaikan diri.Bruk.Elea membuka matanya ketika merasa sudah aman di gendongan Geff. Mau dilihat dari atas maupun bawah seperti ini, wajah Geff tetap rupawan. Benar-benar tampan."Kalo turun tuh dipikir dulu," tegur Geff dengan nada lembut. Elea yang mendengar itu tersenyum-senyum seperti orang gila. Atau memang beneran dia gila.Geff hendak menurunkan Elea dari gendongannya, tapi gadis itu malah semakin mengeratkan tangannya tak ingin diturunkan."Turun!" Laki-laki itu menggoyangkan tubuhnya agar Elea melonggarkan tangannya."Gak mau." Elea memasang wajah sok imut sembari menggelengkan kepalanya pelan."Lo berat," kata Geff yang sepenuhnya jujur.Elea membulatkan matanya tak terima. Berat badan gadis itu sangat ideal dengan tinggi badannya. Terakhir dia menimbang, berat badannya cuma 42 kg."Gaunnya yang berat." Bela gadis itu. Elea menatap mata Geff yang tidak mau menatapnya, laki-laki itu melarikan pandangannya."Ya makanya turun." Laki-laki itu menghembuskan nafas kasar. Cukup lelah menghadapi gadis di gendongannya itu."Nanti kamu kabur," kata Elea. Gadis itu tak mau kehilangan jodoh yang mungkin dikirimkan tuhan atas doa-doanya selama ini."Gak," jawab Geff cepat. Sebenarnya Geff memang ingin kabur karena malas berurusan dengan Elea yang pastinya akan merepotkan."Janji ya? Sini cium dulu." Elea mengerucutkan bibirnya dan menarik wajah Geff mendekat. Geff langsung melepaskan tangannya di tubuh Elea yang mengakibatkan gadis itu jatuh dengan indahnya.Elea terdiam, memproses apa yang terjadi baru saja. Gadis itu merebahkan tubuhnya di atas tanah dan kakinya menendang-nendang udara."Huaaa, sakit!" Elea menangis tanpa air mata seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan."Eh, eh maaf ya. Sumpah gue gak sengaja." Laki-laki itu bingung melakukan apa. Jangan salahkan dia menjatuhkan Elea, gadis itu hendak menciumnya. Hello, memang Geff laki-laki murahan."Tanggung jawab." Elea mengusap pipinya seolah ada air mata padahal tidak ada."Iya gue bakal tanggung jawab. Tapi lo diem." Geff bicara tanpa memikirkan dampak dari ucapannya. Dia hanya ingin Elea diam karena takut dikira melukai gadis itu.Elea tersenyum lebar, bangkit dari posisi tidurannya, dan merapikan gaunnya yang sedikit kotor. Gadis itu terlihat baik-baik saja tak seperti semenit yang lalu."Lo tadi ngapain manjat pohon?" Tanya Geff penasaran."Mau bunuh diri," jawab Elea yang mendapat tertawaan Geff. Bagaimana bisa bunuh diri di pohon yang pendek itu. Paling parah juga patah tulang."Kok gak berani lompat?" Laki-laki itu bingung dengan pola pikir Elea, sangat diluar nalar."Takut mati." Elea menatap kakinya yang tidak memakai alas. Terlihat mendalami peran pengantin yang kabur. Padahal dia yang ditinggal kabur."Beneran gila," ucap Geff pada gadis di depannya."Nama kamu siapa?" Tanya Elea dengan wajah mendongak karena perbedaan tinggi mereka."Geff," jawab Geff singkat. Laki-laki itu sedikit menyesal bertemu gadis di depannya ini. Sungguh merepotkan."Nama panjang?" Tanya Elea lagi karena kurang puas dengan jawaban jodohnya itu."Geffrey de Parveen." Elea terdiam. Dari sekian banyak orang di muka bumi ini, mengapa jodohnya harus bermarga Parveen?"Parveen?" Tanya gadis itu memastikan dia tak salah mendengar.Geff menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu melihat Elea terdiam membisu. Aneh."Jangan bilang lo-" Kata Geff yang baru paham keterdiaman Elea karena apa.Geff menatap Elea dari atas ke bawah. Bagaimana dia tak menyadari kemungkinan itu. Padahal terlihat jelas Elea memakai gaun pengantin. Apalagi tingkahnya menaiki pohon yang mungkin untuk menghilangkan rasa stres gadis itu.Pantas saja ketika melihat wajah gadis itu, Geff merasa tidak asing. Tadi Geff dikirimkan foto Elea untuk memudahkan mencarinya. Laki-laki itu tidak tau wajah cal
"Udah baikan?" Tanya Geff tak mendengar isak tangis Elea. Elea melepaskan diri dari pelukan Geff, gadis itu sedikit malu karena menangis di depan Geff. Ditambah kondisi mukanya yang bengkak sehabis menangis. Elea hanya berharap make up-nya tidak luntur."Ke hotel ya?" Lanjut Geff membujuk gadis itu agar mau kembali ke tempat pernikahannya."Gak mau, males jalan." Elea menggelengkan kepalanya dengan mulut mengerucut."Gue gendong." Bujuk Geff lagi."Yey!" kata Elea antusias. Gadis itu menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri dengan riang.Geff melihat respon Elea hanya bisa tersenyum. Lagi dan lagi dia tak habis pikir mengapa Eric bisa meninggalkan gadis selucu ini. Andai Geff yang bertemu Elea terlebih dahulu, mungkin mereka-. Ah sudahlah Geff."Siniin dulu sepatunya." Geff menyodorkan tangannya.Elea memicingkan matanya ke arah Geff. Jodohnya ini ganteng sih, tapi kok pelit banget. Masa belum ada satu hari sepatu dipinjamkan udah diminta kembali. Tapi, tak apalah cinta itu buta d
"Mau gue gendong?" Geff berdiri di depan Elea setelah membukakan pintu mobil."Gak usah," jawab Elea sesingkat mungkin. Dirinya sedang membatasi diri untuk tidak berkomunikasi dengan Geff."Ya udah, nih pake dulu." Geff meletakkan sandal miliknya yang ada di bagasi mobil di depan kaki Elea. Elea bingung dengan Geff. Tadi katanya tidak suka dengannya, tapi mengapa memberi perhatian yang dapat membuat Elea salah paham. Atau memang dasarnya Elea yang lemah karena sudah jatuh hati kepada Geff. Jadi, perlakuan sekecil apapun akan menarik di hatinya."Dibilangin jangan baik-baik sama aku." Elea menatap lekat sandal yang sudah terpasang baik di kakinya. Gadis itu sedih karena harus kembali pada kenyataan, kenyataan dia ditinggalkan kekasihnya, dan laki-laki di depannya ini kakak Eric. Elea harus segera menyadarkan diri. Sudah cukup tadi waktu untuk menghibur diri bersama Geff. Cukup singkat pertemuannya dengan Geff, tapi sangat berkesan di hati Elea. Untuk itu, Elea berusaha tidak berkomun
Dua minggu setelah Geff dan Elea melangsungkan proses pernikahan. Sekarang mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri. Mereka sepakat untuk tidak tinggal dengan orang tua. Namun, setiap hari minggu Geff dan Elea bergantian menginap di rumah orang tua mereka. Seperti hari ini, jatah mereka adalah menginap di keluarga Elea."Nor!" Suara Geff terdengar dari ruang tv. Elea yang sedang berjalan mendekat dengan tangan penuh camilan sontak memikirkan orang yang bernama Nor dirumahnya. Dia jadi cemburu, mengapa bukan Elea yang dipanggil Geff, siapa sih Nor Nor itu."Nor?" Tanya Elea meletakkan sebagian camilannya di atas meja, sebagiannya lagi masih di pelukannya. Elea duduk mepet tak ada jarak dengan Geff, sengaja."Nama lo kan Eleanor," kata Geff sembari membuka mulut ketika Elea menyuapinya.Elea langsung tersenyum ketika tau dia yang dipanggil Geff, huft untung dia belum marah-marah karena cemburu. Tapi tunggu, Nor? Nor? Seumur hidup Elea, baru pertama kali dia dipanggil seperti itu.
"Lo bisa geseran dikit?" Geff dari tadi sudah bergeser menjauh dari Elea, tapi perempuan itu malah semakin mendekatinya.Elea langsung menggeleng tanda penolakan, kesempatan emas berdekatan Geff mana bisa dia abaikan. Bodo amat jika suaminya itu risih."Ngomong sama istri kok lo-gue terus." Cibir Elea. Awalnya Elea tak mempermasalahkan, tapi kalau kedengaran wanita lain yang mengincar Geff bisa bahaya. Wanita itu pasti mengira Geff tidak menyukai Elea, walaupun memang benar."Belom terbiasa gue," kata Geff dengan santai. Bertemu dengan Elea lalu menikah tidak pernah ada di benak Geff sekalipun. Laki-laki itu masih menyesuaikan diri dengan status barunya kini."Aku juga belum terbiasa, Geff." Perempuan itu berbicara dengan raut wajah pongah. Geff yang mendengar itu langsung memusatkan pandangannya ke arah Elea."Gak mau kalah banget." Geff menyentil kening istrinya pelan. "Emang." Elea melebarkan senyumnya. Perempuan itu senang sekali menggoda Geff, apalagi respon suaminya yang membua
"Mas.""Mas.""Mas.""Mas."Panggilan untuk suami ke sekian kalinya dari perempuan yang tengah berbaring telentang di atas kasur itu. "Elea." Tegur Geff pelan, laki-laki itu jadi tidak fokus melihat desain rumah yang ada di ponselnya."Ehehehe." Elea hanya menyengir mendengar teguran Geff. Memang suaminya itu tidak pernah marah apapun tingkah yang dia lakukan. Kesel dikit paling."Kenapa manggil terus?" Tanya Geff tak mengalihkan pandangannya."Gak papa," jawab Elea singkat."Mau apa?""Gak mau apa-apa."Geff menghembuskan napas pelan, lalu meletakkan ponselnya di atas nakas. Laki-laki itu merebahkan dirinya di samping Elea yang sedang melihat langit-langit kamar."Mas beli rumah dari kapan?" Tanya Elea yang baru sempat menanyakan perihal rumah semenjak mereka menikah."Dari lulus kuliah. Bukan beli jadi, tapi bikin," ujar Geff."Wahh pantes bagus banget." Elea berdecak kagum mengingat betapa indah desain interior rumah yang mereka tinggali setelah pernikahan."Pas kuliah kan gue ker
"Dek, rumahnya Bu Yuli di sini kan ya?"Elea sedang menikmati eskrimnya menoleh ke arah seseorang yang sedang bertanya entah kepada siapa. Perempuan itu lantas melanjutkan kembali langkahnya menuju rumah karena tak merasa ditanya."Eee ni bocah malah nyelonong." Seseorang yang berjenis kelamin laki-laki itu menarik kecil tudung hoodie Elea.Elea menghentikan langkah, lalu membalikkan badannya. Mengabaikan tingkah tidak sopan orang asing tadi, karena biasanya Elea lebih tidak sopan."Mas ngomong sama saya?" Tanya Elea menunjuk dirinya sendiri menggunakan tangan yang memegang plastik berisi camilan. "Ya iyalah." Orang asing itu menjawab dengan nada gemas. Jelas-jelas hanya ada mereka berdua di sana."Kok manggil dek? Sorry sorry aja nih mas, saya udah nikah." Elea memamerkan cincin berliannya ke arah laki-laki itu."Hah." Orang asing itu sontak memelototkan matanya seolah tak percaya perempuan di depannya itu sudah menikah."Hah?" Elea tak paham dengan ekspresi wajah yang ditampilkan o
"Dek, rumahnya Bu Yuli di sini kan ya?"Elea sedang menikmati eskrimnya menoleh ke arah seseorang yang sedang bertanya entah kepada siapa. Perempuan itu lantas melanjutkan kembali langkahnya menuju rumah karena tak merasa ditanya."Eee ni bocah malah nyelonong." Seseorang yang berjenis kelamin laki-laki itu menarik kecil tudung hoodie Elea.Elea menghentikan langkah, lalu membalikkan badannya. Mengabaikan tingkah tidak sopan orang asing tadi, karena biasanya Elea lebih tidak sopan."Mas ngomong sama saya?" Tanya Elea menunjuk dirinya sendiri menggunakan tangan yang memegang plastik berisi camilan. "Ya iyalah." Orang asing itu menjawab dengan nada gemas. Jelas-jelas hanya ada mereka berdua di sana."Kok manggil dek? Sorry sorry aja nih mas, saya udah nikah." Elea memamerkan cincin berliannya ke arah laki-laki itu."Hah." Orang asing itu sontak memelototkan matanya seolah tak percaya perempuan di depannya itu sudah menikah."Hah?" Elea tak paham dengan ekspresi wajah yang ditampilkan o
"Mas.""Mas.""Mas.""Mas."Panggilan untuk suami ke sekian kalinya dari perempuan yang tengah berbaring telentang di atas kasur itu. "Elea." Tegur Geff pelan, laki-laki itu jadi tidak fokus melihat desain rumah yang ada di ponselnya."Ehehehe." Elea hanya menyengir mendengar teguran Geff. Memang suaminya itu tidak pernah marah apapun tingkah yang dia lakukan. Kesel dikit paling."Kenapa manggil terus?" Tanya Geff tak mengalihkan pandangannya."Gak papa," jawab Elea singkat."Mau apa?""Gak mau apa-apa."Geff menghembuskan napas pelan, lalu meletakkan ponselnya di atas nakas. Laki-laki itu merebahkan dirinya di samping Elea yang sedang melihat langit-langit kamar."Mas beli rumah dari kapan?" Tanya Elea yang baru sempat menanyakan perihal rumah semenjak mereka menikah."Dari lulus kuliah. Bukan beli jadi, tapi bikin," ujar Geff."Wahh pantes bagus banget." Elea berdecak kagum mengingat betapa indah desain interior rumah yang mereka tinggali setelah pernikahan."Pas kuliah kan gue ker
"Lo bisa geseran dikit?" Geff dari tadi sudah bergeser menjauh dari Elea, tapi perempuan itu malah semakin mendekatinya.Elea langsung menggeleng tanda penolakan, kesempatan emas berdekatan Geff mana bisa dia abaikan. Bodo amat jika suaminya itu risih."Ngomong sama istri kok lo-gue terus." Cibir Elea. Awalnya Elea tak mempermasalahkan, tapi kalau kedengaran wanita lain yang mengincar Geff bisa bahaya. Wanita itu pasti mengira Geff tidak menyukai Elea, walaupun memang benar."Belom terbiasa gue," kata Geff dengan santai. Bertemu dengan Elea lalu menikah tidak pernah ada di benak Geff sekalipun. Laki-laki itu masih menyesuaikan diri dengan status barunya kini."Aku juga belum terbiasa, Geff." Perempuan itu berbicara dengan raut wajah pongah. Geff yang mendengar itu langsung memusatkan pandangannya ke arah Elea."Gak mau kalah banget." Geff menyentil kening istrinya pelan. "Emang." Elea melebarkan senyumnya. Perempuan itu senang sekali menggoda Geff, apalagi respon suaminya yang membua
Dua minggu setelah Geff dan Elea melangsungkan proses pernikahan. Sekarang mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri. Mereka sepakat untuk tidak tinggal dengan orang tua. Namun, setiap hari minggu Geff dan Elea bergantian menginap di rumah orang tua mereka. Seperti hari ini, jatah mereka adalah menginap di keluarga Elea."Nor!" Suara Geff terdengar dari ruang tv. Elea yang sedang berjalan mendekat dengan tangan penuh camilan sontak memikirkan orang yang bernama Nor dirumahnya. Dia jadi cemburu, mengapa bukan Elea yang dipanggil Geff, siapa sih Nor Nor itu."Nor?" Tanya Elea meletakkan sebagian camilannya di atas meja, sebagiannya lagi masih di pelukannya. Elea duduk mepet tak ada jarak dengan Geff, sengaja."Nama lo kan Eleanor," kata Geff sembari membuka mulut ketika Elea menyuapinya.Elea langsung tersenyum ketika tau dia yang dipanggil Geff, huft untung dia belum marah-marah karena cemburu. Tapi tunggu, Nor? Nor? Seumur hidup Elea, baru pertama kali dia dipanggil seperti itu.
"Mau gue gendong?" Geff berdiri di depan Elea setelah membukakan pintu mobil."Gak usah," jawab Elea sesingkat mungkin. Dirinya sedang membatasi diri untuk tidak berkomunikasi dengan Geff."Ya udah, nih pake dulu." Geff meletakkan sandal miliknya yang ada di bagasi mobil di depan kaki Elea. Elea bingung dengan Geff. Tadi katanya tidak suka dengannya, tapi mengapa memberi perhatian yang dapat membuat Elea salah paham. Atau memang dasarnya Elea yang lemah karena sudah jatuh hati kepada Geff. Jadi, perlakuan sekecil apapun akan menarik di hatinya."Dibilangin jangan baik-baik sama aku." Elea menatap lekat sandal yang sudah terpasang baik di kakinya. Gadis itu sedih karena harus kembali pada kenyataan, kenyataan dia ditinggalkan kekasihnya, dan laki-laki di depannya ini kakak Eric. Elea harus segera menyadarkan diri. Sudah cukup tadi waktu untuk menghibur diri bersama Geff. Cukup singkat pertemuannya dengan Geff, tapi sangat berkesan di hati Elea. Untuk itu, Elea berusaha tidak berkomun
"Udah baikan?" Tanya Geff tak mendengar isak tangis Elea. Elea melepaskan diri dari pelukan Geff, gadis itu sedikit malu karena menangis di depan Geff. Ditambah kondisi mukanya yang bengkak sehabis menangis. Elea hanya berharap make up-nya tidak luntur."Ke hotel ya?" Lanjut Geff membujuk gadis itu agar mau kembali ke tempat pernikahannya."Gak mau, males jalan." Elea menggelengkan kepalanya dengan mulut mengerucut."Gue gendong." Bujuk Geff lagi."Yey!" kata Elea antusias. Gadis itu menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri dengan riang.Geff melihat respon Elea hanya bisa tersenyum. Lagi dan lagi dia tak habis pikir mengapa Eric bisa meninggalkan gadis selucu ini. Andai Geff yang bertemu Elea terlebih dahulu, mungkin mereka-. Ah sudahlah Geff."Siniin dulu sepatunya." Geff menyodorkan tangannya.Elea memicingkan matanya ke arah Geff. Jodohnya ini ganteng sih, tapi kok pelit banget. Masa belum ada satu hari sepatu dipinjamkan udah diminta kembali. Tapi, tak apalah cinta itu buta d
"Nama kamu siapa?" Tanya Elea dengan wajah mendongak karena perbedaan tinggi mereka."Geff," jawab Geff singkat. Laki-laki itu sedikit menyesal bertemu gadis di depannya ini. Sungguh merepotkan."Nama panjang?" Tanya Elea lagi karena kurang puas dengan jawaban jodohnya itu."Geffrey de Parveen." Elea terdiam. Dari sekian banyak orang di muka bumi ini, mengapa jodohnya harus bermarga Parveen?"Parveen?" Tanya gadis itu memastikan dia tak salah mendengar.Geff menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu melihat Elea terdiam membisu. Aneh."Jangan bilang lo-" Kata Geff yang baru paham keterdiaman Elea karena apa.Geff menatap Elea dari atas ke bawah. Bagaimana dia tak menyadari kemungkinan itu. Padahal terlihat jelas Elea memakai gaun pengantin. Apalagi tingkahnya menaiki pohon yang mungkin untuk menghilangkan rasa stres gadis itu.Pantas saja ketika melihat wajah gadis itu, Geff merasa tidak asing. Tadi Geff dikirimkan foto Elea untuk memudahkan mencarinya. Laki-laki itu tidak tau wajah cal
"Aaaa, pengen mati aja." Eleanor Alicia tengah frustrasi untuk menghadapi kehidupannya. Dia ditinggalkan kekasih di hari pernikahannya. Seumur hidup, baru pertama kali Elea merasakan malu. Biasanya, malu-maluin."Tapi ini ketinggian gak sih?" Tanya Elea kepada dirinya sendiri. Gadis itu melihat kebawah untuk memperkirakan ketinggiannya. Elea berancang-ancang ingin melompat dari sejam yang lalu."Ck takut mati." Elea kembali ke posisinya ketika melihat ke bawah. Tak sanggup untuk melompat. Elea di atas jembatan? Di atas gedung 5 lantai? Salah. Gadis itu berada di atas pohon yang tingginya hanya 4 meter dari tanah.Gadis itu mengetuk-ngetukan jarinya di dagu sembari berpikir. "Kalo di drama pasti ada yang nolongin kalo lompat.""Tapi kalo gak ada gimana." Elea mengerucutkan bibirnya. Susah ternyata untuk bunuh diri."Bocah, lo ngapain?" Teriak laki-laki bernama Geffrey de Parveen. "OMG. Ganteng banget." Elea melebarkan senyumannya seolah mendapatkan uang kaget."Heh, lo ngapain di atas