"Tekanan darah Ibu tinggi. Lalu dibawa ke rumah sakit. Karena panik aku langsung ke sana," jawab Lita. "Mengertilah bahwa Ibu saat itu sangat membutuhkan aku," lanjut Lita yang sengaja memasang wajah sedih agar Fernando mempercayai aktingnya.Dan seperti yang telah diharapkan oleh Lita. Fernando akhirnya hatinya luluh. Dia sudah ikhlas dengan semua yang terjadi. Apalagi setelah Lita menghambur dan memeluknya. Semua kekesalan itu bak es batu yang mencair. "Tolong maafkan aku ya," ucap Lita. Ucapan itu hanya dari bibirnya. Namun hatinya sebenarnya tak tulus mengatakannya.Fernando mengusap lembut punggung Lita lalu tersenyum. "Iya. Tapi lain kali kamu harus memberi aku kabar, agar tak membuat khawatir," sahutnya.**Sementara itu di kamar Lorenzo, suasana menjadi hening. Antara Lorenzo dan Shanaz tak saling bicara karena didera rasa canggung. Kenny sudah tertidur dengan pulas. Karena tak ada yang bisa Lorenzo lakukan jadi dia memilih untuk keluar dari kamar Kenny.Lorenzo bangkit dan
Shanaz masih bisa mendengar suara nyaring tangisan bayi yang ternyata bukan Kenny. Ia lalu mengikuti ke sumber suara. Demi memenuhi rasa penasarannya.Shanaz terus berjalan, dan suara itu berhenti di kamar Yuni. Ia baru paham ternyata suara tangisan itu berasal dari bayi yang ada di atas ranjang Yuni. Bayi itu menangis karena popoknya sudah penuh, dan Yuni sedang menggantinya dengan yang baru."Jadi ini anak Bibi?" tanya Shanaz. Yuni menoleh sebentar lalu menganggukkan kepalanya. "Iya benar. Dia adalah anakku yang aku ceritakan tadi," jawab Yuni yang lalu kembali fokus dengan kegiatan mengganti popok bayinya."Apa suami Bibi tidak keberatan, Bibi membawa anaknya ikut bekerja di sini?" tanya Shanaz. Entahlah, begitu banyak sekali pertanyaan yang berseliweran di kepalanya. Rasanya dia harus menulis pertanyaannya pada selembar kertas dan memenuhinya. Karena dia merasa banyak kejanggalan."Dia ada di penjara saat ini. Jadi akulah tulang punggung, sekaligus kepala keluarganya. Tidak ada y
Fernando dan Lita datang ke kamar Kenny. Setelah mendengar suara tangisan bayi. Fernando menanyakan apa yang terjadi. Sedangkan Lita bergerak cepat menggendong Felicia.Shanaz sedikit tercengang dengan pemandangan yang barusan dilihatnya. Lita mengurus anaknya saja malas-malasan. Kenapa kini malah mau bersusah payah mau menggendong Felicia yang merupakan bukan siapa-siapanya.Namun pertanyaan itu hanya mampu dipendamnya. Setelah selesai membuat susu formula untuk Kenny kemudian Shanaz menghampiri Kenny dan memberikan susu tersebut. Ia sudah tidak terlalu panik sebab bayi itu juga sudah tenang dalam dekapan hangat Yuni."Kemarikan Tuan Muda, Bi. Biar saya saja yang gendong," pinta Shanaz merentangkan tangannya. "Bibi gendong saja Felicia," lanjutnya. Yang ditakutkan oleh Shanaz kalau sampai Lita mengamuk karena Kenny tak diutamakan. Namun ternyata hal itu terpatahkan dengan ucapan Lita yang tiba-tiba masih ingin menggendong Felicia. "Dia sudah terlanjur nyaman dengan Yuni. Berikan saj
Lita membuka pintu, sudah ada Fernando yang berdiri di depan pintu. "Ibu mengundang kita untuk makan malam di rumahnya," ucap Fernando."Kapan?" tanya Lita."Sekarang. Kamu siap-siap ya," jawab Fernando."Pantas saja Ibu tidak pulang seharian ini," ucap Lita sambil berjalan keluar dari kamar Yuni. Saat kakinya melangkah, Lita masih memikirkan tentang tempat tidur untuk anaknya.Saat Lita dan Fernando mau masuk ke kamar. Ibunya datang. Lita menghampirinya. "Fernando bilang ibu mau mengadakan acara di rumah. Acara apa Bu?" tanya Lita penasaran."Aku mau membuat kopi. Kamu bisa mengikutiku ke dapur jika ingin mengetahui jawabannya," jawab Santi. "Kamu sama Ibu ya. Aku mau masuk ke kamar dan mandi," ucap Fernando.Lita mengangguk. Kemudian Fernando masuk ke dalam kamar. Sedangkan Lita dan Santi berjalan menuju ke dapur.Selembar kertas di tangan Santi rupanya membuat Lita menjadi penasaran. "Apa yang sedang Ibu bawa?" tanyanya.Santi menunjukkannya pada Lita. "Ini adalah daftar masakan y
Lita terhenyak mendengar pertanyaan dari mertuanya. Dia tadi sibuk menatap box bayi Kenny. Berpikir akan memberi box bayi juga untuk Felicia. "I–iya Bu? Ada apa?" tanya Lita tergagap.Santi menghela napas pelan. "Ibu tadi menyuruhmu mandi dan bersiap-siap," jawabnya. Kalau saja bukan menantunya pasti sudah habis dimarahinya wanita itu.Lita terkekeh. "Oh, baiklah Bu," sahutnya. "Kalau begitu Lita ke kamar dulu Bu," pamit Lita.Santi mengangguk. "Iya. Ibu akan tunggu di sini," sahutnya. Lita kemudian berjalan keluar dari kamar Kenny."Kalau begitu biar saya saja yang membuatkan kopi untuk Nyonya Besar," ucap Shanaz. Santi menoleh ke arah Shanaz, lalu mengangguk. "Iya. Terimakasih ya," ucapnya."Sama-sama Nyonya," sahut Shanaz. Ia kemudian berjalan keluar dari kamar Kenny.Shanaz berjalan menuju ke dapur. Ia membuat kopi untuk mantan ibu mertuanya dengan lesu. Hidupnya kian tak menemukan kebahagiaan semenjak Fernando mencampakkannya.Kopi buatan Shanaz telah selesai. Shanaz menaruhnya
Jantung Shanaz seakan loncat dari tempatnya, saat menyaksikan tubuhnya yang dinyatakan hilang terbaring lemah di brankar sebuah rumah sakit. Tuhan masih memberinya kesempatan hidup. Itupun jika dia bisa memberikan pendonor darah untuk dirinya sendiri. Atau ini saat terakhir dia bisa melihat wajah dan tubuhnya sendiri sebelum menyaksikan dirinya sendiri mati.Shanaz tak pernah menyangka bahwa keponakan yang dimaksud oleh Tante Virna adalah dirinya sendiri. Sebab dalam hidupnya dia tidak pernah mengenal Virna sebelumnya. Jika tahu lebih awal dia akan bergerak dengan cepat untuk menyelamatkan dirinya."Telepon dari siapa Nabila?" tanya Santi dengan menepuk pundak Shanaz dari belakang.Pertanyaan itu berhasil mengagetkan Syahnaz, dan membuatnya terhuyung ke belakang satu langkah. "Nyonya Besar membuat saya kaget saja," ucapnya sambil mengelus dadanya sendiri.Santi terkekeh. "Kamu saja yang kagetan," sahutnya. "Tadi telepon dari Ibu saya, Nyonya," jawab Shanaz."Ada apa? Apa terjadi sesu
Lita ingin membantah perintah ibu mertuanya. Akan tetapi Fernando mencegahnya. Menepuk pahanya pelan. Lita kaget dan langsung menoleh ke arah Fernando.Fernando memberinya kode agar Lita mau menurut. Lelaki itu berpikir hal ini bagus karena Lita sementara waktu bisa lebih dekat dengan anaknya sendiri karena bisa langsung mengasuhnya. Jadi dia pikir tidak masalah."Kamu mau kembali ke rumah jam berapa besok?" tanya Fernando kepada Shanaz. Lorenzo yang tadi hanya diam kemudian berpamitan dari acara makan malam itu. Toh acara makan malamnya sudah selesai. Dia merasa tidak ada kepentingan lagi di sana."Acara makan malamnya sudah selesai. Lorenzo pergi dulu ya Bu," pinta Lorenzo kepada ibunya. Sasaran utamanya memang ibunya. Karena wanita itu kunci utama dari semua anggota keluarga."Kamu mau ke mana memangnya?" tanya Santi."Lorenzo mau menemui Meisya sebentar," jawab Lorenzo.Senyum sumringah langsung ditunjukkan oleh Santi. Saat Lorenzo mengatakan alasannya pergi untuk Meisya. Sontak
Butuh waktu lumayan lama bagi Shanaz untuk menata hati dan mengatakan jati dirinya yang sebenarnya. Semua ini pasti rumit bagi ibunya. Dia mengaku telah menemukan Shanaz yang sedang koma. Akan tetapi di saat yang sama juga akan mengakui bahwa dia yang sebenarnya adalah Shanaz."Saya sebenarnya adalah Shanaz," jawab Shanaz. Entah ibunya akan percaya padanya atau tidak. Yang jelas ia lega karena telah berkata jujur kepada ibunya. Namun wanita yang telah melahirkannya itu tampak tidak mempercayainya. "Mustahil. Kamu orang yang berbeda." Farida menyangkalnya. Ia tertawa hampa sambil menggelengkan kepalanya."Apa sebenarnya tujuanmu memberitahu aku soal keberadaan anakku?" tanya Farida dengan raut wajah mengintimidasi. Takut wanita yang ada di depannya ini punya tujuan yang tidak baik. Bulir bening air mata Shanaz mulai mengalir, hingga menganak sungai membasahi kedua pipinya. Hatinya terluka. Tetapi wajar jika ibunya tak mempercayai ucapannya, karena saat ini yang ada di depannya bukan
"Apa kamu pikir aku adalah barang. Yang seenaknya sendiri bisa dipindah tangankan seperti ini?!" Nabila tersulut emosi mendengar pernyataan dari Fernando. Kini dia percaya dengan ucapan dari Lorenzo dan Shanaz yang mengatakan hal-hal buruk mengenai lelaki itu. Dia sekarang mengerti mengapa akhirnya Lorenzo dan Shanaz nekat menikah saat wanita itu terjebak di tubuhnya. Karena selain saling mencintai. Lorenzo pasti ingin menyelamatkan Shanaz. "Bukan seperti tapi–" Fernando mau berkilah. Namun Lita memukul lengannya dengan kencang sambil menangis. Dia tak menyangka kalau ternyata kelakuan suaminya masih tak berubah. Laki-laki yang hanya mengedepankan hawa nafsunya saja. "Keterlaluan! Kamu ceraikan saja aku kalau mau menikahi wanita lain," amuk Lita."Aku juga tidak mau menikah dengan suamimu. Jadi kamu tenang saja," sambar Nabila. Ia kemudian pergi meninggalkan tempat itu. "Permisi!" Lorenzo dan Shanaz sebenarnya kasihan. Mereka berniat mengejar Nabila. Namun terlebih dahulu berpamita
Berbagai pengobatan telah dilakukan oleh Shanaz demi bisa sembuh. Dan setelah 3 tahun usahanya membuahkan hasil. Kini dia sudah cukup sehat untuk kembali ke rumah keluarga besar Lorenzo. Keluarga Lorenzo tak pernah mengetahui cerita mengenai jiwa Shanaz yang selama ini terperangkap di dalam tubuh Nabila. Dan saat tiba-tiba Shanaz muncul di keluarga mereka, Lorenzo hanya berkata kebetulan menemukan Shanaz. "Bagaimana bisa tiba-tiba kamu bertemu dengan Shanaz? Dia kan sudah–" tanya Santi yang tak bisa melanjutkan kalimatnya. Entah mengapa perasaannya campur aduk. Ayahnya juga mempunyai pertanyaan yang sama. Namun memilih diam.Sementara Fernando dan Lita di dalam hatinya merasa cemas. Apalagi kalau bukan masalah uang asuransi jiwa yang dimiliki oleh Shanaz. Mereka takut Shanaz akan mempertanyakannya. Padahal tidak. Shanaz dan Lorenzo tak peduli mengenai masalah itu."Belum Ibu. Shanaz belum meninggal," jawab Lorenzo dengan sopan.Di sana juga ada Nabila. Dia duduk di samping Lorenzo.
Karena kesal Santi mengakhiri sambungan teleponnya secara sepihak. Nabila menjauhkan ponselnya dari telinganya. Lalu meminta penjelasan dari Lorenzo."Siapa itu Edward?" tanya Nabila dengan raut wajah yang serius."Edward adalah kami. Maksudku anakku dengan Shanaz," jawab Lorenzo.Nabila mematung. Kini tak tahu harus berbuat apa. Lorenzo memohon agar Nabila mau pulang dengannya. Ini semua dia lakukan demi anaknya."Anakku membutuhkanmu. Setidaknya pulanglah demi Edward," pinta Lorenzo."Okey. Aku mau mengurus Edward. Tapi di rumah ibuku," sahut Nabila. "Dan 1 lagi. Aku tak mau kamu ikut denganku," lanjutnya memberi syarat. Padahal Lorenzo belum menjawabnya.Lorenzo terdiam. Dia tak bisa menyalahkan Nabila dalam hal ini. Seorang gadis yang tak tahu apa-apa. Tiba-tiba bangun dengan status baru sebagai seorang istri dan anak. Dia berhak marah. Meskipun sebenarnya Lorenzo terlanjur nyaman karena terlalu lama bersama dengan Nabila. "Bagaimana?" tanya Nabila ingin memastikan.Lorenzo tak b
Lorenzo menghargai keputusan Shanaz. Hanya saja dia tak menyangka, bahwa istri yang dia nikahi. Istri yang sanggup membuatnya merasa nyaman setelah kepergian Shanaz adalah mantan adik iparnya sendiri. Yang tak lain adalah Shanaz. "Lalu bagaimana cara agar mereka bisa kembali ke tubuh mereka masing-masing?" tanya Lorenzo."Pejamkan mata. Lalu genggam erat tangannya dan katakan mari bertukar posisi lagi sebanyak 3 kali. Maka kalian akan bertukar posisi seperti semula," jawab orang misterius tadi.Shanaz yang awalnya menunduk lesu karena bimbang, menjadi menoleh ke arahnya. "Kamu mau aku kembali ke badanku?" Shanaz bertanya balik."Semua keputusan ada di tanganmu," jawab Lorenzo. Shanaz dan Lorenzo bersitatap. Lorenzo kemudian menoleh ke arah orang misterius tadi. "Apa konsekuensi jika Shanaz memilih kembali ke tubuhnya?" tanyanya."Seperti yang kamu lihat. Dia akan koma. Jika kamu mau kamu harus menunggu sampai dia sembuh," jawab orang misterius tadi. "Jika tidak kembali ke tubuh masi
Lita selalu berupaya mencelakai Shanaz dan juga bayinya. Misalnya menukar obat Shanaz. Namun tak berhasil karena salah seorang pelayan memberi tahu Shanaz. Saya itu Shanaz hanya memberi peringatan agar Lita tak lagi melakukan hal itu. Shanaz tak tega melaporkan kejadian ini karena kasihan kepada Felicia, sebab anak itu sakit-sakitan dan butuh penanganan medis khusus. Namun ternyata Lita tak juga jera. Dia menyabotase mobil Shanaz agar mengalami kecelakaan. Beruntung Fernando dapat mencegahnya. Dia mengorbankan diri dengan mengorbankan mobilnya menjadi penghalang mobil Shanaz yang akan kecelakaan. Shanaz lagi-lagi menemukan bukti bahwa Lita pelakunya. Dan berjanji akan memberi tahu soal ini pada keluarga besar Fernando. Lita mulai jera kali ini.Saat di rumah sakit. Ketika menjenguk Fernando yang sedang kecelakaan. Shanaz menabrak seseorang. Sosok itu tak asing bagi Shanaz. Dia orang yang sama dengan yang menabraknya usai dirinya kecelakaan lalu bertukar tubuh dengan Nabila."Kamu kan–
Setelah mendengar alasan Lita ingin menemui Fernando. Lorenzo yang ada di depan pintu gerbang menyuruh satpam untuk membukakan pintu. "Bukakan pintunya Pak.""Tapi Tuan Fernando melarang saya, Tuan Lorenzo," sahut satpam. "Dia tidak akan berani protes kalau aku yang menyuruhnya," ucap Lorenzo. "Baik Tuan Lorenzo. Kalau begitu akan saya bukakan pintunya," sahut satpam. Ia kemudian membukakan pintu gerbang untuk Lita.Lita tak henti menatap wajah kakak iparnya. Setelah pintu gerbang dibuka ia mengucapkan rasa terimakasihnya yang tulus. Dia begitu terharu akan kebaikan yang ditujukan oleh lelaki yang dulunya sangat ia benci."Terimakasih Kak Lorenzo. Karena telah memberikan izin Lita untuk masuk," ucap Lita dengan berlinang air mata."Aku melakukan ini bukan karenamu. Tapi karena anakmu. Dia bagian dari keluarga ini," sahut Lorenzo dengan nada dingin.Lita menghapus air matanya dengan mandiri. Tak apalah jika Lorenzo berpikiran seperti itu. Yang terpenting dia bisa masuk dan menemui Fe
Lorenzo masih mematung. Namun setelah dapat mengendalikan dirinya, tangannya yang tadi mengambang di udara mendekap erat Shanaz. Akan tetapi dia masih ragu. Apakah ini artinya Shanaz telah menerima cintanya?Lorenzo kemudian mengurai pelukannya. Ia menatap wajah Shanaz dengan intens. "Apa ini artinya kamu sudah dapat menerimaku?" tanya Lorenzo memastikan.Shanaz menangis sambil mengangguk. "Iya," jawabnya dengan singkat. Namun itu sudah cukup membuktikan semuanya. Lorenzo tersenyum. Ia kemudian kembali memeluk tubuh Shanaz dengan erat. Tangannya mengusap lembut rambutnya yang panjang."Terimakasih, karena kamu mau membuka pintu hatimu untukku," ucap Lorenzo."Seharusnya saya yang berterima kasih kepada Tuan. Karena masih mau menerimaku yang—"Lorenzo dengan cepat melepaskan kembali pelukannya. Ia kemudian menangkup kedua sisi pipi Shanaz. Lalu 1 jari telunjuknya ditempelkan pada bibir Shanaz. "Tolong jangan katakan kalimat yang melukai hatiku," sambarnya memotong pernyataan dari Shana
Shanaz terbaring lemah di atas ranjang kamar apartemen Lorenzo. Dengan leluasa Fernando membuka satu persatu pakaian Shanaz, hingga tak menyisakan sehelai benangpun menutupi tubuh wanita itu. Fernando melepas pakaiannya. Kemudian setelah menampilkan tubuh polosnya ia memagut bibir Shanaz dengan lembut. Tangannya mulai turun dan meremas puncak gundukan dada Shanaz. Karena tak dapat menahan gairahnya lagi, Fernando hendak menancapkan kepunyaannya di dalam organ inti milik Shanaz. Fernando mengalami kesulitan, saat tak dapat menembus benteng pertahanan Shanaz. Itu artinya wanita ini belum terjamah oleh laki-laki lain. Fernando semakin bernafsu. "Rupanya kamu benar-benar masih menjaga kesucianmu. Aku sangat beruntung," gumamnya.Shanaz yang mulai merasakan sakit di area sensitifnya, lalu membuka mata. Dia menangis karena shock. Sekuat tenaga ia mendorong tubuh Fernando. Akan tetapi kekuatannya kalah besar dengan tubuh kekar Fernando."Tuan Fernando jangan lakukan ini kepada saya. Saya mo
Kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Meisya yang mendengar berita tentang Fernando datang ke rumah Fernando untuk mencari kebenaran. Dia shock saat melihat pakaian Shanaz yang compang camping."Ceritanya panjang. Kalau kamu ingin tahu ikut dengan kami," jawab Lorenzo. Tanpa berpamitan Lorenzo berjalan menuju ke mobilnya dan membuka pintu. Lorenzo memberi kode agar Shanaz duduk di belakang. Sementara ia duduk di kursi kemudi. Meisya sebenarnya masih shock. Namun karena ingin tahu apa yang terjadi dia ikut masuk ke dalam mobil. Ia duduk di samping Lorenzo.Mobil Lorenzo kemudian melaju meninggalkan rumah Fernando. Membelah jalanan yang sudah sepi menuju ke apartemennya. Di dalam mobil Lorenzo menjelaskan kronologi kejadian yang dialami oleh Shanaz. Meisya merasa iba."Kasihan sekali dia. Pasti dia menjadi sangat trauma," ucap Meisya dengan tulus."Itu sudah pasti. Maka dari itu aku mau mengamankannya sementara waktu di apartemenku," sahut Lorenzo.Meisya mengangguk. "Aku setuju."Mal