Home / Urban / Tukang Pijat Tampan / Mengintip Manager Cantik

Share

Tukang Pijat Tampan
Tukang Pijat Tampan
Author: Black Jack

Mengintip Manager Cantik

Author: Black Jack
last update Last Updated: 2025-03-03 15:17:35

“Heh! Apa yang kamu lakukan di sini?! Kamu mengintipku, hah?!”

Adit, yang tengah mengepel lantai ruang ganti pelanggan, nyaris menjatuhkan pelnya saat mendengar suara bentakan itu.

Di hadapannya, seorang wanita cantik dengan tubuh menggoda dan hanya mengenakan pakaian dalam berenda, berdiri dengan napas memburu.

Itu Bu Celina, manajer tempatnya bekerja!

Tangan wanita itu menutupi dadanya yang montok, tapi pahanya yang mulus justru terabaikan.

Glek.

Adit menelan ludah. Otaknya berteriak untuk tidak melihat, tapi matanya berkhianat.

Takut? Jelas. Adit hanya trainee rendahan. Terpergok dalam situasi seperti ini bisa membuatnya dipecat seketika.

Namun, senang?

Bagaimana tidak? Bu Celina adalah fantasi hidup para terapis pria di panti pijat ini!

Dengan tubuh berlekuk sempurna, kulit sehalus sutra, dan tatapan tajam menggoda, siapa yang tidak pernah membayangkan wanita itu dalam pelukan mereka?

Dan sekarang… tubuh yang biasanya hanya ada dalam bayangan, terpampang jelas di depannya!

Tapi… ada yang aneh.

Kenapa Bu Celina masih di sini? Bukankah semua orang sudah pulang?

Dan yang lebih aneh lagi… kenapa tangannya basah?

“Apa yang kamu lihat, dasar mesum! Mau saya pecat?!”

Deg!

Adit buru-buru menggeleng. “A—ampun, Bu Celina! Saya enggak tahu kalau Ibu masih di sini…”

Sebagai trainee, posisi Adit di panti pijat ini sangat lemah. Dia adalah sasaran empuk senior-senior yang haus kuasa. Tidak heran sebelum dirinya, banyak trainee yang tidak bertahan lama, entah karena mundur atau dikeluarkan dengan alasan sepele.

Itulah alasannya malam ini dia bisa ada di sini. Karena salah satu seniornya melemparkan tanggung jawab kepadanya.

Namun, siapa yang menyangka hal tersebut membawanya ke situasi seperti ini…

Adit melihat Celina takut-takut. Ekspresi manajernya itu dingin, tapi tatapannya panik. Ditambah wajah cantiknya yang memerah, Adit merasa Bu Celina seperti takut ada rahasia besar yang terbongkar.

“Sudah! Aku enggak mau tahu. Pergi dari sini atau…”

Bu Celina mengomel selagi buru-buru mengenakan celananya.

Namun, karena terlalu panik, kakinya tersangkut di celana dan tubuhnya terhuyung ke depan!

Bruk!

Refleks, Adit segera menangkap tengkuk Bu Celina sebelum kepala wanita itu terbentur lantai.

Deg!

Dan saat itu juga, sesuatu terjadi.

Wajah Bu Celina merah padam hingga ke telinga. Napasnya memburu, matanya bergetar, dan…

"Ah…"

Desahan lirih itu lolos begitu saja.

Adit membeku.

Apa-apaan ini?!

Sadar dengan suara yang baru saja keluar dari mulutnya, Bu Celina langsung bangkit dengan wajah panik!

“Kau, kau apakan aku barusan!?”

Adit ikut berdiri, wajahnya bingung. "Sa-saya nggak ngapa-ngapain, Bu! Saya cuma menangkap Ibu biar nggak jatuh—"

“Tapi---”

Celina ingin mengatakan sesuatu.

Ada sensasi aneh yang menyelinap ke dalam tubuhnya.

Hangat.

Menyusup ke saraf-sarafnya.

Tiba-tiba area yang disentuh Adit tadi terasa lebih peka. Seakan… terbakar dari dalam.

Namun, dia menggeleng cepat, menepis perasaan aneh itu.

Mana mungkin dia mengaku sentuhan tangan Adit di lehernya … membuat sesuatu dalam tubuhnya berdenyut?!

“Ah, sudah! Lupakan saja!”

Bu Celina bergegas mengenakan pakaiannya, lalu sebelum keluar ruangan, dia menoleh tajam.

"Ingat ya, urusan kita belum selesai!"

Adit hanya bisa menatap kepergiannya sambil menelan ludah.

Habis sudah…

Sudah menyinggung bosnya, Adit pasti akan kehilangan pekerjaannya ini dalam waktu dekat.

“Haaah … ya sudahlah, itu urusan nanti …” pikirnya sebelum memutuskan membereskan alat-alat bersihnya dan keluar dari ruangan.

Tanpa dia sadari…

Cincin yang melingkar di jarinya berpendar…

Lalu menghilang…

Dan membentuk lingkaran hitam di jarinya.

**

Keesokan paginya.

“Anak baru nggak berguna! Baru berapa hari jadi trainee sudah berani datang terlambat?!"

Makian itu terlontar dari mulut Rudi, senior Adit yang paling berengsek. Pria yang sama dengan yang melemparkan pekerjaan bersih-bersih kepadanya tadi malam.

"Maaf, Pak Rudi! Saya tidak bermaksud untuk datang terlambat…"

Tadi pagi, Adit sebenarnya ingin berangkat kerja seperti biasa. Namun, di tengah Bersiap-siap, Adit menyadari bahwa cincin peninggalan kakeknya tiba-tiba hilang.

Sebagai satu-satunya kenangan yang Adit punya terhadap sang kakek yang baru meninggal beberapa waktu lalu, benda itu sangat berharga.

Dia pun mencarinya dengan panik, sampai akhirnya lupa waktu dan berakhir datang terlambat ke kantor.

Alhasil, di sinilah dia sekarang, menerima ocehan dan menjadi bahan pelampiasan kemarahan seniornya.

BUK!

Satu pukulan dengan gulungan kertas koran diterima di kepala oleh Adit.

“Nggak bermaksud terlambat? Kamu kira aku peduli kamu bermaksud atau nggak?! Di sini ada aturan, dan kamu sudah melanggarnya!”

BUK!

Pukulan kedua.

“Baru trainee aja udah belagu.”

BUK!

Pukulan ketiga.

“Kalau kamu merasa udah jago, kamu sebaiknya---”

BRAK!

Pintu pegawai terbuka keras!

“RUDI!”

Bu Celina muncul dengan wajah marah, membuat Rudi menoleh kaget. “B-Bu Celina?”

Adit langsung mengangkat kepala. Saat melihat sosok Celina, dia langsung menunduk lagi, jantungnya berdegup kencang.

Dia pikir… Bu Celina akan memecatnya.

Namun, yang terjadi selanjutnya sangat di luar dugaan.

“Kenapa pelanggan ruang 25 belum ada yang melayani?!”

Rudi membeku, panik. "A-anu, Bu… saya—"

Mata Bu Celina menatap ke arah Adit.

Dan saat mereka saling bertatapan…

Celina langsung mengenalinya.

"Kamu…"

Adit menahan napas, takut kejadian tadi malam akan diungkit.

Tapi Celina membuang wajah, berdeham, lalu berkata dengan suara tegas.

“Kamu! Siapa nama kamu!” tanya Celina.

“A—Adit bu…”

“Adit! Sekarang kamu pergi ke ruang 25. Pijat pelanggan yang ada di sana itu!”

Wajah Rudi seketika mengeras, “Ta—tapi Bu… Adit kan masih Trainee, seharusnya saya yang—"

"Kalau mau pelanggan, seharusnya kamu peka sejak tadi! Bukan sibuk menindas bawahan!" Kemudian, Celina menatap Adit. “Selain itu, mulai saat ini dia jadi pegawai tetap! Cepat ke sana!”

“Ba—baik bu!”

Adit yang melihat ini sebagai kesempatannya, segera saja berlari ke ruangan itu, diikuti tatapan kesal dari Rudi yang merasa dipermalukan.

Namun, berbeda dengan Bu Celina. Ia melihatnya dengan tatapan berbeda…

‘Adit … ya?’

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Tukang Pijat Tampan   Pembuktian Adit

    Segera saja Adit menuju ke lokernya. Kunci masih tergantung di sana dan dia segera mengambil seragam kerja, lalu ke ruang ganti untuk mengenakan bajunya.Buru-buru ia memasukkan baju dan bawaannya yang lain, memasukkannya ke loker, menguncinya dan mulai bergegas menuju ke ruang 25.Satu kamar itu ada satu ranjang untuk klien. Semua peralatan yang dibutuhkan ada di sana.Adit mengetuk pintu dan kemudian masuk. Dilihatnya seorang wanita berusia 40 tahunan. Dia masih sedang menelefon entah siapa. Jadi Adit hanya berdiri menunggu saja di dekat pintu. Ia pun masih merasa berdebar.Wanita itu terlihat kaya dengan outfit yang melekat di tubuhnya yang biasa saja itu. Adit memperhatikan wajah wanita itu; biasa saja. Tapi terlihat mahal karena perawatan. Kulitnya putih mulus tanpa jerawat. Make-upnya tampak natural kecuali bibirnya yang terlihat merah oleh gincu. Rambutnya juga terlihat mahal yang tak mungkin pula disentuh oleh salon biasa.Wanita itu menutup telefon, lalu menoleh ke arah Adit,

    Last Updated : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Klien Merasa Sangat Puas

    Adit kembali memijit. Ia merasa lebih tenang saat ini karena ternyata kliennya suka dengan pelayanannya.Namun demikian, Adit bertanya-tanya; kenapa wanita itu meliuk-liuk seperti cacing dan juga mengeluarkan suara aneh?Adit memang polos. Di usianya yang ke 22 tahun itu, dia belum pernah sekali pun nonton film dewasa.Bukannya ia tak mengerti apa itu terangsang dan apa itu hubungan badan. Tapi sesungguhnya baru kali ini ia melihat secara langsung ada wanita yang sedang merasa seperti itu yang menurutnya sangat ambigu; apakah dia sakit atau apa? Sebab ia sungguh murni hanya memijit.Adit juga sangat sopan dalam memijit. Ia tak aneh-aneh. Bahkan tak berani benar-benar melihat wanita itu. Ia memijit bagian yang semestinya sopan untuk dipijit.Hingga kemudian, dua jam berlalu begitu saja. Dua jam adalah waktu standard klinik untuk melayani konsumen dengan pijitan.“Huff... amazing... aku, sampai dibuat basah sama kamu. Siapa tadi namamu?” tanya wanita itu dengan nafas terengah.“E—Adit,

    Last Updated : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Mulai Menyadari Sesuatu

    Buru-buru Ayunda melepaskan diri dari rengkuhan Adit. Namun aura marah yang tadinya tampak di wajah cantik itu seketika lenyap, berganti rona merah di pipinya. Tanpa mengatakan apa-apa, Ayunda pergi meninggalkan Adit.‘Dia itu kenapa!’ ucap Adit dalam hati. Ia sungguh tak mengerti. Namun ia tak mau terlalu memikirkannya, sebab ia pun buru-buru harus ke ruang pelatihan.Ada lima orang termasuk Adit yang merupakan terapis baru. Adit satu-satunya calon terapis cowok. Lalu empat yang lain adalah terapis cewek. Ada dua trainer, satu cewek dan satu cowok. Keduanya adalah senior yang sudah lama bekerja di tempat itu.“Maaf terlambat!” kata Adit.“Loh, kok kamu ada di sini? Bukannya kata Pak Rudy kamu sudah out ya!” ucap Anton, trainer cowok yang mendapatkan tugas mengajari anak-anak baru itu.“Iya. Tiga hari kamu nggak masuk dan hari ini pun datang setelah istirahat siang!” kata Cindy, si trainer cewek. Adit bertanya-tanya pula, kenapa Cindy juga tahu ia tak masuk kerja.Di titik itu, ia yak

    Last Updated : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Ujian Dari Sang Manager

    Pak Rudi menunggu di luar ruangan dengan senyum penuh kemenangan. Di sebelahnya ada Anton dan Cindy yang baru saja menyusul karena ingin menyampaikan sesuatu.“Nanti dulu. Aku ingin melihat drama!” kata Pak Rudy. Dia yakin sebentar lagi, Nyonya Nesya akan keluar dengan wajah merah padam dan mengomel seperti biasanya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.Saat pintu terbuka, yang keluar adalah seorang wanita yang sama sekali berbeda dari yang mereka kenal selama ini. Nyonya Nesya terlihat begitu rileks, wajahnya berseri-seri, dan langkahnya ringan seolah baru saja kembali dari liburan mewah."Adit!" serunya sambil menepuk bahu pemuda itu dengan akrab. "jangan lupa ya, pokoknya aku hanya mau dipijat olehmu. Pastikan kamu ada setiap kali aku datang, ya?"Pak Rudi hampir terlonjak. Mata Anton dan Cindy terbelalak tak percaya. Mereka saling berpandangan, mencoba mencari penjelasan atas fenomena langka ini. Adit sendiri hanya bisa tersenyum canggung.“Siap Nyonya!” balas Adit.Nyonya Nesya

    Last Updated : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Insiden Di Jalan

    Petang itu, selepas melewati ujian tak terduga dari Ibu Celina, Adit akhirnya bisa pulang.Jam kerja seharusnya sudah selesai sejak satu jam lalu, tapi karena permintaan sang manajer, ia terpaksa lembur.Dengan tubuh yang masih terasa hangat setelah menyentuh kulit halus atasannya, Adit menghela napas panjang sambil menghidupkan motor bututnya.Mesin tua itu berderu kasar, seolah ikut lelah setelah hari yang terasa panjang.Adit melajukan motornya perlahan melewati jalanan kota yang mulai sepi. Lampu-lampu jalan berpendar, menerangi aspal yang masih terasa hangat sisa matahari siang tadi. Hembusan angin malam yang menerpa wajahnya sedikit mengurangi rasa penat yang menggelayuti tubuhnya.Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama.Di sebuah tikungan yang agak gelap, tiba-tiba seorang wanita muncul dari arah samping. Terlambat menyadari kehadirannya, Adit hanya sempat menarik rem sekuat tenaga. Motor oleng ke samping. Adit terpental dan menubruk wanita itu. Ia terhempas ke kanan, dan m

    Last Updated : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Kejadian Di Sore Hari

    Adit bersandar di jok mobil, mencoba mencerna situasi. Cincin itu memang tidak terlihat bentuk fisiknya. Hanya seperti tatto di jari tangan adit. Namun demikian, Adit merasakannya saat merabanya.Dan kini, dekat dengan Larasati, ia tak mengerti kenapa jemarinya itu terasa hangat.Larasati mengemudi dengan ekspresi tegang, matanya sesekali melirik ke kaca spion seakan-akan sedang memastikan sesuatu. Di luar, matahari mulai condong ke barat, lampu-lampu jalanan mulai menyala, menciptakan bayangan panjang di kota yang masih cukup ramai."Kamu bilang ada yang mengejarmu?" Adit akhirnya membuka suara.Larasati menggigit bibirnya, lalu mengangguk. "Ya, dan aku tidak tahu harus lari ke mana lagi."Adit menghela napas. "Tapi kenapa aku? Kenapa kamu tiba-tiba menyeretku ke dalam masalah ini?"Larasati tidak langsung menjawab. Ia membelokkan mobil ke sebuah jalan kecil yang lebih sepi, lalu mematikan mesin. Di bawah cahaya senja yang mulai meredup, wajahnya tampak sedikit pucat."Karena aku yak

    Last Updated : 2025-03-05
  • Tukang Pijat Tampan   Pak Rudi Terus Mencari Celah

    Adit kembali ke tempat kerja dengan perasaan campur aduk. Setelah semua kejadian yang dialaminya bersama Larasati, pikirannya masih penuh tanda tanya.Sentuhan Larasati tadi menciptakan suatu reaksinya aneh; seolah ada sesuatu yang bangkit dalam dirinya. Namun, belum sempat ia merenungkan lebih jauh, langkahnya terhenti saat melihat sosok Pak Rudi berdiri di depan pintu klinik dengan tangan terlipat di dada."Akhirnya muncul juga," suara Pak Rudi terdengar tajam, matanya menyipit penuh kecurigaan. "Kamu pikir tempat ini warung kopi yang bisa keluar masuk seenaknya?"Adit menarik napas, menahan kesal. Ia tahu ia salah juga karena yang tadi itu bisa dibilang ia membolos kerja. Namun sikap Pak Rudi sungguh tak menyenangkan. "Saya tadi ada urusan mendadak, Pak."Pak Rudi mendengus. "Urusan? Saya lihat sendiri kamu pergi sama perempuan cantik naik mobil mewah. Enak ya, baru kerja sebentar sudah bisa keluyuran. Jangan-jangan kamu jadi gigolo, ya?"Ucapan itu membuat Adit merasa malu. Tak pe

    Last Updated : 2025-03-06
  • Tukang Pijat Tampan   Diajak Makan Malam Klien

    Dari ruangan Ibu Celina, dan lolos dari Pak Rudi, Adit kembali bekerja seperti biasa. Belum ada klien yang datang. Ia memilih untuk mengobrol bersama terapis lain. Namun sesungguhnya, ia tidak fokus juga diajak mengobrol teman-temannya.Setelah kejadian dengan Larasati dan perdebatan panjang dengan Pak Rudi, ia merasa butuh angin segar sebetulnya. Mengobrol bersama yang lain bisa menjadi sebuah solusi. Namun, entah kenapa, pikirannya masih melayang ke kejadian-kejadian aneh yang dialaminya belakangan ini.Waktu berjalan dan satu demi satu para terapis senior itu sudah mendapatkan klien. Tinggal adit seorang di ruangan itu. Sendirian menunggu. Namun tak lama kemudian, ia mendengar seseorang memanggil namanya."Adit, kamu ada klien baru. Dia minta dipijat oleh terapis pria. Hanya kamu yang kosong kan!" ujar Tia, si resepsionis yang kemarin sore membelanya saat Pak Rudi marah-marah.“E, iya...” Adir segera berdiri. “Ruangan mana?”“Ruang 18,” balas Tia. Ia mendekat dan berkata pelan, “Ya

    Last Updated : 2025-03-07

Latest chapter

  • Tukang Pijat Tampan   Bertemu Ratna Lagi

    Adit berdiri di tepi jalan, menatap layar ponselnya, hendak memesan ojek baru. Ia menghela napas panjang. Sial juga, baru separuh perjalanan dan kini ia harus keluar uang lagi untuk sampai ke rumah. Tapi sebelum sempat menekan tombol pemesanan, suara deru mesin mobil menarik perhatiannya.Sebuah mobil merah cerah melambat dan berhenti tepat di depannya. Adit mengerutkan kening, merasa tak asing dengan kendaraan itu. Benar saja, saat jendela sisi pengemudi terbuka, wajah Ratna muncul dengan senyum lebar."Lho, Adit? Kok bisa di sini?" sapa Ratna dengan nada riang.Adit mendekat ke jendela, masih sedikit terkejut. "Eh, Kak Ratna? Kebetulan sekali. Aku baru mau pesan ojek."Ratna tertawa kecil. "Kebetulan apanya? Jangan-jangan ini takdir? Mau ke mana malam-malam begini?""Pulang, Kak. Tadi ada urusan sedikit." Adit menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Hmm... kalau begitu, ikut aku saja. Aku juga lagi cari teman makan malam. Kamu lapar, kan?"Adit menatap Ratna sejenak, lalu melirik per

  • Tukang Pijat Tampan   Iwan Gelap Mata

    Adit berjalan santai ke luar klinik setelah jam kerja berakhir. Hari itu cukup melelahkan, lebih tepatnya lelah di pikiran sebab ia tak mendapatkan klien selama seharian itu.Tetapi ia tetap merasa tenang. Ia hanya tak mendapatkan tips mungkin. Atau bonus yang hanya diperoleh dari banyaknya klien yang ia tangani. Namun tetap mendapatkan gaji tetap.Di titik itu, sebetulnya Ranu kepikiran saran Larasati; pindah tempat kerja, menjadi terapis di klinik lain. Namun ia tak mau menyerah begitu saja. Lagipula, ia belum lama bekerja. Jika tiba-tiba keluar, pengalaman kerjanya di tempat itu masih belum cukup valid untuk digunakan melamar di tempat lain.Di dekat pintu keluar, Tia sudah berdiri dengan senyum cerahnya."Adit! Pulang bareng, yuk?" sapanya riang.Adit tersenyum tipis. "Aku naik ojek, motorku masih di bengkel. Tadi pagi aku tinggal gitu aja!""Oh iya, aku lupa. Ya sudah, ayo kita pesan ojol aja!” kata Tia.“Kamu kenapa nggak bawa motor sendiri, Tia? Kayaknya sebelum ini kamu bawa m

  • Tukang Pijat Tampan   Peringatan Iwan

    Iwan masih duduk di meja bersama Anton dan Cindy, sesekali menyeruput es teh manisnya sambil melontarkan keluhan tentang Adit. Ia masih kesal karena Tia menolak tawarannya untuk diantar pulang kemarin sore."Gue nggak ngerti, kenapa Tia lebih milih Adit daripada gue?" Iwan menggerutu, mengaduk es teh di depannya dengan kasar.Anton terkekeh. "Bro, lo terlalu serius. Siapa tahu dia cuma kasihan sama Adit.""Iya, kan. Aku juga mikir gitu. Tia itu ramah dan baik orangnya. Apalagi Adit selalu ditindas Pak Rudi! Semua juga tahu soal itu. Dan nggak ada yang mau dekat dengan Adit karena takut sama Pak Rudy!” tambah Cindy, setengah bercanda. "Mungkin dia cuma baik doang."Iwan mendengus. "Kasihan gimana? Jelas-jelas beda! Kalau cuma kasihan, kenapa dia nolak gue buat anterin pulang? Nggak masuk akal, kan?"Namun, sebelum ada yang sempat menjawab, terdengar suara yang tidak asing.Iwan menoleh, dan seketika wajahnya menegang. Tia masuk bersama Adit. Mereka terlihat akrab, berbincang ringan sam

  • Tukang Pijat Tampan   Sedikit Rahasia Larasati

    Adit melangkah masuk ke dalam kafe, matanya langsung menangkap sosok Larasati yang duduk di dekat jendela besar. Wanita itu tampak santai dengan secangkir kopi di hadapannya, mengenakan blouse putih dengan rambut panjangnya yang tergerai. Begitu melihat Adit, ia tersenyum dan melambaikan tangan."Akhirnya datang juga," ujar Larasati saat Adit duduk di depannya."Macet, maaf kalau lama." Adit tersenyum ringan, meletakkan ponselnya di meja."Santai saja. Aku juga baru beberapa menit di sini. Mau pesan apa?" tanya Larasati sambil menyodorkan menu.Adit melihat sekilas daftar menu, lalu memutuskan, "Kopi hitam saja."Larasati mengangguk dan memanggil pelayan untuk memesan minuman Adit. Setelah itu, ia menatap lelaki itu dengan tatapan jahil. "Jadi, gimana kabarnya terapis muda kita? Ada cerita seru di tempat kerja?"Adit terkekeh. "Ada, tapi kebanyakan cerita sial. Motorku mogok tadi pagi, terus di tempat kerja juga dipersulit."“Dipersulit? Sama atasan?”“Ya. Supervisorku itu, sejak awal

  • Tukang Pijat Tampan   Janji Ketemuan Dengan Larasati

    Ia meletakkan ponselnya di meja samping tempat tidur, lalu membaringkan diri. Otaknya masih sibuk memikirkan banyak hal.Setelah beberapa menit menunggu, Adit melihat layar ponselnya menyala. Sebuah pesan dari Larasati muncul.Larasati: Adit? Tumben chat aku. Ada apa?Adit tersenyum kecil, lalu mengetik balasan.Adit: Nggak apa-apa. Pengen tanya kabar aja.Tak lama kemudian, layar ponselnya kembali menyala, tetapi kali ini dengan panggilan masuk dari Larasati. Adit terkejut sebentar sebelum buru-buru mengangkatnya."Halo?" suara Adit terdengar sedikit ragu."Hei, Adit! Kabarku baik. Kamu gimana?" suara Larasati terdengar renyah di seberang sana.“Aku baik kok. Kamu, nggak ada masalah lagi sama orang-orang waktu itu kan?” tanya Adit.Agak lama Larasati tidak menjawab. Namun ia kemudian bertanya, "Besok malam kamu ada waktu nggak? Aku mau ngajak kamu ketemuan.""Besok malam? Habis kerja?" Adit berpikir sejenak. "Bisa sih. Ketemuan di mana?""Aku tahu tempat yang asik buat ngobrol santai

  • Tukang Pijat Tampan   Kakek Tua Misterius

    Setelah selesai makan, Tia mengajak Adit mampir ke sebuah minimarket yang tak jauh dari warung kaki lima tempat mereka makan. "Aku mau beli beberapa barang sebentar, kamu ikut ke dalam atau tunggu di luar aja?" kata Tia sambil tersenyum."Oke, santai aja. Aku tunggu di sini," jawab Adit, menyandarkan tubuhnya ke motor dan mengeluarkan ponsel barunya, mengutak-atik fitur yang masih asing baginya. Semua itu terlalu membingungkan. Nanti ia ingin minta tolong Tia untuk mengajarinya. Tadi dia masih gengsi saat hendak bertanya di penjual HP.Saat Adit tengah sibuk dengan ponselnya, seorang pria tua berpakaian lusuh mendekatinya. Rambutnya berantakan, wajahnya penuh keriput, dan sorot matanya tampak tajam meski tubuhnya terlihat renta."Anak muda," panggil pria tua itu dengan suara serak.Adit mendongak, sedikit terkejut. Ia berpikir pria itu mungkin hanya seorang pengemis yang ingin meminta uang. Namun, sebelum ia sempat mengatakan sesuatu, pria tua itu melanjutkan, "Kau memiliki sesuatu ya

  • Tukang Pijat Tampan   Teman Baru

    Sore itu, selepas kerja, Adit dan Tia berjalan berdampingan menuju sebuah pusat perbelanjaan. Tujuan mereka sederhana: membeli ponsel baru untuk Adit. Pria itu tidak pernah memiliki ponsel bagus sebelumnya, dan kini, dengan uang tips yang ia kumpulkan, ia akhirnya bisa membeli satu yang layak."Jadi, kamu udah ada bayangan mau beli yang mana?" tanya Tia sambil melirik ke arah Adit yang tampak sedikit canggung.Adit menggaruk kepalanya. "Nggak terlalu ngerti, sih. Yang penting bisa buat WhatsApp, Instagram, dan kameranya lumayan. Tapi harganya nggak lebih dari dua juta."Tia tersenyum. "Oke, kalau gitu kita cari yang speknya bagus buat harga segitu. Ada kok, tenang aja."Mereka masuk ke sebuah toko ponsel yang cukup ramai. Rak-rak kaca di dalamnya dipenuhi berbagai model ponsel dari yang murah sampai yang mahal. Seorang penjaga toko segera menyambut mereka dengan ramah."Selamat datang, Kak! Ada yang bisa saya bantu?" tanya penjaga toko itu.Tia langsung mengambil alih percakapan. "Mas

  • Tukang Pijat Tampan   Rencana Busuk Pak Rudi

    Lewat tengah hari, Adit sudah agak pesimis akan mendapatkan klien lagi. Ruang istirahat terapis itu sepi. Hanya dia seorang yang ada di sana. Yang lain sudah mendapatkan klien.‘Ya sudah, nikmati saja waktu luang ini!’ adit tidur-tiduran di kursi.Sementara itu, di depan, ada satu klien baru yang menarik perhatian sejak awal kedatangannya. Seorang wanita bertubuh besar dengan pakaian mewah masuk ke lobi dengan langkah penuh percaya diri."Saya mau pijat," katanya tegas kepada resepsionis. "Dan saya hanya mau dipijat oleh Adit."Resepsionis, yang sudah terbiasa menghadapi berbagai macam pelanggan, tersenyum sopan. "Maaf, Bu. Apa Ibu sudah pernah ke sini sebelumnya?"Wanita itu mengibaskan tangan dengan tidak sabar. "Belum, tapi teman saya, Nesya, bilang kalau pijatan anak itu luar biasa. Jadi saya harus mencobanya!"Celina, yang kebetulan berada di dekat meja resepsionis, mendengar percakapan itu. Ia segera menghampiri."Selamat datang, Bu... Desi, ya? Saya Celina, manajer di sini. Tad

  • Tukang Pijat Tampan   Klien Muda Bernama Mira

    Adit baru saja menyelesaikan pijatannya untuk Mira, dan ia bisa melihat betapa puasnya wanita itu. Mira berbaring beberapa saat, menikmati efek pijatan yang masih terasa di tubuhnya.Setelah sesi pijat selesai, Mira duduk di tepi ranjang dengan wajah masih sedikit memerah. Tubuhnya terasa ringan, nyaris seperti melayang. Ia merapikan rambutnya sambil tersenyum puas, lalu menatap Adit dengan sorot mata yang sulit dijelaskan."Adit, kamu benar-benar luar biasa. Aku belum pernah merasakan pijatan seperti ini sebelumnya," katanya, suara lembutnya mengandung kekaguman yang tulus. "Kamu harus jadi terapis pribadi buatku. Ya nggak Cel, ia menoleh ke arah lain.Adit ikut menoleh, ke belakang dan sedikit terkejut, “Eh, sejak Kapan Ibu ada di sana?”“Belum lama!” balas Celina sambil tersenyum. “Kamu sih, fokus banget sampai nggak sadar aku masuk ruangan ini dan duduk di sini!”"Gila, Dit... tanganku sampai kesemutan saking rileksnya," kata Mira sambil tertawa kecil. Ia perlahan bangkit dan dudu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status