Beranda / Urban / Tukang Pijat Tampan / Mengintip Manager Cantik

Share

Tukang Pijat Tampan
Tukang Pijat Tampan
Penulis: Black Jack

Mengintip Manager Cantik

Penulis: Black Jack
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-03 15:17:35

“Heh! Apa yang kamu lakukan di sini?! Kamu mengintipku, hah?!”

Adit, yang tengah mengepel lantai ruang ganti pelanggan, nyaris menjatuhkan pelnya saat mendengar suara bentakan itu.

Di hadapannya, seorang wanita cantik dengan tubuh menggoda dan hanya mengenakan pakaian dalam berenda, berdiri dengan napas memburu.

Itu Bu Celina, manajer tempatnya bekerja!

Tangan wanita itu menutupi dadanya yang montok, tapi pahanya yang mulus justru terabaikan.

Glek.

Adit menelan ludah. Otaknya berteriak untuk tidak melihat, tapi matanya berkhianat.

Takut? Jelas. Adit hanya trainee rendahan. Terpergok dalam situasi seperti ini bisa membuatnya dipecat seketika.

Namun, senang?

Bagaimana tidak? Bu Celina adalah fantasi hidup para terapis pria di panti pijat ini!

Dengan tubuh berlekuk sempurna, kulit sehalus sutra, dan tatapan tajam menggoda, siapa yang tidak pernah membayangkan wanita itu dalam pelukan mereka?

Dan sekarang… tubuh yang biasanya hanya ada dalam bayangan, terpampang jelas di depannya!

Tapi… ada yang aneh.

Kenapa Bu Celina masih di sini? Bukankah semua orang sudah pulang?

Dan yang lebih aneh lagi… kenapa tangannya basah?

“Apa yang kamu lihat, dasar mesum! Mau saya pecat?!”

Deg!

Adit buru-buru menggeleng. “A—ampun, Bu Celina! Saya enggak tahu kalau Ibu masih di sini…”

Sebagai trainee, posisi Adit di panti pijat ini sangat lemah. Dia adalah sasaran empuk senior-senior yang haus kuasa. Tidak heran sebelum dirinya, banyak trainee yang tidak bertahan lama, entah karena mundur atau dikeluarkan dengan alasan sepele.

Itulah alasannya malam ini dia bisa ada di sini. Karena salah satu seniornya melemparkan tanggung jawab kepadanya.

Namun, siapa yang menyangka hal tersebut membawanya ke situasi seperti ini…

Adit melihat Celina takut-takut. Ekspresi manajernya itu dingin, tapi tatapannya panik. Ditambah wajah cantiknya yang memerah, Adit merasa Bu Celina seperti takut ada rahasia besar yang terbongkar.

“Sudah! Aku enggak mau tahu. Pergi dari sini atau…”

Bu Celina mengomel selagi buru-buru mengenakan celananya.

Namun, karena terlalu panik, kakinya tersangkut di celana dan tubuhnya terhuyung ke depan!

Bruk!

Refleks, Adit segera menangkap tengkuk Bu Celina sebelum kepala wanita itu terbentur lantai.

Deg!

Dan saat itu juga, sesuatu terjadi.

Wajah Bu Celina merah padam hingga ke telinga. Napasnya memburu, matanya bergetar, dan…

"Ah…"

Desahan lirih itu lolos begitu saja.

Adit membeku.

Apa-apaan ini?!

Sadar dengan suara yang baru saja keluar dari mulutnya, Bu Celina langsung bangkit dengan wajah panik!

“Kau, kau apakan aku barusan!?”

Adit ikut berdiri, wajahnya bingung. "Sa-saya nggak ngapa-ngapain, Bu! Saya cuma menangkap Ibu biar nggak jatuh—"

“Tapi---”

Celina ingin mengatakan sesuatu.

Ada sensasi aneh yang menyelinap ke dalam tubuhnya.

Hangat.

Menyusup ke saraf-sarafnya.

Tiba-tiba area yang disentuh Adit tadi terasa lebih peka. Seakan… terbakar dari dalam.

Namun, dia menggeleng cepat, menepis perasaan aneh itu.

Mana mungkin dia mengaku sentuhan tangan Adit di lehernya … membuat sesuatu dalam tubuhnya berdenyut?!

“Ah, sudah! Lupakan saja!”

Bu Celina bergegas mengenakan pakaiannya, lalu sebelum keluar ruangan, dia menoleh tajam.

"Ingat ya, urusan kita belum selesai!"

Adit hanya bisa menatap kepergiannya sambil menelan ludah.

Habis sudah…

Sudah menyinggung bosnya, Adit pasti akan kehilangan pekerjaannya ini dalam waktu dekat.

“Haaah … ya sudahlah, itu urusan nanti …” pikirnya sebelum memutuskan membereskan alat-alat bersihnya dan keluar dari ruangan.

Tanpa dia sadari…

Cincin yang melingkar di jarinya berpendar…

Lalu menghilang…

Dan membentuk lingkaran hitam di jarinya.

**

Keesokan paginya.

“Anak baru nggak berguna! Baru berapa hari jadi trainee sudah berani datang terlambat?!"

Makian itu terlontar dari mulut Rudi, senior Adit yang paling berengsek. Pria yang sama dengan yang melemparkan pekerjaan bersih-bersih kepadanya tadi malam.

"Maaf, Pak Rudi! Saya tidak bermaksud untuk datang terlambat…"

Tadi pagi, Adit sebenarnya ingin berangkat kerja seperti biasa. Namun, di tengah Bersiap-siap, Adit menyadari bahwa cincin peninggalan kakeknya tiba-tiba hilang.

Sebagai satu-satunya kenangan yang Adit punya terhadap sang kakek yang baru meninggal beberapa waktu lalu, benda itu sangat berharga.

Dia pun mencarinya dengan panik, sampai akhirnya lupa waktu dan berakhir datang terlambat ke kantor.

Alhasil, di sinilah dia sekarang, menerima ocehan dan menjadi bahan pelampiasan kemarahan seniornya.

BUK!

Satu pukulan dengan gulungan kertas koran diterima di kepala oleh Adit.

“Nggak bermaksud terlambat? Kamu kira aku peduli kamu bermaksud atau nggak?! Di sini ada aturan, dan kamu sudah melanggarnya!”

BUK!

Pukulan kedua.

“Baru trainee aja udah belagu.”

BUK!

Pukulan ketiga.

“Kalau kamu merasa udah jago, kamu sebaiknya---”

BRAK!

Pintu pegawai terbuka keras!

“RUDI!”

Bu Celina muncul dengan wajah marah, membuat Rudi menoleh kaget. “B-Bu Celina?”

Adit langsung mengangkat kepala. Saat melihat sosok Celina, dia langsung menunduk lagi, jantungnya berdegup kencang.

Dia pikir… Bu Celina akan memecatnya.

Namun, yang terjadi selanjutnya sangat di luar dugaan.

“Kenapa pelanggan ruang 25 belum ada yang melayani?!”

Rudi membeku, panik. "A-anu, Bu… saya—"

Mata Bu Celina menatap ke arah Adit.

Dan saat mereka saling bertatapan…

Celina langsung mengenalinya.

"Kamu…"

Adit menahan napas, takut kejadian tadi malam akan diungkit.

Tapi Celina membuang wajah, berdeham, lalu berkata dengan suara tegas.

“Kamu! Siapa nama kamu!” tanya Celina.

“A—Adit bu…”

“Adit! Sekarang kamu pergi ke ruang 25. Pijat pelanggan yang ada di sana itu!”

Wajah Rudi seketika mengeras, “Ta—tapi Bu… Adit kan masih Trainee, seharusnya saya yang—"

"Kalau mau pelanggan, seharusnya kamu peka sejak tadi! Bukan sibuk menindas bawahan!" Kemudian, Celina menatap Adit. “Selain itu, mulai saat ini dia jadi pegawai tetap! Cepat ke sana!”

“Ba—baik bu!”

Adit yang melihat ini sebagai kesempatannya, segera saja berlari ke ruangan itu, diikuti tatapan kesal dari Rudi yang merasa dipermalukan.

Namun, berbeda dengan Bu Celina. Ia melihatnya dengan tatapan berbeda…

‘Adit … ya?’

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Tukang Pijat Tampan   Pembuktian Adit

    Segera saja Adit menuju ke lokernya. Kunci masih tergantung di sana dan dia segera mengambil seragam kerja, lalu ke ruang ganti untuk mengenakan bajunya.Buru-buru ia memasukkan baju dan bawaannya yang lain, memasukkannya ke loker, menguncinya dan mulai bergegas menuju ke ruang 25.Satu kamar itu ada satu ranjang untuk klien. Semua peralatan yang dibutuhkan ada di sana.Adit mengetuk pintu dan kemudian masuk. Dilihatnya seorang wanita berusia 40 tahunan. Dia masih sedang menelefon entah siapa. Jadi Adit hanya berdiri menunggu saja di dekat pintu. Ia pun masih merasa berdebar.Wanita itu terlihat kaya dengan outfit yang melekat di tubuhnya yang biasa saja itu. Adit memperhatikan wajah wanita itu; biasa saja. Tapi terlihat mahal karena perawatan. Kulitnya putih mulus tanpa jerawat. Make-upnya tampak natural kecuali bibirnya yang terlihat merah oleh gincu. Rambutnya juga terlihat mahal yang tak mungkin pula disentuh oleh salon biasa.Wanita itu menutup telefon, lalu menoleh ke arah Adit,

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Klien Merasa Sangat Puas

    Adit kembali memijit. Ia merasa lebih tenang saat ini karena ternyata kliennya suka dengan pelayanannya.Namun demikian, Adit bertanya-tanya; kenapa wanita itu meliuk-liuk seperti cacing dan juga mengeluarkan suara aneh?Adit memang polos. Di usianya yang ke 22 tahun itu, dia belum pernah sekali pun nonton film dewasa.Bukannya ia tak mengerti apa itu terangsang dan apa itu hubungan badan. Tapi sesungguhnya baru kali ini ia melihat secara langsung ada wanita yang sedang merasa seperti itu yang menurutnya sangat ambigu; apakah dia sakit atau apa? Sebab ia sungguh murni hanya memijit.Adit juga sangat sopan dalam memijit. Ia tak aneh-aneh. Bahkan tak berani benar-benar melihat wanita itu. Ia memijit bagian yang semestinya sopan untuk dipijit.Hingga kemudian, dua jam berlalu begitu saja. Dua jam adalah waktu standard klinik untuk melayani konsumen dengan pijitan.“Huff... amazing... aku, sampai dibuat basah sama kamu. Siapa tadi namamu?” tanya wanita itu dengan nafas terengah.“E—Adit,

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Mulai Menyadari Sesuatu

    Buru-buru Ayunda melepaskan diri dari rengkuhan Adit. Namun aura marah yang tadinya tampak di wajah cantik itu seketika lenyap, berganti rona merah di pipinya. Tanpa mengatakan apa-apa, Ayunda pergi meninggalkan Adit.‘Dia itu kenapa!’ ucap Adit dalam hati. Ia sungguh tak mengerti. Namun ia tak mau terlalu memikirkannya, sebab ia pun buru-buru harus ke ruang pelatihan.Ada lima orang termasuk Adit yang merupakan terapis baru. Adit satu-satunya calon terapis cowok. Lalu empat yang lain adalah terapis cewek. Ada dua trainer, satu cewek dan satu cowok. Keduanya adalah senior yang sudah lama bekerja di tempat itu.“Maaf terlambat!” kata Adit.“Loh, kok kamu ada di sini? Bukannya kata Pak Rudy kamu sudah out ya!” ucap Anton, trainer cowok yang mendapatkan tugas mengajari anak-anak baru itu.“Iya. Tiga hari kamu nggak masuk dan hari ini pun datang setelah istirahat siang!” kata Cindy, si trainer cewek. Adit bertanya-tanya pula, kenapa Cindy juga tahu ia tak masuk kerja.Di titik itu, ia yak

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Ujian Dari Sang Manager

    Pak Rudi menunggu di luar ruangan dengan senyum penuh kemenangan. Di sebelahnya ada Anton dan Cindy yang baru saja menyusul karena ingin menyampaikan sesuatu.“Nanti dulu. Aku ingin melihat drama!” kata Pak Rudy. Dia yakin sebentar lagi, Nyonya Nesya akan keluar dengan wajah merah padam dan mengomel seperti biasanya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.Saat pintu terbuka, yang keluar adalah seorang wanita yang sama sekali berbeda dari yang mereka kenal selama ini. Nyonya Nesya terlihat begitu rileks, wajahnya berseri-seri, dan langkahnya ringan seolah baru saja kembali dari liburan mewah."Adit!" serunya sambil menepuk bahu pemuda itu dengan akrab. "jangan lupa ya, pokoknya aku hanya mau dipijat olehmu. Pastikan kamu ada setiap kali aku datang, ya?"Pak Rudi hampir terlonjak. Mata Anton dan Cindy terbelalak tak percaya. Mereka saling berpandangan, mencoba mencari penjelasan atas fenomena langka ini. Adit sendiri hanya bisa tersenyum canggung.“Siap Nyonya!” balas Adit.Nyonya Nesya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Insiden Di Jalan

    Petang itu, selepas melewati ujian tak terduga dari Ibu Celina, Adit akhirnya bisa pulang.Jam kerja seharusnya sudah selesai sejak satu jam lalu, tapi karena permintaan sang manajer, ia terpaksa lembur.Dengan tubuh yang masih terasa hangat setelah menyentuh kulit halus atasannya, Adit menghela napas panjang sambil menghidupkan motor bututnya.Mesin tua itu berderu kasar, seolah ikut lelah setelah hari yang terasa panjang.Adit melajukan motornya perlahan melewati jalanan kota yang mulai sepi. Lampu-lampu jalan berpendar, menerangi aspal yang masih terasa hangat sisa matahari siang tadi. Hembusan angin malam yang menerpa wajahnya sedikit mengurangi rasa penat yang menggelayuti tubuhnya.Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama.Di sebuah tikungan yang agak gelap, tiba-tiba seorang wanita muncul dari arah samping. Terlambat menyadari kehadirannya, Adit hanya sempat menarik rem sekuat tenaga. Motor oleng ke samping. Adit terpental dan menubruk wanita itu. Ia terhempas ke kanan, dan m

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Kejadian Di Sore Hari

    Adit bersandar di jok mobil, mencoba mencerna situasi. Cincin itu memang tidak terlihat bentuk fisiknya. Hanya seperti tatto di jari tangan adit. Namun demikian, Adit merasakannya saat merabanya.Dan kini, dekat dengan Larasati, ia tak mengerti kenapa jemarinya itu terasa hangat.Larasati mengemudi dengan ekspresi tegang, matanya sesekali melirik ke kaca spion seakan-akan sedang memastikan sesuatu. Di luar, matahari mulai condong ke barat, lampu-lampu jalanan mulai menyala, menciptakan bayangan panjang di kota yang masih cukup ramai."Kamu bilang ada yang mengejarmu?" Adit akhirnya membuka suara.Larasati menggigit bibirnya, lalu mengangguk. "Ya, dan aku tidak tahu harus lari ke mana lagi."Adit menghela napas. "Tapi kenapa aku? Kenapa kamu tiba-tiba menyeretku ke dalam masalah ini?"Larasati tidak langsung menjawab. Ia membelokkan mobil ke sebuah jalan kecil yang lebih sepi, lalu mematikan mesin. Di bawah cahaya senja yang mulai meredup, wajahnya tampak sedikit pucat."Karena aku yak

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Tukang Pijat Tampan   Pak Rudi Terus Mencari Celah

    Adit kembali ke tempat kerja dengan perasaan campur aduk. Setelah semua kejadian yang dialaminya bersama Larasati, pikirannya masih penuh tanda tanya.Sentuhan Larasati tadi menciptakan suatu reaksinya aneh; seolah ada sesuatu yang bangkit dalam dirinya. Namun, belum sempat ia merenungkan lebih jauh, langkahnya terhenti saat melihat sosok Pak Rudi berdiri di depan pintu klinik dengan tangan terlipat di dada."Akhirnya muncul juga," suara Pak Rudi terdengar tajam, matanya menyipit penuh kecurigaan. "Kamu pikir tempat ini warung kopi yang bisa keluar masuk seenaknya?"Adit menarik napas, menahan kesal. Ia tahu ia salah juga karena yang tadi itu bisa dibilang ia membolos kerja. Namun sikap Pak Rudi sungguh tak menyenangkan. "Saya tadi ada urusan mendadak, Pak."Pak Rudi mendengus. "Urusan? Saya lihat sendiri kamu pergi sama perempuan cantik naik mobil mewah. Enak ya, baru kerja sebentar sudah bisa keluyuran. Jangan-jangan kamu jadi gigolo, ya?"Ucapan itu membuat Adit merasa malu. Tak pe

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • Tukang Pijat Tampan   Diajak Makan Malam Klien

    Dari ruangan Ibu Celina, dan lolos dari Pak Rudi, Adit kembali bekerja seperti biasa. Belum ada klien yang datang. Ia memilih untuk mengobrol bersama terapis lain. Namun sesungguhnya, ia tidak fokus juga diajak mengobrol teman-temannya.Setelah kejadian dengan Larasati dan perdebatan panjang dengan Pak Rudi, ia merasa butuh angin segar sebetulnya. Mengobrol bersama yang lain bisa menjadi sebuah solusi. Namun, entah kenapa, pikirannya masih melayang ke kejadian-kejadian aneh yang dialaminya belakangan ini.Waktu berjalan dan satu demi satu para terapis senior itu sudah mendapatkan klien. Tinggal adit seorang di ruangan itu. Sendirian menunggu. Namun tak lama kemudian, ia mendengar seseorang memanggil namanya."Adit, kamu ada klien baru. Dia minta dipijat oleh terapis pria. Hanya kamu yang kosong kan!" ujar Tia, si resepsionis yang kemarin sore membelanya saat Pak Rudi marah-marah.“E, iya...” Adir segera berdiri. “Ruangan mana?”“Ruang 18,” balas Tia. Ia mendekat dan berkata pelan, “Ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07

Bab terbaru

  • Tukang Pijat Tampan   Menemui Pak Surya

    Renata menutup pintu kamar makan dengan pelan. Ia berjalan ke arah tangga, lalu menaikinya perlahan, langkah demi langkah. Hatinya masih penuh rasa jengkel, namun pikirannya sudah menyusun strategi. Begitu sampai di lantai atas, ia langsung menuju kamar Adit dan mengetuk dua kali, cepat dan tegas.Pintu terbuka tak lama kemudian.Adit, yang masih mengenakan kaus rumah dan celana pendek, memandangnya heran. “Ada yang bisa saya bantu, Bu?”Renata menatapnya sebentar, lalu berkata singkat, “Siapkan dirimu. Kita akan keluar siang ini. Pakai kemeja dan jaket. Aku mau kamu ikut.”Adit mengangguk pelan. “Baik, Bu… Kita mau pergi ke mana?”“Nanti kamu juga tahu!” potong Renata cepat. “Yang jelas kita akan mengurusi sesuatu yang penting. Dan aku butuh kamu di sana.”Nada suaranya datar, tapi matanya menyimpan sesuatu, sebuah kecemasan samar, yang tak biasa terlihat dari sosok Renata. Ia kemudian berbalik dan berjalan ke kamarnya tanpa menunggu jawaban lebih lanjut.Adit menutup pintu kembali,

  • Tukang Pijat Tampan   Perintah Darmawan

    Cahaya pagi merayap pelan dari balik tirai tipis jendela kamar, menerpa kulit putih Renata yang masih terlentang di atas ranjang king size miliknya. Selimut tipis melingkari pinggulnya, menampakkan sebagian besar tubuh yang hanya dibalut pakaian dalam renda berwarna hitam keemasan.Ia menggeliat perlahan, menarik napas panjang dan membuka matanya. Tak seperti biasanya, pagi ini terasa… aneh. Tapi bukan aneh yang buruk. Justru sebaliknya.Ada sensasi hangat yang masih tersisa di tubuhnya. Bekas sentuhan Adit masih terasa samar di kulitnya. Jemari laki-laki muda itu, yang semalam menari begitu lihai di atas tubuhnya, telah membuatnya terlelap dalam kelelahan dan kenikmatan yang belum pernah ia rasakan selama bertahun-tahun menjadi istri Darmawan yang tua itu.Renata menatap langit-langit kamar, tersenyum tipis.“Anak itu… bisa bikin perempuan lupa usia,” gumamnya.Ada denyut halus dalam dada yang tidak biasa. Ia terbiasa mengendalikan, memegang kendali penuh atas segala urusan, termasuk

  • Tukang Pijat Tampan   Frustasi Yang Tak Terkatakan

    Adit mengerutkan dahinya. Bukannya ia tak tahu apa maksud Renata. Tapi ia sungguh bingung harus merespon bagaimana.“E... saya... harus bagaimana, Bu...”“Hihihi, kau sungguh anak yang polos. Kamu pernah menyentuh perempuan?” tanya Renata.“Ya... ini, memijit Bu Renata. Dan memijit klien...” kata Adit.“Hahaha! Bukan itu maksudku. Apakah kamu pernah berhubungan badan dengan wanita?”“E—T-tidak... bu... tidak pernah...” kata Adit gugup.“Pacaran?”“Belum pernah pacaran juga...”“Astaga...”“Maaf Bu...”“Kenapa minta maaf?”“Ya... itu...”“Ya sudah. Tak usah gugup. Ayo kita lanjutkan lagi. Aku ingin kamu memijit dari belakang, dengan posisi duduk. Apakah kamu pernah mendapatkan training dengan posisi yang aku katakan?” tanya Renata.“Belum... hanya memijit seperti biasanya...”“Baiklah, aku akan mengajarimu memijit yang lebih intim dengan klien. Ini yang dilakukan para senior khusus di klinik atas permintaan tertentu dari klien. Sekarang, aku akan duduk dan kamu ada di belakangku, memij

  • Tukang Pijat Tampan   Bisakah Kamu Sedikit Nakal?

    Langkah kaki Adit dan Bayu terdengar mantap saat mereka menaiki anak tangga menuju lantai utama klub. Di belakang mereka, suasana basement seolah masih bergema oleh umpatan kasar Aldino yang akhirnya menyerah setelah merasa tak berdaya.Tapi tugas mereka selesai anak pejabat itu akhirnya pergi dengan mobil mewahnya, melaju dengan cepat meninggalkan basement.Adit dan Bayu tak tahu apakah Aldino nanti bisa pulang dengan selamat atau tidak dalam kondisinya yang seperti itu.Di ruang VIP, Renata masih duduk anggun di sofa panjang. Sebatang rokok baru mengepul di antara jari-jarinya. Matanya menatap layar monitor CCTV di meja, memperhatikan seluruh sudut ruangan. Saat mendengar pintu dibuka, ia menoleh dan menyambut keduanya dengan anggukan ringan.“Sudah beres?” tanyanya singkat.Bayu yang menjawab lebih dulu. “Sudah, Bu. Dia pergi. Tapi sebelum naik mobil, dia sempat melotot dan bilang dia nggak bakal lupa kejadian malam ini.”Renata mendengus kecil, lalu mematikan rokoknya di asbak kri

  • Tukang Pijat Tampan   Di Balik Remang Lampu Club Malam

    Malam sudah larut ketika mobil hitam itu berhenti di area parkir basement klub. Gemuruh musik bass yang berat terdengar menggema dari balik dinding beton. Lampu-lampu neon di dalam klub menari liar, menyiramkan warna merah dan ungu di sepanjang lorong.Club itu hanyalah sebuah kedok belaka. Ada kasino tersembunyi di sana. Dan juga, tempat orang bertransaksi barang haram atau mencari hiburan-hiburan terselubung lainnya.Renata turun lebih dulu, mengenakan setelan blazer hitam berpotongan tajam, dipadu celana panjang berpinggang tinggi. Sepatunya berhak tipis namun tegas. Wajahnya tanpa senyum, kacamata hitam masih bertengger meski malam begitu pekat.Di belakangnya, Bayu menyusul dengan tatapan penuh waspada, dan Adit pun demikian adanya. Ia masih terbawa suasana tegang sekaligus penasaran sebab itu kali pertama Adit masuk ke salah satu tempat misterius milik Renata. Klub malam eksklusif yang hanya dikunjungi oleh siapa saja yang telah terdaftar sebagai member. Tanpa itu, orang tak bis

  • Tukang Pijat Tampan   MAsalah Di Sebuah Kasino

    Kini Renata sudah berada di mobil dengan Adit ada di sebelahnya.“Jadi secara keseluruhan, menurutmu tempat itu tadi bagaimana?” tanya Renata kepada Adit.“Bangunan itu, menurut saya sudah bobrok, Bu. Sebelumnya, saya juga sudah pernah menjadi kuli bangunan. Jika Bu Renata membeli tempat itu, biaya renovasinya sangat besar. Dan lagi, orang itu tadi tak mengatakan apa-apa dengan jujur. Jika tempat itu menguntungkan, dia tak akan menjualnya dengan harga yang murah...” kata Adit.“Kamu benar. Setelah dicek, memang tidak sama dengan yang difoto. Ya sudah. Lupakan saja soal tempat spa yang tadi. Sekarang pulang saja!” kata Renata.Bayu menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Sesekali ia melihat ke arah spion. Ia menilai, Adit memang bukan lelaki yang aneh-aneh yang ingin memanfaatkan Renata. Atau mungkin belum? Yang jelas, Bayu diam-diam masih memantau. Ia hanya ingin Renata baik-baik saja.“Jadi kamu dulu pernah kerja jadi tukang bangunan?” tanya Renata.“Pernah Bu. Saya kan lulus SMA

  • Tukang Pijat Tampan   Ke Tempat Spa

    “PAK RUDI!!! MANA PAK RUDI?! KELUAR KAU!!!”Suara Bu Nesya menggelegar di lantai satu itu. Dia tahu nama Rudi sebab dia pelanggan lama dan sudah sering komplain. Apalagi, di seragam Pak Rudi tertera namanya, juga jabatannya.Beberapa staf yang lewat menoleh panik. Dedi hanya bisa berdiri pucat di ambang pintu.Tak lama, Pak Rudy muncul dari balik lorong dengan ekspresi terkejut, tapi mencoba tetap tenang.“Bu Nesya, ada apa? Kenapa berteriak—”“JANGAN BERLAGAK BODOH, RUDI!”Suara teriakan itu menggema keras, cukup untuk membuat para staf lainnya diam membeku. Suara itu bahkan terdengar jelas melewati dinding kaca dan masuk ke ruangan manajer di lantai atas, tempat Ibu Celina sedang menyeduh teh.“KAU KIRA AKU TAK BISA BEDAKAN SIAPA YANG MEMIJAT TUBUHKU?! KAU KIRIM ORANG LAIN YANG MENYAMAR JADI ADIT?! KAU KIRA AKU MAIN-MAIN DATANG KE SINI?!!”Pak Rudy mengangkat kedua tangan, mencoba meredakan. “Bu, tolong tenang dulu... Saya hanya…”“TENANG?!! KAU TIPU AKU LALU MEMINTA AKU TENANG?!!!”

  • Tukang Pijat Tampan   Kehebohan Di Klinik Pijat

    Adit kembali ke kamar dan merenung lagi. Ada kelegaan setelah ia memastikan bisa mengendalikan kekuatan aneh di telapak tangannya, dan tadi ia mencobanya sekali lagi untuk menyentuh Dina tanpa intensi tertentu. Wanita itu baik-baik saja.Ya, Adit tahu, ia masih harus mengujinya lagi untuk memastikannya. Hanya satu yang tinggal menjadi keresahannya; kenapa bagian tubuh penting miliknya itu tak mau bangun? Ia memikirkan Renata yang menggeliat puas dan tampak menggoda itu, tangannya usil menelusup ke celananya sendiri, dan tak terjadi reaksi apapunDemi apa, sebagai lelaki, Adit cukup frustasi. Dengan itu, ia kehilangan kepercayaan dirinya. Adit mengambil ponselnya dan mencoba mencari penyebab impotensi dan bagaimana cara menanganinya. Hingga akhirnya, ia menyerah juga. Percuma. Tak ada gejala yang sama seperti yang dijelaskan di refrensi yang ia temukan di ponsel. Semua informasi pada akhirnya merujuk ke satu poin; harus ke dokter.‘Apakah aku harus ke dokter? Tapi ini memalukan!’ ucap

  • Tukang Pijat Tampan   Bisa Mengendalikan Kekuatan

    Mobil meluncur mulus memasuki pelataran rumah Renata yang besar dan sunyi. Lampu-lampu taman menyala temaram, menciptakan bayangan panjang di sepanjang jalur batu yang mengarah ke garasi. Setelah kejadian menegangkan tadi itu, suasana kini terasa tenang, tapi di balik ketenangan itu, masih ada denyut ketegangan yang belum sepenuhnya hilang.Renata melangkah cepat ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ia langsung menuju ruang kerjanya, membawa tas dan dokumen, lalu menutup pintu. Adit hanya menatap punggung wanita itu sejenak sebelum menghela napas dan berbalik naik ke lantai dua.Setibanya di kamarnya, Adit langsung menanggalkan kemeja dan celana panjangnya, menggantinya dengan kaos oblong dan celana pendek. Badannya lelah, pikirannya pun masih sibuk memutar ulang adegan perkelahian tadi, bagaimana ia bisa dengan cepat mengatasi tiga pria dewasa. Ia sendiri heran, seolah tubuhnya tahu harus bergerak bagaimana. Mungkin karena latihan di masa kecil. Mungkin karena adrenalin. Atau… mungkin

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status