Home / Urban / Tukang Pijat Tampan / Mulai Menyadari Sesuatu

Share

Mulai Menyadari Sesuatu

Author: Black Jack
last update Last Updated: 2025-03-03 15:20:40

Buru-buru Ayunda melepaskan diri dari rengkuhan Adit. Namun aura marah yang tadinya tampak di wajah cantik itu seketika lenyap, berganti rona merah di pipinya. Tanpa mengatakan apa-apa, Ayunda pergi meninggalkan Adit.

‘Dia itu kenapa!’ ucap Adit dalam hati. Ia sungguh tak mengerti. Namun ia tak mau terlalu memikirkannya, sebab ia pun buru-buru harus ke ruang pelatihan.

Ada lima orang termasuk Adit yang merupakan terapis baru. Adit satu-satunya calon terapis cowok. Lalu empat yang lain adalah terapis cewek. Ada dua trainer, satu cewek dan satu cowok. Keduanya adalah senior yang sudah lama bekerja di tempat itu.

“Maaf terlambat!” kata Adit.

“Loh, kok kamu ada di sini? Bukannya kata Pak Rudy kamu sudah out ya!” ucap Anton, trainer cowok yang mendapatkan tugas mengajari anak-anak baru itu.

“Iya. Tiga hari kamu nggak masuk dan hari ini pun datang setelah istirahat siang!” kata Cindy, si trainer cewek. Adit bertanya-tanya pula, kenapa Cindy juga tahu ia tak masuk kerja.

Di titik itu, ia yakin pak Rudy sudah mengatakan kepada banyak orang aku sudah dipecat, namun hari ini aku terselamatkan oleh kedatangan klien yang tadi itu.

“Maaf kak, tadi pagi dapat tugas dari Ibu Celina untuk melayani klien!” kata Adit.

“Jangan bohong ya!” ketus Cindy. Tadinya dia senang karena ada anak baru ganteng dan gagah. Namun pak Rudy mengatakan akan memusuhi siapa saja yang baik dengan Adit. Jadi, Cindy batal merasa senang dengan kehadiran pemuda tampan itu.

“Sumpah Kak. Bisa konfirmasi ke Ibu Celina soal ini. Tadi beliau sendiri yang menyuruhku,” Adit membela diri.

“Ya sudah. Hari ini kamu nonton aja. Sudah ketinggalan banyak hari ini. Malas aku mengulang lagi!” kata Anton.

“Siap Kak!” kata Adit.

Maka Adit hanya bisa menonton saja tanpa praktek. Tapi dengan menonton itu, dia juga belajar.

Satu jam berlalu begitu saja. Lalu Pak Rudy datang ke ruangan itu. “Adit, layani klien di ruangan 12! Sekarang!” ujarnya dengan nada tak enak untuk didengar.

Adit pun heran; kenapa pula Pak Rudy malah memberikan kesempatan baginya. Tak hanya Adit yang heran. Anton, Cindy dan empat calon terapis itu pun juga dibuat heran olehnya.

“Jika klien tidak puas dengan pelayananmu, atau bahkan sampai komplain, besok kamu nggak usah lagi datang ke sini!” kata Pak Rudy.

Kini semua pun paham maksud Pak Rudy. Dia sedang menjerumuskan Adit.

Tapi saat itu, Adit tak berpikir ke arah sana.

“Siap Pak, saya segera ke sana!” kata Adit. Ia pun meninggalkan ruangan itu. Begitu Adit keluar dan pintu ditutup kembali, Pak Rudy tersenyum licik.

“Kliennya ibu Nesya yang suka marah-marah itu!”

Anton tertawa, “Astaga Pak! Ibu gendut yang galak itu kan?”

“Ya!” kata Pak Rudy.

“Dia itu maunya banyak, tapi komplain terus. Ya gimana lagi Pak. Lemaknya itu loh, tebel. Susah dipijit!” kata Anton sambil tertawa. Cindy pun juga tertawa.

“Ya sudah. Kalian lanjut aja. Aku akan ke depan lagi!” kata Pak Rudy.

Sementara itu, Adit yang tak tahu apa-apa segera masuk ke ruang nomor 10.

Ia agak syok melihat klien yang datang saat itu; tubuhnya sangat besar dan hampir berbentuk bulat.

“Selamat siang, Nona...”

“Nona kepalamu itu! Kamu menyindirku, hah!” hardik wanita itu dengan suara keras. Ia menatap Adit dengan tatapan tajam.

“E, maaf Nyonya. Saya orang baru. Maaf jika salah menyebut!” kata Adit langsung dibuat kena mental dengan bentakan klien yang satu itu.

Wanita itu masih terlihat kesal. Tapi ia memang selalu seperti itu. Dan dia merupakan salah satu pelanggan yang cukup sering datang ke klinik tersebut untuk layanan pijat biasa.

“Baik, Nyonya. A-Anda ingin dilayani seperti apa?” tanya Adit.

“Pijit full body!” ucapnya ketus.

“Baik, Nyonya. Akan saya persiapkan!” kata Adit.

Klien itu membuka pakaiannya, menyisakan dalamannya, dan tidur telungkup di tempat yang disediakan.

Adit mengambil handuk, mengambil beberapa jenis minyak pijit, menyalakan dupa aroma terapi dan menyetel musik terapi.

Kali ini dia lebih siap dari sebelumnya.

“Mau menggunakan minyak apa, Nyonya?”

“Yang wangi dan tidak panas! Apa itu namanya aku lupa!” balasnya masih dengan sikap ketus-judes.

“Baik,” kata Adit. Ia segera mengambil satu jenis minyak yang diminta oleh nyonya itu. “Saya mulai sekarang, Nyonya?”

“Ya!”

Adit menuangkan di bagian kaki terlebih dulu. ‘Semoga lancar!’ ucapnya dalam hati. Lalu ia mulai memijit. Ia kembali dibuat heran. Baru beberapa detik ia memulai, wanita itu menunjukkan gejala serupa dengan klien sebelumnya.

‘Sebenarnya kenapa dengan pijitanku?’ ucap Adit dalam hati. Ia sungguh penasaran dan bertanya juga, “Apakah kurang nyaman, Nyonya? Terlalu keras kah?”

“Tidak. Itu nyaman sekali. Teruskan!” ucapnya. Kini nada bicaranya melunak dan enak didengar. Maka Adit pun langsung tahu juga jika kliennya memang sungguh merasa nyaman.

Masih dengan perasaan penuh tanda tanya, Adit terus memijit sesuai prosedur. Sesekali ia berhenti ketika klien itu menggeliat parah dan mengeluarkan suara-suara khas.

Adit paham dan menyadari sesuatu kini; wanita itu mengalami perasaan nikmat dari pijitannya. Dan yang membuat Adit penasaran adalah, kenapa bisa begitu?

Waktu berlalu. Pijitan hanya sesuai standard. Tak ada yang aneh. Namun wanita itu sungguh sangat puas.

“Pijitanmu nyaman sekali. Siapa namamu? Lain kali kalau ke sini, aku hanya mau dipijit olehmu!” ucap klien itu. Wajahnya masih merona merah setelah ia mendapatkan pijitan itu. Nafasnya masih terengah dan tatapan matanya masih sayu mendayu syahdu. Gerak-geriknya pun terlihat manja dan jinak-jinak merpati.

“E, nama saya Adit. Jika Nyonya merekomendasikan saya, kemungkinan saya akan lanjut menjadi terapis tetap. Saat ini saya masih dalam masa training!” kata Adit mencoba memanfaatkan situasi.

“Tentu aku rekomendasikan. Teman-temanku juga banyak yang langganan di sini. Mereka harus coba pijitanmu!” kata klien itu.

“Terimakasih banyak, Nyonya. Saat ini ada lagi yang bisa saya bantu?”

“Aku sudah cukup puas. Hampir dua jam kamu pijit aku. Sudah cukup. Lain kali saja lagi. Haah, sudah lama aku tak merasakan perasaan seperti ini. Terimakasih, Adit! Tunggu sebentar, ada hadiah untukmu!” Nyonya itu mengambil dompetnya, mengambil beberapa lembar berwarna merah tanpa menghitungnya, lalu memberikannya kepada Adit.

“E, ini...”

“Tips buat kamu. Besok-besok kamu yang layani aku ya!”

“Terimakasih banyak Nyonya. Saya siap. Dan mohon Nyonya menegur saya jika ada salah agar saya bisa mengerti!” kata Adit.

“Ya. Tentu saja!”

Perubahan sikap wanita itu membuat Adit merasa lega. Ia tak tahu berapa uang tips yang diberikan untuknya. Tapi cukup banyak. Lebih dari empat ratus ribu sepertinya. Adit juga tak menghitungnya. Malu. Ia memasukkannya ke dalam saku.

Di depan sana, Pak Rudy sudah menunggu dengan tidak sabar. Kebetulan pula Celina juga ada di depan, sibuk dengan resepsionis.

Waktu untuk melayani klien sudah habis. Ia tahu, ibu klien yang pemarah itu pasti sebentar lagi akan keluar dengan wajah seperti biasa. Dan ia bisa menggunakannya untuk menyingkirkan Adit dari tempat itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Tukang Pijat Tampan   Ujian Dari Sang Manager

    Pak Rudi menunggu di luar ruangan dengan senyum penuh kemenangan. Di sebelahnya ada Anton dan Cindy yang baru saja menyusul karena ingin menyampaikan sesuatu.“Nanti dulu. Aku ingin melihat drama!” kata Pak Rudy. Dia yakin sebentar lagi, Nyonya Nesya akan keluar dengan wajah merah padam dan mengomel seperti biasanya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.Saat pintu terbuka, yang keluar adalah seorang wanita yang sama sekali berbeda dari yang mereka kenal selama ini. Nyonya Nesya terlihat begitu rileks, wajahnya berseri-seri, dan langkahnya ringan seolah baru saja kembali dari liburan mewah."Adit!" serunya sambil menepuk bahu pemuda itu dengan akrab. "jangan lupa ya, pokoknya aku hanya mau dipijat olehmu. Pastikan kamu ada setiap kali aku datang, ya?"Pak Rudi hampir terlonjak. Mata Anton dan Cindy terbelalak tak percaya. Mereka saling berpandangan, mencoba mencari penjelasan atas fenomena langka ini. Adit sendiri hanya bisa tersenyum canggung.“Siap Nyonya!” balas Adit.Nyonya Nesya

    Last Updated : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Insiden Di Jalan

    Petang itu, selepas melewati ujian tak terduga dari Ibu Celina, Adit akhirnya bisa pulang.Jam kerja seharusnya sudah selesai sejak satu jam lalu, tapi karena permintaan sang manajer, ia terpaksa lembur.Dengan tubuh yang masih terasa hangat setelah menyentuh kulit halus atasannya, Adit menghela napas panjang sambil menghidupkan motor bututnya.Mesin tua itu berderu kasar, seolah ikut lelah setelah hari yang terasa panjang.Adit melajukan motornya perlahan melewati jalanan kota yang mulai sepi. Lampu-lampu jalan berpendar, menerangi aspal yang masih terasa hangat sisa matahari siang tadi. Hembusan angin malam yang menerpa wajahnya sedikit mengurangi rasa penat yang menggelayuti tubuhnya.Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama.Di sebuah tikungan yang agak gelap, tiba-tiba seorang wanita muncul dari arah samping. Terlambat menyadari kehadirannya, Adit hanya sempat menarik rem sekuat tenaga. Motor oleng ke samping. Adit terpental dan menubruk wanita itu. Ia terhempas ke kanan, dan m

    Last Updated : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Kejadian Di Sore Hari

    Adit bersandar di jok mobil, mencoba mencerna situasi. Cincin itu memang tidak terlihat bentuk fisiknya. Hanya seperti tatto di jari tangan adit. Namun demikian, Adit merasakannya saat merabanya.Dan kini, dekat dengan Larasati, ia tak mengerti kenapa jemarinya itu terasa hangat.Larasati mengemudi dengan ekspresi tegang, matanya sesekali melirik ke kaca spion seakan-akan sedang memastikan sesuatu. Di luar, matahari mulai condong ke barat, lampu-lampu jalanan mulai menyala, menciptakan bayangan panjang di kota yang masih cukup ramai."Kamu bilang ada yang mengejarmu?" Adit akhirnya membuka suara.Larasati menggigit bibirnya, lalu mengangguk. "Ya, dan aku tidak tahu harus lari ke mana lagi."Adit menghela napas. "Tapi kenapa aku? Kenapa kamu tiba-tiba menyeretku ke dalam masalah ini?"Larasati tidak langsung menjawab. Ia membelokkan mobil ke sebuah jalan kecil yang lebih sepi, lalu mematikan mesin. Di bawah cahaya senja yang mulai meredup, wajahnya tampak sedikit pucat."Karena aku yak

    Last Updated : 2025-03-05
  • Tukang Pijat Tampan   Pak Rudi Terus Mencari Celah

    Adit kembali ke tempat kerja dengan perasaan campur aduk. Setelah semua kejadian yang dialaminya bersama Larasati, pikirannya masih penuh tanda tanya.Sentuhan Larasati tadi menciptakan suatu reaksinya aneh; seolah ada sesuatu yang bangkit dalam dirinya. Namun, belum sempat ia merenungkan lebih jauh, langkahnya terhenti saat melihat sosok Pak Rudi berdiri di depan pintu klinik dengan tangan terlipat di dada."Akhirnya muncul juga," suara Pak Rudi terdengar tajam, matanya menyipit penuh kecurigaan. "Kamu pikir tempat ini warung kopi yang bisa keluar masuk seenaknya?"Adit menarik napas, menahan kesal. Ia tahu ia salah juga karena yang tadi itu bisa dibilang ia membolos kerja. Namun sikap Pak Rudi sungguh tak menyenangkan. "Saya tadi ada urusan mendadak, Pak."Pak Rudi mendengus. "Urusan? Saya lihat sendiri kamu pergi sama perempuan cantik naik mobil mewah. Enak ya, baru kerja sebentar sudah bisa keluyuran. Jangan-jangan kamu jadi gigolo, ya?"Ucapan itu membuat Adit merasa malu. Tak pe

    Last Updated : 2025-03-06
  • Tukang Pijat Tampan   Diajak Makan Malam Klien

    Dari ruangan Ibu Celina, dan lolos dari Pak Rudi, Adit kembali bekerja seperti biasa. Belum ada klien yang datang. Ia memilih untuk mengobrol bersama terapis lain. Namun sesungguhnya, ia tidak fokus juga diajak mengobrol teman-temannya.Setelah kejadian dengan Larasati dan perdebatan panjang dengan Pak Rudi, ia merasa butuh angin segar sebetulnya. Mengobrol bersama yang lain bisa menjadi sebuah solusi. Namun, entah kenapa, pikirannya masih melayang ke kejadian-kejadian aneh yang dialaminya belakangan ini.Waktu berjalan dan satu demi satu para terapis senior itu sudah mendapatkan klien. Tinggal adit seorang di ruangan itu. Sendirian menunggu. Namun tak lama kemudian, ia mendengar seseorang memanggil namanya."Adit, kamu ada klien baru. Dia minta dipijat oleh terapis pria. Hanya kamu yang kosong kan!" ujar Tia, si resepsionis yang kemarin sore membelanya saat Pak Rudi marah-marah.“E, iya...” Adir segera berdiri. “Ruangan mana?”“Ruang 18,” balas Tia. Ia mendekat dan berkata pelan, “Ya

    Last Updated : 2025-03-07
  • Tukang Pijat Tampan   Ajakan Ke Hotel

    Adit menatap uang lima lembar seratus ribuan di tangannya. Rasanya masih sulit percaya kalau ia baru saja menerima tip sebesar itu hanya dari satu sesi pijat. Seumur-umur bekerja di tempat ini, belum pernah ada klien yang memberinya uang sebanyak ini sebagai bonus."Kamu layak mendapatkannya," kata Ratna tadi sebelum keluar dari ruangan. "Aku harap kamu tidak keberatan aku mengajakmu makan malam nanti."Adit tidak tahu harus menjawab apa saat itu. Namun, melihat cara Ratna tersenyum, caranya menggenggam tangannya sesaat sebelum pergi, ia tahu bahwa ajakan itu bukan sekadar basa-basi.Maka, ia pun mengangguk dan menerima ajakan tersebut. Adit sendiri tak tahu kenapa ia tak bisa menolak. Mereka sempat bertukar nomor telepon sebelum Ratna meninggalkan tempat pijat dengan langkah ringan.Ia menyimpan uang itu dengan hati-hati ke dalam dompetnya yang sudah mulai usang. Lima ratus ribu—jumlah yang sangat berarti bagi Adit yang selama ini hidup pas-pasan. Apalagi ia masih harus membayar cici

    Last Updated : 2025-03-08
  • Tukang Pijat Tampan   Malam Penuh Godaan

    Suasana kamar hotel terasa nyaman dengan pencahayaan temaram dari lampu gantung berwarna keemasan. Ruangan itu cukup luas, dengan sofa empuk berwarna krem, meja kaca kecil di tengah, dan ranjang besar di ujung ruangan. Pendingin ruangan menyebarkan hawa sejuk yang kontras dengan kehangatan wine yang mulai mengalir dalam tubuh Adit.Ratna duduk menyilangkan kakinya di sofa, tampak begitu santai, sementara Adit masih duduk kaku di ujung sofa lainnya, menggenggam gelas wine yang belum habis diminumnya. Kepalanya terasa sedikit ringan, tetapi kesadarannya masih cukup terjaga. Ia belum terbiasa dengan minuman keras, berbeda dengan Ratna yang tampak begitu terbiasa menenggaknya.“Sudah kubilang, minumlah pelan-pelan.” Ratna tersenyum, matanya sedikit menyipit, entah karena efek alkohol atau sesuatu yang lain.Adit tersenyum kecil. “Aku memang nggak biasa minum, Mbak... baru kali ini malah.”“Bagus, berarti kamu masih polos.” Ratna tertawa kecil, lalu mendekatkan tubuhnya ke arah Adit. Wangi

    Last Updated : 2025-03-09
  • Tukang Pijat Tampan   Masalah Dengan Geng Motor

    Udara malam terasa dingin saat Adit mengendarai motornya meninggalkan hotel. Tubuhnya masih terasa ringan akibat pengaruh wine, dan pikirannya melayang ke kejadian tadi. Ratna, godaan-godaan yang nyaris menggoyahkannya, dan kejadian aneh yang baru saja ia alami. Ada sesuatu yang tidak beres dengan dirinya, tetapi ia belum bisa memahami kenapa hal itu bisa terjadi.‘Apa iya ini gara-gara minuman? Ituku tak bisa berdiri. Padahal... aku pun tergoda...’ ucap Adit dalam hati.Lampu-lampu jalan menyinari aspal yang sedikit basah setelah gerimis sore tadi. Adit berusaha menjaga keseimbangan, tapi matanya terasa berat. Sesekali, ia menggelengkan kepala untuk mengusir rasa kantuk dan efek alkohol yang masih menguasainya. Kadang motornya sedikit oleng.Tiba-tiba, suara raungan knalpot pecah di udara. Sekelompok motor melaju kencang dari belakang, menyalip kendaraan-kendaraan lain dengan ugal-ugalan. Adit refleks menoleh ke kaca spion. Sebuah geng motor dengan jaket kulit hitam dan logo tengkora

    Last Updated : 2025-03-10

Latest chapter

  • Tukang Pijat Tampan   Menemui Pak Surya

    Renata menutup pintu kamar makan dengan pelan. Ia berjalan ke arah tangga, lalu menaikinya perlahan, langkah demi langkah. Hatinya masih penuh rasa jengkel, namun pikirannya sudah menyusun strategi. Begitu sampai di lantai atas, ia langsung menuju kamar Adit dan mengetuk dua kali, cepat dan tegas.Pintu terbuka tak lama kemudian.Adit, yang masih mengenakan kaus rumah dan celana pendek, memandangnya heran. “Ada yang bisa saya bantu, Bu?”Renata menatapnya sebentar, lalu berkata singkat, “Siapkan dirimu. Kita akan keluar siang ini. Pakai kemeja dan jaket. Aku mau kamu ikut.”Adit mengangguk pelan. “Baik, Bu… Kita mau pergi ke mana?”“Nanti kamu juga tahu!” potong Renata cepat. “Yang jelas kita akan mengurusi sesuatu yang penting. Dan aku butuh kamu di sana.”Nada suaranya datar, tapi matanya menyimpan sesuatu, sebuah kecemasan samar, yang tak biasa terlihat dari sosok Renata. Ia kemudian berbalik dan berjalan ke kamarnya tanpa menunggu jawaban lebih lanjut.Adit menutup pintu kembali,

  • Tukang Pijat Tampan   Perintah Darmawan

    Cahaya pagi merayap pelan dari balik tirai tipis jendela kamar, menerpa kulit putih Renata yang masih terlentang di atas ranjang king size miliknya. Selimut tipis melingkari pinggulnya, menampakkan sebagian besar tubuh yang hanya dibalut pakaian dalam renda berwarna hitam keemasan.Ia menggeliat perlahan, menarik napas panjang dan membuka matanya. Tak seperti biasanya, pagi ini terasa… aneh. Tapi bukan aneh yang buruk. Justru sebaliknya.Ada sensasi hangat yang masih tersisa di tubuhnya. Bekas sentuhan Adit masih terasa samar di kulitnya. Jemari laki-laki muda itu, yang semalam menari begitu lihai di atas tubuhnya, telah membuatnya terlelap dalam kelelahan dan kenikmatan yang belum pernah ia rasakan selama bertahun-tahun menjadi istri Darmawan yang tua itu.Renata menatap langit-langit kamar, tersenyum tipis.“Anak itu… bisa bikin perempuan lupa usia,” gumamnya.Ada denyut halus dalam dada yang tidak biasa. Ia terbiasa mengendalikan, memegang kendali penuh atas segala urusan, termasuk

  • Tukang Pijat Tampan   Frustasi Yang Tak Terkatakan

    Adit mengerutkan dahinya. Bukannya ia tak tahu apa maksud Renata. Tapi ia sungguh bingung harus merespon bagaimana.“E... saya... harus bagaimana, Bu...”“Hihihi, kau sungguh anak yang polos. Kamu pernah menyentuh perempuan?” tanya Renata.“Ya... ini, memijit Bu Renata. Dan memijit klien...” kata Adit.“Hahaha! Bukan itu maksudku. Apakah kamu pernah berhubungan badan dengan wanita?”“E—T-tidak... bu... tidak pernah...” kata Adit gugup.“Pacaran?”“Belum pernah pacaran juga...”“Astaga...”“Maaf Bu...”“Kenapa minta maaf?”“Ya... itu...”“Ya sudah. Tak usah gugup. Ayo kita lanjutkan lagi. Aku ingin kamu memijit dari belakang, dengan posisi duduk. Apakah kamu pernah mendapatkan training dengan posisi yang aku katakan?” tanya Renata.“Belum... hanya memijit seperti biasanya...”“Baiklah, aku akan mengajarimu memijit yang lebih intim dengan klien. Ini yang dilakukan para senior khusus di klinik atas permintaan tertentu dari klien. Sekarang, aku akan duduk dan kamu ada di belakangku, memij

  • Tukang Pijat Tampan   Bisakah Kamu Sedikit Nakal?

    Langkah kaki Adit dan Bayu terdengar mantap saat mereka menaiki anak tangga menuju lantai utama klub. Di belakang mereka, suasana basement seolah masih bergema oleh umpatan kasar Aldino yang akhirnya menyerah setelah merasa tak berdaya.Tapi tugas mereka selesai anak pejabat itu akhirnya pergi dengan mobil mewahnya, melaju dengan cepat meninggalkan basement.Adit dan Bayu tak tahu apakah Aldino nanti bisa pulang dengan selamat atau tidak dalam kondisinya yang seperti itu.Di ruang VIP, Renata masih duduk anggun di sofa panjang. Sebatang rokok baru mengepul di antara jari-jarinya. Matanya menatap layar monitor CCTV di meja, memperhatikan seluruh sudut ruangan. Saat mendengar pintu dibuka, ia menoleh dan menyambut keduanya dengan anggukan ringan.“Sudah beres?” tanyanya singkat.Bayu yang menjawab lebih dulu. “Sudah, Bu. Dia pergi. Tapi sebelum naik mobil, dia sempat melotot dan bilang dia nggak bakal lupa kejadian malam ini.”Renata mendengus kecil, lalu mematikan rokoknya di asbak kri

  • Tukang Pijat Tampan   Di Balik Remang Lampu Club Malam

    Malam sudah larut ketika mobil hitam itu berhenti di area parkir basement klub. Gemuruh musik bass yang berat terdengar menggema dari balik dinding beton. Lampu-lampu neon di dalam klub menari liar, menyiramkan warna merah dan ungu di sepanjang lorong.Club itu hanyalah sebuah kedok belaka. Ada kasino tersembunyi di sana. Dan juga, tempat orang bertransaksi barang haram atau mencari hiburan-hiburan terselubung lainnya.Renata turun lebih dulu, mengenakan setelan blazer hitam berpotongan tajam, dipadu celana panjang berpinggang tinggi. Sepatunya berhak tipis namun tegas. Wajahnya tanpa senyum, kacamata hitam masih bertengger meski malam begitu pekat.Di belakangnya, Bayu menyusul dengan tatapan penuh waspada, dan Adit pun demikian adanya. Ia masih terbawa suasana tegang sekaligus penasaran sebab itu kali pertama Adit masuk ke salah satu tempat misterius milik Renata. Klub malam eksklusif yang hanya dikunjungi oleh siapa saja yang telah terdaftar sebagai member. Tanpa itu, orang tak bis

  • Tukang Pijat Tampan   MAsalah Di Sebuah Kasino

    Kini Renata sudah berada di mobil dengan Adit ada di sebelahnya.“Jadi secara keseluruhan, menurutmu tempat itu tadi bagaimana?” tanya Renata kepada Adit.“Bangunan itu, menurut saya sudah bobrok, Bu. Sebelumnya, saya juga sudah pernah menjadi kuli bangunan. Jika Bu Renata membeli tempat itu, biaya renovasinya sangat besar. Dan lagi, orang itu tadi tak mengatakan apa-apa dengan jujur. Jika tempat itu menguntungkan, dia tak akan menjualnya dengan harga yang murah...” kata Adit.“Kamu benar. Setelah dicek, memang tidak sama dengan yang difoto. Ya sudah. Lupakan saja soal tempat spa yang tadi. Sekarang pulang saja!” kata Renata.Bayu menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Sesekali ia melihat ke arah spion. Ia menilai, Adit memang bukan lelaki yang aneh-aneh yang ingin memanfaatkan Renata. Atau mungkin belum? Yang jelas, Bayu diam-diam masih memantau. Ia hanya ingin Renata baik-baik saja.“Jadi kamu dulu pernah kerja jadi tukang bangunan?” tanya Renata.“Pernah Bu. Saya kan lulus SMA

  • Tukang Pijat Tampan   Ke Tempat Spa

    “PAK RUDI!!! MANA PAK RUDI?! KELUAR KAU!!!”Suara Bu Nesya menggelegar di lantai satu itu. Dia tahu nama Rudi sebab dia pelanggan lama dan sudah sering komplain. Apalagi, di seragam Pak Rudi tertera namanya, juga jabatannya.Beberapa staf yang lewat menoleh panik. Dedi hanya bisa berdiri pucat di ambang pintu.Tak lama, Pak Rudy muncul dari balik lorong dengan ekspresi terkejut, tapi mencoba tetap tenang.“Bu Nesya, ada apa? Kenapa berteriak—”“JANGAN BERLAGAK BODOH, RUDI!”Suara teriakan itu menggema keras, cukup untuk membuat para staf lainnya diam membeku. Suara itu bahkan terdengar jelas melewati dinding kaca dan masuk ke ruangan manajer di lantai atas, tempat Ibu Celina sedang menyeduh teh.“KAU KIRA AKU TAK BISA BEDAKAN SIAPA YANG MEMIJAT TUBUHKU?! KAU KIRIM ORANG LAIN YANG MENYAMAR JADI ADIT?! KAU KIRA AKU MAIN-MAIN DATANG KE SINI?!!”Pak Rudy mengangkat kedua tangan, mencoba meredakan. “Bu, tolong tenang dulu... Saya hanya…”“TENANG?!! KAU TIPU AKU LALU MEMINTA AKU TENANG?!!!”

  • Tukang Pijat Tampan   Kehebohan Di Klinik Pijat

    Adit kembali ke kamar dan merenung lagi. Ada kelegaan setelah ia memastikan bisa mengendalikan kekuatan aneh di telapak tangannya, dan tadi ia mencobanya sekali lagi untuk menyentuh Dina tanpa intensi tertentu. Wanita itu baik-baik saja.Ya, Adit tahu, ia masih harus mengujinya lagi untuk memastikannya. Hanya satu yang tinggal menjadi keresahannya; kenapa bagian tubuh penting miliknya itu tak mau bangun? Ia memikirkan Renata yang menggeliat puas dan tampak menggoda itu, tangannya usil menelusup ke celananya sendiri, dan tak terjadi reaksi apapunDemi apa, sebagai lelaki, Adit cukup frustasi. Dengan itu, ia kehilangan kepercayaan dirinya. Adit mengambil ponselnya dan mencoba mencari penyebab impotensi dan bagaimana cara menanganinya. Hingga akhirnya, ia menyerah juga. Percuma. Tak ada gejala yang sama seperti yang dijelaskan di refrensi yang ia temukan di ponsel. Semua informasi pada akhirnya merujuk ke satu poin; harus ke dokter.‘Apakah aku harus ke dokter? Tapi ini memalukan!’ ucap

  • Tukang Pijat Tampan   Bisa Mengendalikan Kekuatan

    Mobil meluncur mulus memasuki pelataran rumah Renata yang besar dan sunyi. Lampu-lampu taman menyala temaram, menciptakan bayangan panjang di sepanjang jalur batu yang mengarah ke garasi. Setelah kejadian menegangkan tadi itu, suasana kini terasa tenang, tapi di balik ketenangan itu, masih ada denyut ketegangan yang belum sepenuhnya hilang.Renata melangkah cepat ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ia langsung menuju ruang kerjanya, membawa tas dan dokumen, lalu menutup pintu. Adit hanya menatap punggung wanita itu sejenak sebelum menghela napas dan berbalik naik ke lantai dua.Setibanya di kamarnya, Adit langsung menanggalkan kemeja dan celana panjangnya, menggantinya dengan kaos oblong dan celana pendek. Badannya lelah, pikirannya pun masih sibuk memutar ulang adegan perkelahian tadi, bagaimana ia bisa dengan cepat mengatasi tiga pria dewasa. Ia sendiri heran, seolah tubuhnya tahu harus bergerak bagaimana. Mungkin karena latihan di masa kecil. Mungkin karena adrenalin. Atau… mungkin

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status