Share

Ke Tempat Spa

Penulis: Black Jack
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-11 09:03:16

“PAK RUDI!!! MANA PAK RUDI?! KELUAR KAU!!!”

Suara Bu Nesya menggelegar di lantai satu itu. Dia tahu nama Rudi sebab dia pelanggan lama dan sudah sering komplain. Apalagi, di seragam Pak Rudi tertera namanya, juga jabatannya.

Beberapa staf yang lewat menoleh panik. Dedi hanya bisa berdiri pucat di ambang pintu.

Tak lama, Pak Rudy muncul dari balik lorong dengan ekspresi terkejut, tapi mencoba tetap tenang.

“Bu Nesya, ada apa? Kenapa berteriak—”

“JANGAN BERLAGAK BODOH, RUDI!”

Suara teriakan itu menggema keras, cukup untuk membuat para staf lainnya diam membeku. Suara itu bahkan terdengar jelas melewati dinding kaca dan masuk ke ruangan manajer di lantai atas, tempat Ibu Celina sedang menyeduh teh.

“KAU KIRA AKU TAK BISA BEDAKAN SIAPA YANG MEMIJAT TUBUHKU?! KAU KIRIM ORANG LAIN YANG MENYAMAR JADI ADIT?! KAU KIRA AKU MAIN-MAIN DATANG KE SINI?!!”

Pak Rudy mengangkat kedua tangan, mencoba meredakan. “Bu, tolong tenang dulu... Saya hanya…”

“TENANG?!! KAU TIPU AKU LALU MEMINTA AKU TENANG?!!!”
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Tukang Pijat Tampan   MAsalah Di Sebuah Kasino

    Kini Renata sudah berada di mobil dengan Adit ada di sebelahnya.“Jadi secara keseluruhan, menurutmu tempat itu tadi bagaimana?” tanya Renata kepada Adit.“Bangunan itu, menurut saya sudah bobrok, Bu. Sebelumnya, saya juga sudah pernah menjadi kuli bangunan. Jika Bu Renata membeli tempat itu, biaya renovasinya sangat besar. Dan lagi, orang itu tadi tak mengatakan apa-apa dengan jujur. Jika tempat itu menguntungkan, dia tak akan menjualnya dengan harga yang murah...” kata Adit.“Kamu benar. Setelah dicek, memang tidak sama dengan yang difoto. Ya sudah. Lupakan saja soal tempat spa yang tadi. Sekarang pulang saja!” kata Renata.Bayu menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Sesekali ia melihat ke arah spion. Ia menilai, Adit memang bukan lelaki yang aneh-aneh yang ingin memanfaatkan Renata. Atau mungkin belum? Yang jelas, Bayu diam-diam masih memantau. Ia hanya ingin Renata baik-baik saja.“Jadi kamu dulu pernah kerja jadi tukang bangunan?” tanya Renata.“Pernah Bu. Saya kan lulus SMA

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-12
  • Tukang Pijat Tampan   Di Balik Remang Lampu Club Malam

    Malam sudah larut ketika mobil hitam itu berhenti di area parkir basement klub. Gemuruh musik bass yang berat terdengar menggema dari balik dinding beton. Lampu-lampu neon di dalam klub menari liar, menyiramkan warna merah dan ungu di sepanjang lorong.Club itu hanyalah sebuah kedok belaka. Ada kasino tersembunyi di sana. Dan juga, tempat orang bertransaksi barang haram atau mencari hiburan-hiburan terselubung lainnya.Renata turun lebih dulu, mengenakan setelan blazer hitam berpotongan tajam, dipadu celana panjang berpinggang tinggi. Sepatunya berhak tipis namun tegas. Wajahnya tanpa senyum, kacamata hitam masih bertengger meski malam begitu pekat.Di belakangnya, Bayu menyusul dengan tatapan penuh waspada, dan Adit pun demikian adanya. Ia masih terbawa suasana tegang sekaligus penasaran sebab itu kali pertama Adit masuk ke salah satu tempat misterius milik Renata. Klub malam eksklusif yang hanya dikunjungi oleh siapa saja yang telah terdaftar sebagai member. Tanpa itu, orang tak bis

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-13
  • Tukang Pijat Tampan   Bisakah Kamu Sedikit Nakal?

    Langkah kaki Adit dan Bayu terdengar mantap saat mereka menaiki anak tangga menuju lantai utama klub. Di belakang mereka, suasana basement seolah masih bergema oleh umpatan kasar Aldino yang akhirnya menyerah setelah merasa tak berdaya.Tapi tugas mereka selesai anak pejabat itu akhirnya pergi dengan mobil mewahnya, melaju dengan cepat meninggalkan basement.Adit dan Bayu tak tahu apakah Aldino nanti bisa pulang dengan selamat atau tidak dalam kondisinya yang seperti itu.Di ruang VIP, Renata masih duduk anggun di sofa panjang. Sebatang rokok baru mengepul di antara jari-jarinya. Matanya menatap layar monitor CCTV di meja, memperhatikan seluruh sudut ruangan. Saat mendengar pintu dibuka, ia menoleh dan menyambut keduanya dengan anggukan ringan.“Sudah beres?” tanyanya singkat.Bayu yang menjawab lebih dulu. “Sudah, Bu. Dia pergi. Tapi sebelum naik mobil, dia sempat melotot dan bilang dia nggak bakal lupa kejadian malam ini.”Renata mendengus kecil, lalu mematikan rokoknya di asbak kri

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • Tukang Pijat Tampan   Mengintip Manager Cantik

    “Heh! Apa yang kamu lakukan di sini?! Kamu mengintipku, hah?!”Adit, yang tengah mengepel lantai ruang ganti pelanggan, nyaris menjatuhkan pelnya saat mendengar suara bentakan itu.Di hadapannya, seorang wanita cantik dengan tubuh menggoda dan hanya mengenakan pakaian dalam berenda, berdiri dengan napas memburu.Itu Bu Celina, manajer tempatnya bekerja!Tangan wanita itu menutupi dadanya yang montok, tapi pahanya yang mulus justru terabaikan.Glek.Adit menelan ludah. Otaknya berteriak untuk tidak melihat, tapi matanya berkhianat.Takut? Jelas. Adit hanya trainee rendahan. Terpergok dalam situasi seperti ini bisa membuatnya dipecat seketika.Namun, senang?Bagaimana tidak? Bu Celina adalah fantasi hidup para terapis pria di panti pijat ini!Dengan tubuh berlekuk sempurna, kulit sehalus sutra, dan tatapan tajam menggoda, siapa yang tidak pernah membayangkan wanita itu dalam pelukan mereka?Dan sekarang… tubuh yang biasanya hanya ada dalam bayangan, terpampang jelas di depannya!Tapi… a

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Pembuktian Adit

    Segera saja Adit menuju ke lokernya. Kunci masih tergantung di sana dan dia segera mengambil seragam kerja, lalu ke ruang ganti untuk mengenakan bajunya.Buru-buru ia memasukkan baju dan bawaannya yang lain, memasukkannya ke loker, menguncinya dan mulai bergegas menuju ke ruang 25.Satu kamar itu ada satu ranjang untuk klien. Semua peralatan yang dibutuhkan ada di sana.Adit mengetuk pintu dan kemudian masuk. Dilihatnya seorang wanita berusia 40 tahunan. Dia masih sedang menelefon entah siapa. Jadi Adit hanya berdiri menunggu saja di dekat pintu. Ia pun masih merasa berdebar.Wanita itu terlihat kaya dengan outfit yang melekat di tubuhnya yang biasa saja itu. Adit memperhatikan wajah wanita itu; biasa saja. Tapi terlihat mahal karena perawatan. Kulitnya putih mulus tanpa jerawat. Make-upnya tampak natural kecuali bibirnya yang terlihat merah oleh gincu. Rambutnya juga terlihat mahal yang tak mungkin pula disentuh oleh salon biasa.Wanita itu menutup telefon, lalu menoleh ke arah Adit,

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Klien Merasa Sangat Puas

    Adit kembali memijit. Ia merasa lebih tenang saat ini karena ternyata kliennya suka dengan pelayanannya.Namun demikian, Adit bertanya-tanya; kenapa wanita itu meliuk-liuk seperti cacing dan juga mengeluarkan suara aneh?Adit memang polos. Di usianya yang ke 22 tahun itu, dia belum pernah sekali pun nonton film dewasa.Bukannya ia tak mengerti apa itu terangsang dan apa itu hubungan badan. Tapi sesungguhnya baru kali ini ia melihat secara langsung ada wanita yang sedang merasa seperti itu yang menurutnya sangat ambigu; apakah dia sakit atau apa? Sebab ia sungguh murni hanya memijit.Adit juga sangat sopan dalam memijit. Ia tak aneh-aneh. Bahkan tak berani benar-benar melihat wanita itu. Ia memijit bagian yang semestinya sopan untuk dipijit.Hingga kemudian, dua jam berlalu begitu saja. Dua jam adalah waktu standard klinik untuk melayani konsumen dengan pijitan.“Huff... amazing... aku, sampai dibuat basah sama kamu. Siapa tadi namamu?” tanya wanita itu dengan nafas terengah.“E—Adit,

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Mulai Menyadari Sesuatu

    Buru-buru Ayunda melepaskan diri dari rengkuhan Adit. Namun aura marah yang tadinya tampak di wajah cantik itu seketika lenyap, berganti rona merah di pipinya. Tanpa mengatakan apa-apa, Ayunda pergi meninggalkan Adit.‘Dia itu kenapa!’ ucap Adit dalam hati. Ia sungguh tak mengerti. Namun ia tak mau terlalu memikirkannya, sebab ia pun buru-buru harus ke ruang pelatihan.Ada lima orang termasuk Adit yang merupakan terapis baru. Adit satu-satunya calon terapis cowok. Lalu empat yang lain adalah terapis cewek. Ada dua trainer, satu cewek dan satu cowok. Keduanya adalah senior yang sudah lama bekerja di tempat itu.“Maaf terlambat!” kata Adit.“Loh, kok kamu ada di sini? Bukannya kata Pak Rudy kamu sudah out ya!” ucap Anton, trainer cowok yang mendapatkan tugas mengajari anak-anak baru itu.“Iya. Tiga hari kamu nggak masuk dan hari ini pun datang setelah istirahat siang!” kata Cindy, si trainer cewek. Adit bertanya-tanya pula, kenapa Cindy juga tahu ia tak masuk kerja.Di titik itu, ia yak

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Tukang Pijat Tampan   Ujian Dari Sang Manager

    Pak Rudi menunggu di luar ruangan dengan senyum penuh kemenangan. Di sebelahnya ada Anton dan Cindy yang baru saja menyusul karena ingin menyampaikan sesuatu.“Nanti dulu. Aku ingin melihat drama!” kata Pak Rudy. Dia yakin sebentar lagi, Nyonya Nesya akan keluar dengan wajah merah padam dan mengomel seperti biasanya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.Saat pintu terbuka, yang keluar adalah seorang wanita yang sama sekali berbeda dari yang mereka kenal selama ini. Nyonya Nesya terlihat begitu rileks, wajahnya berseri-seri, dan langkahnya ringan seolah baru saja kembali dari liburan mewah."Adit!" serunya sambil menepuk bahu pemuda itu dengan akrab. "jangan lupa ya, pokoknya aku hanya mau dipijat olehmu. Pastikan kamu ada setiap kali aku datang, ya?"Pak Rudi hampir terlonjak. Mata Anton dan Cindy terbelalak tak percaya. Mereka saling berpandangan, mencoba mencari penjelasan atas fenomena langka ini. Adit sendiri hanya bisa tersenyum canggung.“Siap Nyonya!” balas Adit.Nyonya Nesya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03

Bab terbaru

  • Tukang Pijat Tampan   Bisakah Kamu Sedikit Nakal?

    Langkah kaki Adit dan Bayu terdengar mantap saat mereka menaiki anak tangga menuju lantai utama klub. Di belakang mereka, suasana basement seolah masih bergema oleh umpatan kasar Aldino yang akhirnya menyerah setelah merasa tak berdaya.Tapi tugas mereka selesai anak pejabat itu akhirnya pergi dengan mobil mewahnya, melaju dengan cepat meninggalkan basement.Adit dan Bayu tak tahu apakah Aldino nanti bisa pulang dengan selamat atau tidak dalam kondisinya yang seperti itu.Di ruang VIP, Renata masih duduk anggun di sofa panjang. Sebatang rokok baru mengepul di antara jari-jarinya. Matanya menatap layar monitor CCTV di meja, memperhatikan seluruh sudut ruangan. Saat mendengar pintu dibuka, ia menoleh dan menyambut keduanya dengan anggukan ringan.“Sudah beres?” tanyanya singkat.Bayu yang menjawab lebih dulu. “Sudah, Bu. Dia pergi. Tapi sebelum naik mobil, dia sempat melotot dan bilang dia nggak bakal lupa kejadian malam ini.”Renata mendengus kecil, lalu mematikan rokoknya di asbak kri

  • Tukang Pijat Tampan   Di Balik Remang Lampu Club Malam

    Malam sudah larut ketika mobil hitam itu berhenti di area parkir basement klub. Gemuruh musik bass yang berat terdengar menggema dari balik dinding beton. Lampu-lampu neon di dalam klub menari liar, menyiramkan warna merah dan ungu di sepanjang lorong.Club itu hanyalah sebuah kedok belaka. Ada kasino tersembunyi di sana. Dan juga, tempat orang bertransaksi barang haram atau mencari hiburan-hiburan terselubung lainnya.Renata turun lebih dulu, mengenakan setelan blazer hitam berpotongan tajam, dipadu celana panjang berpinggang tinggi. Sepatunya berhak tipis namun tegas. Wajahnya tanpa senyum, kacamata hitam masih bertengger meski malam begitu pekat.Di belakangnya, Bayu menyusul dengan tatapan penuh waspada, dan Adit pun demikian adanya. Ia masih terbawa suasana tegang sekaligus penasaran sebab itu kali pertama Adit masuk ke salah satu tempat misterius milik Renata. Klub malam eksklusif yang hanya dikunjungi oleh siapa saja yang telah terdaftar sebagai member. Tanpa itu, orang tak bis

  • Tukang Pijat Tampan   MAsalah Di Sebuah Kasino

    Kini Renata sudah berada di mobil dengan Adit ada di sebelahnya.“Jadi secara keseluruhan, menurutmu tempat itu tadi bagaimana?” tanya Renata kepada Adit.“Bangunan itu, menurut saya sudah bobrok, Bu. Sebelumnya, saya juga sudah pernah menjadi kuli bangunan. Jika Bu Renata membeli tempat itu, biaya renovasinya sangat besar. Dan lagi, orang itu tadi tak mengatakan apa-apa dengan jujur. Jika tempat itu menguntungkan, dia tak akan menjualnya dengan harga yang murah...” kata Adit.“Kamu benar. Setelah dicek, memang tidak sama dengan yang difoto. Ya sudah. Lupakan saja soal tempat spa yang tadi. Sekarang pulang saja!” kata Renata.Bayu menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Sesekali ia melihat ke arah spion. Ia menilai, Adit memang bukan lelaki yang aneh-aneh yang ingin memanfaatkan Renata. Atau mungkin belum? Yang jelas, Bayu diam-diam masih memantau. Ia hanya ingin Renata baik-baik saja.“Jadi kamu dulu pernah kerja jadi tukang bangunan?” tanya Renata.“Pernah Bu. Saya kan lulus SMA

  • Tukang Pijat Tampan   Ke Tempat Spa

    “PAK RUDI!!! MANA PAK RUDI?! KELUAR KAU!!!”Suara Bu Nesya menggelegar di lantai satu itu. Dia tahu nama Rudi sebab dia pelanggan lama dan sudah sering komplain. Apalagi, di seragam Pak Rudi tertera namanya, juga jabatannya.Beberapa staf yang lewat menoleh panik. Dedi hanya bisa berdiri pucat di ambang pintu.Tak lama, Pak Rudy muncul dari balik lorong dengan ekspresi terkejut, tapi mencoba tetap tenang.“Bu Nesya, ada apa? Kenapa berteriak—”“JANGAN BERLAGAK BODOH, RUDI!”Suara teriakan itu menggema keras, cukup untuk membuat para staf lainnya diam membeku. Suara itu bahkan terdengar jelas melewati dinding kaca dan masuk ke ruangan manajer di lantai atas, tempat Ibu Celina sedang menyeduh teh.“KAU KIRA AKU TAK BISA BEDAKAN SIAPA YANG MEMIJAT TUBUHKU?! KAU KIRIM ORANG LAIN YANG MENYAMAR JADI ADIT?! KAU KIRA AKU MAIN-MAIN DATANG KE SINI?!!”Pak Rudy mengangkat kedua tangan, mencoba meredakan. “Bu, tolong tenang dulu... Saya hanya…”“TENANG?!! KAU TIPU AKU LALU MEMINTA AKU TENANG?!!!”

  • Tukang Pijat Tampan   Kehebohan Di Klinik Pijat

    Adit kembali ke kamar dan merenung lagi. Ada kelegaan setelah ia memastikan bisa mengendalikan kekuatan aneh di telapak tangannya, dan tadi ia mencobanya sekali lagi untuk menyentuh Dina tanpa intensi tertentu. Wanita itu baik-baik saja.Ya, Adit tahu, ia masih harus mengujinya lagi untuk memastikannya. Hanya satu yang tinggal menjadi keresahannya; kenapa bagian tubuh penting miliknya itu tak mau bangun? Ia memikirkan Renata yang menggeliat puas dan tampak menggoda itu, tangannya usil menelusup ke celananya sendiri, dan tak terjadi reaksi apapunDemi apa, sebagai lelaki, Adit cukup frustasi. Dengan itu, ia kehilangan kepercayaan dirinya. Adit mengambil ponselnya dan mencoba mencari penyebab impotensi dan bagaimana cara menanganinya. Hingga akhirnya, ia menyerah juga. Percuma. Tak ada gejala yang sama seperti yang dijelaskan di refrensi yang ia temukan di ponsel. Semua informasi pada akhirnya merujuk ke satu poin; harus ke dokter.‘Apakah aku harus ke dokter? Tapi ini memalukan!’ ucap

  • Tukang Pijat Tampan   Bisa Mengendalikan Kekuatan

    Mobil meluncur mulus memasuki pelataran rumah Renata yang besar dan sunyi. Lampu-lampu taman menyala temaram, menciptakan bayangan panjang di sepanjang jalur batu yang mengarah ke garasi. Setelah kejadian menegangkan tadi itu, suasana kini terasa tenang, tapi di balik ketenangan itu, masih ada denyut ketegangan yang belum sepenuhnya hilang.Renata melangkah cepat ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ia langsung menuju ruang kerjanya, membawa tas dan dokumen, lalu menutup pintu. Adit hanya menatap punggung wanita itu sejenak sebelum menghela napas dan berbalik naik ke lantai dua.Setibanya di kamarnya, Adit langsung menanggalkan kemeja dan celana panjangnya, menggantinya dengan kaos oblong dan celana pendek. Badannya lelah, pikirannya pun masih sibuk memutar ulang adegan perkelahian tadi, bagaimana ia bisa dengan cepat mengatasi tiga pria dewasa. Ia sendiri heran, seolah tubuhnya tahu harus bergerak bagaimana. Mungkin karena latihan di masa kecil. Mungkin karena adrenalin. Atau… mungkin

  • Tukang Pijat Tampan   Adit Beraksi

    Mobil melaju dalam senyap. Renata fokus menyetir, sementara Adit duduk di kursi depan sebelah kemudi, menyandarkan punggung dan memandang ke luar jendela. Lampu-lampu kota mulai memudar ketika mereka memasuki daerah pinggiran yang lebih sepi, dalam perjalanan kembali ke rumah.Belum ada kata yang diucapkan sejak mereka meninggalkan gudang itu. Namun di dalam kepala Adit, semua masih berdengung. Tatapan orang-orang tadi, ancaman tersembunyi di balik tawa mereka, dan… keyakinan bahwa ini belum selesai.“Bu Renata,” Adit akhirnya memecah keheningan. “Tadi Ibu serius soal kirim laporan ke Pak Darmawan? Atau hanya gertakan? Maaf, saya hanya...penasaran...”Renata menyunggingkan senyum tipis. “Sebagian besar memang hanya gertakan. Tapi aku punya sesuatu yang bisa membuat mereka kencing di celana kalau aku mau.”Adit hanya mengangguk pelan, lalu menghela napas. “Tadi mereka terlihat takut. Jadi mungkin mereka akan menuruti apa yang tadi ibu minta...”Ia belum selesai bicara ketika sebuah mob

  • Tukang Pijat Tampan   Ke Sebuah Gudang

    Setelah makan malam di sebuah restoran Prancis dengan nuansa remang-remang dan musik klasik yang mengalun lembut, Adit merasa cukup kenyang dan sedikit mengantuk. Ia nyaris berpikir bahwa malam itu akan segera berakhir, bahwa mereka akan kembali ke rumah dan ia bisa segera rebahan di tempat tidur barunya yang empuk. Tapi ternyata tidak.Renata mengemudikan mobilnya sendiri kali ini. Ia tak menyuruh Adit menyetir, hanya memintanya duduk di kursi penumpang sambil sesekali melirik ponselnya yang tak henti bergetar.“Ada masalah?” tanya Adit, setengah mengantuk, tapi waspada.Renata mengangguk kecil. “Ada pengiriman barang yang hilang dari gudangku. Minuman keras yang seharusnya masuk ke jalur bar dan lounge, tapi lenyap. Aku sudah lama curiga sama orang-orang yang mengurusi distribusi di wilayah selatan.”“Jadi kita mau ke sana sekarang?” tanya Adit. Ia merasa sungkan karena tak menyetir. Dan ia kaget juga mendengar tentang minuman keras. Otaknya bertanya-tanya, namun ia mencoba merangka

  • Tukang Pijat Tampan   Hari Pertama Bekerja Dengan Renata

    Malam itu, kamar Adit terasa lebih sunyi dari biasanya. Ia duduk di lantai, menghadap lemari pakaian kecil yang catnya mulai mengelupas. Di sebelahnya terbuka sebuah tas ransel lusuh yang akan ia bawa ke rumah Renata besok pagi. Ia melipat beberapa potong pakaian secukupnya; kaus, celana, pakaian dalam, dan handuk. Semuanya biasa saja, sederhana, dan menunjukkan betapa pas-pasan hidupnya.Sesekali ia berhenti melipat dan menatap kosong ke depan, pikirannya berkelana ke segala arah.“Gila... aku tinggal di rumah bos kayak gitu,” gumamnya pelan, hampir tidak percaya; antara senang dan tidak. Yang jelas, ia pun juga tidak munafik, membayangkan setiap hari akan makan enak dan tak perlu keluar uang.Ia teringat interior mewah rumah itu, betapa harum dan bersihnya, kontras sekali dengan tempat tinggalnya yang hanya seperti itu; rumah kecil dengan dua kamar, satu dapur, satu kamar mandi, satu teras sekaligus ruang tamu dengan tembok tipis dan suara tetangga yang kadang ikut masuk tanpa permi

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status