Share

Bab 37

Author: Frands
last update Last Updated: 2024-12-06 10:16:56

Lastri kembali, ia sudah mengenakan handuk yang dililitkan rapi di tubuhnya, menutupi area penting, tetapi masih menunjukkan kulit pundaknya yang putih bersih dan sebagian paha hingga kakinya yang jenjang.

“Ayo, Juned. Aku enggak punya waktu lama. Jangan kelamaan,” katanya, nada bicaranya seperti sedang memberi perintah.

Lastri duduk di ranjang pijat dengan ekspresi yang masih terlihat enggan, meskipun ada sedikit rasa percaya diri yang tak bisa disembunyikan.

“Kamu berbaring kalau begitu.” Kata Juned mempersiapkan beberapa minyak yang akan digunakan.

Sulastri berbaring telentang dengan perlahan.

“Sudah, ayo cepetan!.” Hardik Sulastri.

Juned berbalik arah dan melihat Sulastri yang sedang terlentang hanya dengan memakai handuk.

Juned tertegun melihat keindahan tubuh Sulastri, kedua gundukan yang agak besar terlihat pas dengan postur Sulastri membuat Juned menelan ludahnya.

“Tengkurap dong Lastri, memang gunungnya yang mau di pijat?” tanya Juned sambil menahan senyum.

Sambil menutup ke
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Tukang Pijat Super   Bab 38

    Novi yang sedang duduk di meja resepsionis sedang bersenandung mengikuti musik yang dia mainkan dari ponselnya, Namun suaranya berhenti sejenak ketika ia melihat Sulastri keluar dari ruang pijat.“Loh.. kapan masuknya ya? Apa tadi saat aku keluar beli sarapan?” Novi kebingungan saat melihat SulastriSulastri berjalan tergesa-gesa, namun wajahnya terlihat berbeda—lebih cerah dari biasanya. Novi memperhatikan wanita itu dengan alis sedikit terangkat. “Eh, Novi. Jangan melamun aja setelah ini kita buka kliniknya,” suara Juned terdengar dari dalam, membuyarkan pikiran Novi.Novi segera memalingkan wajahnya dari pintu klinik. “Tadi aku lihat Mbak Lastri keluar buru-buru. Ada apa, Mas Jun?”Juned sedang menyusun botol minyak di rak melirik sekilas. “Oh, itu. Dia habis pijat. Katanya dia habis jatuh di depan rumahnya.”Novi menatap Juned dengan alis terangkat. “Mbak Lastri pijat? Serius? Dia kelihatannya enggak cocok sama hal-hal kayak gitu.”Juned tersenyum tipis, lalu duduk di kursi kerja

    Last Updated : 2024-12-07
  • Tukang Pijat Super   Bab 39

    Novi kembali duduk di kursi resepsionis, mencoba mengalihkan pikirannya dari keinginannya untuk dipijat. Namun, tak lama kemudian, pintu klinik terbuka, dan seorang wanita paruh baya melangkah masuk dengan pelan.Novi segera berdiri dan tersenyum ramah. “Selamat siang, Bu. Ada yang bisa saya bantu?”Wanita itu memegang punggungnya sambil mengerutkan dahi, jelas menunjukkan rasa sakit yang dirasakannya. “Iya, Mbak, punggung saya sakit sekali. Mungkin karena terlalu lama duduk di kantor. Bisa minta pijat sekarang?”“Oh, tentu bisa, Bu. Ibu bisa tunggu sebentar, ya? Saya catat dulu datanya,” jawab Novi dengan nada tenang sambil mengambil buku pendaftaran.Saat Novi sedang mencatat data pasien itu, pintu kembali terbuka, kali ini lebih lebar. Seorang pria muda masuk sambil membawa ransel dan terlihat lelah. “Mbak, masih ada slot untuk pijat enggak? Saya habis perjalanan jauh, badan rasanya pegal semua.”Novi menoleh dan tersenyum, meskipun ia mulai merasa sedikit kewalahan. “Ada, Mas. Tap

    Last Updated : 2024-12-07
  • Tukang Pijat Super   Bab 40

    Juned berhenti sejenak dan tersenyum sopan. "Oh, iya, Bu. Minyaknya memang ada efek hangat untuk membantu otot lebih rileks. Kalau terlalu panas, saya bisa kurangi penggunaannya.""Ah, enggak, Mas. Ini sih enak, cuma hawanya kayak jadi panas aja," jawab si ibu, sambil menepuk-nepuk lehernya sendiri dengan tangan.Juned tetap fokus bekerja, mengabaikan nada suara si ibu yang terdengar agak genit. Ia tahu, sebagai terapis pijat, profesionalisme adalah yang utama."Kalau begitu, saya buka sedikit jendela biar udara masuk, ya, Bu," katanya sambil melangkah ke jendela kecil di sudut ruangan.“Kalau handuknya aja yang dibuka gimana mas Juned?” kata si Ibu membuat langkah Juned terhenti.Juned langsung menoleh ke arah si ibu yang ternyata sudah membalik badannya yang awalnya tengkurap menjadi telentang. Hati Juned sangat berdebar luar biasa hingga matanya pun melotot.“Lebih baik jangan Bu, nanti kalau dilihat orang lain jadi enggak enak. Takut di bilang tempat ini yang aneh-aneh.” Kata June

    Last Updated : 2024-12-08
  • Tukang Pijat Super   Bab 41

    Setelah melayani beberapa Pasien Juned merasa kelelahan.“Loh sudah Jam 12 ternyata, Lebih baik makan siang aja dulu.” Kata Juned saat melihat jam yang menempel di dinding ruang pijat.Juned memutuskan untuk menutup sementara klinik agar ia dan Novi bisa beristirahat. Sementara itu Novi, yang biasanya duduk di meja resepsionis, sedang sibuk membereskan catatan pasien sambil menunggu Juned keluar dari ruang pijat. Tiba-tiba, suara ketukan pintu terdengar. Novi yang paling dekat langsung berdiri dan membuka pintu. Ternyata, Sulastri berdiri di sana dengan senyum lebarnya, membawa kantong plastik berisi kotak makan.“Eh, Mbak Lastri?” tanya Novi, agak terkejut. "Ada apa? Klinik lagi tutup sementara, kami sedang istirahat tidak melayani pasien."Sulastri mengangkat kantong plastiknya. "Aku cuma mau mengantar makan siang buat Juned."Novi mengerutkan kening. "Buat Mas Juned? Wah, tumben banget. Biasanya kamu ngomel-ngomel kalau ke sini. Ada angin apa ini?”“Ah, enggak selalu, kok, aku ba

    Last Updated : 2024-12-08
  • Tukang Pijat Super   Bab 42

    Juned memperhatikan kepergiannya dengan pandangan datar, meski ada sesuatu di dalam dirinya yang terasa aneh. Vivi yang duduk di sampingnya menyenggol lengan Juned pelan. "Jun, kok kayaknya dia lagi bad mood, ya?"Juned hanya mengangkat bahu, lalu beranjak dari kursi. "Enggak tahu. Mungkin dia lagi banyak pikiran."Juned, Vivi, dan Novi melanjutkan makan siangnya sampai selesai.“Nov setelah ini kamu bantu Vivi di rumah saja ya, kliniknya di buka lagi besok.” Kata Juned kepada Novi.“Loh kenapa mas? Bukannya hari ini kliniknya ramai, sayang banget kalau tutup.” Balas Novi dengan wajah kebingungan.Juned menghela nafas panjang dan berkata, “tanganku sudah kerasa pegal. Aku juga mau berkeliling desa saja.” Kata Juned dengan santai.“Ya sudah kalau begitu mas, aku ikut apa kata bos saja.” Ujar Novi sambil tersenyum.Kemudian Novi dan Vivi meninggalkan Juned sendirian di klinik. Mereka menuju ke rumah Juned yang berada di samping klinik.“Kenapa aku jadi ragu untuk membalas perbuatan Las

    Last Updated : 2024-12-09
  • Tukang Pijat Super   Bab 43

    Juned memutuskan untuk menghirup udara segar. Ia mengeluarkan motornya dari garasi kecil di belakang klinik, memasang helm dengan gerakan tergesa-gesa.Juned baru saja selesai memasang helmnya ketika seorang pria tua tetangganya lewat, menyapanya sambil tersenyum. "Mau ke mana, Juned? Kelihatan buru-buru," tanya Pak Darto, yang sedang berjalan sambil membawa cangkul.Juned melepas helmnya sebentar, membalas sapaan itu dengan sopan. "Ah, enggak ke mana-mana, Pak. Cuma mau jalan-jalan sebentar, mencari udara segar," jawabnya sambil tertawa kecil. "Pikiran lagi mumet habis mengurus banyak pasien."Pak Darto mengangguk sambil menyeka keringat di dahinya. "Oh, begitu. Ya sudah, hati-hati di jalan, ya."Setelah Pak Darto berlalu, Juned menyalakan motornya dan melajukan kendaraan dengan santai. Ia membiarkan angin siang yang hangat menyapu wajahnya, berharap itu bisa membantu menjernihkan pikirannya yang berat setelah berbicara panjang dengan Sulastri.Di tengah perjalanan melintasi kampung,

    Last Updated : 2024-12-09
  • Tukang Pijat Super   Bab 44

    Setelah pembicaraan serius soal Sulastri, suasana menjadi lebih ringan. Lilis yang sedang membereskan kantong belanja di meja tampak begitu anggun dengan daster sederhana dengan bagian bawah di atas lutut. Juned menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu tersenyum kecil. “Tante Lilis, kok saya baru sadar ya, Tante selalu kelihatan cantik banget. Kalau bukan tante sendiri, aku mungkin lebih memilihmu daripada Lastri.”Lilis menoleh dengan mata menyipit curiga, tapi sudut bibirnya menunjukkan senyum geli. “Juned, jangan mulai aneh-aneh, ya. Tante ini sudah tua. Ngapain kamu memuji-muji kayak gitu?”“Serius, Tante,” kata Juned sambil menaikkan alis, menegaskan ucapannya. “Tante enggak kelihatan tua sama sekali. Kalau jalan di kampung ini, saya yakin banyak yang mengira Tante masih gadis.”Lilis terkekeh sambil menggelengkan kepala. “Dasar kamu, Juned. Dari dulu mulutnya selalu manis kalau ngomong. Tapi Tante tahu kok, kamu Cuma bercanda.”Juned mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, mem

    Last Updated : 2024-12-09
  • Tukang Pijat Super   Bab 45

    Setelah selesai memasak, Lilis membawa dua piring penuh makanan ke meja makan. Juned yang baru keluar dari kamar mandi tersenyum lebar melihat tantenya yang sibuk mengatur meja.“Ini nih, Tante paling rajin. Sudah masak, mengatur meja, semuanya beres sendiri,” goda Juned sambil memegang dagu lalu segera duduk.“Kalau kamu bantu tadi, mungkin sekarang sudah selesai lebih cepat,” balas Lilis sambil menaruh piring di hadapan Juned.Juned tertawa kecil. “Tapi kan kalau aku ikut masak, rasanya enggak bakal seenak ini. Lagian, masakan Tante itu pasti juara!”“Ah, dasar mulut manis.” Lilis hanya menggeleng pelan, lalu duduk di hadapan Juned. “Sudah, makan dulu. Jangan banyak ngomong.”Juned mengambil sendok, tapi alih-alih mulai makan, ia malah menatap Lilis dengan senyum jahil. “Tante, boleh enggak aku minta satu hal kecil sebelum makan?”“Apa lagi, Juned? Jangan aneh-aneh, ya,” jawab Lilis sambil memandangi Juned dengan alis terangkat.“Suapin aku dong, Tante,” ucap Juned dengan nada berc

    Last Updated : 2024-12-10

Latest chapter

  • Tukang Pijat Super   Bab 260

    Entah berapa lama Juned tidur, namun tiba-tiba terdengar suara ketukan dari luar kamar kosnya.Tok... tok...Ternyata itu adalah Dinda yang baru saja kembali dari menemui pelanggan mendapati kamar Juned masih tertutup. Dia berdiri di depan pintu, mengetuk pelan sambil memanggil, “Juned? Udah pulang, kan? Bangun, dong.”Tidak ada jawaban.Dinda menghela napas, merasa aneh karena biasanya Juned cukup responsif. Penasaran, dia mencoba memutar gagang pintu dan ternyata tidak dikunci.Begitu pintu terbuka, pemandangan yang tak terduga menyambutnya. Juned terlelap di atas kasur, tanpa memakai baju dengan napas teratur. Wajahnya terlihat begitu damai dalam tidur, dan tubuhnya yang atletis tampak jelas di bawah cahaya lampu kamar.Dinda terdiam sejenak, lalu mendekat dengan langkah pelan. Awalnya dia hanya ingin membangunkan Juned, tapi entah kenapa dia malah terdiam, memperhatikan tubuh Juned terutama barang milik Juned yang berukuran sangat luar biasa.Tergoda, dia membungkuk sedikit, lal

  • Tukang Pijat Super   Bab 259

    Saat Juned mulai makan, Mbak Yuni duduk di seberangnya, menyandarkan dagunya di tangan sambil tersenyum. Tatapan matanya tak lepas dari Juned, memperhatikan setiap gerakan pria itu dengan penuh minat.Juned yang awalnya fokus menikmati makanan mulai merasa risih. Dia melirik sekilas ke arah Mbak Yuni dan melihat ekspresi wanita itu yang tampak… berbeda. Ada senyum kecil di sudut bibirnya, dan matanya menatap Juned dengan penuh ketertarikan.“Makan yang banyak, Juned,” kata Mbak Yuni dengan suara lembut. “Biar makin kuat.”Juned menelan makanannya dengan sedikit gugup. “Iya, Mbak. Makanannya enak banget.”Mbak Yuni tertawa kecil. “Kalau suka, besok-besok bisa makan di sini lagi. Aku sering masak, tapi nggak ada yang nemenin makan.”Juned hanya tersenyum sopan. “Makasih, Mbak. Saya nggak enak sering-sering numpang makan.”Mbak Yuni menggeleng sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi, memperlihatkan ekspresi menggoda. “Nggak usah sungkan. Aku malah senang kalau ada yang nemenin.”Juned menc

  • Tukang Pijat Super   Bab 258

    Dinda berjalan di samping Juned, menuntunnya menuju rumah pemilik kos. “Kamu bakal suka tempat ini,” ucapnya dengan nada santai. “Yang punya juga orangnya baik kok.”Mereka tiba di sebuah rumah sederhana tapi terlihat terawat, lokasinya tepat di samping kos-kosan. Dinda mengetuk pintu, dan tak lama kemudian, seorang wanita muncul dari balik pintu. Dia terlihat berusia sekitar pertengahan 30-an, dengan wajah yang cantik dan penampilan yang santai.“Oh, Dinda,” sapanya dengan senyum ramah. “Ada perlu apa?”Dinda tersenyum balik. “Mbak Yuni, ini temanku, Juned. Dia lagi cari kamar kos. Katanya ada yang kosong di sebelah kamarku?”Mbak Yuni mengalihkan pandangannya ke Juned, menatapnya dengan penuh minat. “Oh, Jadi kamu yang mau kos di sini?” tanyanya lembut.Juned mengangguk sopan. “Iya, Mbak, kalau masih ada kamar kosong.”Mbak Yuni tersenyum manis. “Ada, kebetulan masih kosong. Sebentar aku ambil kunci kamar dulu, biar aku tunjukan kamarnya.”Setelah Mbak Yuni mengambil kunci, dia ber

  • Tukang Pijat Super   Bab 257

    Setelah membujuk Juned untuk berhenti jadi tukang pijat keliling, Dinda menatapnya dengan penuh pertimbangan.“Juned, ikut aku ke kos, yuk,” ajaknya tiba-tiba.Juned mengangkat alis. “Ngapain ke kos kamu?”Dinda tersenyum kecil. “Ada yang mau aku omongin, penting. Lagian, di sana lebih enak ngobrolnya daripada di taman begini.”Juned awalnya ragu, tapi akhirnya mengangguk. “Ya udah, ayo.”Mereka berjalan keluar taman, lalu naik angkutan ke kos Dinda. Setelah sampai, Dinda membuka pintu dan mengajak Juned masuk. Kosnya cukup rapi, dengan perabot sederhana tapi nyaman.Dinda duduk di kursi dekat meja kecilnya, sementara Juned memilih duduk di lantai bersandar ke dinding. “Jadi, apa yang mau kamu omongin?” tanya Juned.Dinda menghela napas, lalu berkata, “Di sebelah kamar aku ada kamar kosong. Aku kepikiran, kenapa kamu nggak tinggal di situ aja agar operasional bisa lebih lancar?”Juned terdiam sejenak, terkejut dengan tawaran itu. “Serius? Tapi aku takut kalau sewaktu-waktu nggak ada u

  • Tukang Pijat Super   Bab 256

    Setelah keluar dari hotel, Juned berdiri sejenak di trotoar, menghirup udara pagi yang masih segar. Dia merogoh saku celananya, memeriksa uang yang diberikan Bu Ratna tersimpan dengan aman. Saat dia hendak berjalan kaki, matanya menangkap seorang pengemudi ojek online yang sedang berhenti di depan hotel, mungkin sedang menunggu penumpang. Tanpa ragu, Juned segera menghampirinya.“Mas, bisa antar saya ke taman yang ada di dekat sini?” tanyanya sopan.Pengemudi itu menoleh, mengamati Juned sebentar sebelum mengangguk. “Bisa, Mas. Naik aja.”Juned segera naik ke motor, dan tanpa banyak bicara, pengemudi itu langsung melajukan kendaraannya.Sepanjang perjalanan, Juned hanya diam, memperhatikan jalanan yang mulai sibuk dengan kendaraan. Pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian pagi ini di hotel. Rasanya sedikit, tapi dia juga tahu bahwa uang yang dia dapatkan bisa membantunya bertahan hidup lebih lama.Tak lama kemudian, motor yang dia tumpangi berhenti di depan taman. Juned turun dan meng

  • Tukang Pijat Super   Bab 255

    Juned mengangguk kecil, tetap profesional. “Beberapa teknik pijat memang dipercaya bisa membantu melancarkan sirkulasi darah ke organ reproduksi, Bu. Biasanya dipijat di sekitar pinggang, perut, dan paha.”Bu Ratna tersenyum tipis. “Kalau begitu, tolong lakukan yang terbaik untukku, Juned. Aku benar-benar ingin mencoba segala cara agar bisa memiliki anak.”Juned sedikit ragu, tapi tetap melanjutkan pijatan dengan penuh kehati-hatian. Ia mulai dari bagian punggung bawah, menekan titik-titik akupresur yang diyakini bisa membantu meningkatkan aliran darah ke organ reproduksi. Setelah beberapa menit, ia beralih ke area pinggul, menggunakan gerakan melingkar untuk merilekskan otot-otot di sana.Bu Ratna merasakan tubuhnya semakin rileks. “Ah... ini cukup enak. Apakah ini bisa benar-benar membantu, Juned?” tanyanya dengan suara pelan.Juned tetap fokus. “Pijat bisa membantu mengurangi stres dan meningkatkan sirkulasi darah, Bu. Tapi untuk masalah kesuburan, sebaiknya Ibu tetap berkonsultasi

  • Tukang Pijat Super   Bab 254

    Setelah tiba di kamar hotel, Bu Ratna membuka blazer yang dikenakannya dan duduk di sofa dengan santai. Juned, yang masih berdiri di dekat pintu, memperhatikan sekeliling ruangan yang luas dengan fasilitas lengkap.“Kamu mau sarapan dulu?” tawar Bu Ratna sambil menunjuk ke meja di sudut ruangan yang sudah tertata rapi dengan aneka makanan.Juned menggeleng pelan. “Terima kasih, Bu. Saya lebih baik langsung mulai saja, biar nanti bisa cari pelanggan lagi di taman.”Bu Ratna tersenyum tipis. “Santai saja, Juned. Kamu seperti sedang dikejar waktu. Aku nggak suka dipijat dalam suasana terburu-buru.”Juned sedikit terdiam. Memang benar, pekerjaannya bergantung pada pelanggan yang datang. Namun, ada sesuatu dari Bu Ratna yang membuatnya enggan berlama-lama di ruangan ini.Tiba-tiba, Bu Ratna menyebutkan sesuatu yang membuat Juned terkejut.“Satu juta untuk satu jam, tapi kamu harus penuhi semua permintaanku selama pijatan.”Juned menatap Bu Ratna dengan ragu. Jumlah itu jauh lebih besar dar

  • Tukang Pijat Super   Bab 253

    Saat Juned dan Bu Ratna berjalan keluar dari taman, Bu Ratna melirik Juned dengan tatapan penasaran. Ia melangkah santai di sampingnya, tangan kirinya menggenggam tas kecil yang mahal.“Juned, perempuan tadi… kenapa dia sampai segitunya menghalangi kamu jadi tukang pijat?” tanyanya dengan nada ringan, tapi ada rasa ingin tahu yang jelas dalam suaranya. “Apa ada yang salah dengan pekerjaan ini?”Juned menghela napas, lalu mengangkat bahu. “Gak tahu, Bu. Mungkin dia cuma khawatir berlebihan.”Bu Ratna tersenyum miring. “Ah, aku rasa lebih dari sekadar khawatir.”Juned meliriknya sekilas. “Maksudnya?”Bu Ratna terkekeh pelan. “Khawatir sih wajar, tapi tadi ekspresinya… lebih seperti seseorang yang cemburu.”Juned hampir tersedak udara saat mendengar kata itu. Ia buru-buru menoleh ke arah lain, mencoba menyembunyikan ekspresinya. “Ah, nggak mungkin, Bu.”“Benarkah?” Bu Ratna menaikkan alis, seolah menantang Juned untuk mengaku. “Aku ini wanita, Juned. Aku tahu kalau seorang perempuan bers

  • Tukang Pijat Super   Bab 252

    Tanpa membuang waktu, ia mulai mengguyur tubuhnya dengan air dari gayung. Sensasi dingin langsung menyentuh kulitnya, membuatnya menghela napas panjang.“Ah, segarnya… kayak orang hidup lagi,” katanya pelan.Ia menggosok tubuhnya dengan sabun, memastikan semua keringat dan debu yang menempel sejak kemarin terbilas bersih. Beberapa kali ia mengucek wajahnya, berharap bisa menghilangkan rasa kantuk yang masih tersisa.Setelah selesai, Juned mengeringkan tubuhnya dengan handuk kecil yang selalu ia bawa di dalam tas. Ia berganti dengan kaos bersih dan celana yang lebih nyaman. Sebelum keluar, ia kembali bercermin, merapikan rambutnya yang masih sedikit basah.“Lumayan lah, gak keliatan kumuh banget,” ujarnya sambil tersenyum tipis.Saat ia keluar dari bilik mandi, petugas tadi menatapnya sekilas. “Segeer, Mas?” tanyanya dengan nada bercanda.Juned tertawa kecil. “Banget, Pak. Makasih ya!”Saat berjalan keluar dari toilet umum di taman, Juned merasa tubuhnya jauh lebih segar. Udara pagi m

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status