Share

Bab 35

Penulis: Frands
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-04 18:46:08
Dari balik pintu kamar, Vivi berdiri sambil menyandarkan tubuhnya pada dinding. Ia memegang kedua gundukan miliknya yang masih terbalut daster. Matanya memperhatikan tingkah Novi barusan—dari cara Novi mengganti pakaian hingga percakapannya dengan Juned yang penuh kecanggungan.

“Ternyata benar dugaanku,” gumam Vivi pelan sambil menunduk, seolah berbicara pada dirinya sendiri. “Semua wanita di sekitar Juned pasti ingin mendapatkan perhatiannya. Begitu juga dengan Novi. Bahkan dia masih terlalu polos untuk menyembunyikan perasaannya.”

Ia menarik napas panjang, lalu menatap pintu kamar yang sedikit terbuka. Dari sudut itu, Vivi masih bisa melihat Juned yang sibuk dengan ponselnya di ruang tamu.

Vivi menggeleng pelan. “Tapi Juned memang beda sekarang,” pikirnya. “Sikapnya, caranya bicara, apalagi barangnya yang pernah kulihat—semua itu membuatku jadi pingin ada di dekatnya.”

Dalam benaknya, Vivi kembali teringat bagaimana kehidupannya dengan Anton. Dia menjadi wanita yang tak pern
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tukang Pijat Super   Bab 36

    Lastri masuk tanpa menunggu undangan, memegangi lengan kirinya yang tampak bengkak. “Aku jatuh tadi pas jalan di depan rumah. Aku rasa ini terkilir. Tolong lihat, Juned.”Juned mengangguk, mencoba mengendalikan dirinya setelah kejadian barusan. “Oke, duduk dulu. Biar aku periksa.”Vivi berdiri di sudut ruangan, matanya menatap Juned dan Lastri. Ia tidak mengatakan apa-apa, tapi ada sesuatu dalam senyumnya yang sulit diartikan. Wajah Lastri juga sempat menoleh ke arah Vivi yang berdiri diam, tapi ia tidak berkomentar apa-apa, seolah menyadari keanehan suasana rumah itu.Juned segera mengambil jaketnya yang tergantung di dekat pintu. Setelah memastikan Lastri nyaman, ia membantu kembang desa itu berdiri perlahan.“Kita ke klinik saja, Lastri. Di sana aku bisa pijat bagian tanganmu dengan lebih leluasa, aku meninggalkan minyak untuk memijat di klinik” ucap Juned, suaranya tenang, mencoba menyembunyikan kebingungannya setelah kejadian tadi dengan Vivi.Lastri menegakkan tubuhnya meskipun

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Tukang Pijat Super   Bab 37

    Lastri kembali, ia sudah mengenakan handuk yang dililitkan rapi di tubuhnya, menutupi area penting, tetapi masih menunjukkan kulit pundaknya yang putih bersih dan sebagian paha hingga kakinya yang jenjang. “Ayo, Juned. Aku enggak punya waktu lama. Jangan kelamaan,” katanya, nada bicaranya seperti sedang memberi perintah.Lastri duduk di ranjang pijat dengan ekspresi yang masih terlihat enggan, meskipun ada sedikit rasa percaya diri yang tak bisa disembunyikan.“Kamu berbaring kalau begitu.” Kata Juned mempersiapkan beberapa minyak yang akan digunakan.Sulastri berbaring telentang dengan perlahan.“Sudah, ayo cepetan!.” Hardik Sulastri.Juned berbalik arah dan melihat Sulastri yang sedang terlentang hanya dengan memakai handuk.Juned tertegun melihat keindahan tubuh Sulastri, kedua gundukan yang agak besar terlihat pas dengan postur Sulastri membuat Juned menelan ludahnya.“Tengkurap dong Lastri, memang gunungnya yang mau di pijat?” tanya Juned sambil menahan senyum.Sambil menutup ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Tukang Pijat Super   Bab 38

    Novi yang sedang duduk di meja resepsionis sedang bersenandung mengikuti musik yang dia mainkan dari ponselnya, Namun suaranya berhenti sejenak ketika ia melihat Sulastri keluar dari ruang pijat.“Loh.. kapan masuknya ya? Apa tadi saat aku keluar beli sarapan?” Novi kebingungan saat melihat SulastriSulastri berjalan tergesa-gesa, namun wajahnya terlihat berbeda—lebih cerah dari biasanya. Novi memperhatikan wanita itu dengan alis sedikit terangkat. “Eh, Novi. Jangan melamun aja setelah ini kita buka kliniknya,” suara Juned terdengar dari dalam, membuyarkan pikiran Novi.Novi segera memalingkan wajahnya dari pintu klinik. “Tadi aku lihat Mbak Lastri keluar buru-buru. Ada apa, Mas Jun?”Juned sedang menyusun botol minyak di rak melirik sekilas. “Oh, itu. Dia habis pijat. Katanya dia habis jatuh di depan rumahnya.”Novi menatap Juned dengan alis terangkat. “Mbak Lastri pijat? Serius? Dia kelihatannya enggak cocok sama hal-hal kayak gitu.”Juned tersenyum tipis, lalu duduk di kursi kerja

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Tukang Pijat Super   Bab 39

    Novi kembali duduk di kursi resepsionis, mencoba mengalihkan pikirannya dari keinginannya untuk dipijat. Namun, tak lama kemudian, pintu klinik terbuka, dan seorang wanita paruh baya melangkah masuk dengan pelan.Novi segera berdiri dan tersenyum ramah. “Selamat siang, Bu. Ada yang bisa saya bantu?”Wanita itu memegang punggungnya sambil mengerutkan dahi, jelas menunjukkan rasa sakit yang dirasakannya. “Iya, Mbak, punggung saya sakit sekali. Mungkin karena terlalu lama duduk di kantor. Bisa minta pijat sekarang?”“Oh, tentu bisa, Bu. Ibu bisa tunggu sebentar, ya? Saya catat dulu datanya,” jawab Novi dengan nada tenang sambil mengambil buku pendaftaran.Saat Novi sedang mencatat data pasien itu, pintu kembali terbuka, kali ini lebih lebar. Seorang pria muda masuk sambil membawa ransel dan terlihat lelah. “Mbak, masih ada slot untuk pijat enggak? Saya habis perjalanan jauh, badan rasanya pegal semua.”Novi menoleh dan tersenyum, meskipun ia mulai merasa sedikit kewalahan. “Ada, Mas. Tap

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Tukang Pijat Super   Bab 40

    Juned berhenti sejenak dan tersenyum sopan. "Oh, iya, Bu. Minyaknya memang ada efek hangat untuk membantu otot lebih rileks. Kalau terlalu panas, saya bisa kurangi penggunaannya.""Ah, enggak, Mas. Ini sih enak, cuma hawanya kayak jadi panas aja," jawab si ibu, sambil menepuk-nepuk lehernya sendiri dengan tangan.Juned tetap fokus bekerja, mengabaikan nada suara si ibu yang terdengar agak genit. Ia tahu, sebagai terapis pijat, profesionalisme adalah yang utama."Kalau begitu, saya buka sedikit jendela biar udara masuk, ya, Bu," katanya sambil melangkah ke jendela kecil di sudut ruangan.“Kalau handuknya aja yang dibuka gimana mas Juned?” kata si Ibu membuat langkah Juned terhenti.Juned langsung menoleh ke arah si ibu yang ternyata sudah membalik badannya yang awalnya tengkurap menjadi telentang. Hati Juned sangat berdebar luar biasa hingga matanya pun melotot.“Lebih baik jangan Bu, nanti kalau dilihat orang lain jadi enggak enak. Takut di bilang tempat ini yang aneh-aneh.” Kata June

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Tukang Pijat Super   Bab 41

    Setelah melayani beberapa Pasien Juned merasa kelelahan.“Loh sudah Jam 12 ternyata, Lebih baik makan siang aja dulu.” Kata Juned saat melihat jam yang menempel di dinding ruang pijat.Juned memutuskan untuk menutup sementara klinik agar ia dan Novi bisa beristirahat. Sementara itu Novi, yang biasanya duduk di meja resepsionis, sedang sibuk membereskan catatan pasien sambil menunggu Juned keluar dari ruang pijat. Tiba-tiba, suara ketukan pintu terdengar. Novi yang paling dekat langsung berdiri dan membuka pintu. Ternyata, Sulastri berdiri di sana dengan senyum lebarnya, membawa kantong plastik berisi kotak makan.“Eh, Mbak Lastri?” tanya Novi, agak terkejut. "Ada apa? Klinik lagi tutup sementara, kami sedang istirahat tidak melayani pasien."Sulastri mengangkat kantong plastiknya. "Aku cuma mau mengantar makan siang buat Juned."Novi mengerutkan kening. "Buat Mas Juned? Wah, tumben banget. Biasanya kamu ngomel-ngomel kalau ke sini. Ada angin apa ini?”“Ah, enggak selalu, kok, aku ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Tukang Pijat Super   Bab 42

    Juned memperhatikan kepergiannya dengan pandangan datar, meski ada sesuatu di dalam dirinya yang terasa aneh. Vivi yang duduk di sampingnya menyenggol lengan Juned pelan. "Jun, kok kayaknya dia lagi bad mood, ya?"Juned hanya mengangkat bahu, lalu beranjak dari kursi. "Enggak tahu. Mungkin dia lagi banyak pikiran."Juned, Vivi, dan Novi melanjutkan makan siangnya sampai selesai.“Nov setelah ini kamu bantu Vivi di rumah saja ya, kliniknya di buka lagi besok.” Kata Juned kepada Novi.“Loh kenapa mas? Bukannya hari ini kliniknya ramai, sayang banget kalau tutup.” Balas Novi dengan wajah kebingungan.Juned menghela nafas panjang dan berkata, “tanganku sudah kerasa pegal. Aku juga mau berkeliling desa saja.” Kata Juned dengan santai.“Ya sudah kalau begitu mas, aku ikut apa kata bos saja.” Ujar Novi sambil tersenyum.Kemudian Novi dan Vivi meninggalkan Juned sendirian di klinik. Mereka menuju ke rumah Juned yang berada di samping klinik.“Kenapa aku jadi ragu untuk membalas perbuatan Las

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Tukang Pijat Super   Bab 43

    Juned memutuskan untuk menghirup udara segar. Ia mengeluarkan motornya dari garasi kecil di belakang klinik, memasang helm dengan gerakan tergesa-gesa.Juned baru saja selesai memasang helmnya ketika seorang pria tua tetangganya lewat, menyapanya sambil tersenyum. "Mau ke mana, Juned? Kelihatan buru-buru," tanya Pak Darto, yang sedang berjalan sambil membawa cangkul.Juned melepas helmnya sebentar, membalas sapaan itu dengan sopan. "Ah, enggak ke mana-mana, Pak. Cuma mau jalan-jalan sebentar, mencari udara segar," jawabnya sambil tertawa kecil. "Pikiran lagi mumet habis mengurus banyak pasien."Pak Darto mengangguk sambil menyeka keringat di dahinya. "Oh, begitu. Ya sudah, hati-hati di jalan, ya."Setelah Pak Darto berlalu, Juned menyalakan motornya dan melajukan kendaraan dengan santai. Ia membiarkan angin siang yang hangat menyapu wajahnya, berharap itu bisa membantu menjernihkan pikirannya yang berat setelah berbicara panjang dengan Sulastri.Di tengah perjalanan melintasi kampung,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09

Bab terbaru

  • Tukang Pijat Super   Bab 73

    Setelah insiden dengan Sugeng, Juned dan Vivi melanjutkan perjalanan menuju kota. Vivi, yang tadinya penuh dengan celoteh ceria, kali ini diam, tampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Sementara Juned, meski fokus mengendarai motor, sesekali melirik Vivi melalui spion, mencoba membaca ekspresinya.Ketika mereka mendekati kota, jalanan mulai ramai dengan kendaraan dan aktivitas warga. Vivi akhirnya membuka suara, memecah keheningan.“Tadi itu harusnya kita enggak perlu menanggapi Sugeng terlalu serius, ya. Dia itu selalu iri sama hidup orang lain,” kata Vivi dengan nada ringan, meskipun ada sedikit kekesalan yang masih tersisa.Juned mengangguk pelan. “Aku tahu, Vivi. Tadi kamu sendiri kan yang terprovokasi padahal sudah tahu kalau Sugeng itu senang memperkeruh suasana. Kamu jangan sampai ikut terseret.”“Terseret gimana? Aku enggak peduli sama dia atau omongan orang lain,” jawab Vivi tegas. “Yang penting hidup ini kita yang jalani, enggak usah dipikirin juga si Sugeng. Fokus aja sama h

  • Tukang Pijat Super   Bab 72

    Juned yang baru saja akan melangkah langsung menatap Lastri dengan ekspresi canggung. "Eh, Lastri. Maaf, kita mau ke kota sebentar, Vivi mau beli baju.”Lastri langsung memasang wajah kecewa. "Jadi kalian mau pergi tanpa aku? Kok nggak bilang-bilang?"“Motornya enggak bisa bonceng bertiga, Las." Kata Juned dengan wajah bingung.Vivi yang berdiri di samping Juned justru menahan tawa melihat ekspresi Lastri. "Las, kamu mau ikut? Tapi lihat dulu deh, kamu baru bangun tidur, rambut masih kayak singa. Kalau mau ikut, pakai baju terlebih dahulu. Gunung kamu menyembul tuh," ledek Vivi sambil tertawa kecil.Lastri langsung menutupi bagian tubuhnya yang terbuka dengan selimut, sadar kalau penampilannya memang jauh dari kata rapi. Tapi bukannya membalas Vivi, ia malah menatap Juned penuh harap. "Juned, aku juga mau ikut."Juned menghela napas panjang sambil mencoba menjelaskan. "Las, motor aku cuma kuat bonceng dua orang. Kalau bertiga, takutnya malah ditilang sama polisi. Tapi tenang, nanti ma

  • Tukang Pijat Super   Bab 71

    Namun ketika pagi harinya semua tampak normal saja, Vivi adalah orang pertama yang terbangun ketika matahari mulai mengintip dari balik jendela, menciptakan bayangan lembut di dinding ruang tengah. Vivi duduk perlahan, membenahi rambutnya yang sedikit berantakan, lalu melirik Juned yang tidur di sebelahnya. Vivi perlahan bangkit dan mengenakan pakaiannya tak lupa dia menutupi tubuh Lastri dan Juned dengan selimut, berusaha tidak membuat suara yang bisa membangunkan yang lain. “Kamu sudah bangun, Vi?” tanya Juned, suaranya serak khas pagi.Ternyata yang dilakukan Vivi justru membuat Juned terbangun.Vivi menoleh dan tersenyum kecil. “Iya, Jun. Sudah pagi. Kamu gimana? Apakah tidurmu nyenyak?”“Ya, lumayan,” jawab Juned sambil duduk dan merenggangkan badannya. Ia melirik Lastri yang masih tertidur pulas. “Lastri masih nyenyak banget, ya.”Vivi tersenyum geli. “Iya, kayaknya dia mimpi indah bersamamu.”Juned mengangguk kecil, lalu mengingat pembicaraan mereka semalam. “Oh ya, apakah ki

  • Tukang Pijat Super   Bab 70

    Setelah beberapa saat bergulat dengan perasaannya sendiri, Vivi akhirnya mengambil keputusan. Dengan hati-hati, ia berpindah posisi, mendekat ke arah Juned yang sudah tertidur. Tanpa berpikir panjang, Vivi menyibakkan selimut yang menutupi tubuh Juned.Barang milik Juned yang masih terlihat besar setelah dipakai membuat tubuh Vivi semakin bergejolak. Tanpa menunggu persetujuan dari Juned, Vivi membuka baju dan langsung memainkan barang milik pria itu dengan tangan beserta mulutnya yang mungil.Saat itu Juned yang sudah lelap tidak merasakan apa-apa. Tapi, seiring dengan semakin intens permainan Vivi di sekitar barangnya, ia mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Ia membuka matanya perlahan, sedikit bingung. “Lastri, kamu lagi ngapain sih? Sudah cepat tidur aja,” gumam Juned setengah sadar mengira itu adalah Lastri.Namun, ketika ia menoleh ke bawah, matanya membelalak kaget. “Vivi?! Apa yang kamu lakukan?”Vivi tidak menjawab pertanyaan Juned malah semakin menjadi jadi.“Vivi, aku moh

  • Tukang Pijat Super   Bab 69

    Di ruang tengah kini terasa sunyi hanya terdengar suara jangkrik yang bernyanyi dari luar rumah. Juned terlelap di tengah kedua wanita itu, sama dengan Vivi sudah terlelap dalam tidurnya, napasnya teratur dan tenang. Sementara itu, Lastri melirik ke arah Juned yang tidur di sebelah kanannya. Wajah Juned terlihat lelah, dengan napas berat yang terdengar teratur. Lastri menggigit bibir, ragu-ragu, tapi akhirnya memberanikan diri untuk memanggil Juned. “Juned… Jun…” panggilnya dengan suara pelan nyaris seperti bisikan, sambil menyenggol lengan Juned perlahan.Namun, Juned tetap tidak bergerak. Ia tertidur terlalu lelap untuk mendengar panggilan pelan Lastri. Merasa panggilannya tidak cukup, Lastri mencoba lagi, kali ini lebih keras.“Juned! Bangun, dong.”Tetap tidak ada reaksi. Lastri mulai kesal. Dengan hati-hati, ia mengulurkan tangan dan mengarahkan tangannya ke barang milik Juned dengan perlahan. Tangannya bergerilya di area itu tapi Juned tidak menunjukkan tanda-tanda bangun.“J

  • Tukang Pijat Super   Bab 68

    “Aaaaah!!!” Vivi dan Lastri langsung menjerit bersamaan. Mereka berdua melompat dari tempat duduk dan memeluk tubuh Juned dari kedua sisi dengan tiba-tiba.“Jun! Itu tadi suara apa?!” tanya Lastri dengan suara gemetar.Juned, yang sebenarnya juga terkejut, mencoba tenang. “Ssst, kalian tenang dulu. Mungkin itu hanya suara kucing atau apa.”“Kucing dari mana, Jun?! Kamu enggak pelihara kucing!” Vivi masih memeluk erat lengan Juned, wajahnya penuh ketakutan.Kedua gundukan Vivi begitu terasa menyenggol lengan Juned.Juned menghela napas panjang dan mencoba melepaskan diri dari pelukan mereka. “Ya sudah kalau begitu, biar aku cek dulu. Kalian tunggu di sini.”“Jun, jangan pergi sendiri! Nanti kalau ada apa-apa gimana?” Vivi memegang tangan Juned erat, menahan agar Juned tidak beranjak dari duduknya.Lastri mengangguk, suaranya masih gemetar. “Iya, Jun, kita lihat bareng-bareng aja. Kami enggak berani kalau di sini berdua.”Juned menatap mereka berdua, yang kini terlihat seperti anak keci

  • Tukang Pijat Super   Bab 67

    Setelah makan malam selesai, Juned, Lastri, dan Vivi duduk santai di ruang tengah. Lastri menata sisa makanan yang belum dibereskan, sementara Vivi menyalakan kipas angin agar udara lebih sejuk. Juned bersandar di sofa dengan wajah puas, merasa kenyang setelah diperlakukan seperti raja oleh kedua wanita itu.“Eh, Juned,” Lastri tiba-tiba memecah kesunyian, “Masih ingat enggak waktu kecil dulu, kita sering main di sungai dekat sawah? Kamu selalu yang paling takut kalau diajak lompat dari batu besar ke air.” Lastri tertawa pelan, menutup mulutnya dengan tangan.June langsung menimpali dengan senyum yang agak malu. “Habisnya, kalian tuh nekat banget! Batu itu kan licin. Kalau terpeleset gimana? Aku enggak mau jatuh dan jadi bahan ketawaan kalian.”Vivi terkekeh mendengar celotehan mereka. “Iya, aku ingat banget. Juned selalu berdiri di tepi sungai, mukanya tegang banget, sementara aku sama Lastri sudah lompat duluan. Tapi anehnya, kamu selalu mau ikut kalau diajak. Padahal sudah tahu bak

  • Tukang Pijat Super   Bab 66

    Lilis bangkit dari sofa sambil merapikan bajunya. Ia menatap Juned dan Vivi dengan senyuman tipis. “Aku pamit dulu ya. Hari ini Anton suda pulang, jadi aku harus buru-buru balik,” katanya sambil mengambil tasnya.Juned tampak ragu sejenak, ingin mengatakan sesuatu. “Tante Lilis, tunggu. Ada yang mau aku bicarakan denganmu...” ucap Juned dengan nada mendesak.Namun Lilis mengangkat tangan, menghentikan Juned sebelum ia sempat melanjutkan. “Juned, lain kali aja ya. Aku benar-benar harus pulang sekarang,” katanya dengan cepat sebelum bergegas menuju pintu.Juned hanya bisa menatap punggung Lilis yang semakin menjauh. Ia menghela napas panjang, rasa khawatir jelas terpancar di wajahnya. Sementara itu Lastri menuju ke dapur sambil membawa beberapa kantong belanjaan. Vivi, yang memperhatikan ekspresi Juned, akhirnya membuka suara. “Juned, tadi mau bicara apa dengan mbak Lilis?”Juned menatap Vivi sejenak, lalu memutuskan untuk menceritakan apa yang terjadi. “Aku tadi sempat bertemu Anton d

  • Tukang Pijat Super   Bab 65

    Sesampainya di rumah, suasana terasa begitu sunyi. Vivi dan Lastri masih belum terlihat. Juned masuk ke dalam rumah sambil menyalakan lampu ruang tamu, mencoba mengusir kegelisahannya.Namun, meski sudah berada di tempat yang seharusnya nyaman, pikiran Juned tetap tak tenang. Ia duduk di sofa, menatap kosong ke arah dinding. Kata-kata pria tua itu terus terngiang di kepalanya, seolah mengingatkan Juned akan sesuatu yang lebih besar dari dirinya.“Kalau memang dia bukan manusia… apa dia tadi mencoba menolongku?” gumam Juned pelan. Ia merasa merinding lagi, namun kali ini bukan karena takut, melainkan karena sebuah rasa aneh yang sulit dijelaskan.Juned berpindah tempat duduk ke kursi depan rumah, mencoba menenangkan pikirannya setelah semua kejadian hari itu, dikejutkan oleh suara sebuah taksi yang berhenti tepat di depan rumahnya. Ia mengangkat wajah, melihat pintu taksi terbuka, dan keluar Lilis serta Vivi bersama seorang wanita bercadar.Juned mengerutkan alis, bingung. Ia bangkit d

DMCA.com Protection Status