#118
Di sebuah kamar berukuran besar dengan dilengkapi beberapa perabotan mewah. Seorang pemuda tampak sedang kesal dan uring-uringan. Langkahnya mondar-mandir tak karuan. Ia kesal sebab orang tuanya telah mengurungnya selama hampir tiga hari, layaknya burung yang dikurung di dalam sangkar."Sialan! Kalau gini caranya, gue nggak bisa leluasa mengawasi gerak-gerik mereka. Mana ponsel gue disita lagi! Sial!" geramnya sambil mengepalkan tangan, dan memukulkannya ke dinding. Rasanya seolah mati. Ia tak merasakan kesakitan apa pun meskipun tangannya berdarah setelah memukul dinding itu."Ini semua gara-gara Tasya! Kalau saja dia nggak lapor polisi, mungkin gue masih bisa bebas di luaran sana! Nggak kayak sekarang, dikurung kayak tahanan aja! Sumpah, gue mau cekek dia sampai mati dengan tangan gue sendiri," geramnya dengan mata berkilat marah. Ia geram saat mengingat momen di mana dirinya dan kawan-kawannya digerebek atas laporan d#119"Benar, Angga. Kamu masih hutang banyak penjelasan sama ibu. Sebenarnya apa masalahnya sampai kamu ngusir Aluna, Ga?" Bu Intan segera menimpali pertanyaan Tasya dengan pertanyaan yang sama juga."Hah? Aluna pergi, Bu? Tapi, kenapa? Apa masalahnya, Bang?" tanya Tasya setengah terkejut mendengar pengakuan Bu Intan. Ia menatap Angga penuh rasa penasaran. Ia pikir, baru beberapa hari saja ia tidak di rumah tapi keadaan sudah banyak yang berubah."Iya, waktu kamu menginap di rumah sakit, besoknya ibu tahu dari tetangga sini kalau Aluna pergi dari rumah bawa koper," sahut Bu Intan membenarkan pertanyaan Tasya.'Apa Bang Angga sudah tau ya tentang perselingkuhan Aluna sama papanya Arvin?' duga Tasya dalam hatinya. Namun, ia masih merasa jika itu tidak mungkin. Sebab, hanya dia yang tahu tentang itu."Iya, itu benar, Sya. Tapi, mari kita bahas tentang Aluna nanti, Bu, Sya. Aku masih lelah," u
#120"Ya, tujuan saya kesini awalnya untuk membuat rumah tangga Aluna hancur berantakan, sama seperti apa yang dia lakukan pada rumah tangga orang tuaku."Kedua orang di hadapannya itu tersentak demi mendengar pengakuan mengejutkan dari Syahna. Tiba-tiba saja terbit rasa khawatir di hati mereka. Keduanya takut kalau-kalau Syahna juga memiliki niat jahat kepada mereka."Ka–kamu jangan bercanda!" Bu Intan berkata setengah berteriak."Saya tidak sedang bercanda, Bu. Itu adalah kenyataannya. Tapi … kalian jangan khawatir, kalian tidak masuk dalam rencana balas dendamku," ungkap Syahna. Suaranya yang dingin itu tiba-tiba mulai melunak."Terus? Mau kamu apa sekarang, hah! Apa kamu puas sudah menghancurkan rumah tangga Angga! Dan apa lelaki yang di hotel waktu itu adalah suruhanmu?" Tasya menebak sebuah hal yang sama sekali tak dilakukan oleh Syahna.Syahna menggeleng cepat. "K
#121"Ya sudah terserah kamu aja maunya gimana, Ga." Bu Intan pun kemudian beranjak dari tempatnya dan meninggalkan Angga.Meskipun sudah mengetahui beberapa kenyataan mengenai Syahna. Tapi, lelaki itu tak bisa membencinya. Tanpa Angga sadari rupanya cinta telah tumbuh di dalam hatinya. Entah sejak kapan cinta itu tumbuh.Yang jelas ia justru berterima kasih dan bersyukur dengan kehadiran Syahna di dalam keluarganya. Sebab, dengan kehadiran Syahna, ia tak merasa menyedihkan saat memilih untuk menalak Aluna yang sudah keterlaluan dalam menipunya.Malam harinya, seperti biasa. Syahna mempersiapkan makan malam untuknya dan Angga juga Jelita. Semua makanan sudah terhidang di atas meja dan mereka sudah berkumpul di meja makan. Mereka makan dalam suasana hening. Hanya ada denting suara sendok dan garpu yang saling beradu. Dan, suara Syahna yang menyuapi Jelita."Syah, aku harus bicara sama kamu nanti," ucap Angga setelah ia menyelesaikan makan malamnya.Syahna menoleh ke arah Angga, dan tat
#122"Kita pindah saja ke kamar." Angga berucap layaknya sebuah perintah. Lelaki itu seolah mengambil kendali atas diri Syahna seutuhnya dan gadis itu pasrah.Tanpa penolakan, Syahna pasrah saja saat tubuhnya dibopong oleh Angga masuk ke dalam kamar utama. Tempat di mana Angga selalu menghabiskan malam-malamnya dengan para mantan istrinya termasuk Laras. Dan kini, ia membawa gadis lain untuk bercinta dan menghabiskan malam ini dengan permainan liar mereka.Syahna belum mengetahui tentang Laras ini, dan Angga belum ada keinginan untuk menceritakan tentang Laras pada gadis itu. Laras … adalah wanita yang paling spesial di hatinya. Posisinya tidak akan pernah tergantikan oleh siapa pun termasuk, Syahna. Meskipun saat ini, Angga sedang bernaf**su untuk menikmati tubuh Syahna lagi. Tetapi, tetap saja. Meski raganya bersama Syahna tapi hati dan pikirannya selalu membayangkan Laras. Bahkan Angga sempat menyebut nama Laras saat sedang
#124Tanpa berpikiran buruk, atau berfirasat apa pun. Angga melajukan mobilnya menuju ke kantornya pagi itu. Ia seakan tak peduli dengan sikapnya tadi yang seolah sengaja menunjukkan kemesraannya dengan Syahna di depan para tetangganya. Ia tak tahu jika perbuatannya itu telah menjadi bahan gunjingan semua orang di lingkungan tempat tinggalnya.Ia pergi kembali bekerja ke kantornya seolah membawa semangat yang baru, setelah Syahna berhasil masuk dalam hidupnya. Kehadirannya seolah mampu membuat Angga lebih cepat melupakan kepergian Aluna.Sesampainya di kantor, Angga langsung disambut oleh rekan dan karyawan yang berada di bawah divisi yang dipimpin olehnya. Di lobi, ia bertemu dengan Radit. Salah satu rekan kerja yang cukup dekat dengannya."Selamat pagi, Ga. Lama nggak jumpa, ya," sapa Radit pada rekan yang memiliki jabatan yang sama namun berbeda divisi dengannya."Pagi. Iya nih, Tasya
#126Hening. Suasana di ruangan Tasya dirawat begitu hening. Angga dan Bu Intan duduk bersebelahan di sofa yang tak jauh dari ranjang pasien. Sedangkan Pak Sugeng belum kembali dari mengurus administrasi Tasya. Kesempatan ini pun, Angga manfaatkan untuk menanyakan kronologi bagaimana Tasya bisa berakhir melukai dirinya sendiri. Bahkan berniat bunuh diri."Bu, gimana ceritanya Tasya tiba-tiba mau melukai dirinya sendiri? Padahal kemarin kita lihat dia sudah stabil emosinya. Tapi, kenapa sekarang ….""Entahlah, Ga. Ibu juga nggak tau kenapa yang jelas, sebelum itu Tasya juga bersikap normal. Bahkan nanya ke ibu, kapan kita bisa segera pindah ke rumah Pak Lek, gitu." Bu Intan menjawab apa apanya setelah menyela ucapan Angga yang belum selesai."Hm, sepertinya dia melihat-lihat komentar yang beredar di internet terkait video syurnya, Bu," gumam Angga lirih.Bu Intan yang mendengarnya pun menga
#128Sore itu, Arvin dikejutkan dengan kehadiran Aluna di rumahnya. Yang lebih mengejutkan lagi, dengan tanpa malu ayahnya membawa Aluna ke rumah. Dan mengenalkannya pada sang ibu.Arvin mengepalkan tangannya kesal. Ia benar-benar tak menyangka jika ayahnya akan setega itu membawa Aluna ke rumah.“Ada apa ini?” tanya Arvin dengan napas memburu menahan gejolak amarah yang sudah memuncak di dalam hatinya.“Arvin. Syukurlah kamu datang, Nak.” Feri menyambut kedatangan Arvin dengan ramah seolah tanpa dosa telah membawa wanita lain yang bahkan sebaya dengan putranya.Arvin duduk di samping sang ibu yang termangu. Tatapannya kosong seolah tidak ada kehidupan di sana. Tak ada angin, tak ada hujan tiba-tiba saja rumah tangganya yang dikira begitu sempurna itu, justru memiliki noda.Ya, noda itu telah diciptakan oleh Feri sendiri selaku kepala keluarga. Dan itu membuat Ratih ter
#130Entah mengapa Bu Intan merasa terpojok, sehingga ia pun meminta Bu Dian untuk berhenti membahas tentang segala hal tentang Laras. Sebab, ia merasa muak, dan tak mau mendengar apa pun tentang Laras. Ia hanya mau mengira jika Laras tidak akan pernah bahagia dengan kehidupannya. Tapi, kenyataan yang ada justru berbanding terbalik. Laras rupanya jauh lebih bahagia sekarang, dibandingkan dulu saat masih menjadi menantunya.“Cukup ya Bu Dian! Saya nggak mau dengar apa-apa lagi dari mulut Bu Dian, jadi berhentilah!” Bu Intan berkata setengah memohon pada Bu Dian.“Cih, makanya Bu, jangan suka fitnah dan mnghasut orang lain dengan mulut kotormu itu! Sekarang lihat ‘kan, semua keburukan itu malah berbalik sama keluarga kalian sendiri. Dulu, saya kasian banget sama Mbak Laras yang selalu dihina-hina sama Bu Intan. Saya tahu bagaimana perasaannya saat itu. Pasti sakit banget,” tutur Bu Dian menjelaskan tujuannya membuat Bu Intan ter
#148Setelah Tasya pergi dan memulai kehidupannya di tempat yang baru. Angga dan Syahna saling bergantian menjaga Bu Intan di rumah sakit.Kadang ada rasa bosan yang menghampiri, karena Angga hanya berkutat di kantor, rumah dan rumah sakit. Namun, kehadiran Syahna selalu menenangkan suasana dan selalu menghiburnya di saat rasa bosan kadang menghampirinya.Angga hampir saja kehilangan harapannya pada Bu Intan, sebab Ia tak kunjung siuman sejak dinyatakan koma beberapa hari yang lalu. Dan hingga saat ini pun tidak terlihat ada tanda-tanda vital jika Bu Intan akan segera siuman.Saat dia ingin menyerah dan terus merasa frustrasi dengan keadaan, Angga akan mengingat jika dia masih memiliki Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai tempatnya melangitkan doa."Jangan lupa selalu berdoa untuk kesembuhan ibumu, Ga." Itulah pesan dari Pak Rahmat yang selalu terngiang dan tertanam di benak Angga.
#147Tasya sudah bersiap dengan koper kecil yang berisi barang-barang bawaannya. Di pagi buta itu seusai sarapan, Tasya sudah berpenampilan rapi dan telah bersiap pergi bersama Angga ke rumah sakit. Syahna pun turut serta untuk menemani Bu Intan di rumah sakit, atas permintaan Angga semalam.Setelah itu barulah dia akan pergi ke terminal bersama Pak Rahmat. Sedangkan, Angga hanya akan mengantarnya hingga ke terminal bus. Ia pun harus membawa serta Syahna dan Jelita ke rumah sakit untuk menunggu Bu Intan di ruangannya.Saat Angga mengatakan tentang rencana kepergian Tasya esok hari dan saat datang menemui Laras di rumah pada Syahna. Tentu hal itu mengundang respon terkejut atas pernyataan Angga. Syahna merasa kesal karena Angga terkesan melupakan janjinya sendiri."Kok aku nggak diajak ketemu Laras kemarin, Mas," protes Syahna kala lelaki itu memberitahukan padanya tentang apa saja yang dia lakukan kemarin b
#146"Apa Syahna lagi sakit? Atau Jelita yang sakit?" Angga terus bertanya-tanya. Dan akhirnya memberanikan diri untuk melihat isinya."Ini …."Syahna baru saja menyelesaikan acara memasaknya. Memang dia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memasak mie goreng spesial yang menjadi favorit Angga.Satu gelas kopi, dan satu piring mie goreng spesial untuk Angga, serta satu mangkok makanan pendamping Asi untuk makan siang Jelita, sudah Syahna tata rapi di atas nampan. Siap untuk dihidangkan ke Angga dan Jelita.'Mereka pasti udah nggak sabar lagi nunggu makanan ini,' batin Syahna riang dalam hatinya.Mood nya sempat turun akibat kabar dari tes DNA itu, akan tetapi setelah Angga pulang. Kehadirannya cukup untuk membuat Syahna mendapatkan kembali semangatnya. Angga serta perasaan cintanya sangat berpengaruh bagi mood Syahna.Tanpa firasat buruk apa pun, Sy
#144Terkadang bertemu dengan masa lalu yang menyakitkan itu, akan membuat kita mau tak mau mengingat lagi masa-masa sulit yang disebabkan oleh orang yang menyakiti kita tersebut.Hal yang harus dihindari adalah, memutus kontak dan menghilangkan semua akses untuk bertemu. Namun, hari ini semua itu seolah tak berlaku bagi Laras.Ia tak pernah menyangka jika mantan suami dan adik iparnya yang kini sudah mengubah penampilannya, ada di sini dan menginjakkan kaki ke rumahnya untuk pertama kalinya."Kenapa kalian ada di sini?" tanya Laras memberanikan diri. Ia berharap-harap cemas menantikan jawaban mereka. Laras sangat tidak menghendaki kehadiran mereka, namun apa boleh buat. Tidak ada pilihan lain selain menanyakan maksud kedatangan mereka.Sebenci apa pun Laras di masa lalu pada keduanya. Akan tetapi, Laras juga tak mungkin mengusir kedua kakak beradik itu setelah mereka sudah duduk di ruang
#142"Kamu yakin … mau ikut menemui Laras?" Lelaki itu menatap lekat wajah Syahna yang tampak serius saat ini. Wajahnya tampak tenang seolah tak menunjukkan ekspresi apa pun, akan tetapi Angga dapat menilai kalau Syahna cukup serius dengan apa yang baru saja diucapkannya itu.Angga bertanya untuk memastikan lagi agar dia tak salah dalam menafsirkan keinginan Syahna. Angga berharap-harap cemas menantikan jawaban Syahna. Lelaki itu menatap Syahna dengan tatapan yang sulit dimengerti. Dengan sabar, Angga menunggu Syahna membuka mulutnya dan menjawab pertanyaannya.Syahna menganggukkan kepalanya mantap. Gadis itu merasa yakin dengan pilihannya untuk menemui Laras. Keinginan itu datang dengan sendirinya dari dalam hati. Entah mengapa, ia tiba-tiba berkeinginan menggebu untuk mengenal wanita hebat seperti Laras.Ia ingin sekali bertemu dan mengenal Laras. Sebab, Entah mengapa Syahna yakin jika sampai saat ini pu
#140Hari itu, Angga dan Tasya pulang ke rumah. Angga sengaja berniat untuk pulang, sekadar untuk melihat keadaan Syahna dan Jelita. Sementara, Tasya pulang untuk sekadar beristirahat dengan tenang sebelum harus kembali ke rumah sakit lagi.Pak Rahmat bersedia ditinggal di rumah sakit untuk menunggu Bu Intan dan membiarkan kedua kakak beradik itu pulang untuk beristirahat sejenak. Hari-hari yang mereka lalui pasti sangatlah berat. Tetapi mereka tetap bersyukur telah dikirimkan Pak Rahmat untuk sedikit meringankan beban mereka."Sore nanti kita balik lagi ke rumah sakit, Sya," ucap Angga mengingatkan sang adik setelah mobilnya terparkir sempurna. Kadang rasanya lelah, harus bolak-balik ke rumah sakit untuk menjaga sang ibu yang sedang koma. Namun, mereka tak boleh dan pantang mengeluh. Sebab, itu sudah menjadi kewajiban mereka sebagai seorang anak untuk berbakti pada sang ibu."Iya, Bang. Tasya mau tidur dan
#139Tekanan darah yang sangat tinggi saat Bu Intan tak sadarkan diri tempo hari, membuat Dokter dengan berat hati mengatakan kalau beliau koma. Dan, belum bisa dipastikan kapan akan tersadar dari komanya. Pihak dokter pun belum dapat memastikannya. Mereka hanya dapat berdoa untuk kesembuhan Bu Intan, dan meminta keluarga pasien untuk tabah dan menerima keadaannya. Dan tak lupa untuk berdoa memohon kesembuhan bagi ibu mereka berdua.Kabar mengejutkan itu sontak membuat Tasya sangat terpukul. Ia sungguh tak menyangka jika ibunya akan mengalami masa yang sangat sulit seperti sekarang. Kini, baik Angga maupun Tasya hanya dapat berdoa agar Bu Intan segera tersadar dari komanya. Dan, mereka berdua hanya dapat saling menguatkan satu sama lain. Ya, hanya itu yang dapat mereka lakukan selain berdoa. Tasya berharap agar ibunya segera sadar dan ingin memperlihatkan pada beliau jika ia mampu berubah untuk menjadi lebih baik. Juga, ingin agar Bu Intan bahag
#138Karma selalu dibayar tunai! Begitulah kata-kata yang selalu terngiang dalam benak Tasya. Ia merasa jika apa yang sedang mereka alami adalah buah dari segala perbuatan buruknya selama ini."Bang, apa ini karma ya buat kita?" Dengan mata berkaca-kaca, Tasya bertanya tentang karma."Husst! Jangan ngawur kita cukup berdoa saja yang baik-baik buat Ibu, Sya." Angga mencoba menanamkan nasihat positif pada adiknya. Ia mencoba segala cara agar Tasya tak selalu memikirkan hal negatif yang hanya akan membuat hati dan pikiran terasa lelah. Tak ada obat untuk semua rasa lelah itu.Tasya pun tak lagi membuka suara, cenderung terdiam dan merenungi segala kesalahannya di masa lalu. Memang benar kata pepatah jika penyesalan itu selalu datang di akhir cerita. Dan, kini Tasya baru saja merasakan penyesalan atas segala perbuatannya terhadap Laras dulu.*Bu Intan tak kunjung siuman mes
#136"Menurutmu, aku harus bagaimana?" Angga mengulangi lagi pertanyaannya dan lagi-lagi membuat Syahna terkejut setengah mati.Pertanyaan Angga kali ini sanggup membuat Syahna terkesiap sesaat. Lelaki itu bahkan menanyakan padanya tentang apa yang harus dilakukan. Syahna merasa dihargai dan dianggap sebagai orang spesial yang penting bagi Angga.Ia pun tampak terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Angga tersebut, tanpa terdengar seperti meremehkan lelaki itu."Menurutku … lebih baik Mas jujur saja sama Ibu. Di dunia ini pasti tak ada satu orang pun yang suka dibohongi, pun sama dengan ibumu, Mas. Walaupun kamu memilih untuk nggak cerita dan mengatakan yang sebenarnya sama Ibumu sekarang. Beliau pasti akan terus mencari tahu. Dan akan sangat miris kalau ibu tau semua itu dari mulut orang lain," ujar Syahna memberi jawaban sekaligus nasihat untuk Angga.