#124
Tanpa berpikiran buruk, atau berfirasat apa pun. Angga melajukan mobilnya menuju ke kantornya pagi itu. Ia seakan tak peduli dengan sikapnya tadi yang seolah sengaja menunjukkan kemesraannya dengan Syahna di depan para tetangganya. Ia tak tahu jika perbuatannya itu telah menjadi bahan gunjingan semua orang di lingkungan tempat tinggalnya.Ia pergi kembali bekerja ke kantornya seolah membawa semangat yang baru, setelah Syahna berhasil masuk dalam hidupnya. Kehadirannya seolah mampu membuat Angga lebih cepat melupakan kepergian Aluna.Sesampainya di kantor, Angga langsung disambut oleh rekan dan karyawan yang berada di bawah divisi yang dipimpin olehnya. Di lobi, ia bertemu dengan Radit. Salah satu rekan kerja yang cukup dekat dengannya."Selamat pagi, Ga. Lama nggak jumpa, ya," sapa Radit pada rekan yang memiliki jabatan yang sama namun berbeda divisi dengannya."Pagi. Iya nih, Tasya#126Hening. Suasana di ruangan Tasya dirawat begitu hening. Angga dan Bu Intan duduk bersebelahan di sofa yang tak jauh dari ranjang pasien. Sedangkan Pak Sugeng belum kembali dari mengurus administrasi Tasya. Kesempatan ini pun, Angga manfaatkan untuk menanyakan kronologi bagaimana Tasya bisa berakhir melukai dirinya sendiri. Bahkan berniat bunuh diri."Bu, gimana ceritanya Tasya tiba-tiba mau melukai dirinya sendiri? Padahal kemarin kita lihat dia sudah stabil emosinya. Tapi, kenapa sekarang ….""Entahlah, Ga. Ibu juga nggak tau kenapa yang jelas, sebelum itu Tasya juga bersikap normal. Bahkan nanya ke ibu, kapan kita bisa segera pindah ke rumah Pak Lek, gitu." Bu Intan menjawab apa apanya setelah menyela ucapan Angga yang belum selesai."Hm, sepertinya dia melihat-lihat komentar yang beredar di internet terkait video syurnya, Bu," gumam Angga lirih.Bu Intan yang mendengarnya pun menga
#128Sore itu, Arvin dikejutkan dengan kehadiran Aluna di rumahnya. Yang lebih mengejutkan lagi, dengan tanpa malu ayahnya membawa Aluna ke rumah. Dan mengenalkannya pada sang ibu.Arvin mengepalkan tangannya kesal. Ia benar-benar tak menyangka jika ayahnya akan setega itu membawa Aluna ke rumah.“Ada apa ini?” tanya Arvin dengan napas memburu menahan gejolak amarah yang sudah memuncak di dalam hatinya.“Arvin. Syukurlah kamu datang, Nak.” Feri menyambut kedatangan Arvin dengan ramah seolah tanpa dosa telah membawa wanita lain yang bahkan sebaya dengan putranya.Arvin duduk di samping sang ibu yang termangu. Tatapannya kosong seolah tidak ada kehidupan di sana. Tak ada angin, tak ada hujan tiba-tiba saja rumah tangganya yang dikira begitu sempurna itu, justru memiliki noda.Ya, noda itu telah diciptakan oleh Feri sendiri selaku kepala keluarga. Dan itu membuat Ratih ter
#130Entah mengapa Bu Intan merasa terpojok, sehingga ia pun meminta Bu Dian untuk berhenti membahas tentang segala hal tentang Laras. Sebab, ia merasa muak, dan tak mau mendengar apa pun tentang Laras. Ia hanya mau mengira jika Laras tidak akan pernah bahagia dengan kehidupannya. Tapi, kenyataan yang ada justru berbanding terbalik. Laras rupanya jauh lebih bahagia sekarang, dibandingkan dulu saat masih menjadi menantunya.“Cukup ya Bu Dian! Saya nggak mau dengar apa-apa lagi dari mulut Bu Dian, jadi berhentilah!” Bu Intan berkata setengah memohon pada Bu Dian.“Cih, makanya Bu, jangan suka fitnah dan mnghasut orang lain dengan mulut kotormu itu! Sekarang lihat ‘kan, semua keburukan itu malah berbalik sama keluarga kalian sendiri. Dulu, saya kasian banget sama Mbak Laras yang selalu dihina-hina sama Bu Intan. Saya tahu bagaimana perasaannya saat itu. Pasti sakit banget,” tutur Bu Dian menjelaskan tujuannya membuat Bu Intan ter
#132Keesokan paginya, Bu Intan yang sudah tak sabaran lagi pun langsung menemui Angga di rumahnya saat putranya sedang menikmati sarapan paginya bersama Syahna dan Jelita. Wanita paruh baya itu masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu, seperti kebiasaannya sejak Aluna masih menjadi menantunya."Ibu," panggil Angga begitu melihat ibunya sudah menerobos masuk ke rumahnya.Memang sudah jadi kebiasaan Bu Intan yang tak pernah mengetuk pintu dan langsung menyelonong masuk ke rumah Angga. Hal itu juga lah yang membuat Aluna kadang merasa kesal dengan tingkah laku ibu mertuanya."Angga, ibu mau ngomong sama kamu," tutur Bu Intan tanpa basa-basi lagi mengatakan maksud kedatangannya ke rumah Angga."Ya, ngomong aja Bu di sini," sahut Angga acuh, seraya terus mengunyah nasi goreng buatan Syahna."Nggak mau di sini, Ga. Ayo cepat ikut ibu. Kita ngobrol di rumah saja," tolak Bu Intan. Ia rasa jika tak pantas mengobrolkan tentang unek-uneknya di depan Syahna."Ya udah tunggu sebentar, Bu. Angga mau
'Akhirnya selesai juga,' gumam Laras dalam hatinya. Ia memandang bangga hasil karyanya merangkai bunga-bunga segar untuk dipajang di ruang tamu.Wanita itu meraih ponselnya dari balik saku apron bermotif bunga babybreath yang masih dikenakannya. Mengambil beberapa potret bunga itu dari berbagai sudut. Ada kebanggaan dan kesenangan tersendiri di hati Laras saat melakukan kegiatan menyenangkan itu. Hanya cara itulah yang dapat membantunya mengusir rasa sepi karena belum dikaruniai buah hati meski sudah lima tahun menikah dengan suaminya.Terdengar pintu di depan rumahnya diketuk dari luar. Laras yang mendengarnya segera menyudahi aktivitasnya memandangi rangkaian bunga di dalam vas yang terbuat dari kaca itu. Ia beranjak menuju ke pintu untuk membukakan pintu."Laras! Buka pintunya!" Terdengar sebuah suara yang sangat Laras kenal dari arah luar. Ia sudah dapat menebak jika suara itu adalah ibu mertuanya.Pintu pun terbuka, dan benar saja dugaannya. Bu Intan, ibu mertuanya sudah berdiri
#2 Calon Adik Madu"Jangan-jangan kamu memang nggak mau hamil dan punya anak, Ras. Mengingat profesimu yang seorang biduan itu!" ketus Bu Intan mendelik tajam ke arah menantunya, Laras.Laras hanya menghembuskan napasnya perlahan. Mencoba lebih bersabar dengan umpatan dan makian yang dilontarkan ibu mertuanya. Mereka sudah kembali pulang ke rumah. Tapi, Bu Intan masih saja mengomeli Laras dengan berbagai macam kata-kata yang tak enak didengar."Pokoknya ibu nggak mau tahu, kamu harus bisa cepat hamil, Laras!" oceh Bu Intan tanpa henti. Mengabaikan perasaan Laras yang pasti akan terluka dengan ucapannya itu. Keduanya kini sudah sampai di depan rumah.Angga memang sengaja membangun rumahnya agar berdampingan dengan rumah ibunya. Sebagai anak sulung dia merasa bertanggung jawab atas kehidupan ibu dan adiknya. Apalagi Tasya yang beranjak dewasa, gadis itu harus mendapat perhatian lebih agar tidak terjerumus pergaula
Angga bergeming, lelaki itu justru membuang pandangannya tanpa berniat membela Laras sedikit pun. Ia memang selalu takut melawan dan membantah ibunya. Hingga ia tak dapat melakukan apa pun saat melihat Laras ditampar oleh ibunya."Aku tetap mau bercerai, Mas!" kata Laras seraya terus mengusap pipi yang ditampar tadi. Sakitnya tak seberapa jika dibanding sakit hatinya karena dikhianati suami dan direndahkan oleh mertuanya.Angga membeku di tempatnya. Ia tak mampu menatap sorot mata penuh luka dari Laras. Hatinya menjadi dilema saat ini. Satu sisi, ia tak mau melepaskan Laras begitu saja. Tapi di sisi lain ia juga ingin memiliki Aluna seutuhnya."Ceraikan saja wanita mandul itu, Ga. Nggak berguna! Biduan murahan!" maki Bu Intan menggebu."AKU TIDAK MANDUL!" sentak Laras cepat. Membuat ketiga orang itu kaget dengan suaranya yang mulai meninggi."Aku akan buktikan kalau aku nggak mandul!" ucap
Laras menyeret langkahnya menuju ke rumah peninggalan orang tuanya. Rumah itu letaknya lumayan dekat dengan rumah yang selama ini ditempatinya bersama Angga. Mereka masih bertetangga. Jarak antara rumah Laras dan Angga sekitar delapan rumah.Ia melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya lantas segera merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur. Meskipun rumah ini jarang ditempati olehnya. Akan tetapi, Laras selalu rutin membersihkannya. Setidaknya seminggu sekali karena memang jarak rumah ini dengan tempat tinggalnya hanya berselang delapan rumah. Cukup dekat.Pertengkaran malam ini adalah yang terparah dari sekian kali pertengkarannya dengan Angga, suaminya. Hingga membuat Laras nekat pergi dari rumah Angga. Orang ketiga sudah ikut campur dalam kisruh rumah tangga mereka. Ia merasa sudah tidak ingin melanjutkan pernikahan mereka lagi.*Angga pulang ke rumahnya setelah mengantarkan Aluna pulang ke tempat kosnya.