#144
Terkadang bertemu dengan masa lalu yang menyakitkan itu, akan membuat kita mau tak mau mengingat lagi masa-masa sulit yang disebabkan oleh orang yang menyakiti kita tersebut.Hal yang harus dihindari adalah, memutus kontak dan menghilangkan semua akses untuk bertemu. Namun, hari ini semua itu seolah tak berlaku bagi Laras.Ia tak pernah menyangka jika mantan suami dan adik iparnya yang kini sudah mengubah penampilannya, ada di sini dan menginjakkan kaki ke rumahnya untuk pertama kalinya."Kenapa kalian ada di sini?" tanya Laras memberanikan diri. Ia berharap-harap cemas menantikan jawaban mereka. Laras sangat tidak menghendaki kehadiran mereka, namun apa boleh buat. Tidak ada pilihan lain selain menanyakan maksud kedatangan mereka.Sebenci apa pun Laras di masa lalu pada keduanya. Akan tetapi, Laras juga tak mungkin mengusir kedua kakak beradik itu setelah mereka sudah duduk di ruang#146"Apa Syahna lagi sakit? Atau Jelita yang sakit?" Angga terus bertanya-tanya. Dan akhirnya memberanikan diri untuk melihat isinya."Ini …."Syahna baru saja menyelesaikan acara memasaknya. Memang dia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memasak mie goreng spesial yang menjadi favorit Angga.Satu gelas kopi, dan satu piring mie goreng spesial untuk Angga, serta satu mangkok makanan pendamping Asi untuk makan siang Jelita, sudah Syahna tata rapi di atas nampan. Siap untuk dihidangkan ke Angga dan Jelita.'Mereka pasti udah nggak sabar lagi nunggu makanan ini,' batin Syahna riang dalam hatinya.Mood nya sempat turun akibat kabar dari tes DNA itu, akan tetapi setelah Angga pulang. Kehadirannya cukup untuk membuat Syahna mendapatkan kembali semangatnya. Angga serta perasaan cintanya sangat berpengaruh bagi mood Syahna.Tanpa firasat buruk apa pun, Sy
#147Tasya sudah bersiap dengan koper kecil yang berisi barang-barang bawaannya. Di pagi buta itu seusai sarapan, Tasya sudah berpenampilan rapi dan telah bersiap pergi bersama Angga ke rumah sakit. Syahna pun turut serta untuk menemani Bu Intan di rumah sakit, atas permintaan Angga semalam.Setelah itu barulah dia akan pergi ke terminal bersama Pak Rahmat. Sedangkan, Angga hanya akan mengantarnya hingga ke terminal bus. Ia pun harus membawa serta Syahna dan Jelita ke rumah sakit untuk menunggu Bu Intan di ruangannya.Saat Angga mengatakan tentang rencana kepergian Tasya esok hari dan saat datang menemui Laras di rumah pada Syahna. Tentu hal itu mengundang respon terkejut atas pernyataan Angga. Syahna merasa kesal karena Angga terkesan melupakan janjinya sendiri."Kok aku nggak diajak ketemu Laras kemarin, Mas," protes Syahna kala lelaki itu memberitahukan padanya tentang apa saja yang dia lakukan kemarin b
#148Setelah Tasya pergi dan memulai kehidupannya di tempat yang baru. Angga dan Syahna saling bergantian menjaga Bu Intan di rumah sakit.Kadang ada rasa bosan yang menghampiri, karena Angga hanya berkutat di kantor, rumah dan rumah sakit. Namun, kehadiran Syahna selalu menenangkan suasana dan selalu menghiburnya di saat rasa bosan kadang menghampirinya.Angga hampir saja kehilangan harapannya pada Bu Intan, sebab Ia tak kunjung siuman sejak dinyatakan koma beberapa hari yang lalu. Dan hingga saat ini pun tidak terlihat ada tanda-tanda vital jika Bu Intan akan segera siuman.Saat dia ingin menyerah dan terus merasa frustrasi dengan keadaan, Angga akan mengingat jika dia masih memiliki Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai tempatnya melangitkan doa."Jangan lupa selalu berdoa untuk kesembuhan ibumu, Ga." Itulah pesan dari Pak Rahmat yang selalu terngiang dan tertanam di benak Angga.
'Akhirnya selesai juga,' gumam Laras dalam hatinya. Ia memandang bangga hasil karyanya merangkai bunga-bunga segar untuk dipajang di ruang tamu.Wanita itu meraih ponselnya dari balik saku apron bermotif bunga babybreath yang masih dikenakannya. Mengambil beberapa potret bunga itu dari berbagai sudut. Ada kebanggaan dan kesenangan tersendiri di hati Laras saat melakukan kegiatan menyenangkan itu. Hanya cara itulah yang dapat membantunya mengusir rasa sepi karena belum dikaruniai buah hati meski sudah lima tahun menikah dengan suaminya.Terdengar pintu di depan rumahnya diketuk dari luar. Laras yang mendengarnya segera menyudahi aktivitasnya memandangi rangkaian bunga di dalam vas yang terbuat dari kaca itu. Ia beranjak menuju ke pintu untuk membukakan pintu."Laras! Buka pintunya!" Terdengar sebuah suara yang sangat Laras kenal dari arah luar. Ia sudah dapat menebak jika suara itu adalah ibu mertuanya.Pintu pun terbuka, dan benar saja dugaannya. Bu Intan, ibu mertuanya sudah berdiri
#2 Calon Adik Madu"Jangan-jangan kamu memang nggak mau hamil dan punya anak, Ras. Mengingat profesimu yang seorang biduan itu!" ketus Bu Intan mendelik tajam ke arah menantunya, Laras.Laras hanya menghembuskan napasnya perlahan. Mencoba lebih bersabar dengan umpatan dan makian yang dilontarkan ibu mertuanya. Mereka sudah kembali pulang ke rumah. Tapi, Bu Intan masih saja mengomeli Laras dengan berbagai macam kata-kata yang tak enak didengar."Pokoknya ibu nggak mau tahu, kamu harus bisa cepat hamil, Laras!" oceh Bu Intan tanpa henti. Mengabaikan perasaan Laras yang pasti akan terluka dengan ucapannya itu. Keduanya kini sudah sampai di depan rumah.Angga memang sengaja membangun rumahnya agar berdampingan dengan rumah ibunya. Sebagai anak sulung dia merasa bertanggung jawab atas kehidupan ibu dan adiknya. Apalagi Tasya yang beranjak dewasa, gadis itu harus mendapat perhatian lebih agar tidak terjerumus pergaula
Angga bergeming, lelaki itu justru membuang pandangannya tanpa berniat membela Laras sedikit pun. Ia memang selalu takut melawan dan membantah ibunya. Hingga ia tak dapat melakukan apa pun saat melihat Laras ditampar oleh ibunya."Aku tetap mau bercerai, Mas!" kata Laras seraya terus mengusap pipi yang ditampar tadi. Sakitnya tak seberapa jika dibanding sakit hatinya karena dikhianati suami dan direndahkan oleh mertuanya.Angga membeku di tempatnya. Ia tak mampu menatap sorot mata penuh luka dari Laras. Hatinya menjadi dilema saat ini. Satu sisi, ia tak mau melepaskan Laras begitu saja. Tapi di sisi lain ia juga ingin memiliki Aluna seutuhnya."Ceraikan saja wanita mandul itu, Ga. Nggak berguna! Biduan murahan!" maki Bu Intan menggebu."AKU TIDAK MANDUL!" sentak Laras cepat. Membuat ketiga orang itu kaget dengan suaranya yang mulai meninggi."Aku akan buktikan kalau aku nggak mandul!" ucap
Laras menyeret langkahnya menuju ke rumah peninggalan orang tuanya. Rumah itu letaknya lumayan dekat dengan rumah yang selama ini ditempatinya bersama Angga. Mereka masih bertetangga. Jarak antara rumah Laras dan Angga sekitar delapan rumah.Ia melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya lantas segera merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur. Meskipun rumah ini jarang ditempati olehnya. Akan tetapi, Laras selalu rutin membersihkannya. Setidaknya seminggu sekali karena memang jarak rumah ini dengan tempat tinggalnya hanya berselang delapan rumah. Cukup dekat.Pertengkaran malam ini adalah yang terparah dari sekian kali pertengkarannya dengan Angga, suaminya. Hingga membuat Laras nekat pergi dari rumah Angga. Orang ketiga sudah ikut campur dalam kisruh rumah tangga mereka. Ia merasa sudah tidak ingin melanjutkan pernikahan mereka lagi.*Angga pulang ke rumahnya setelah mengantarkan Aluna pulang ke tempat kosnya.
Satu jam sebelumnya …."Bang, lihat deh kelakuan istrimu," ucap Tasya mulai menjerat kakaknya dengan fitnah saat Angga datang ke rumah ibunya untuk makan malam sepulang bekerja.Bu Intan sudah tahu jika Laras pergi dari rumah sejak pertengkaran mereka seminggu lalu. Ia malah melarang putranya untuk membujuk Laras agar kembali ke rumah. Wanita itu justru menebar fitnah jika Laras sudah berselingkuh dari putranya. Ia juga mengatakan jika Laras pergi dari rumah karena ketahuan berselingkuh."Emang ada apa, sih?" tanya Angga tampak tidak tertarik dengan apa yang hendak ditunjukkan oleh adiknya."Sini deh, Bang. Lihat ini!" Tasya menyodorkan ponselnya ke arah Angga. Bu Intan yang jiwa penasarannya sudah meronta-ronta pun ikut melihatnya."Kurang ajar!" pekik Angga emosi. Ia mengepalkan tangannya dan rahangnya tampak mengeras."Astaga! Benar 'kan dugaan Ibu selama ini, Ga
#148Setelah Tasya pergi dan memulai kehidupannya di tempat yang baru. Angga dan Syahna saling bergantian menjaga Bu Intan di rumah sakit.Kadang ada rasa bosan yang menghampiri, karena Angga hanya berkutat di kantor, rumah dan rumah sakit. Namun, kehadiran Syahna selalu menenangkan suasana dan selalu menghiburnya di saat rasa bosan kadang menghampirinya.Angga hampir saja kehilangan harapannya pada Bu Intan, sebab Ia tak kunjung siuman sejak dinyatakan koma beberapa hari yang lalu. Dan hingga saat ini pun tidak terlihat ada tanda-tanda vital jika Bu Intan akan segera siuman.Saat dia ingin menyerah dan terus merasa frustrasi dengan keadaan, Angga akan mengingat jika dia masih memiliki Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai tempatnya melangitkan doa."Jangan lupa selalu berdoa untuk kesembuhan ibumu, Ga." Itulah pesan dari Pak Rahmat yang selalu terngiang dan tertanam di benak Angga.
#147Tasya sudah bersiap dengan koper kecil yang berisi barang-barang bawaannya. Di pagi buta itu seusai sarapan, Tasya sudah berpenampilan rapi dan telah bersiap pergi bersama Angga ke rumah sakit. Syahna pun turut serta untuk menemani Bu Intan di rumah sakit, atas permintaan Angga semalam.Setelah itu barulah dia akan pergi ke terminal bersama Pak Rahmat. Sedangkan, Angga hanya akan mengantarnya hingga ke terminal bus. Ia pun harus membawa serta Syahna dan Jelita ke rumah sakit untuk menunggu Bu Intan di ruangannya.Saat Angga mengatakan tentang rencana kepergian Tasya esok hari dan saat datang menemui Laras di rumah pada Syahna. Tentu hal itu mengundang respon terkejut atas pernyataan Angga. Syahna merasa kesal karena Angga terkesan melupakan janjinya sendiri."Kok aku nggak diajak ketemu Laras kemarin, Mas," protes Syahna kala lelaki itu memberitahukan padanya tentang apa saja yang dia lakukan kemarin b
#146"Apa Syahna lagi sakit? Atau Jelita yang sakit?" Angga terus bertanya-tanya. Dan akhirnya memberanikan diri untuk melihat isinya."Ini …."Syahna baru saja menyelesaikan acara memasaknya. Memang dia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memasak mie goreng spesial yang menjadi favorit Angga.Satu gelas kopi, dan satu piring mie goreng spesial untuk Angga, serta satu mangkok makanan pendamping Asi untuk makan siang Jelita, sudah Syahna tata rapi di atas nampan. Siap untuk dihidangkan ke Angga dan Jelita.'Mereka pasti udah nggak sabar lagi nunggu makanan ini,' batin Syahna riang dalam hatinya.Mood nya sempat turun akibat kabar dari tes DNA itu, akan tetapi setelah Angga pulang. Kehadirannya cukup untuk membuat Syahna mendapatkan kembali semangatnya. Angga serta perasaan cintanya sangat berpengaruh bagi mood Syahna.Tanpa firasat buruk apa pun, Sy
#144Terkadang bertemu dengan masa lalu yang menyakitkan itu, akan membuat kita mau tak mau mengingat lagi masa-masa sulit yang disebabkan oleh orang yang menyakiti kita tersebut.Hal yang harus dihindari adalah, memutus kontak dan menghilangkan semua akses untuk bertemu. Namun, hari ini semua itu seolah tak berlaku bagi Laras.Ia tak pernah menyangka jika mantan suami dan adik iparnya yang kini sudah mengubah penampilannya, ada di sini dan menginjakkan kaki ke rumahnya untuk pertama kalinya."Kenapa kalian ada di sini?" tanya Laras memberanikan diri. Ia berharap-harap cemas menantikan jawaban mereka. Laras sangat tidak menghendaki kehadiran mereka, namun apa boleh buat. Tidak ada pilihan lain selain menanyakan maksud kedatangan mereka.Sebenci apa pun Laras di masa lalu pada keduanya. Akan tetapi, Laras juga tak mungkin mengusir kedua kakak beradik itu setelah mereka sudah duduk di ruang
#142"Kamu yakin … mau ikut menemui Laras?" Lelaki itu menatap lekat wajah Syahna yang tampak serius saat ini. Wajahnya tampak tenang seolah tak menunjukkan ekspresi apa pun, akan tetapi Angga dapat menilai kalau Syahna cukup serius dengan apa yang baru saja diucapkannya itu.Angga bertanya untuk memastikan lagi agar dia tak salah dalam menafsirkan keinginan Syahna. Angga berharap-harap cemas menantikan jawaban Syahna. Lelaki itu menatap Syahna dengan tatapan yang sulit dimengerti. Dengan sabar, Angga menunggu Syahna membuka mulutnya dan menjawab pertanyaannya.Syahna menganggukkan kepalanya mantap. Gadis itu merasa yakin dengan pilihannya untuk menemui Laras. Keinginan itu datang dengan sendirinya dari dalam hati. Entah mengapa, ia tiba-tiba berkeinginan menggebu untuk mengenal wanita hebat seperti Laras.Ia ingin sekali bertemu dan mengenal Laras. Sebab, Entah mengapa Syahna yakin jika sampai saat ini pu
#140Hari itu, Angga dan Tasya pulang ke rumah. Angga sengaja berniat untuk pulang, sekadar untuk melihat keadaan Syahna dan Jelita. Sementara, Tasya pulang untuk sekadar beristirahat dengan tenang sebelum harus kembali ke rumah sakit lagi.Pak Rahmat bersedia ditinggal di rumah sakit untuk menunggu Bu Intan dan membiarkan kedua kakak beradik itu pulang untuk beristirahat sejenak. Hari-hari yang mereka lalui pasti sangatlah berat. Tetapi mereka tetap bersyukur telah dikirimkan Pak Rahmat untuk sedikit meringankan beban mereka."Sore nanti kita balik lagi ke rumah sakit, Sya," ucap Angga mengingatkan sang adik setelah mobilnya terparkir sempurna. Kadang rasanya lelah, harus bolak-balik ke rumah sakit untuk menjaga sang ibu yang sedang koma. Namun, mereka tak boleh dan pantang mengeluh. Sebab, itu sudah menjadi kewajiban mereka sebagai seorang anak untuk berbakti pada sang ibu."Iya, Bang. Tasya mau tidur dan
#139Tekanan darah yang sangat tinggi saat Bu Intan tak sadarkan diri tempo hari, membuat Dokter dengan berat hati mengatakan kalau beliau koma. Dan, belum bisa dipastikan kapan akan tersadar dari komanya. Pihak dokter pun belum dapat memastikannya. Mereka hanya dapat berdoa untuk kesembuhan Bu Intan, dan meminta keluarga pasien untuk tabah dan menerima keadaannya. Dan tak lupa untuk berdoa memohon kesembuhan bagi ibu mereka berdua.Kabar mengejutkan itu sontak membuat Tasya sangat terpukul. Ia sungguh tak menyangka jika ibunya akan mengalami masa yang sangat sulit seperti sekarang. Kini, baik Angga maupun Tasya hanya dapat berdoa agar Bu Intan segera tersadar dari komanya. Dan, mereka berdua hanya dapat saling menguatkan satu sama lain. Ya, hanya itu yang dapat mereka lakukan selain berdoa. Tasya berharap agar ibunya segera sadar dan ingin memperlihatkan pada beliau jika ia mampu berubah untuk menjadi lebih baik. Juga, ingin agar Bu Intan bahag
#138Karma selalu dibayar tunai! Begitulah kata-kata yang selalu terngiang dalam benak Tasya. Ia merasa jika apa yang sedang mereka alami adalah buah dari segala perbuatan buruknya selama ini."Bang, apa ini karma ya buat kita?" Dengan mata berkaca-kaca, Tasya bertanya tentang karma."Husst! Jangan ngawur kita cukup berdoa saja yang baik-baik buat Ibu, Sya." Angga mencoba menanamkan nasihat positif pada adiknya. Ia mencoba segala cara agar Tasya tak selalu memikirkan hal negatif yang hanya akan membuat hati dan pikiran terasa lelah. Tak ada obat untuk semua rasa lelah itu.Tasya pun tak lagi membuka suara, cenderung terdiam dan merenungi segala kesalahannya di masa lalu. Memang benar kata pepatah jika penyesalan itu selalu datang di akhir cerita. Dan, kini Tasya baru saja merasakan penyesalan atas segala perbuatannya terhadap Laras dulu.*Bu Intan tak kunjung siuman mes
#136"Menurutmu, aku harus bagaimana?" Angga mengulangi lagi pertanyaannya dan lagi-lagi membuat Syahna terkejut setengah mati.Pertanyaan Angga kali ini sanggup membuat Syahna terkesiap sesaat. Lelaki itu bahkan menanyakan padanya tentang apa yang harus dilakukan. Syahna merasa dihargai dan dianggap sebagai orang spesial yang penting bagi Angga.Ia pun tampak terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Angga tersebut, tanpa terdengar seperti meremehkan lelaki itu."Menurutku … lebih baik Mas jujur saja sama Ibu. Di dunia ini pasti tak ada satu orang pun yang suka dibohongi, pun sama dengan ibumu, Mas. Walaupun kamu memilih untuk nggak cerita dan mengatakan yang sebenarnya sama Ibumu sekarang. Beliau pasti akan terus mencari tahu. Dan akan sangat miris kalau ibu tau semua itu dari mulut orang lain," ujar Syahna memberi jawaban sekaligus nasihat untuk Angga.