Share

Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar
Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar
Penulis: Merry Heafy

Tuduhan Mertua

Penulis: Merry Heafy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

'Akhirnya selesai juga,' gumam Laras dalam hatinya. Ia memandang bangga hasil karyanya merangkai bunga-bunga segar untuk dipajang di ruang tamu.

Wanita itu meraih ponselnya dari balik saku apron bermotif bunga babybreath yang masih dikenakannya. Mengambil beberapa potret bunga itu dari berbagai sudut. Ada kebanggaan dan kesenangan tersendiri di hati Laras saat melakukan kegiatan menyenangkan itu. Hanya cara itulah yang dapat membantunya mengusir rasa sepi karena belum dikaruniai buah hati meski sudah lima tahun menikah dengan suaminya.

Terdengar pintu di depan rumahnya diketuk dari luar. Laras yang mendengarnya segera menyudahi aktivitasnya memandangi rangkaian bunga di dalam vas yang terbuat dari kaca itu. Ia beranjak menuju ke pintu untuk membukakan pintu.

"Laras! Buka pintunya!" Terdengar sebuah suara yang sangat Laras kenal dari arah luar. Ia sudah dapat menebak jika suara itu adalah ibu mertuanya.

Pintu pun terbuka, dan benar saja dugaannya. Bu Intan, ibu mertuanya sudah berdiri angkuh di belakang pintu dengan wajah masam dan tak sedap dipandang.

"Eh, ibu. Masuk dulu, Bu." Laras menyunggingkan senyuman ramah seraya menyapa sang mertua.

"Lama banget sih, buka pintunya! Kamu ngapain aja! Nggak ngurus anak aja kamu sok repot gitu!" omel Bu Intan dengan memainkan bibirnya. Penampilannya sudah rapi dengan dandanan yang sangat 'wah'. Seperti hendak menghadiri acara penting. Mungkin acara dengan teman 'sok sialitanya', pikir Laras.

"Maaf ya, Bu. Laras lagi beres-beres rumah tadi. Yuk, masuk dulu, Bu," sahut Laras lembut sambil terus memasang senyuman manisnya. Ia tak mau membalas omelan ibu mertuanya dengan kata-kata ataupun tindakan yang akan membuat Bu Intan tersinggung.

"Nggak usah. Cepat kamu ganti baju, kita pergi ke rumah teman Ibu. Menantunya baru saja melahirkan," ucapnya tanpa basa-basi lagi. Wajahnya yang sudah dipoles make up tebal itu selalu menunjukkan kesan tak ramah pada menantunya. Laras tampak menghela napas berat.

"Iya bu. Tunggu sebentar. Ibu masuk dulu aja, ya. Laras baru mengganti bunga di ruang tamu," ucap Laras mengiringi langkahnya untuk mempersilakan Bu Intan duduk di sofa. Wanita itu tak urung melangkahkan kakinya masuk, meskipun matanya memancarkan rasa enggan dan malas berlama-lama di rumah menantunya.

"Tunggu, bu. Laras ganti baju dulu."

Bu Intan hanya menganggukan kepalanya dengan mimik wajah tak suka.

Laras beranjak menuju ke kamar untuk mengganti bajunya. Sebenarnya Laras sangat malas jika harus ikut dengan Bu Intan mengunjungi wanita-wanita yang baru melahirkan. Bu Intan tidak akan berhenti menyinyiri Laras yang sampai saat ini tak kunjung hamil. Padahal menantunya sudah menikah cukup lama dengan Angga Saputra, putra sulungnya.

Bukan ingin Laras pula untuk tak kunjung hamil. Wanita itu pun sangat menginginkan kehadiran buah hati dalam pernikahannya. Selama berumah tangga, awalnya Angga memang tak pernah mempermasalahkan masalah keturunan. Laras pun hanya menanggapi sebagai angin lalu setiap nyinyiran ibu mertuanya.

Akan tetapi, akhir-akhir ini nyinyiran mereka semakin menjadi. Ya, ibu mertua dan adik iparnya, Tasya. Kedua wanita itu selalu membenci Laras. Bahkan suaminya yang semula menjadi tempatnya bersandar juga mulai menunjukkan gelagat aneh. Suka membesarkan masalah sepele dan selalu terpancing dengan nyinyiran ibunya.

Sesampainya di rumah teman Bu Intan. Mereka langsung disambut ramah oleh Bu Rima, teman akrab ibu mertuanya.

"Jeng Intan, ini menantunya ya. Istrinya si Angga, 'kan. Cantik, ya," ucap teman Bu Intan memuji Laras. Wanita itu hanya menanggapi pujian itu dengan seulas senyuman tipis.

"Cantik sih, tapi buat apa kalau nggak bisa hamil!" tukas Bu Intan telak. Bu Rima langsung terdiam dan memandang Laras dengan tatapan tak enak karena pujiannya justru mendatangkan sindiran pedas yang terlontar dari mulut Bu Intan.

Tanpa banyak bicara lagi, mereka dituntun masuk ke dalam rumah yang besar dan cukup mewah itu. Maklum, suami Bu Rima merupakan seorang pengusaha sukses di kota kecil ini.

Mereka melangkah menuju ke ruang tamu. Bu Rima memerintahkan asisten rumah tangganya untuk memanggil menantunya. Wanita itu datang sambil menggendong bayi kecilnya dan duduk di antara mereka bertiga.

"Uluh, uluh, Lucunya …," ucap Bu Intan semringah. "Cewek apa cowok ini?" tanya ibu mertuanya masih dengan senyum mengembang.

"Cewek, Bu," jawab Reva. Laras sempat berkenalan terlebih dahulu dengannya tadi.

"Cantiknya," puji Ibu mertua Laras seraya menggendong bayi yang masih merah itu. Baru berusia tiga hari.

"Laras, coba kamu tanya promil apa sama Nak Reva ini. Biar cepat ngisi, Ibu juga mau cepat-cepat nimang cucu," celetuk Bu Intan seakan tak peduli perasaan menantunya. Hati Laras mencelos. Ingin rasanya dia pergi saja dari tempat itu.

Beliau sangat tahu bagaimana gigihnya Laras mencoba segala macam promil. Dari yang tradisional sampai modern. Semua cukup menguras emosinya juga menguji kesabaran Laras dan suaminya. Entah sudah berapa stik test pack yang memberinya harapan palsu. Kala tidak mendapati tamu bulanan. Nihil. Tidak ada hasil. Di sana hanya tercetak satu strip, negatif!

Laras menatap pedih bayi cantik dalam gendongan Bu Intan. Reva tampak menatap Laras prihatin. Ia hanya memberi kode lewat ekor matanya agar Laras lebih bersabar lagi untuk menghadapi tabiat mertuanya.

Laras hanya membalas dengan anggukan kepala, samar.

"Atau jangan-jangan kamu sebenarnya ikut KB, Ras. Biar nggak hamil? Kamu 'kan biduan makanya nggak mau hamil! Takut body-mu melar, berubah setelah melahirkan! Benar, 'kan!" tuduh Bu Intan.

Laras tersenyum kecut, bisa-bisanya mertuanya tanpa perasaan justru mengaitkan profesinya saat ini dengan dirinya yang tak kunjung hamil. Terlepas dari profesinya, Laras pun ingin hamil dan melahirkan. Ingin menjadi sempurna sebagai wanita.

"Nggak, Bu. Laras nggak pakai apa-apa. Ibu tahu sendiri gimana Laras sering ikut program hamil, 'kan," bela Laras, bibirnya gatal jika tidak menanggapi ucapannya. Semakin Laras diam justru semakin dihina habis-habisan diri Laras oleh mertuanya itu.

"Alaah! Tapi mana hasilnya? Jangan-jangan kamu itu MANDUL!" sentaknya, menekan intonasi pada akhir kalimatnya. Membuat bayi dalam dekapannya menangis terkejut dengan nada menyentak Bu Intan.

Reva langsung meraih bayi kecilnya kembali dalam dekapannya. Lalu berusaha menenangkan tangisnya.

"Sudah, Jeng. Lebih baik bahas yang happy-happy aja. Tuh, cucuku sampe kaget sama suaramu tadi, Jeng," ucap Bu Rima melerai ketegangan yang tengah terjadi.

"Eh, iya, Jeng. Aku minta maaf. Habis aku udah bosen banget bilang kalau aku ini mau punya cucu," geram Bu Intan sambil melirik tajam ke arah Laras.

Sudah kebal bagi Laras rasanya mendengar berbagai macam tuduhan dari Bu Intan. Ia juga seakan sudah lupa kapan terakhir kalinya menangisi setiap nyinyiran ibu mertuanya. Laras lebih memilih diam saat ini. Ia tak punya daya apa pun untuk sekedar menangisi sikap Bu Intan.

Suaminya yang berubah juga menjadi alasan kuatnya untuk selalu tegar. Laras tahu jika suaminya tengah berselingkuh sejak beberapa bulan yang lalu.

Laras merasa pernikahan ini sudah tak mungkin lagi untuk dilanjutkan. Jika harus berakhir maka Ia akan dengan senang hati menerimanya. Laras bahkan ingin membuktikan pada ibu mertuanya, adik iparnya dan seluruh dunia sekalipun kalau dirinya tidak MANDUL!

Bab terkait

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Calon Adik Madu

    #2 Calon Adik Madu"Jangan-jangan kamu memang nggak mau hamil dan punya anak, Ras. Mengingat profesimu yang seorang biduan itu!" ketus Bu Intan mendelik tajam ke arah menantunya, Laras.Laras hanya menghembuskan napasnya perlahan. Mencoba lebih bersabar dengan umpatan dan makian yang dilontarkan ibu mertuanya. Mereka sudah kembali pulang ke rumah. Tapi, Bu Intan masih saja mengomeli Laras dengan berbagai macam kata-kata yang tak enak didengar."Pokoknya ibu nggak mau tahu, kamu harus bisa cepat hamil, Laras!" oceh Bu Intan tanpa henti. Mengabaikan perasaan Laras yang pasti akan terluka dengan ucapannya itu.  Keduanya kini sudah sampai di depan rumah.Angga memang sengaja membangun rumahnya agar berdampingan dengan rumah ibunya. Sebagai anak sulung dia merasa bertanggung jawab atas kehidupan ibu dan adiknya. Apalagi Tasya yang beranjak dewasa, gadis itu harus mendapat perhatian lebih agar tidak terjerumus pergaula

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Ceraikan Aku!

    Angga bergeming, lelaki itu justru membuang pandangannya tanpa berniat membela Laras sedikit pun. Ia memang selalu takut melawan dan membantah ibunya. Hingga ia tak dapat melakukan apa pun saat melihat Laras ditampar oleh ibunya."Aku tetap mau bercerai, Mas!" kata Laras seraya terus mengusap pipi yang ditampar tadi. Sakitnya tak seberapa jika dibanding sakit hatinya karena dikhianati suami dan direndahkan oleh mertuanya.Angga membeku di tempatnya. Ia tak mampu menatap sorot mata penuh luka dari Laras. Hatinya menjadi dilema saat ini. Satu sisi, ia tak mau melepaskan Laras begitu saja. Tapi di sisi lain ia juga ingin memiliki Aluna seutuhnya."Ceraikan saja wanita mandul itu, Ga. Nggak berguna! Biduan murahan!" maki Bu Intan menggebu."AKU TIDAK MANDUL!" sentak Laras cepat. Membuat ketiga orang itu kaget dengan suaranya yang mulai meninggi."Aku akan buktikan kalau aku nggak mandul!" ucap

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Tamparan Keras

    Laras menyeret langkahnya menuju ke rumah peninggalan orang tuanya. Rumah itu letaknya lumayan dekat dengan rumah yang selama ini ditempatinya bersama Angga. Mereka masih bertetangga. Jarak antara rumah Laras dan Angga sekitar delapan rumah.Ia melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya lantas segera merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur. Meskipun rumah ini jarang ditempati olehnya. Akan tetapi, Laras selalu rutin membersihkannya. Setidaknya seminggu sekali karena memang jarak rumah ini dengan tempat tinggalnya hanya berselang delapan rumah. Cukup dekat.Pertengkaran malam ini adalah yang terparah dari sekian kali pertengkarannya dengan Angga, suaminya. Hingga membuat Laras nekat pergi dari rumah Angga. Orang ketiga sudah ikut campur dalam kisruh rumah tangga mereka. Ia merasa sudah tidak ingin melanjutkan pernikahan mereka lagi.*Angga pulang ke rumahnya setelah mengantarkan Aluna pulang ke tempat kosnya.

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Fitnah Keji Adik Ipar

    Satu jam sebelumnya …."Bang, lihat deh kelakuan istrimu," ucap Tasya mulai menjerat kakaknya dengan fitnah saat Angga datang ke rumah ibunya untuk makan malam sepulang bekerja.Bu Intan sudah tahu jika Laras pergi dari rumah sejak pertengkaran mereka seminggu lalu. Ia malah melarang putranya untuk membujuk Laras agar kembali ke rumah. Wanita itu justru menebar fitnah jika Laras sudah berselingkuh dari putranya. Ia juga mengatakan jika Laras pergi dari rumah karena ketahuan berselingkuh."Emang ada apa, sih?" tanya Angga tampak tidak tertarik dengan apa yang hendak ditunjukkan oleh adiknya."Sini deh, Bang. Lihat ini!" Tasya menyodorkan ponselnya ke arah Angga. Bu Intan yang jiwa penasarannya sudah meronta-ronta pun ikut melihatnya."Kurang ajar!" pekik Angga emosi. Ia mengepalkan tangannya dan rahangnya tampak mengeras."Astaga! Benar 'kan dugaan Ibu selama ini, Ga

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Gosip

    #6 GosipKetiganya sudah kembali ke rumah setelah melabrak Laras di rumahnya. Raut wajah Bu Intan dan Tasya tampak begitu puas. Mereka bersorak gembira karena akhirnya, Angga sudah menalak Laras. Tinggal satu langkah lagi sampai hubungan pernikahan keduanya benar-benar berakhir.Sementara itu, berbeda dengan Bu Intan dan Tasya, wajah Angga tampak muram sejak tadi. Ia pun tak banyak bicara, dan lebih banyak diam selama perjalanan kembali ke rumah.Tidak seperti ibu dan adiknya yang sumringah. Sisi hati terdalamnya masih tak menyangka jika dirinya sudah mengucap kata talaknya untuk Laras. Angga merasa menyesal telah mengucapkan itu tadi. Sungguh menyesal, karena bukan itu yang Angga inginkan."Kamu kenapa sedih gitu, Ga?" tanya Bu Intan setelah menyadari jika wajah putranya begitu suram sejak kembali ke rumah."Iya, abang kenapa, sih? Bukannya seneng udah nalak perempuan murahan itu!" timpal Tasya mencibir."Jaga ucapanmu, Tasya!" sentak Angga. Tasya membulatkan matanya demi mendengar b

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Pencuri Tetap Pencuri

    #7Angga tercengang saat melihat siapa yang kini berdiri di hadapannya. Sepersekian detik kemudian tubuh mereka saling merapat. Tamu tak diundang itu segera meraih tubuh kaku Angga dalam pelukannya."Hm, kangen deh, Sayang. Kenapa sih nggak ada kabar hari ini?" tanya gadis itu dengan nada sensual tepat menggelitik telinga Angga.Lelaki itu sama sekali tidak berniat membalas pelukan tiba-tiba itu. Tubuhnya membeku dan lidahnya seakan tercekat."Sayang, kenapa bengong sih. Nggak suka ya lihat aku?" tanya Aluna dengan nada suara manja pada Angga.Ya, tamu itu adalah Aluna. Entah apa yang membuat gadis itu nekat datang ke rumah Angga. Padahal, lelaki itu tak pernah memintanya untuk datang apalagi dalam kondisi seperti sekarang. Dia dan Laras sedang dalam proses perceraian.Apa jadinya jika ada tetangga yang julid melihatnya membawa perempuan lain sebelum putusan cerai terjadi. Orang-orang pasti tidak akan percaya ucapannya lagi. Dan mereka akan lebih percaya pada fakta jika Laras tidak pe

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Pelakor Mati Kutu

    #8"Jangan sembarangan bicara, ya! Aku bukan pencuri!" teriak Aluna lagi histeris.Ia merasa tak terima saat Laras menuduhnya sebagai pencuri. Padahal memang benar, ucapan Laras sama sekali tak salah. Dia memang sudah mencuri suami Laras. Dan kini …."Benar apa kata Aluna, Ras. Kamu jangan sembarangan menuduhnya sebagai pencuri!" Angga bersuara dan membela Aluna di hadapan Laras.Aluna segera menyunggingkan senyum kemenangannya pada Laras. Wanita itu hanya menggelengkan kepalanya, dan merasa jika mereka berdua adalah pasangan yang amat sangat serasi."Oh, ya? Kamu bukan pencuri, ya?" Laras meletakkan totebag yang dibawanya di atas lantai. Lalu ia mulai berjalan mendekati Aluna.Gadis itu salah tingkah dan langkahnya tersurut mundur sementara itu Laras belum mau menghentikan langkahnya. Hingga Aluna tak berkutik kala tubuhnya jatuh terduduk di sofa."Kamu bukan pencuri, ya? Lalu ini apa?" Laras merampas sesuatu dari leher Aluna lalu memperlihatkannya pada Angga."Ini apa? Kamu tahu 'ka

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Nasihat Ibu

    #9Laras sampai di rumahnya, lalu dengan lesu menjatuhkan bobotnya di sofa rumah. Ia tak menyangka akan melihat pemandangan tak senonoh seperti tadi. Ya, walaupun hatinya sudah mati rasa sejak memutuskan untuk meninggalkan rumah Angga, tetap saja ia cukup terkejut melihat secara langsung kemesraan mereka.Lidahnya sampai terasa kelu dan tak bisa berkata-kata. Entah apa yang sedang dipikirkan Angga hingga membawa perempuan itu ke rumah, pikir Laras."Semoga Mas Angga segera mengurus perceraian kami." Laras menatap langit-langit rumahnya dengan tatapan menerawang.Rasanya ingin segera terbebas dari ikatan pernikahan yang sudah menorehkan begitu banyak luka di hatinya. Ia ingin segera memulai hidup baru dan melupakan segala luka itu. Laras yakin jika ia pun pasti akan bahagia meski tanpa sesosok suami di sampingnya.Seminggu kemudian, sebuah surat datang ke alamat rumah Laras dari pengadilan agama. Raut wajah Laras sulit untuk diartikan saat menerimanya. Antara harus bahagia atau bersedi

Bab terbaru

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Tulus Memaafkan(TAMAT)

    #148Setelah Tasya pergi dan memulai kehidupannya di tempat yang baru. Angga dan Syahna saling bergantian menjaga Bu Intan di rumah sakit.Kadang ada rasa bosan yang menghampiri, karena Angga hanya berkutat di kantor, rumah dan rumah sakit. Namun, kehadiran Syahna selalu menenangkan suasana dan selalu menghiburnya di saat rasa bosan kadang menghampirinya.Angga hampir saja kehilangan harapannya pada Bu Intan, sebab Ia tak kunjung siuman sejak dinyatakan koma beberapa hari yang lalu. Dan hingga saat ini pun tidak terlihat ada tanda-tanda vital jika Bu Intan akan segera siuman.Saat dia ingin menyerah dan terus merasa frustrasi dengan keadaan, Angga akan mengingat jika dia masih memiliki Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai tempatnya melangitkan doa."Jangan lupa selalu berdoa untuk kesembuhan ibumu, Ga." Itulah pesan dari Pak Rahmat yang selalu terngiang dan tertanam di benak Angga.

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Perpisahan

    #147Tasya sudah bersiap dengan koper kecil yang berisi barang-barang bawaannya. Di pagi buta itu seusai sarapan, Tasya sudah berpenampilan rapi dan telah bersiap pergi bersama Angga ke rumah sakit. Syahna pun turut serta untuk menemani Bu Intan di rumah sakit, atas permintaan Angga semalam.Setelah itu barulah dia akan pergi ke terminal bersama Pak Rahmat. Sedangkan, Angga hanya akan mengantarnya hingga ke terminal bus. Ia pun harus membawa serta Syahna dan Jelita  ke rumah sakit untuk menunggu Bu Intan di ruangannya.Saat Angga mengatakan tentang rencana kepergian Tasya esok hari dan saat datang menemui Laras di rumah pada Syahna. Tentu hal itu mengundang respon terkejut atas pernyataan Angga. Syahna merasa kesal karena Angga terkesan melupakan janjinya sendiri."Kok aku nggak diajak ketemu Laras kemarin, Mas," protes Syahna kala lelaki itu memberitahukan padanya tentang apa saja yang dia lakukan kemarin b

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Luapan Emosi

    #146"Apa Syahna lagi sakit? Atau Jelita yang sakit?" Angga terus bertanya-tanya. Dan akhirnya memberanikan diri untuk melihat isinya."Ini …."Syahna baru saja menyelesaikan acara memasaknya. Memang dia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memasak mie goreng spesial yang menjadi favorit Angga.Satu gelas kopi, dan satu piring mie goreng spesial untuk Angga, serta satu mangkok makanan pendamping Asi untuk makan siang Jelita, sudah Syahna tata rapi di atas nampan. Siap untuk dihidangkan ke Angga dan Jelita.'Mereka pasti udah nggak sabar lagi nunggu makanan ini,' batin Syahna riang dalam hatinya.Mood nya sempat turun akibat kabar dari tes DNA itu, akan tetapi setelah Angga pulang. Kehadirannya cukup untuk membuat Syahna mendapatkan kembali semangatnya. Angga serta perasaan cintanya sangat berpengaruh bagi mood Syahna.Tanpa firasat buruk apa pun, Sy

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Permintaan Maaf

    #144Terkadang bertemu dengan masa lalu yang menyakitkan itu, akan membuat kita mau tak mau mengingat lagi masa-masa sulit yang disebabkan oleh orang yang menyakiti kita tersebut.Hal yang harus dihindari adalah, memutus kontak dan menghilangkan semua akses untuk bertemu. Namun, hari ini semua itu seolah tak berlaku bagi Laras.Ia tak pernah menyangka jika mantan suami dan adik iparnya yang kini sudah mengubah penampilannya, ada di sini dan menginjakkan kaki ke rumahnya untuk pertama kalinya."Kenapa kalian ada di sini?" tanya Laras memberanikan diri. Ia berharap-harap cemas menantikan jawaban mereka. Laras sangat tidak menghendaki kehadiran mereka, namun apa boleh buat. Tidak ada pilihan lain selain menanyakan maksud kedatangan mereka.Sebenci apa pun Laras di masa lalu pada keduanya. Akan tetapi, Laras juga tak mungkin mengusir kedua kakak beradik itu setelah mereka sudah duduk di ruang

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Menemui Laras

    #142"Kamu yakin … mau ikut menemui Laras?" Lelaki itu menatap lekat wajah Syahna yang tampak serius saat ini. Wajahnya tampak tenang seolah tak menunjukkan ekspresi apa pun, akan tetapi Angga dapat menilai kalau Syahna cukup serius dengan apa yang baru saja diucapkannya itu.Angga bertanya untuk memastikan lagi agar dia tak salah dalam menafsirkan keinginan Syahna. Angga berharap-harap cemas menantikan jawaban Syahna. Lelaki itu menatap Syahna dengan tatapan yang sulit dimengerti.  Dengan sabar, Angga menunggu Syahna membuka mulutnya dan menjawab pertanyaannya.Syahna menganggukkan kepalanya mantap.  Gadis itu merasa yakin dengan pilihannya untuk menemui Laras. Keinginan itu datang dengan sendirinya dari dalam hati. Entah mengapa, ia tiba-tiba berkeinginan menggebu untuk mengenal wanita hebat seperti Laras.Ia ingin sekali bertemu dan mengenal Laras. Sebab, Entah mengapa Syahna yakin jika sampai saat ini pu

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Keinginan Syahna

    #140Hari itu, Angga dan Tasya pulang ke rumah. Angga sengaja berniat untuk pulang, sekadar untuk melihat keadaan Syahna dan Jelita. Sementara, Tasya pulang untuk sekadar beristirahat dengan tenang sebelum harus kembali ke rumah sakit lagi.Pak Rahmat bersedia ditinggal di rumah sakit untuk menunggu Bu Intan dan membiarkan kedua kakak beradik itu pulang untuk beristirahat sejenak. Hari-hari yang mereka lalui pasti sangatlah berat. Tetapi mereka tetap bersyukur telah dikirimkan Pak Rahmat untuk sedikit meringankan beban mereka."Sore nanti kita balik lagi ke rumah sakit, Sya," ucap Angga mengingatkan sang adik setelah mobilnya terparkir sempurna. Kadang rasanya lelah, harus bolak-balik ke rumah sakit untuk menjaga sang ibu yang sedang koma. Namun, mereka tak boleh dan pantang mengeluh. Sebab, itu sudah menjadi kewajiban mereka sebagai seorang anak untuk berbakti pada sang ibu."Iya, Bang. Tasya mau tidur dan

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Nasihat Pak Lek

    #139Tekanan darah yang sangat tinggi saat Bu Intan tak sadarkan diri tempo hari, membuat Dokter dengan berat hati mengatakan kalau beliau koma. Dan, belum bisa dipastikan kapan akan tersadar dari komanya. Pihak dokter pun belum dapat memastikannya. Mereka hanya dapat berdoa untuk kesembuhan Bu Intan, dan meminta keluarga pasien untuk tabah dan menerima keadaannya. Dan tak lupa untuk berdoa memohon kesembuhan bagi ibu mereka berdua.Kabar mengejutkan itu sontak membuat Tasya sangat terpukul. Ia sungguh tak menyangka jika ibunya akan mengalami masa yang sangat sulit seperti sekarang. Kini, baik Angga maupun Tasya hanya dapat berdoa agar Bu Intan segera tersadar dari komanya. Dan, mereka berdua hanya dapat saling menguatkan satu sama lain. Ya, hanya itu yang dapat mereka lakukan selain berdoa. Tasya berharap agar ibunya segera sadar dan ingin memperlihatkan pada beliau jika ia mampu berubah untuk menjadi lebih baik. Juga, ingin agar Bu Intan bahag

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Saling Menguatkan

    #138Karma selalu dibayar tunai! Begitulah kata-kata yang selalu terngiang dalam benak Tasya. Ia merasa jika apa yang sedang mereka alami adalah buah dari segala perbuatan buruknya selama ini."Bang, apa ini karma ya buat kita?" Dengan mata berkaca-kaca, Tasya bertanya tentang karma."Husst! Jangan ngawur kita cukup berdoa saja yang baik-baik buat Ibu, Sya." Angga mencoba menanamkan nasihat positif pada adiknya. Ia mencoba segala cara agar Tasya tak selalu memikirkan hal negatif yang hanya akan membuat hati dan pikiran terasa lelah. Tak ada obat untuk semua rasa lelah itu.Tasya pun tak lagi membuka suara, cenderung terdiam dan merenungi segala kesalahannya di masa lalu. Memang benar kata pepatah jika penyesalan itu selalu datang di akhir cerita. Dan, kini Tasya baru saja merasakan penyesalan atas segala perbuatannya terhadap Laras dulu.*Bu Intan tak kunjung siuman mes

  • Tuduhan Mandul dari Mertua dan Adik Ipar   Karma Dibayar Tunai

    #136"Menurutmu, aku harus bagaimana?" Angga mengulangi lagi pertanyaannya dan lagi-lagi membuat Syahna terkejut setengah mati.Pertanyaan Angga kali ini sanggup membuat Syahna terkesiap sesaat. Lelaki itu bahkan menanyakan padanya tentang apa yang harus dilakukan. Syahna merasa dihargai dan dianggap sebagai orang spesial yang penting bagi Angga.Ia pun tampak terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Angga tersebut, tanpa terdengar seperti meremehkan lelaki itu."Menurutku … lebih baik Mas jujur saja sama Ibu. Di dunia ini pasti tak ada satu orang pun yang suka dibohongi, pun sama dengan ibumu, Mas. Walaupun kamu memilih untuk  nggak cerita dan mengatakan yang sebenarnya sama Ibumu sekarang. Beliau pasti akan terus mencari tahu. Dan akan sangat miris kalau ibu tau semua itu dari mulut orang lain," ujar Syahna memberi jawaban sekaligus nasihat untuk Angga.

DMCA.com Protection Status