#130
Entah mengapa Bu Intan merasa terpojok, sehingga ia pun meminta Bu Dian untuk berhenti membahas tentang segala hal tentang Laras. Sebab, ia merasa muak, dan tak mau mendengar apa pun tentang Laras. Ia hanya mau mengira jika Laras tidak akan pernah bahagia dengan kehidupannya. Tapi, kenyataan yang ada justru berbanding terbalik. Laras rupanya jauh lebih bahagia sekarang, dibandingkan dulu saat masih menjadi menantunya.“Cukup ya Bu Dian! Saya nggak mau dengar apa-apa lagi dari mulut Bu Dian, jadi berhentilah!” Bu Intan berkata setengah memohon pada Bu Dian.“Cih, makanya Bu, jangan suka fitnah dan mnghasut orang lain dengan mulut kotormu itu! Sekarang lihat ‘kan, semua keburukan itu malah berbalik sama keluarga kalian sendiri. Dulu, saya kasian banget sama Mbak Laras yang selalu dihina-hina sama Bu Intan. Saya tahu bagaimana perasaannya saat itu. Pasti sakit banget,” tutur Bu Dian menjelaskan tujuannya membuat Bu Intan ter#132Keesokan paginya, Bu Intan yang sudah tak sabaran lagi pun langsung menemui Angga di rumahnya saat putranya sedang menikmati sarapan paginya bersama Syahna dan Jelita. Wanita paruh baya itu masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu, seperti kebiasaannya sejak Aluna masih menjadi menantunya."Ibu," panggil Angga begitu melihat ibunya sudah menerobos masuk ke rumahnya.Memang sudah jadi kebiasaan Bu Intan yang tak pernah mengetuk pintu dan langsung menyelonong masuk ke rumah Angga. Hal itu juga lah yang membuat Aluna kadang merasa kesal dengan tingkah laku ibu mertuanya."Angga, ibu mau ngomong sama kamu," tutur Bu Intan tanpa basa-basi lagi mengatakan maksud kedatangannya ke rumah Angga."Ya, ngomong aja Bu di sini," sahut Angga acuh, seraya terus mengunyah nasi goreng buatan Syahna."Nggak mau di sini, Ga. Ayo cepat ikut ibu. Kita ngobrol di rumah saja," tolak Bu Intan. Ia rasa jika tak pantas mengobrolkan tentang unek-uneknya di depan Syahna."Ya udah tunggu sebentar, Bu. Angga mau
#134"A–Arvin, kok kamu nggak ngabarin dulu kalau mau datang ke rumah." Tasya tersipu malu sebab Arvin harus melihat dirinya dengan penampilan yang berbeda sekarang. Ia menundukkan pandangannya sebab itulah yang harus dilakukan saat bertemu dengan lawan jenis menurut buku yang dia baca dan pelajari.Ia juga sempat mendengar pujian Arvin yang mengatakan dirinya cantik. Namun, suara pujian itu terdengar samar, sehingga Tasya tak mau terlalu menunjukkan kalau dirinya berbunga-bunga saat mendengar pujian lirih dadi Angga secara refleks."Aku sudah ngomong sama Tante kemarin kok, Sya. Kalau aku mau datang kesini," sahut Arvin menjawab rasa penasaran Tasya, yang sepertinya belum tahu kalau dirinya akan datang."E–eeh? Kapan kamu menghubungi ibu?" tanyanya heran dan bertanya-tanya."Kemarin, kayaknya waktu itu kamu udah tidur jadilah Tante yang terima telepon dari aku," jelas Arvin menjawab rasa penasaran Tasya yang tampak masih bingung dengan kehadirannya."Oh gitu ya. Hmm, ya sudah silakan
#135Obrolan di antara ketiga orang itu pun berubah. Tak melulu membahas tentang masalah yang telah dibuat Aluna pada keluarga Arvin. Baik Tasya maupun Bu Intan sama-sama menghibur Arvin agar tak terlalu larut bersedih dan memikirkan masalahnya. Mereka bahkan sama sekali tak menyangka jika ada cerita seperti itu yang ditimbulkan oleh Aluna terhadap keluarga Arvin. Aluna benar-benar wanita yang tak memiliki hati karena dengan mudahnya bagi dia untuk menjadi prang ketiga dan menghancurkan sebuah ikatan rumah tangga. Dan itu pun dia lakukan pada rumah tangga Angga dan Laras. Juga rumah tangga orang tua Syahna, dan sekarang pada rumah tangga kedua orang tua Armah. Aluna sangat kejam dan tak berperasaan.Selama mengobrol santai itu, beberapa kali Arvin mencuri pandang ke arah Tasya. Ia tahu perbuatannya itu adalah salah. Tasya bukan muhrimnya, namun entah mengapa hatinya semakin tertarik untuk mendekati Tasya. Hingga membuat Arvin seringkali tak sadar sudah melabuhkan matanya untuk memanda
#136"Menurutmu, aku harus bagaimana?" Angga mengulangi lagi pertanyaannya dan lagi-lagi membuat Syahna terkejut setengah mati.Pertanyaan Angga kali ini sanggup membuat Syahna terkesiap sesaat. Lelaki itu bahkan menanyakan padanya tentang apa yang harus dilakukan. Syahna merasa dihargai dan dianggap sebagai orang spesial yang penting bagi Angga.Ia pun tampak terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Angga tersebut, tanpa terdengar seperti meremehkan lelaki itu."Menurutku … lebih baik Mas jujur saja sama Ibu. Di dunia ini pasti tak ada satu orang pun yang suka dibohongi, pun sama dengan ibumu, Mas. Walaupun kamu memilih untuk nggak cerita dan mengatakan yang sebenarnya sama Ibumu sekarang. Beliau pasti akan terus mencari tahu. Dan akan sangat miris kalau ibu tau semua itu dari mulut orang lain," ujar Syahna memberi jawaban sekaligus nasihat untuk Angga.
#138Karma selalu dibayar tunai! Begitulah kata-kata yang selalu terngiang dalam benak Tasya. Ia merasa jika apa yang sedang mereka alami adalah buah dari segala perbuatan buruknya selama ini."Bang, apa ini karma ya buat kita?" Dengan mata berkaca-kaca, Tasya bertanya tentang karma."Husst! Jangan ngawur kita cukup berdoa saja yang baik-baik buat Ibu, Sya." Angga mencoba menanamkan nasihat positif pada adiknya. Ia mencoba segala cara agar Tasya tak selalu memikirkan hal negatif yang hanya akan membuat hati dan pikiran terasa lelah. Tak ada obat untuk semua rasa lelah itu.Tasya pun tak lagi membuka suara, cenderung terdiam dan merenungi segala kesalahannya di masa lalu. Memang benar kata pepatah jika penyesalan itu selalu datang di akhir cerita. Dan, kini Tasya baru saja merasakan penyesalan atas segala perbuatannya terhadap Laras dulu.*Bu Intan tak kunjung siuman mes
#139Tekanan darah yang sangat tinggi saat Bu Intan tak sadarkan diri tempo hari, membuat Dokter dengan berat hati mengatakan kalau beliau koma. Dan, belum bisa dipastikan kapan akan tersadar dari komanya. Pihak dokter pun belum dapat memastikannya. Mereka hanya dapat berdoa untuk kesembuhan Bu Intan, dan meminta keluarga pasien untuk tabah dan menerima keadaannya. Dan tak lupa untuk berdoa memohon kesembuhan bagi ibu mereka berdua.Kabar mengejutkan itu sontak membuat Tasya sangat terpukul. Ia sungguh tak menyangka jika ibunya akan mengalami masa yang sangat sulit seperti sekarang. Kini, baik Angga maupun Tasya hanya dapat berdoa agar Bu Intan segera tersadar dari komanya. Dan, mereka berdua hanya dapat saling menguatkan satu sama lain. Ya, hanya itu yang dapat mereka lakukan selain berdoa. Tasya berharap agar ibunya segera sadar dan ingin memperlihatkan pada beliau jika ia mampu berubah untuk menjadi lebih baik. Juga, ingin agar Bu Intan bahag
#140Hari itu, Angga dan Tasya pulang ke rumah. Angga sengaja berniat untuk pulang, sekadar untuk melihat keadaan Syahna dan Jelita. Sementara, Tasya pulang untuk sekadar beristirahat dengan tenang sebelum harus kembali ke rumah sakit lagi.Pak Rahmat bersedia ditinggal di rumah sakit untuk menunggu Bu Intan dan membiarkan kedua kakak beradik itu pulang untuk beristirahat sejenak. Hari-hari yang mereka lalui pasti sangatlah berat. Tetapi mereka tetap bersyukur telah dikirimkan Pak Rahmat untuk sedikit meringankan beban mereka."Sore nanti kita balik lagi ke rumah sakit, Sya," ucap Angga mengingatkan sang adik setelah mobilnya terparkir sempurna. Kadang rasanya lelah, harus bolak-balik ke rumah sakit untuk menjaga sang ibu yang sedang koma. Namun, mereka tak boleh dan pantang mengeluh. Sebab, itu sudah menjadi kewajiban mereka sebagai seorang anak untuk berbakti pada sang ibu."Iya, Bang. Tasya mau tidur dan
#142"Kamu yakin … mau ikut menemui Laras?" Lelaki itu menatap lekat wajah Syahna yang tampak serius saat ini. Wajahnya tampak tenang seolah tak menunjukkan ekspresi apa pun, akan tetapi Angga dapat menilai kalau Syahna cukup serius dengan apa yang baru saja diucapkannya itu.Angga bertanya untuk memastikan lagi agar dia tak salah dalam menafsirkan keinginan Syahna. Angga berharap-harap cemas menantikan jawaban Syahna. Lelaki itu menatap Syahna dengan tatapan yang sulit dimengerti. Dengan sabar, Angga menunggu Syahna membuka mulutnya dan menjawab pertanyaannya.Syahna menganggukkan kepalanya mantap. Gadis itu merasa yakin dengan pilihannya untuk menemui Laras. Keinginan itu datang dengan sendirinya dari dalam hati. Entah mengapa, ia tiba-tiba berkeinginan menggebu untuk mengenal wanita hebat seperti Laras.Ia ingin sekali bertemu dan mengenal Laras. Sebab, Entah mengapa Syahna yakin jika sampai saat ini pu