#119
"Benar, Angga. Kamu masih hutang banyak penjelasan sama ibu. Sebenarnya apa masalahnya sampai kamu ngusir Aluna, Ga?" Bu Intan segera menimpali pertanyaan Tasya dengan pertanyaan yang sama juga."Hah? Aluna pergi, Bu? Tapi, kenapa? Apa masalahnya, Bang?" tanya Tasya setengah terkejut mendengar pengakuan Bu Intan. Ia menatap Angga penuh rasa penasaran. Ia pikir, baru beberapa hari saja ia tidak di rumah tapi keadaan sudah banyak yang berubah."Iya, waktu kamu menginap di rumah sakit, besoknya ibu tahu dari tetangga sini kalau Aluna pergi dari rumah bawa koper," sahut Bu Intan membenarkan pertanyaan Tasya.'Apa Bang Angga sudah tau ya tentang perselingkuhan Aluna sama papanya Arvin?' duga Tasya dalam hatinya. Namun, ia masih merasa jika itu tidak mungkin. Sebab, hanya dia yang tahu tentang itu."Iya, itu benar, Sya. Tapi, mari kita bahas tentang Aluna nanti, Bu, Sya. Aku masih lelah," u#120"Ya, tujuan saya kesini awalnya untuk membuat rumah tangga Aluna hancur berantakan, sama seperti apa yang dia lakukan pada rumah tangga orang tuaku."Kedua orang di hadapannya itu tersentak demi mendengar pengakuan mengejutkan dari Syahna. Tiba-tiba saja terbit rasa khawatir di hati mereka. Keduanya takut kalau-kalau Syahna juga memiliki niat jahat kepada mereka."Ka–kamu jangan bercanda!" Bu Intan berkata setengah berteriak."Saya tidak sedang bercanda, Bu. Itu adalah kenyataannya. Tapi … kalian jangan khawatir, kalian tidak masuk dalam rencana balas dendamku," ungkap Syahna. Suaranya yang dingin itu tiba-tiba mulai melunak."Terus? Mau kamu apa sekarang, hah! Apa kamu puas sudah menghancurkan rumah tangga Angga! Dan apa lelaki yang di hotel waktu itu adalah suruhanmu?" Tasya menebak sebuah hal yang sama sekali tak dilakukan oleh Syahna.Syahna menggeleng cepat. "K
#121"Ya sudah terserah kamu aja maunya gimana, Ga." Bu Intan pun kemudian beranjak dari tempatnya dan meninggalkan Angga.Meskipun sudah mengetahui beberapa kenyataan mengenai Syahna. Tapi, lelaki itu tak bisa membencinya. Tanpa Angga sadari rupanya cinta telah tumbuh di dalam hatinya. Entah sejak kapan cinta itu tumbuh.Yang jelas ia justru berterima kasih dan bersyukur dengan kehadiran Syahna di dalam keluarganya. Sebab, dengan kehadiran Syahna, ia tak merasa menyedihkan saat memilih untuk menalak Aluna yang sudah keterlaluan dalam menipunya.Malam harinya, seperti biasa. Syahna mempersiapkan makan malam untuknya dan Angga juga Jelita. Semua makanan sudah terhidang di atas meja dan mereka sudah berkumpul di meja makan. Mereka makan dalam suasana hening. Hanya ada denting suara sendok dan garpu yang saling beradu. Dan, suara Syahna yang menyuapi Jelita."Syah, aku harus bicara sama kamu nanti," ucap Angga setelah ia menyelesaikan makan malamnya.Syahna menoleh ke arah Angga, dan tat
#122"Kita pindah saja ke kamar." Angga berucap layaknya sebuah perintah. Lelaki itu seolah mengambil kendali atas diri Syahna seutuhnya dan gadis itu pasrah.Tanpa penolakan, Syahna pasrah saja saat tubuhnya dibopong oleh Angga masuk ke dalam kamar utama. Tempat di mana Angga selalu menghabiskan malam-malamnya dengan para mantan istrinya termasuk Laras. Dan kini, ia membawa gadis lain untuk bercinta dan menghabiskan malam ini dengan permainan liar mereka.Syahna belum mengetahui tentang Laras ini, dan Angga belum ada keinginan untuk menceritakan tentang Laras pada gadis itu. Laras … adalah wanita yang paling spesial di hatinya. Posisinya tidak akan pernah tergantikan oleh siapa pun termasuk, Syahna. Meskipun saat ini, Angga sedang bernaf**su untuk menikmati tubuh Syahna lagi. Tetapi, tetap saja. Meski raganya bersama Syahna tapi hati dan pikirannya selalu membayangkan Laras. Bahkan Angga sempat menyebut nama Laras saat sedang
#124Tanpa berpikiran buruk, atau berfirasat apa pun. Angga melajukan mobilnya menuju ke kantornya pagi itu. Ia seakan tak peduli dengan sikapnya tadi yang seolah sengaja menunjukkan kemesraannya dengan Syahna di depan para tetangganya. Ia tak tahu jika perbuatannya itu telah menjadi bahan gunjingan semua orang di lingkungan tempat tinggalnya.Ia pergi kembali bekerja ke kantornya seolah membawa semangat yang baru, setelah Syahna berhasil masuk dalam hidupnya. Kehadirannya seolah mampu membuat Angga lebih cepat melupakan kepergian Aluna.Sesampainya di kantor, Angga langsung disambut oleh rekan dan karyawan yang berada di bawah divisi yang dipimpin olehnya. Di lobi, ia bertemu dengan Radit. Salah satu rekan kerja yang cukup dekat dengannya."Selamat pagi, Ga. Lama nggak jumpa, ya," sapa Radit pada rekan yang memiliki jabatan yang sama namun berbeda divisi dengannya."Pagi. Iya nih, Tasya
'Akhirnya selesai juga,' gumam Laras dalam hatinya. Ia memandang bangga hasil karyanya merangkai bunga-bunga segar untuk dipajang di ruang tamu.Wanita itu meraih ponselnya dari balik saku apron bermotif bunga babybreath yang masih dikenakannya. Mengambil beberapa potret bunga itu dari berbagai sudut. Ada kebanggaan dan kesenangan tersendiri di hati Laras saat melakukan kegiatan menyenangkan itu. Hanya cara itulah yang dapat membantunya mengusir rasa sepi karena belum dikaruniai buah hati meski sudah lima tahun menikah dengan suaminya.Terdengar pintu di depan rumahnya diketuk dari luar. Laras yang mendengarnya segera menyudahi aktivitasnya memandangi rangkaian bunga di dalam vas yang terbuat dari kaca itu. Ia beranjak menuju ke pintu untuk membukakan pintu."Laras! Buka pintunya!" Terdengar sebuah suara yang sangat Laras kenal dari arah luar. Ia sudah dapat menebak jika suara itu adalah ibu mertuanya.Pintu pun terbuka, dan benar saja dugaannya. Bu Intan, ibu mertuanya sudah berdiri
#2 Calon Adik Madu"Jangan-jangan kamu memang nggak mau hamil dan punya anak, Ras. Mengingat profesimu yang seorang biduan itu!" ketus Bu Intan mendelik tajam ke arah menantunya, Laras.Laras hanya menghembuskan napasnya perlahan. Mencoba lebih bersabar dengan umpatan dan makian yang dilontarkan ibu mertuanya. Mereka sudah kembali pulang ke rumah. Tapi, Bu Intan masih saja mengomeli Laras dengan berbagai macam kata-kata yang tak enak didengar."Pokoknya ibu nggak mau tahu, kamu harus bisa cepat hamil, Laras!" oceh Bu Intan tanpa henti. Mengabaikan perasaan Laras yang pasti akan terluka dengan ucapannya itu. Keduanya kini sudah sampai di depan rumah.Angga memang sengaja membangun rumahnya agar berdampingan dengan rumah ibunya. Sebagai anak sulung dia merasa bertanggung jawab atas kehidupan ibu dan adiknya. Apalagi Tasya yang beranjak dewasa, gadis itu harus mendapat perhatian lebih agar tidak terjerumus pergaula
Angga bergeming, lelaki itu justru membuang pandangannya tanpa berniat membela Laras sedikit pun. Ia memang selalu takut melawan dan membantah ibunya. Hingga ia tak dapat melakukan apa pun saat melihat Laras ditampar oleh ibunya."Aku tetap mau bercerai, Mas!" kata Laras seraya terus mengusap pipi yang ditampar tadi. Sakitnya tak seberapa jika dibanding sakit hatinya karena dikhianati suami dan direndahkan oleh mertuanya.Angga membeku di tempatnya. Ia tak mampu menatap sorot mata penuh luka dari Laras. Hatinya menjadi dilema saat ini. Satu sisi, ia tak mau melepaskan Laras begitu saja. Tapi di sisi lain ia juga ingin memiliki Aluna seutuhnya."Ceraikan saja wanita mandul itu, Ga. Nggak berguna! Biduan murahan!" maki Bu Intan menggebu."AKU TIDAK MANDUL!" sentak Laras cepat. Membuat ketiga orang itu kaget dengan suaranya yang mulai meninggi."Aku akan buktikan kalau aku nggak mandul!" ucap
Laras menyeret langkahnya menuju ke rumah peninggalan orang tuanya. Rumah itu letaknya lumayan dekat dengan rumah yang selama ini ditempatinya bersama Angga. Mereka masih bertetangga. Jarak antara rumah Laras dan Angga sekitar delapan rumah.Ia melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya lantas segera merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur. Meskipun rumah ini jarang ditempati olehnya. Akan tetapi, Laras selalu rutin membersihkannya. Setidaknya seminggu sekali karena memang jarak rumah ini dengan tempat tinggalnya hanya berselang delapan rumah. Cukup dekat.Pertengkaran malam ini adalah yang terparah dari sekian kali pertengkarannya dengan Angga, suaminya. Hingga membuat Laras nekat pergi dari rumah Angga. Orang ketiga sudah ikut campur dalam kisruh rumah tangga mereka. Ia merasa sudah tidak ingin melanjutkan pernikahan mereka lagi.*Angga pulang ke rumahnya setelah mengantarkan Aluna pulang ke tempat kosnya.