Sementara itu…
Adam yang kembali teringat untuk menelpon Angelina, segera menghentikan aktivitasnya.Lagipula sebentar lagi waktunya untuk pulang.Dia pun mengeluarkan ponsel lalu mencoba menelepon adiknya itu.["Ada apa lagi, Mas?"]Kali ini Angelina menjawab telepon langsung dengan pertanyaan seperti itu. Tidak ramah tamah seperti biasanya.Adam yakin itu tandanya Angelina masih marah padanya."Aku ingin memberitahukan satu hal yang penting padamu. Mungkin kalau aku mengajak bertemu kamu tidak mau, jadi aku akan membicarakan hal ini langsung di telepon," ungkapnya mulai bicara.Adam tidak ingin membuang-buang waktu lagi.Karena sepertinya percuma saja kalau minta bertemu, Angelina pasti tidak akan mau.["Cepat katakan, Mas! Aku tidak punya banyak waktu!" pintanya tidak sabaran.]Adam menghela napas berat lalu berkata, "Aku mengetahui masa lalu dari suamimu dan ternyata dia adalah seorang pemaDion tidak percaya kalau pemuda di depannya ini adalah pewaris perusahaan besar yang selama ini banyak dibicarakan oleh rekan bisnisnya.Padahal dia sangat yakin kalau Sam hanya karyawan biasa yang menjalankan perintah atasannya.Johan pasti sudah salah orang."Sudahlah, Pak Johan. Aku sudah katakan padanya untuk berhenti berlagak, tapi sepertinya memang sifatnya seperti itu. Aku jadi ragu untuk melanjutkan kerjasama kita," kali ini Sam yang mengintimidasi mereka.Mendengar itu Johan menjadi takut dan terancam kehilangan kesempatan untuk bekerja sama dengan perusahaan Galaxi."Saya mewakili teman saya, mohon maaf, Tuan. A-ayo, mari silahkan masuk dulu ke dalam!" pintanya dengan bicara terbata karena gugup."Baiklah. Satu lagi, semua yang mereka pesan di meja itu gratis! Karena aku yang akan membayarnya!" Sam memutar kembali kata-kata Dion tadi."Iya, Tuan. Ma-maaf sekali lagi sudah membuat Anda tidak nyaman!" Johan merasa ber
Gadis itu adalah Dinda. Mantan pacar Sam yang mata duitan.Pacarnya Reno, juga ikut melihat ke arah yang ditunjukkan oleh kekasihnya."Iya, kamu benar! Kebetulan sekali kita bertemu dia di sini! Kita harus memanfaatkan hal ini sebaik mungkin. Apa kamu punya rencana dadakan?" Reno bertanya dengan senyuman misterius."Baiklah! Aku pikir dulu!" jawabnya cepat.Dia melirik ke arah Sam yang ditemani oleh Arya dan satu pria lagi yang tidak dikenalnya.Tapi bukan itu masalahnya sekarang.Mereka harus memutar otak, bagaimana caranya membalaskan dendam dan sakit hatinya pada Sam.Apalagi setelah hotel Reno dibeli oleh Sam, Dinda seperti kehilangan separuh mesin ATMnya.Senyum licik pun terbit di bibirnya yang berlipstik pink itu."Aku ada ide, Sayang. Kamu tunggu saja di luar! Jangan duduk di sini. Biar dia percaya!" bisiknya pelan."Ok, sip!" jawab pemuda itu sambil mengacungkan kedua jempolnya.Reno ti
Sebelum itu..Sam baru saja keluar menuju parkiran.Tapi alangkah terkejutnya Juna saat melihat kedua ban mobil itu sudah kempes."Tuan, sepertinya ban mobilnya kempes?" ucapnya sambil berjongkok memeriksa."Apa? Bagaimana kita bisa kembali ke kantor? Aku tidak bisa mengantar Sarah kalau begini! Coba kamu periksa lagi!" teriaknya dengan marah sambil menyisir rambutnya dengan kasar."Baik, Tuan!"Juna pun kembali melihat ban depan dan belakang, memeriksa dengan teliti dan benar pada bagian ban itu dan ternyata bautnya longgar."Tunggu sebentar, Tuan. Saya akan meminta pihak hotel untuk menelpon bengkel," Sam hanya mengangguk, lalu dia menendang salah satu ban itu untuk meluapkan kekesalannya.Juna meminta karyawan hotel membawa mobil Sam untuk diperbaiki.Setelah itu dia kembali menemui Tuannya."Sekarang bagaimana, Tuan? Apa kita jadi menjemput Nona Sarah atau bagaimana?" tanya Juna menung
"Apa? Kenapa kau baru memberitahuku sekarang? Kenapa tidak dari tadi sebelum mereka pergi membawa Sarah?!" Sam langsung naik pitam.["Maaf, Bos. Saya tadi buru-buru mengikuti mobil mereka sebelum kehilangan jejak. Tapi saat ini Nona Sarah sedang baik-baik saja, sepertinya dia hanya pingsan. Mobil mereka masih di sana, Bos!" pria itu berusaha menjelaskan alasannya.]Sam mengusap wajahnya dengan kasar."Lalu kemana mereka membawa Sarah?" suaranya sedikit melunak sekarang.["Di gudang kosong, Bos. Saya akan mengirimkan lokasinya segera, Bos!" jawabnya mantap.]"Oke, aku maafkan kau kali ini! Tetap tunggu di sana dan pantau terus apa yang mereka lakukan! Tunggu sampai aku tiba, kau paham?!" titahnya dengan nada dingin.["Baik, Bos!" jawab pria itu mengerti.]Telepon pun dimatikan."Sial!!!" Sam mengumpat karena lagi-lagi kecolongan.Dia menyesal sudah meninggalkan hotel itu tanpa menemui Sarah terlebih dahu
Sarah perlahan-lahan membuka matanya. Cahaya penerangan yang minim membuatnya kesulitan untuk mengenali tempat itu.Dia merasa tubuhnya pegal dan tidak bisa digerakkan.Sarah pun melihat sekitar dan menyadari saat ini dia sedang duduk di kursi dan masih mengenakan baju yang sama yaitu seragam kerjanya.'Ya Tuhan! Aku ada dimana?' hatinya menjerit takut.Dia melihat sekeliling yang penuh dengan barang tidak terpakai dan berdebu."Hmmmmpphhh!"(Tolong, lepaskan aku!)Mulutnya masih dilakban jadi tidak bisa mengeluarkan suara.Kaki dan tangannya pun dalam keadaan terikat.Sarah berusaha melepaskan ikatan tangannya di belakang kursi dengan meronta dan memutar lengannya. Tapi ikatan itu terlalu kuat hingga membuat kulitnya perih.Akhirnya dia hanya bisa menangis karena kesakitan dan juga ketakutan.'Sam, selamatkan aku! Aku takut! Cepatlah datang, Sam! Ya
"Kita buang saja ke jurang, Tuan?" jawab Juna dengan senyuman jahil.Mereka berdua pun tertawa dengan keras.Reno yang mendengar ucapan mereka, mendadak bergidik ngeri membayangkan kalau itu benar-benar terjadi.Rasanya dia ingin sekali kabur dari sana tapi tubuhnya sudah tidak berdaya.Reno pun berusaha meronta dengan sisa tenaganya, "Lepaskan aku bedebah! Lepas!" teriaknya dengan suara yang parau.Sam pun menghampiri Reno yang tergeletak di tanah.Dia mencengkram wajahnya yang sebagian ada memar di pipi karena dipukul oleh Juna tadi."Tenang saja, Reno. Aku cuma bercanda kok! Kau akan aku bawa ke tempat lain yaitu penjara! Selamat membusuk di sana, ya!" bisik Sam tepat di depan wajahnya.Mata Reno membulat sempurna mendengar itu."Sialan!" umpatnya kesal.Dia terlalu meremehkan Sam. Meskipun mereka sudah menyewa preman yang banyak tapi hasilnya mereka tetap kalah dan tidak mendapatkan apapun dari renca
Sarah tampak cantik dengan dress berwarna peach berlengan panjang dengan sepatu high heels lima senti berwarna cream dan dia juga memakai aksesoris yang tidak berlebihan.Semua yang melekat di tubuhnya sangat cocok dan pas untuk gadis sederhana seperti dia.Sam sampai pangling melihat penampilan pacarnya yang tidak biasanya."Kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanya Sarah yang risih karena dia tidak berhenti dari tadi melihatnya."Aku hanya kagum. Ternyata pacarku sangat cantik!" pujinya tulus sambil menjawil dagu Sarah.Gadis itu hanya tersipu malu, "Kamu selalu mengatakan itu setiap kali melihatku. Tidak peduli aku memakai baju apapun,""Nah! Itu kamu tahu!" jawab Sam dengan alis yang naik turun.Dia memang sengaja menggoda kekasihnya itu.Sam tahu kalau Sarah gugup untuk bertemu dengan kedua orang tuanya, jadi dia berusaha untuk bertingkah sekonyol mungkin untuk merilekskan pikiran gadis itu dan menghilangkan ras
Kening Susan berkerut mendengar jawaban dari anaknya itu.Padahal dia tahu betul kalau Sam sangat mencintai Sarah dan selalu mengatakan itu saat menentangnya dulu, tapi sekarang kenapa malah tidak mau."Kenapa, Sam? Apa maksud ucapanmu itu?!" tanya Susan heran.Sam menghembuskan napas dengan kasar. Lalu menatap Mamanya dengan lekat."Sam belum siap, Ma. Ada banyak hal yang harus Sam urus dan persiapkan. Lagipula ini masih terlalu awal. Aku juga masih harus fokus pada perusahaan kita," jelasnya dengan wajah sangat serius.Susan pun menghela napas mendengar itu.Dia tahu perusahaan memang penting, tapi Sam juga sudah cukup matang untuk itu."Tapi, Sam. Mama ingin cepat punya cucu setelah tadi mengobrol panjang dengan Sarah. Kalau kalian punya anak, rumah ini pasti akan ramai lagi," ungkapnya dengan wajah sendu.Hati manusia memang tidak bisa ditebak. Apalagi seorang wanita yang lebih mengedepankan perasaan.Dalam sekejap bisa berubah.Begitu juga dengan Susan.Meskipun awalnya dia tidak
Kedua mata wanita blasteran itu membulat sempurna.Tentu dia bisa menebak siapa yang ingin bicara dengannya. Dia pun berusaha untuk duduk supaya tetap tenang dan tetap bertanya dulu guna memastikan.“Si-siapa, Pak?” ucapnya gugup.Lalu tanpa menjawab petugas itu langsung memberikan gagang telepon pada orang di sampingnya.[“H-ha … halo, Angel. A-apa kabar?” ucapnya dengan terbata.]Tentu saja Angelina tahu dan mengenal dengan baik siapa orang yang sedang bicara dengan saat ini.‘Mas Hendra!’ batinnya terkejut.“Untuk apa lagi kau menelponku? Berani sekali kau melakukan ini!” ketusnya langsung.Tangannya sampai mengepal dengan erat untuk meredam emosi yang mulai bergejolak di dadanya.Hendra pun menelan ludahnya dengan kasar dia tahu tidak mungkin Angelina mau bicara dengannya atau lebih tepatnya orang yang sebentar lagi jadi mantan istrinya itu.Namun dia tidak punya pilihan lain.[“Angel, to-tolong dengarkan aku sebentar saja! Aku ingin bicara hal serius denganmu,” mintanya dengan s
Damar pun kembali ke perusahaannya setelah mengintai perusahaan Sam dari jauh.Dia pun mulai berpikir keras sekarang karena harus bisa membuat rencana selanjutnya. Apalagi Rio dan juga Johan sudah menyerahkan hal ini padanya.Tentu saja rasa gengsinya yang tinggi tidak akan terima kalau sampai ia gagal melakukannya."Perusahaan mereka cukup besar. Aku yakin butuh sesuatu yang berbeda untuk menumbangkan mereka. Ini tidak mudah," gumamnya seorang diri.Damar pun mengelus dagu dengan tangan kanannya.Lalu ia pun mengambil ponselnya dan menelpon temannya. "Halo, Johan! Aku sedang memikirkan kalian berdua dan juga rencana waktu itu. Menurutmu apa yang harus kita lakukan pada pemuda itu?"["Kenapa? Apa sekarang kau ragu?" tanya Johan memastikan.]Pria itu tersenyum sinis."Tentu saja tidak!" jawab Damar cepat. "Aku memang baru saja kembali ke perusahaanku setelah lewat di depan perusahaan mereka. Mereka sama sekali tidak bisa membuatku gentar. Ingat, kalian masih ada janji padaku!" ucapnya
Sarah sampai tergagap mendengar ucapan dari wanita yang terlihat masih muda itu. “Maaf, Mbak. Saya ini serius! Saya memang datang untuk membeli toko itu. Saya akan membuka toko kue,” jelas Sarah berusaha untuk meyakinkan. Tapi wanita itu malah mengangkat bibir atasnya dan memandang Sarah dengan remeh karena saat ini istri dari Samuel itu hanya memakai kaos blus yang dipadukan dengan celana jeans dan memakai sepatu Slip On biasa.Itu semua adalah baju yang biasa Sarah pakai bahkan sebelum menikah dengan Sam. Itu sebabnya dia terlihat sangat sederhana, bahkan mungkin tidak akan ada yang percaya kalau dia akan membeli salah satu ruko yang ada di kawasan elit itu. Sarah pun mengeluarkan kartu miliknya dan menyodorkannya di depan karyawan itu.“Ini, Mbak! Saya bisa bayar sekarang. Mana dokumen dan kuncinya? Mama mertua saya bilang saya tinggal mengambil kuncinya saja di sini!” ucapnya mulai terlihat kesal. Gadis itu pun mengambil kartu itu lalu membolak-baliknya.“Kartu apaan nih? Kart
Kening Sam berkerut mendengar ucapan Sarah. Dia melepaskan genggaman tangannya di pundak istrinya yang cantik itu secara perlahan. Kali ini Sam benar-benar memasang wajah mode serius. "What? Bisnis apa, Sarah?" Sam sedikit bingung kemana arah pembicaraan ini. Sarah sudah menduga reaksi yang akan Sam berikan saat dia mengutarakan keinginannya itu. Dia pun mengatur napas dan kembali berkata, "Aku kan sangat suka memasak, apalagi membuat cake. Jadi aku mau buka toko kue sendiri, Sam. Aku mau punya kegiatan juga daripada … hanya duduk bengong di rumah," jelasnya sedikit takut dengan wajah tertunduk. "A-apa? Hahaha!"Tidak seperti dugaan Sarah, Sam malah menertawakannya. "Loh, kenapa kamu ketawa? Apa ada yang lucu?" Sarah bertanya dengan polosnya. Sam menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Aku pikir kamu akan mengatakan sesuatu yang aneh atau apalah yang membuatku khawatir, ternyata hanya itu. Kenapa tidak la
Rio tersenyum senang mendengar itu. Keduanya pun bergegas menghampiri meja tempat pria itu sedang duduk. Johan pun mulai mengenalkan Rio dengan temannya itu secara langsung. Pria itu pun berdiri untuk menerima jabatan tangan dari Rio. "Aku Rio! Senang bertemu denganmu!" ucapnya mulai duluan. Dia pun tersenyum tipis, "Aku Damar! Senang bertemu denganmu juga!" jawabnya dengan suara berat yang khas. Terdengar sangat jantan dan pria sekali. Tubuh tinggi, tegap dengan kulit sawo matang semakin menambah kesan kalau dia orang yang pekerja keras. "Oke, Tuan-tuan. Cukup basa basinya! Mari kita lanjutkan obrolan ini dengan hal yang lebih serius!" ujar Johan terlihat bersemangat. Mereka pun duduk di kursi masing-masing, melingkari meja kaca yang ada di tengah. Tentu saja, Johan akan membahas soal masalah yang sudah menimpa Rio karena satu kesalahannya. Sekarang mereka ingin meminta bantuan pada Damar untuk menyaingi Sam. Ya, Damar Suseno adalah pengusaha yang sukses.Sama seperti Sam
"A-apa?! Untuk apa, Tuan?" kening Juna langsung berkerut bingung. Sam pun menyandarkan punggungnya ke kursi. Terlihat tidak ada beban dan rileks. "Tenanglah, Juna. Aku punya rencana lain kali ini," ucap Sam santai. Juna pun mendengarkan apa yang Tuannya itu katakan tentang rencananya. Meskipun sedikit berbelit dan rumit tapi Sam akan berpura-pura tidak tahu perihal kebebasan Rio. "Tapi aku sedang tidak ingin membicarakan mereka saat ini, Juna. Nanti saja kita urus mereka. Fokus dulu pada jadwal pekerjaan kita ke depan. Lagipula aku tidak mau mereka mengambil alih semua pikiranku. Mereka itu hanya tikus kecil!" ujar Sam sambil mengibaskan tangan kanannya. Juna mengangguk setuju, tapi baginya tetap saja hal itu mengganggu pikirannya dan membuatnya tidak tenang. Bagaimanapun juga mereka sekarang akan terang-terangan menjadi musuh setelah kejadian ini. Entah kenapa perasaannya yakin akan hal itu. Dia juga ma
Johan pun tersenyum menyeringai dan menjawab dengan santai. "Tentu saja! Jangan panggil aku Johan kalau tidak bisa melakukan hal itu!" ujarnya dengan menepuk dada sebelah kirinya, terkesan bangga. Mereka berdua pun tertawa bersama dan sangat terlihat akrab dengan merangkul pundak masing-masing. "Ayo! Aku traktir minum sepuasnya! Hahaha!" serunya dengan bersemangat. Mereka pun masuk ke dalam mobil untuk pergi ke klub miliknya. Hari ini khusus untuk merayakan kebebasannya setelah beberapa waktu merasakan dinginnya tidur di balik dinding sempit dan pengap. Pria itu adalah Rio. Ya, Johan memenuhi janjinya untuk menolong temannya itu ke luar dari penjara. Tentu saja dengan uang Rio miliki saat ini cukup untuk membuatnya bebas dengan syarat tetap harus ada penjamin yang mewakilinya. Meskipun Sam sudah meminta pihak kepolisian untuk memberatkan hukumannya tapi pria itu tidak gentar dan putus asa.Dia sudah banyak melakukan segala cara untuk bisa bebas. Dan akhirnya setelah lama men
Kedua mata Reno pun terbelalak lebar. Entah kenapa dia merasa sangat takut kalau sudah menyangkut nama Papanya. Kali ini Juna berhasil membuatnya semakin kehilangan kendali. Tapi dia sudah bicara jujur dan mengungkapkan segala sesuatu yang Juna inginkan. Reno pun memutuskan untuk melunak dan mengikuti apa yang pria itu mau. Demi papanya!"Ja-jangan! Aku mohon jangan ganggu Papaku! To-tolong dengarkan aku! Aku bicara jujur dan sudah mengatakan semuanya padamu. Aku tidak tahu menahu tentang apa yang gadis itu lakukan! Percayalah!" ucapnya dengan mengiba. Sorot matanya terlihat sangat ketakutan sekaligus sedih. Reno tidak ingin Papanya susah lagi karena ulahnya. Uang mereka sudah banyak habis untuk menebusnya dari penjara. Dia tentu saja tidak ingin jatuh miskin. Saat ini saja mereka masih cukup kesulitan untuk mengembalikan harta kekayaan yang hampir terkuras habis. Demi menyelamatkan perusahaan dan nama ba
Juna pun menautkan kedua alisnya mendengar permintaan Sam. Dia pikir Tuannya itu akan membicarakan soal pekerjaan atau sebuah proyek baru, tapi ternyata malah mencari pria yang sudah seharusnya mereka lupakan. "Maaf, Tuan. Kalau boleh saya tahu, untuk apa Tuan mencari pria itu? Bukankah kita tidak ada urusan lagi dengannya?" Juna memberanikan diri untuk bertanya. Sam pun membuka kancing jasnya dengan cepat dan duduk di kursi kebesarannya. "Juna, apa kamu lupa? Bukankah gadis gila itu bilang kalau ada yang membantunya bebas? Mereka bebas bersama dari penjara dan bisa saja kan pacarnya itu membantunya dalam penyerangan kemarin! Kau harus cari tahu hal itu!" ucapnya tegas. Juna pun buru-buru mengatupkan mulutnya. Dia malu, kenapa bisa sebodoh ini dan tidak terpikirkan ke arah sana.Padahal dialah yang seharusnya memikirkan hal itu, bukannya Sam. Juna pun mengangguk cepat sebelum Sam jadi marah, "Maafkan saya, Tuan! Saya ak