Sebelum itu..
Sam baru saja keluar menuju parkiran.Tapi alangkah terkejutnya Juna saat melihat kedua ban mobil itu sudah kempes."Tuan, sepertinya ban mobilnya kempes?" ucapnya sambil berjongkok memeriksa."Apa? Bagaimana kita bisa kembali ke kantor? Aku tidak bisa mengantar Sarah kalau begini! Coba kamu periksa lagi!" teriaknya dengan marah sambil menyisir rambutnya dengan kasar."Baik, Tuan!"Juna pun kembali melihat ban depan dan belakang, memeriksa dengan teliti dan benar pada bagian ban itu dan ternyata bautnya longgar."Tunggu sebentar, Tuan. Saya akan meminta pihak hotel untuk menelpon bengkel,"Sam hanya mengangguk, lalu dia menendang salah satu ban itu untuk meluapkan kekesalannya.Juna meminta karyawan hotel membawa mobil Sam untuk diperbaiki.Setelah itu dia kembali menemui Tuannya."Sekarang bagaimana, Tuan? Apa kita jadi menjemput Nona Sarah atau bagaimana?" tanya Juna menung"Apa? Kenapa kau baru memberitahuku sekarang? Kenapa tidak dari tadi sebelum mereka pergi membawa Sarah?!" Sam langsung naik pitam.["Maaf, Bos. Saya tadi buru-buru mengikuti mobil mereka sebelum kehilangan jejak. Tapi saat ini Nona Sarah sedang baik-baik saja, sepertinya dia hanya pingsan. Mobil mereka masih di sana, Bos!" pria itu berusaha menjelaskan alasannya.]Sam mengusap wajahnya dengan kasar."Lalu kemana mereka membawa Sarah?" suaranya sedikit melunak sekarang.["Di gudang kosong, Bos. Saya akan mengirimkan lokasinya segera, Bos!" jawabnya mantap.]"Oke, aku maafkan kau kali ini! Tetap tunggu di sana dan pantau terus apa yang mereka lakukan! Tunggu sampai aku tiba, kau paham?!" titahnya dengan nada dingin.["Baik, Bos!" jawab pria itu mengerti.]Telepon pun dimatikan."Sial!!!" Sam mengumpat karena lagi-lagi kecolongan.Dia menyesal sudah meninggalkan hotel itu tanpa menemui Sarah terlebih dahu
Sarah perlahan-lahan membuka matanya. Cahaya penerangan yang minim membuatnya kesulitan untuk mengenali tempat itu.Dia merasa tubuhnya pegal dan tidak bisa digerakkan.Sarah pun melihat sekitar dan menyadari saat ini dia sedang duduk di kursi dan masih mengenakan baju yang sama yaitu seragam kerjanya.'Ya Tuhan! Aku ada dimana?' hatinya menjerit takut.Dia melihat sekeliling yang penuh dengan barang tidak terpakai dan berdebu."Hmmmmpphhh!"(Tolong, lepaskan aku!)Mulutnya masih dilakban jadi tidak bisa mengeluarkan suara.Kaki dan tangannya pun dalam keadaan terikat.Sarah berusaha melepaskan ikatan tangannya di belakang kursi dengan meronta dan memutar lengannya. Tapi ikatan itu terlalu kuat hingga membuat kulitnya perih.Akhirnya dia hanya bisa menangis karena kesakitan dan juga ketakutan.'Sam, selamatkan aku! Aku takut! Cepatlah datang, Sam! Ya
"Kita buang saja ke jurang, Tuan?" jawab Juna dengan senyuman jahil.Mereka berdua pun tertawa dengan keras.Reno yang mendengar ucapan mereka, mendadak bergidik ngeri membayangkan kalau itu benar-benar terjadi.Rasanya dia ingin sekali kabur dari sana tapi tubuhnya sudah tidak berdaya.Reno pun berusaha meronta dengan sisa tenaganya, "Lepaskan aku bedebah! Lepas!" teriaknya dengan suara yang parau.Sam pun menghampiri Reno yang tergeletak di tanah.Dia mencengkram wajahnya yang sebagian ada memar di pipi karena dipukul oleh Juna tadi."Tenang saja, Reno. Aku cuma bercanda kok! Kau akan aku bawa ke tempat lain yaitu penjara! Selamat membusuk di sana, ya!" bisik Sam tepat di depan wajahnya.Mata Reno membulat sempurna mendengar itu."Sialan!" umpatnya kesal.Dia terlalu meremehkan Sam. Meskipun mereka sudah menyewa preman yang banyak tapi hasilnya mereka tetap kalah dan tidak mendapatkan apapun dari renca
Sarah tampak cantik dengan dress berwarna peach berlengan panjang dengan sepatu high heels lima senti berwarna cream dan dia juga memakai aksesoris yang tidak berlebihan.Semua yang melekat di tubuhnya sangat cocok dan pas untuk gadis sederhana seperti dia.Sam sampai pangling melihat penampilan pacarnya yang tidak biasanya."Kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanya Sarah yang risih karena dia tidak berhenti dari tadi melihatnya."Aku hanya kagum. Ternyata pacarku sangat cantik!" pujinya tulus sambil menjawil dagu Sarah.Gadis itu hanya tersipu malu, "Kamu selalu mengatakan itu setiap kali melihatku. Tidak peduli aku memakai baju apapun,""Nah! Itu kamu tahu!" jawab Sam dengan alis yang naik turun.Dia memang sengaja menggoda kekasihnya itu.Sam tahu kalau Sarah gugup untuk bertemu dengan kedua orang tuanya, jadi dia berusaha untuk bertingkah sekonyol mungkin untuk merilekskan pikiran gadis itu dan menghilangkan ras
Kening Susan berkerut mendengar jawaban dari anaknya itu.Padahal dia tahu betul kalau Sam sangat mencintai Sarah dan selalu mengatakan itu saat menentangnya dulu, tapi sekarang kenapa malah tidak mau."Kenapa, Sam? Apa maksud ucapanmu itu?!" tanya Susan heran.Sam menghembuskan napas dengan kasar. Lalu menatap Mamanya dengan lekat."Sam belum siap, Ma. Ada banyak hal yang harus Sam urus dan persiapkan. Lagipula ini masih terlalu awal. Aku juga masih harus fokus pada perusahaan kita," jelasnya dengan wajah sangat serius.Susan pun menghela napas mendengar itu.Dia tahu perusahaan memang penting, tapi Sam juga sudah cukup matang untuk itu."Tapi, Sam. Mama ingin cepat punya cucu setelah tadi mengobrol panjang dengan Sarah. Kalau kalian punya anak, rumah ini pasti akan ramai lagi," ungkapnya dengan wajah sendu.Hati manusia memang tidak bisa ditebak. Apalagi seorang wanita yang lebih mengedepankan perasaan.Dalam sekejap bisa berubah.Begitu juga dengan Susan.Meskipun awalnya dia tidak
Sam sangat bersemangat saat pulang kerja hari ini.Dia dengan cepat masuk ke dalam mobil dan membawanya dengan kecepatan sedang.Dia sudah tidak sabar untuk mengambil benda penting yang sudah dipesan oleh Juna tadi siang.Karena tidak bekerja hari ini jadi Sam yakin kalau Sarah berada di apartemen seharian.Gadis itu sudah beberapa kali memberi pesan kalau sudah merasa bosan karena tidak melakukan aktivitas apapun.Sam sudah memberi kabar pada Sarah untuk menunggunya datang. Dia akan mengajak gadis itu pergi ke suatu tempat.Setelah semua sudah siap Sam pun tiba ke apartemen untuk menjemput Sarah."Ayo, Sayang. Cepat siap-siap! Kita harus pergi sebelum sore," ucap Sam dengan semangat."Memangnya kita mau ke mana, Sam?" tanya Sarah heran.Tidak biasanya Sam mengajaknya pergi dengan terburu-buru seperti itu."Nanti kamu juga akan tahu kok, oke? Ayo!" jawab Sam tersenyum simpul.Sarah pun mau tidak mau berdandan secepat kilat dan mengambil baju yang mana saja dia lihat cocok."Aku sudah
Hendra mengacak meja kerja itu untuk menyalurkan emosinya sehingga beberapa file berantakan, karena baru saja melihat data yang ada di depan laptopnya.Pria itu meremas rambut hitamnya dengan kedua tangan, napasnya tersengal seperti habis lari maraton dan dia duduk dengan gelisah."Bagaimana ini? Kenapa aku bisa salah perhitungan?!" gumamnya seorang diri.Hendra merasa bahwa uang yang dimiliki perusahaannya masih banyak, sesuai dengan dugaan dan perkiraan dirinya sendiri.Tapi ternyata dia salah, selama ini memang Hendra suka berfoya-foya dan menghamburkan uang tanpa memperhitungkan uang keluar dan uang masuknya.Sementara saat ini perusahaan sedang membutuhkan banyak dana untuk memulai proyek barunya bersama beberapa klien.Hendra pun menghembuskan napas berulang kali, berusaha untuk tenang. Dia tidak ingin bertindak terburu-buru, agar bisa mengatur semuanya kembali dengan benar."Bagaimana ini? Apa yang harus kukatakan pada Angelina nanti!"Hendra pun langsung berpikir keras untuk m
"Apa? Kenapa tidak bisa, Mbak? Ini kan uang saya dan atas nama saya!" bentaknya dengan mata terbelalak.Karyawati bank itu tetap tersenyum, "Maaf, Bu. Sepertinya akses Ibu Angelina sudah dibekukan. Silahkan pastikan ke perusahaan terlebih dahulu, baru Ibu bisa kembali menemui kami," jelasnya dengan lembut dan sopan.Angelina seperti kehabisan kata-kata mendengar penuturan wanita yang ada di depannya ini, mulutnya sampai terbuka karena tidak percaya.Dengan menahan malu akhirnya Angelina pun membatalkan transaksi itu.Dia benar-benar tidak menyangka kalau Adam setega itu padanya.Adam benar-benar membuktikan ucapannya dulu pada adiknya itu, kalau dia akan membatasi gerak-geriknya dalam perusahaan.Angelina pun memutuskan untuk pulang ke rumah.Dia butuh waktu untuk menenangkan diri. Ia juga terlihat bingung dan gelisah.Entah apa yang harus dia katakan pada suaminya nanti, padahal Hendra sangat berharap pada uang itu."Shit! Kenapa jadi begini, sih?!" umpatnya sambil memukul kemudi mob