Home / Romansa / Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi! / Bab 1. Kehilangan Buah Hati

Share

Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!
Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!
Author: Solana

Bab 1. Kehilangan Buah Hati

Author: Solana
last update Huling Na-update: 2025-03-10 00:03:27

Primrose duduk di ruang tamu seorang diri. 

Kesunyian yang melingkupi rumah besar itu terasa membekukan. Tidak ada lagi suara tawa atau celotehan ringan sang putri yang biasanya membuat rumah itu terasa hangat. 

Ditatapnya nanar bingkai foto mendiang Daisy yang cemberut saat pertama kali masuk TK.

Kala itu, suaminya tak hadir, sehingga Primrose terpaksa berbohong dan mengatakan pada putrinya jika sang ayah harus menyelamatkan banyak nyawa di perusahaannya.

“Mama, Papa tidak suka Daisy, ya?” tanya Daisy saat itu. Wajahnya tampak sedih, bahkan hampir menangis. Semua murid didampingi oleh ayah dan ibu mereka, kecuali Daisy. 

Sepasang matanya yang polos menatap seorang anak seumuran dirinya yang digendong dan tertawa bersama sang ayah.

Hati Primrose mencelos mendengar pertanyaan itu. 

“Bukan begitu, Sayang. Papa hanya sedang sibuk. Daisy tahu kan, Papa bekerja keras untuk kita?” 

“Jadi kapan Papa tidak sibuk, Mama? Daisy mau main sama Papa.”

Senyum getir terbit di wajah Primrose. “Sabar ya, Nak. Nanti Papa pasti ajak Daisy bermain kalau sudah tidak sibuk di kantor,” katanya sambil mengusap puncak kepala anaknya dengan lembut.

“Sungguh?” Mata gadis cilik itu berbinar penuh harapan.

Sekali lagi, Primrose memaksakan senyum dan melontarkan janji palsu yang tak akan pernah terwujud.

“Daisy… maafin Mama….” 

Tangis Primrose akhirnya pecah. Dadanya terasa sesak mengingat putrinya selalu percaya pada kebohongannya tentang Aiden.

Bahwa ayahnya itu sayang padanya. Bahwa ayahnya peduli padanya. Hanya saja, ia tak bisa selalu hadir di sisi Daisy karena kesibukannya.

Primrose tertawa getir. Sungguh, dosanya terlalu besar. 

Ia menatap tangan kurusnya yang gemetar, tangan yang digenggam Daisy di detik-detik terakhirnya. 

Beberapa hari yang lalu, putrinya mengalami kecelakaan di depan sekolah tepat saat Primrose hendak menjemputnya. Namun, setelah dibawa ke rumah sakit, nyawa Daisy tidak terselamatkan. Kondisinya sudah sangat rentan karena penyakit jantung bawaan yang diderita putrinya sejak lahir, dan kecelakaan itu menimbulkan cedera yang fatal.

Primrose ingat, dalam kondisi kritis sekalipun, gadis kecil itu masih sempat memikirkan ayahnya.

“Mama… Papa masih sibuk, ya?” 

“Mama… Daisy mau peluk Papa… sekali aja….”

“Mama… bilang pada Papa kalau Daisy sayang Papa dan Mama….”

Primrose tergugu sambil memukul dadanya yang terasa sesak hingga napasnya tersendat. 

Bahkan sampai kematiannya, ia masih berbohong tentang Aiden pada putrinya.

Primrose tidak tega menyakiti anaknya dengan kenyataan pahit bahwa Aiden tidak hadir karena memilih bersama anak dari cinta pertamanya.

Keluarga Aiden? Jangan tanyakan! Mertua dan iparnya sama sekali tidak peduli dan malah menyuruh Primrose sadar diri.

Tiba-tiba, suara pintu depan terbuka. Primrose menegakkan kepala dan mengusap air matanya, sedikit berharap, meski ia tahu itu hanya harapan kosong. 

Aiden datang untuk menenangkannya? Mustahil. 

Yang datang hanya Celine Fillmore, dengan senyum lebar dan langkah penuh percaya diri.

“Prims, kau baik-baik saja?” 

Celine berbicara dengan nada yang terdengar lebih seperti ejekan daripada perhatian. Ia mengenakan gaun yang membalut tubuhnya dengan sempurna.

Celine tahu persis bagaimana cara mempertahankan statusnya di mata keluarga Aiden, dan kini, ia tampil lebih percaya diri.

“Di mana Aiden?” Primrose bertanya dengan suara serak, mencoba tetap tenang meski getaran dalam suaranya tak bisa disembunyikan.

Celine terkikik kecil, duduk di seberang Primrose dengan sikap yang begitu santai, seolah ia tengah berada di rumah sendiri.

“Oh, Prims Sayang, rupanya kau menunggu Aiden?” 

Primrose mengabaikan keramahan palsu itu. 

“Aiden sedang di rumah,” katanya. “Maksudku, rumah kami,” Celine menekankan kata terakhir dengan sengaja. 

“Dia lebih memilih menemani aku dan anak kami. Maafkan aku, aku tahu ini pasti berat untukmu. Tapi, aku rasa Aiden memang harus fokus pada keluarga kecil kami sekarang.”

Primrose merasa seolah ada pisau yang ditancapkan ke dalam hatinya.

“Jadi, itu yang kau harapkan? Aiden memilihmu dan meninggalkan aku begitu saja?” Primrose berdiri, menatap Celine dengan tatapan tajam yang penuh amarah. “Kau merasa ini adalah kemenanganmu?”

Celine hanya tersenyum, seolah kemenangan yang dimaksud tidak lebih dari sekadar permainan.

“Aku tidak perlu menjelaskan apapun padamu, Prims. Sejak awal, Aiden hanya mencintaiku, dan sekarang dia memilih aku. Kau hanya seorang penghalang. Tidak lebih.”

Setiap kata yang keluar dari mulut Celine semakin mengeratkan rasa sakit di dada. Primrose berusaha mengatur napas, menahan desakan air mata yang ingin kembali keluar. 

Tapi ia tidak ingin terlihat lemah. Tidak di depan Celine. Tidak di depan orang-orang yang sudah menganggapnya sebagai orang tak berguna.

“Aku bukan penghalang. Aku adalah istri sahnya, Celine.” Primrose berkata dengan penuh keyakinan, meskipun hatinya hampir hancur.

Celine kembali tertawa, mengedikkan bahunya dengan santai. “Istri sah? Lihatlah dirimu, Prims,” katanya sambil mengarahkan pandangan pada penampilan Primrose yang jauh dari kata layak.

“Aiden sudah membuat pilihan. Dan kau tidak termasuk di dalamnya. Sekali pun tidak pernah.”

Primrose merasa marah, sangat marah. Untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar ingin menghancurkan semuanya.

Namun, ia bahkan tidak mampu membalas ucapan wanita di hadapannya itu. 

Celine berdiri dan menghampiri Primrose dengan langkah gemulai. 

“Kalau kau berencana melakukan sesuatu,” katanya sambil mengusap rambut Primrose dengan lembut. “Sebaiknya simpan tenagamu. Kau tak perlu repot-repot. Kita berdua tahu siapa pemenangnya sejak awal.”

**

Malam itu, Aiden akhirnya kembali setelah seminggu menghilang tanpa kabar. 

Primrose sedang duduk di tepi ranjang saat pria itu masuk ke dalam kamar. Ia seolah tidak melihat Primrose, ia hanya melewatinya begitu saja, dan berjalan menuju lemari pakaian mereka. 

Seperti tidak ada yang berubah. Seperti tidak ada tragedi yang baru saja menimpa keluarga mereka. Seperti tidak ada kehilangan besar yang terjadi.

“Aku cuma mau ambil beberapa pakaian,” kata Aiden dengan suara datar. “Aku akan pergi ke rumah Celine setelah ini.”

Primrose merasa darahnya mendidih mendengar nama Celine disebut. Itulah wanita yang selama ini merebut perhatian suaminya, wanita yang membuatnya merasa terbuang dan tidak dihargai. 

“Jadi, kau kembali hanya untuk itu?” Primrose berkata dengan suara bergetar, berusaha menahan diri agar tidak meledak. “Hanya untuk mengambil pakaianmu dan pergi ke rumah Celine—oh, rumah kalian?”

Aiden berhenti sejenak, menoleh ke arah Primrose dengan ekspresi bingung. “Kenapa? Ada masalah?” tanyanya.

Primrose bangkit dari tempat duduknya, tangannya gemetar karena marah. “Masalah? Apa kau tidak tahu apa yang terjadi, Aiden?!” suaranya semakin tinggi, hampir tak terkendali. “Daisy sudah meninggal! Anakmu! Anakku!”

Aiden membeku, seolah tidak percaya dengan apa yang didengar. “Apa maksudmu, Prims?” tanyanya, tampak terkejut.

Primrose nyaris tak bisa menahan air matanya. “Dia meninggal karena kecelakaan, Aiden! Tapi kau... kau tidak ada! Kau bahkan tidak datang ke pemakamannya! Kau hanya sibuk dengan Celine!” suaranya pecah, amarahnya begitu meledak hingga mengguncang seluruh tubuhnya.

Aiden tampak kehilangan kata-kata. Dia menelan ludah susah payah.

Daisy … meninggal?

Dua kata itu terdengar begitu jauh, begitu asing.

Namun, Aiden hanya berdiri diam. Ekspresinya begitu sulit dibaca. Sepasang matanya tampak penuh perhitungan, seolah tengah mencerna informasi yang baru saja ia dengar.  

“Apa kau tahu apa yang dikatakan Daisy di saat terakhirnya?” Suara Primrose terdengar parau. “Meski kau tidak pernah menganggapnya ada, dia bilang dia sayang padamu. Dia ingin sekali saja bisa memelukmu. Tapi kau ….”

Aiden masih bergeming.

“Apakah... apakah kau tidak merasa kehilangan sama sekali, Aiden?” Primrose bertanya dengan suara penuh isak, matanya menatap nanar ke arah suaminya. “Anakmu, anak kita … dia sudah tiada. Apa kau tidak merasa apa-apa? Apa kau tidak merasa sedikit pun kesedihan karena dia meninggal—”

“Dia… bukan anakku.”[]

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 2. Dilukai Lebih Dalam

    Primrose tertegun. Jantungnya seolah berhenti berdetak mendengar ucapan pria di hadapannya itu. Aiden menatap Primrose lekat. Semburat sedih yang sekilas mewarnai wajahnya sesaat lalu telah lenyap, menyisakan tatapan tajam dan ekspresi dingin yang membuat Primrose membeku.“Daisy bukan anakku.”“Apa maksudmu, Aiden?” Primrose akhirnya menemukan suaranya yang sempat hilang.“Kau tahu apa maksudku,” sahut Aiden dingin, seolah ia tidak baru saja melukainya dengan tega.Primrose tahu selama ini Aiden tidak pernah peduli pada Daisy, tapi ia tidak menyangka bahwa pria itu benar-benar tidak menganggap Daisy sebagai anaknya. Darah dagingnya.“Kau—”Ucapan Primrose terhenti karena ponsel Aiden berdering. Pria itu segera mengangkatnya.“Ya?” suara Aiden terdengar dingin dan jauh. “Aku akan segera datang,” lanjutnya.Primrose merasa seluruh tubuhnya kebas. Hatinya pedih mendengar suara Celine di ujung telepon itu. Celine—wanita yang Aiden prioritaskan di atas segalanya, termasuk anak mereka ya

    Huling Na-update : 2025-03-10
  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 3. Mari Kita Akhiri

    Primrose terdiam seribu bahasa. Semua kata-kata yang dilontarkan ibu mertuanya seolah mematahkan semangat hidupnya yang sudah nyaris hilang.“Cukup,” kata Primrose dengan suara pelan. “Kalau aku memang bukan siapa-siapa di mata Aiden dan keluarga ini, aku akan pergi. Aku tidak akan tinggal di sini untuk mendengar hinaan kalian lagi.”Amber tersenyum puas mendengarnya, seolah-olah semua usaha untuk menghancurkan semangat Primrose akhirnya membuahkan hasil. “Baiklah, kalau itu yang kau mau,” Amber berkata ringan, lalu melangkah ke arah pintu. “Pergilah. Kau bisa tinggal di tempat lain kalau kau merasa tidak dihargai di sini. Aiden juga tidak akan peduli. Dia sudah punya hidupnya sendiri.”Amber meninggalkan Primrose dalam keheningan. Suasana di rumah itu terasa begitu berat, seolah udara menjadi lebih pekat, lebih sulit untuk dihirup. Primrose hanya berdiri diam di sana, tak tahu harus berbuat apa. Kata-kata Amber berputar-putar di kepala, seperti siulan yang terus bergema, menambah d

    Huling Na-update : 2025-03-10
  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 4. Daisy, Mama Datang...

    Gerimis turun ketika Primrose berdiri di depan pusara kecil yang dingin dan sunyi. Ia meletakkan sebuket bunga daisy di dekat batu nisan berwarna putih itu. Nama Daisy Eleanor Reeves terukir di sana, diiringi tanggal lahir dan wafatnya yang terlalu singkat. Primrose berlutut, jemarinya yang kurus menelusuri ukiran itu seakan ingin menyentuh anaknya sekali lagi.Tapi Daisy tidak ada. Daisy sudah pergi. Dan dia tidak akan kembali.Air mata menggenang di pelupuk mata Primrose, mengaburkan penglihatannya.“Kenapa… kenapa kamu meninggalkan Mama secepat ini, Nak?” Suaranya bergetar, hampir tak terdengar di antara rintik hujan.Dada Primrose terasa kosong, seperti ada lubang menganga yang menelan semua yang tersisa dari dirinya.Ia merenggut tanah basah di depannya, menggenggamnya erat seolah memohon agar Daisy kembali.Tanpa Daisy, dunia terasa begitu gelap dan menakutkan.“Mama sudah berusaha, Sayang. Mama sudah mencoba bertahan... tapi sekarang Mama sendirian. Tidak ada yang peduli. Ti

    Huling Na-update : 2025-03-10
  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 5. Seharusnya Sudah Berakhir

    Cahaya lampu putih yang dingin menerangi koridor rumah sakit, menciptakan bayangan samar di lantai. Di kursi tunggu, Aiden duduk dengan punggung menegang, tangannya saling bertaut di atas lutut.Tatapannya terpaku pada dinding putih di hadapannya, tapi pikirannya berkelana entah ke mana.Primrose sudah melewati masa kritis. Itu yang dikatakan dokter beberapa saat lalu. Mereka berhasil menyelamatkannya, tapi sampai sekarang, wanita itu belum juga sadar.Aiden menghela napas, mengangkat tangan dan mengusap wajahnya kasar. Bodoh. Benar-benar bodoh!Kenapa wanita itu melakukan hal seperti ini?Saat ia menemukan Primrose beberapa jam yang lalu, tubuhnya sudah lunglai di sofa, napasnya lemah, dan wajahnya pucat pasi. Jika ia terlambat beberapa menit saja, Primrose pasti sudah mati.Pikiran itu membuat dadanya seolah terhimpit oleh sesuatu yang berat. Tapi Aiden buru-buru mengusirnya. ‘Apa peduliku?’ Wanita itu bukan siapa-siapa baginya. Ia menegaskan hal itu berkali-kali dalam pikiranny

    Huling Na-update : 2025-03-10
  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 6. Seperti Sampah yang Dibuang

    Hari-hari berlalu, dan Primrose masih terjebak di tempat yang sama. Aiden tidak pernah datang lagi setelah malam itu. Seolah ia menghilang ditelan bumi. Tapi Primrose tak lagi peduli. Ia sudah terlalu lelah untuk berharap.Matanya menatap kosong ke luar jendela, melihat langit yang mulai menggelap. Senja menjatuhkan cahaya keemasan ke dalam kamarnya, tetapi itu tidak membawa kehangatan sedikit pun. Dalam hening, Primrose hanya bisa bertanya-tanya, apa lagi yang tersisa untuknya? Untuk apa ia berada di sini?Pintu kamar tiba-tiba terbuka, membuyarkan lamunannya. Primrose menoleh, dan sejenak jantungnya berdebar. Apakah Aiden akhirnya datang? Namun, harapannya segera pupus saat melihat sosok yang berdiri di ambang pintu. Amber Reeves.Tatapan wanita itu dingin dan penuh ketidaksabaran saat melangkah masuk. “Jadi, kau masih di sini juga,” katanya, suara sinisnya memenuhi ruangan.Primrose tidak menjawab. Ia terlalu lelah untuk bertengkar, tetapi Amber tidak membutuhkan jawaban untu

    Huling Na-update : 2025-03-28
  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 7. Pertemuan Tak Terduga

    Primrose terpaku menatap pria yang berdiri di hadapannya. Ia mengerjapkan mata, memastikan bahwa ia tidak salah lihat. “Matthias?” suaranya bergetar, nyaris tidak percaya. Sudah beberapa tahun sejak terakhir kali mereka bertemu.Pria itu tersenyum lebar. “Hai.”Primrose masih terkejut. “Kau… kenapa ada di sini? Bukankah seharusnya kau di luar negeri?”Matthias melangkah mendekat, menyingkap sebagian wajahnya yang sempat tertutup bayangan. “Aku sudah pulang beberapa hari yang lalu.”“Oh…” Hanya itu yang bisa Primrose ucapkan. Matthias mengamati Primrose dalam diam. Tatapannya menyapu wajah pucatnya, mata sayu yang dipenuhi kelelahan, serta tubuhnya yang gemetar menahan dingin. Itu membuat Primrose merasa sedikit tidak nyaman. Ia tahu betapa mengenaskan penampilannya sekarang.“Kau baik-baik saja?” Matthias bertanya pelan.Primrose menegang sesaat, lalu mengangguk kecil. “Aku tidak apa-apa.”Matthias tampak tidak yakin. Tanpa banyak bicara, ia melepas jasnya dan menyodorkannya ke a

    Huling Na-update : 2025-03-29
  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 8. Lebih Dalam dari Amarah

    Keheningan yang terjadi begitu pekat, menciptakan ketegangan di antara mereka.Ekspresi Aiden tampak keras, dengan rahang yang mengatup rapat. Sepasang mata tajamnya menatap Matthias seakan mampu menembus lapisan-lapisan dalam dirinya.Dulu, mereka adalah dua cucu yang bersaing di bawah bayang-bayang kakek mereka, Anthon Reeves.Sebagai cucu pertama, Aiden selalu merasa bahwa posisi pewaris sejati ada di tangannya. Namun, Matthias dengan mudah mendapatkan perhatian dan kasih sayang sang kakek. Sifatnya yang ramah, periang, dan bisa membawa diri dengan baik membuatnya lebih disukai.Itu selalu membuat Aiden kesal. Padahal menurutnya, ia jauh lebih kompeten dibanding Matthias.Dan ketika sang kakek men

    Huling Na-update : 2025-03-30
  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 9. Dokumen Rahasia

    Keesokan harinya, suara gaduh dari luar kamar membangunkan Primrose dari tidurnya. Ia mengerjapkan mata, mencoba mengenali di mana dirinya berada.Ternyata ia ketiduran di kamar anaknya—satu-satunya ruang di rumah ini yang memberinya rasa aman.Dengan tubuh yang masih terasa lemah, Primrose bangkit dari kasur dan berjalan ke luar kamar.Namun, saat melihat apa yang terjadi di lorong rumah itu, matanya seketika membelalak.Dua pelayan sibuk memasukkan barang-barang yang dikenalinya ke dalam pastik dan kotak kardus besar. Itu adalah barang-barang dari ruang bermain Daisy.“Apa yang kalian lakukan?” Suara Primrose bergetar saat bertanya. Ia menatap ke arah kedua pelayan yang masih sibu

    Huling Na-update : 2025-03-31

Pinakabagong kabanata

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 30. Peringatan dari Aiden

    Istriku …Istriku.Kata itu bergema di telinga Primrose seperti kaset rusak. Selama enam tahun menikah, tak pernah sekali pun Aiden memperlakukannya sebagaimana istri pada umumnya. Tapi kini, Aiden tiba-tiba mengklaimnya sebagai istri di depan pria lain. Untuk apa? Mengapa baru sekarang setelah Primrose ingin menyerah dan membangun hidupnya yang baru tanpa Aiden di dalamnya?“Aku tidak suka mengulang ucapanku, Matthias,” kata Aiden, penuh penekanan di setiap katanya. Ekspresi wajahnya masih tampak mengeras. Begitu pula dengan Matthias yang masih mencengkeram salah satu pergelangan Primrose, tak berniat melepaskannya meski tatapan Aiden seolah siap membunuhnya.Aiden lantas menarik tubuh Primrose hingga wanita itu terhuyung membentur dadanya.“Akh!”Tapi Matthias tidak melepas tangannya begitu saja.“Primrose pulang bersamaku,” balas Matthias sama keras kepalanya.Primrose menelan ludah melihat kedua pria itu saling melempar tatapan permusuhan yang begitu kental. Udara di sekitar

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 29. Menjauh dari Istriku!

    “Prims, seseorang dari divisi pemasaran mencarimu.” Primrose menoleh pada salah satu rekan kerjanya itu. “Di mana dia?” tanyanya. “Dia menunggumu di pantry.”“Baik. Terima kasih,” sahut Primrose. Ia merapikan kertas-kertas yang berserakan di mejanya, lalu pergi ke arah pantry. Sudah sejak kemarin ia ingin menemui Elise, tapi temannya itu seperti hilang ditelan bumi.“El,” panggilnya begitu tiba di pantry kantor yang tampak sepi. Hanya ada Elise yang duduk sendirian di kursi bar.“Aku mencarimu dari kemarin,” kata Primrose. “Apa yang terjadi?”Elise tampak murung. Kilatan sedih di matanya tidak dapat disembunyikan. “Maafkan aku, Prims….”Primrose mengerutkan kening. Ia belum sempat bertanya kenapa ketika Elise kembali bersuara.“Aku tidak tahu kalau Aiden ternyata orang yang seperti itu,” lirihnya sedih.Primrose mencekal pergelangan tangan temannya khawatir. “El, apa yang dia lakukan padamu?” Elise menggelengkan kepala. “Tidak ada. Dia hanya berkata agar tidak ikut campur dalam ur

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 28. Sudah Berani Terang-terangan

    “Ada apa, Prims?” tanya Matthias saat melihat Primrose memucat usai berbicara dengan seseorang di telepon. Wanita cantik itu menatapnya sejenak sebelum memaksakan senyum tipis. “Aku harus kembali ke kantor,” katanya. “Aku akan menghubungimu lagi nanti.”Primrose tidak menunggu tanggapan dari Matthias. Ia langsung berbalik dan keluar dari lobi dengan langkah tergesa. Matthias menatap kepergiannya dengan tatapan penuh perhitungan. “Padahal aku bisa mengantarmu,” gumamnya pada diri sendiri.Di sisi lain, Primrose tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini.Ia menduga-duga apakah Elise sudah mengatakan yang sebenarnya kepada Madam Sophie, atau Aiden yang menemui atasannya itu secara langsung. Primrose menghela napas panjang. Sepertinya, ia harus mulai mencari pekerjaan yang lain. Ia tidak akan bertahan lama di kantor ini jika Aiden sudah ikut campur.Sesampainya di kantor, Primrose langsung berjalan menuju ruangan Madam Sophie. Ia mengetuk pintu dan membukanya begitu wa

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 27. Bantuan Tidak Terduga

    Primrose bergeming. Sementara Elise terkesiap di sebelahnya. “Prims, bukankah dia suami—”Elise tak sempat melanjutkan ucapannya karena Aiden kini sudah berdiri di hadapan mereka. Tatapannya masih terpaku pada Primrose, tampak menikmati kilatan gugup yang mewarnai raut pias wanita itu. Primrose menelan ludah, tidak berani membayangkan apa yang akan dilakukan pria ini di tempat umum! Apalagi, saat ini semua mata tengah tertuju pada mereka, seolah menanti tontonan apa yang akan disuguhkan.Namun, tatapan Aiden berpindah pada wanita berambut pendek di sebelah Primrose. Pria itu mengulas senyum tipis yang membuat siapapun akan terkesima, tidak terkecuali Elise. “Selamat pagi, Nona,” sapanya ramah. Terlalu ramah. Sangat tidak cocok dengan citra Aiden yang selama ini Primrose kenal.“Se-selamat … pagi ….” sahut Elise dengan suara pelan dan terbata, seolah nyawanya tidak benar-benar di sana. Wajahnya bersemu merah muda karena ditatap sedemikian rupa. “A-ada yang bisa saya bantu, Tuan?”

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 26. Pembawa Sial

    Selama beberapa detik, Primrose tidak berani membuka matanya. Ia diam di posisi yang sama hingga tubuhnya yang kebas mulai gemetar. Napas Aiden masih terasa begitu dekat, namun tidak ada yang terjadi. Aiden tidak melakukan apapun selain diam menikmati ketakutan yang menjalari wanita di bawah kungkungannya itu. Primrose dapat merasakan udara di sekitarnya yang tadinya menyempit mulai mengembang. Hangat yang menguar dari tubuh Aiden seolah menguap, digantikan kelegaan hingga ia bisa menarik napas dalam-dalam.Ia membuka mata dan melihat Aiden sudah menarik diri. Pria itu berdiri selangkah di depannya sambil memasukkan tangan ke dalam saku celana, tampak angkuh dan puas melihat Primrose yang menciut seperti anak anjing yang ketakutan. “Kalau kau mengaku bersalah dan memohon padaku, aku akan mempertimbangkan ulang pembatalan kerjasama itu,” kata Aiden memberi penawaran yang lebih terdengar seperti ancaman. Primrose menggertakkan gigi, tangannya mengepal seolah berusaha menguatkan diri

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 25. Di Gang Sempit

    Primrose mengepalkan tangan dengan kuat. Intonasi arogan pria itu membuat darahnya seolah membara oleh amarah. Ia tahu dengan pasti, Aiden melakukan ini dengan sengaja. “Tidak bisakah kau membiarkanku pergi, Aiden?” tanya Primrose dengan suara yang ia jaga setenang mungkin, meski sebenarnya ia ingin meledak dan menumpahkan kekesalannya pada pria itu. Aiden berjalan lebih dekat. Seringai keji dari bibirnya masih belum lenyap. “Kalau kau memang berniat pergi, kenapa tak pergi lebih jauh?” sindirnya. “Apa kau sengaja agar aku masih bisa menemukanmu?”Buku-buku jemari Primrose tampak memutih saking kuatnya ia mengepalkan tangan. “Aku tidak pergi untuk dicari, Aiden,” tekannya dengan nada tegas. “Aku hanya ingin memulai semuanya dari awal lagi!”Aiden terkekeh, tampak tidak terpancing oleh kemarahan wanita di hadapannya itu. Ia kemudian berkata dengan nada mengejek, “Setelah memiliki seseorang yang berpihak padamu, kau pikir kau bisa melakukan apapun sesukamu?”Primrose tertegun mendeng

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 24. Kau Suka Kejutan Dariku?

    “Dibatalkan? Apa maksudmu?!” Suara Madam Sophie menggelegar hingga terdengar sampai ke ruangan staf. Suasana di kantor pagi itu begitu menegangkan setelah Camille & Co. mendapatkan kabar bahwa pihak Kings Hotel membatalkan kerjasama secara sepihak dan mendadak tanpa pembicaraan apapun sebelumnya. “Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?! Acara akan diadakan dua minggu lagi! Orang gila mana yang tiba-tiba membatalkan kerjasama begitu saja?!” Setelah rentetan kalimat penuh kemurkaan itu, pintu ruangan kepala divisi desain menjeblak terbuka. Madam Sophie keluar dari ruangannya dan berdiri di depan pintu sambil berkacak pinggang. Dadanya naik turun dan kemarahan menguasai wajahnya hingga tampak memerah. “Aku akan bertemu dengan direktur. Kalian tetap bekerja seperti biasa,” kata wanita paruh baya itu dengan nada tegas. “Damian, ikut aku!” Ketua tim satu itu dengan gegas mengikuti langkah Madam Sophie meninggalkan ruangan. Keheningan yang pekat memerangkap ruangan divisi desain. Tak ada

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 23. Keputusan Impulsif Aiden

    “Ada apa, Tuan?” tanya Thomas saat Aiden berjalan masuk ke dalam hall dan hanya diam menatap hiruk pikuk hall yang sudah disulap menjadi tempat peragaan busana, dengan panggung catwalk yang berdiri megah di tengah-tengahnya. Aiden memasukkan tangan ke dalam saku celana, menunggu dengan tenang, sementara matanya memicing ke arah pintu bertirai hitam di sisi panggung. Ia yakin baru saja melihat Primrose masuk ke dalam sana, entah melakukan apa. Namun, Aiden sudah menyusun beberapa praduga di benaknya. Dan ia ingin memastikan apakah dugaannya benar.Thomas terdiam di sebelahnya, ikut menunggu meski tidak tahu apa yang tengah dinantikan oleh sang tuan. Tak berapa lama kemudian, sosok yang ditunggu akhirnya muncul dari balik tirai hitam itu, tampak berbincang dengan seorang wanita paruh baya berpenampilan modis. “Bukankah itu Nyonya Primrose?” Thomas berujar, terkejut saat menangkap pemandangan yang tidak biasa itu.Tapi Aiden hanya membisu. Sepasang mata elangnya mengikuti Primrose ya

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 22. Tak Mungkin Salah

    Siang itu, Matthias mengajak Primrose bertemu di jam istirahat. Awalnya Primrose menolak dan berkata bahwa ia sedang sibuk, walau sebenarnya ia hanya ingin menghindari pria itu. Akan tetapi, Matthias bersikeras dan berkata bahwa ia tidak akan lama. “Kau baik-baik saja?” tanya Matthias saat Primrose baru saja tiba di sebuah kafe yang tak jauh dari kantornya.Primrose tersenyum kecil. Lucu membayangkan orang yang paling sering bertanya tentang keadaannya justru adalah orang yang sama sekali tak pernah ia duga akan berada di sisinya saat ia berada dalam kondisi terendah. Primrose lantas mengangguk sebagai jawaban. Matthias memandangnya lamat-lamat, mencari kebohongan di wajah yang tampak tenang itu. “Mau pesan sesuatu?” tanyanya menawarkan.Primrose menggeleng. “Ada apa, Matt? Apakah Aiden mengatakan sesuatu kemarin?” Matthias tampak menghela napas saat menyadari Primrose tidak ingin berbasa-basi. “Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa Aiden begitu marah? Apakah kalian bertengkar hebat

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status