Home / Romansa / Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi! / Bab 7. Pertemuan Tak Terduga

Share

Bab 7. Pertemuan Tak Terduga

Author: Solana
last update Last Updated: 2025-03-29 21:42:58

Primrose terpaku menatap pria yang berdiri di hadapannya. Ia mengerjapkan mata, memastikan bahwa ia tidak salah lihat. 

“Matthias?” suaranya bergetar, nyaris tidak percaya. Sudah beberapa tahun sejak terakhir kali mereka bertemu.

Pria itu tersenyum lebar. “Hai.”

Primrose masih terkejut. “Kau… kenapa ada di sini? Bukankah seharusnya kau di luar negeri?”

Matthias melangkah mendekat, menyingkap sebagian wajahnya yang sempat tertutup bayangan. 

“Aku sudah pulang beberapa hari yang lalu.”

“Oh…” 

Hanya itu yang bisa Primrose ucapkan. 

Matthias mengamati Primrose dalam diam. Tatapannya menyapu wajah pucatnya, mata sayu yang dipenuhi kelelahan, serta tubuhnya yang gemetar menahan dingin. 

Itu membuat Primrose merasa sedikit tidak nyaman. Ia tahu betapa mengenaskan penampilannya sekarang.

“Kau baik-baik saja?” Matthias bertanya pelan.

Primrose menegang sesaat, lalu mengangguk kecil. “Aku tidak apa-apa.”

Matthias tampak tidak yakin. Tanpa banyak bicara, ia melepas jasnya dan menyodorkannya ke arah Primrose. 

Wanita itu sontak menggeleng cepat. “Tidak perlu, aku—”

“Jangan menolak,” potong Matthias dengan nada lembut namun tegas. “Aku tidak bisa membiarkanmu kedinginan seperti ini.”

Primrose membuka mulut untuk menolak lagi, tetapi napasnya yang memburu dan tubuhnya yang menggigil semakin parah membuatnya tak punya pilihan. 

Dengan enggan, ia menerima jas itu dan membungkus tubuhnya di dalam kehangatan kain tebalnya.

Matthias menghela napas. “Apa yang kau lakukan di sini, Primrose? Kau sakit?”

Primrose menundukkan kepala, menyembunyikan ekspresi di wajahnya. “Seharusnya aku yang bertanya,” katanya, berusaha mengalihkan. “Kenapa kau ada di sini?”

Matthias menatapnya sejenak sebelum menjawab. “Aku baru saja menemui seorang teman yang bekerja di rumah sakit ini.”

Lalu, seolah baru teringat sesuatu, pria itu tampak ragu. Ia menelan ludah sebelum akhirnya berkata dengan hati-hati, “Aku turut berduka… atas kepergian Daisy.”

Seketika itu juga, dunia Primrose terasa berhenti. Ia mengeratkan genggamannya pada jas Matthias. Hanya mendengar nama itu saja sudah cukup untuk mengguncang pertahanannya.

Namun, ia berusaha tersenyum. Senyum yang tidak benar-benar sampai ke matanya. 

“Terima kasih…,” katanya lemah, suaranya hampir tak terdengar.

Matthias hanya mengamati Primrose dengan saksama, tidak bertanya di mana Aiden, atau kenapa Primrose sendirian di sini.

“Kau ingin aku mengantarmu pulang?” tawarnya.

Primrose menegang.

Pulang? Apa dia ingin pulang ke tempat itu? Ke rumah yang hanya dipenuhi kesedihan, rumah di mana tidak ada seorang pun yang menginginkannya?

Melihat keraguan di mata Primrose, Matthias lalu menambahkan, “Atau kau ingin pergi ke suatu tempat?”

Primrose menolak halus. “Tidak. Aku—” 

Ucapannya terhenti saat bunyi memalukan dari perutnya terdengar nyaring.

Matthias tersenyum. “Ayo, kita cari sesuatu untuk dimakan,” katanya.

Primrose menggigit bibir bawahnya, benar-benar malu.

“Tunggu sebentar di sini. Aku akan mengambil mobilku,” kata Matthias sebelum meninggalkan Primrose.

Beberapa menit kemudian, Matthias turun dari mobil dengan payung di tangannya. Ia membukakan payung dan berjalan mendekati Primrose. 

Dengan sigap, ia memayungi Primrose, memastikan wanita itu tidak basah oleh rintik hujan.

“Masuklah,” katanya lembut sambil membimbing Primrose ke dalam mobil.

Perhatian kecil itu membuat dadanya terasa aneh—hangat, tapi juga asing. Tidak ada yang pernah memperlakukannya seperti ini sebelumnya.

Di dalam mobil, Primrose duduk di kursi penumpang. Matthias mulai menjalankan mobil, mengendarainya dengan tenang di bawah hujan.

Sepanjang perjalanan, Primrose sesekali melirik ke arahnya. Matthias tampak begitu fokus menyetir, sorot matanya serius, tapi tetap ada ketenangan dalam ekspresinya.

“Kalau ada yang ingin kau katakan, katakan saja,” ucap Matthias tiba-tiba tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. “Jangan hanya menatapku seperti itu.”

Primrose terkejut. Ia tidak sadar bahwa dirinya sudah terlalu lama memandang Matthias. 

“Aku tidak menatapmu,” elaknya pelan.

Matthias tertawa kecil, suaranya renyah. “Tentu saja tidak.”

Primrose melirik ke arahnya dengan ekspresi jengkel, tapi Matthias masih saja tertawa, seolah menikmati reaksinya. 

Pria ini sangat berbeda dari Aiden. Tidak dingin, tidak menusuk dengan kata-kata tajam. Bersama Matthias, Primrose tidak merasa tegang. Untuk pertama kalinya sejak sekian lama, ia merasa… lega.

Matthias menoleh sekilas. “Apa kau masih kedinginan?”

“Aku baik-baik saja.”

Keheningan menyelimuti mereka beberapa saat sebelum akhirnya Primrose kembali membuka suara.

“Terima kasih.”

Matthias meliriknya. “Untuk apa?”

Primrose menggeleng pelan. Ia sendiri tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Matthias hadir di saat yang tepat, di saat ia tidak tahu harus bagaimana. Tapi ia tidak mengatakan itu.

Matthias tidak bertanya lebih lanjut. Seolah ia mengerti tanpa perlu mendengar banyak penjelasan.

**

Setelah selesai makan malam, Matthias akhirnya mengantar Primrose pulang. 

Perjalanan pulang terasa begitu singkat bagi Primrose. Entah karena pikirannya terlalu penuh atau karena kehadiran Matthias di sisinya yang membuat waktu berlalu lebih cepat.

Sesampainya di halaman rumah, Matthias mematikan mesin mobil, tapi Primrose tetap diam.

Matthias menoleh, menatapnya dengan tatapan geli. “Apa aku harus membukakan pintu untukmu?” tanyanya, nada suaranya penuh canda.

Primrose tersentak. Ia buru-buru menggeleng dan tergagap, “Ti-tidak perlu! Aku bisa sendiri.”

Matthias tertawa kecil, terlihat menikmati reaksinya.

Dengan cepat, Primrose melepas seatbelt dan mengalihkan pandangannya. Rasanya ia baru saja mempermalukan dirinya sendiri.

Primrose menghela napas dan memberanikan diri untuk menatap Matthias. 

“Terima kasih, Matthias. Dan... maaf sudah merepotkanmu malam-malam begini.”

Matthias mengangkat bahu, seolah itu bukan masalah besar. “Aku senang bisa membantu.”

Mereka lantas turun dari mobil. Hujan sudah lama berhenti, meninggalkan aroma tanah basah yang menyelimuti udara malam.

Matthias memasukkan tangannya ke dalam saku celana, menatap Primrose dengan sorot mata serius. 

“Kalau kau membutuhkan sesuatu, kau bisa datang kepadaku.”

Primrose menatapnya dengan mata yang sedikit melebar.

Kata-kata itu, sesederhana apapun, terasa begitu menusuk. Sudah lama sekali tidak ada yang mengatakan hal seperti itu padanya. 

Primrose menunduk, menggigit bibirnya sebelum akhirnya berkata pelan, “Terima kasih, Matthias. Aku sangat menghargainya.”

Ia tidak tahu apakah suatu hari nanti ia benar-benar akan datang pada Matthias, tapi setidaknya, ucapan pria itu memberinya sedikit kehangatan.

Tepat saat ia hendak melangkah masuk ke dalam rumah, suara deru mesin mobil yang familiar memenuhi telinganya.

Mobil hitam itu melaju perlahan memasuki pekarangan. Hatinya mencelos saat melihat siapa yang turun dari dalam mobil.

Aiden.

Pria itu berdiri di sana, tubuh tegapnya dibingkai oleh cahaya lampu depan mobilnya. Tatapannya tajam, dingin, penuh dengan sesuatu yang sulit diartikan. 

Tapi yang paling mencolok adalah caranya memandang Primrose. Lebih tepatnya, caranya menatap jas kebesaran yang melingkupi tubuhnya.

Aiden tidak mengatakan apapun.

Namun, hanya dengan tatapan itu saja, tubuh Primrose seketika gemetar. Ia merasa pijakan kakinya mulai goyah, seolah tenaganya baru saja terhisap dan ia tidak bisa berdiri dengan tenang.

“Kau juga di sini.” 

Suara tenang Matthias memecah keheningan yang memerangkap Aiden dan Primrose, membuat Aiden kini menoleh ke arahnya.

Lalu, dengan penuh ketenangan, Matthias maju selangkah sembari melemparkan sebuah senyum simpul pada Aiden. 

“Apa kabar, Sepupu?”[]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 8. Lebih Dalam dari Amarah

    Keheningan yang terjadi begitu pekat, menciptakan ketegangan di antara mereka.Ekspresi Aiden tampak keras, dengan rahang yang mengatup rapat. Sepasang mata tajamnya menatap Matthias seakan mampu menembus lapisan-lapisan dalam dirinya.Dulu, mereka adalah dua cucu yang bersaing di bawah bayang-bayang kakek mereka, Anthon Reeves.Sebagai cucu pertama, Aiden selalu merasa bahwa posisi pewaris sejati ada di tangannya. Namun, Matthias dengan mudah mendapatkan perhatian dan kasih sayang sang kakek. Sifatnya yang ramah, periang, dan bisa membawa diri dengan baik membuatnya lebih disukai.Itu selalu membuat Aiden kesal. Padahal menurutnya, ia jauh lebih kompeten dibanding Matthias.Dan ketika sang kakek men

    Last Updated : 2025-03-30
  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 9. Dokumen Rahasia

    Keesokan harinya, suara gaduh dari luar kamar membangunkan Primrose dari tidurnya. Ia mengerjapkan mata, mencoba mengenali di mana dirinya berada.Ternyata ia ketiduran di kamar anaknya—satu-satunya ruang di rumah ini yang memberinya rasa aman.Dengan tubuh yang masih terasa lemah, Primrose bangkit dari kasur dan berjalan ke luar kamar.Namun, saat melihat apa yang terjadi di lorong rumah itu, matanya seketika membelalak.Dua pelayan sibuk memasukkan barang-barang yang dikenalinya ke dalam pastik dan kotak kardus besar. Itu adalah barang-barang dari ruang bermain Daisy.“Apa yang kalian lakukan?” Suara Primrose bergetar saat bertanya. Ia menatap ke arah kedua pelayan yang masih sibu

    Last Updated : 2025-03-31
  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 10. Sama-sama Tidak Berguna

    Aiden menatap ibunya lekat, matanya tampak menyipit penuh selidik.Amber, yang masih menggenggam map cokelat itu, mengerjap cepat. Namun, ia dengan segera menguasai diri, menampilkan senyum anggun yang sudah ia latih selama bertahun-tahun.“Bukan apa-apa, Sayang. Ibu hanya berbincang dengan teman.”Tatapan Aiden tidak berpindah. “Bukti apa yang tadi Ibu sebutkan?”“Ah, itu,” Amber tertawa kecil, pura-pura geli. “Gosip bodoh dari temanku. Dia mengaku punya bukti kalau suaminya berselingkuh. Tapi itu tidak penting, hanya dugaan tidak berdasar.”Aiden menimbang-nimbang jawaban itu, tapi akhirnya tidak mendesak lebih jauh. Jika memang hanya gosip tidak penting, t

    Last Updated : 2025-04-01
  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 11. Undangan untuk Primrose

    Setelah Amber pergi, Primrose baru saja ingin beranjak dari sana ketika suara tawa lembut terdengar hingga ke telinganya.Suara Celine.Primrose tak ingin tahu lebih jauh, tetapi kakinya seolah tercanang di lantai saat mendengar betapa akrabnya Amber dan Celine berbincang.“Wah, kau datang di saat yang tepat, Sayang,” Amber menyambut Celine dengan penuh kehangatan, sesuatu yang tak pernah Primrose dengar dari wanita itu.“Aku kangen mengobrol dengan Ibu,” sahut Celine terdengar ceria, seolah ia adalah menantu yang paling dicintai. “Aku tahu Ibu pasti lelah mengurus banyak hal sendirian, jadi aku datang untuk menemani.”“Oh, kau benar-benar anak yang baik. Tidak sep

    Last Updated : 2025-04-01
  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 12. Mencari Perhatian?

    Primrose berlutut di depan makam Daisy. Sebuket bunga daisy yang segar ia letakkan tepat di samping nisan.“Selamat ulang tahun, Sayang,” katanya lirih. “Mama kangen kamu, Nak… Mama masih tidak tahu bagaimana menjalani hidup tanpa Daisy di sini.”Hari ini seharusnya menjadi hari yang spesial. Seharusnya ada tawa kecil Daisy, kue coklat stroberi, tiupan lilin, dan doa yang mereka panjatkan bersama. Primrose begitu larut dalam kesedihan, tidak menyadari langkah kaki yang mendekat. Barulah saat seseorang ikut berlutut di hadapannya, ia tersentak dan mendongak.Matthias.Pria itu menaruh sebuket bunga daisy di samping bunga yang baru saja diletakkan oleh Primrose. Dengan suara lembut, Matthias berkata, “Selamat ulang tahun, Daisy.”Primrose membeku, menatap pria itu dengan campuran keterkejutan dan emosi yang sulit ia uraikan.“Seharusnya aku merayakan ulang tahunnya dulu. Aku menyesal baru datang ketika dia sudah tidak ada di sini.”Primrose susah payah menelan ludah, dadanya terasa ber

    Last Updated : 2025-04-02
  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 13. Cemburu? Omong Kosong!

    ‘Mencari perhatian?’Ucapan Aiden bergaung di benak Primrose, membuat jantungnya seketika berdegup dengan kencang.Sepasang matanya memindai sekitar dengan resah. Kasak-kusuk kembali memenuhi ruangan seperti dengung lebah.“Ya ampun, Tuan Aiden pasti malu sekali.”“Bisa-bisanya Primrose membuat drama di pesta anak orang!”Dada Primrose terasa sesak. Kata-kata Aiden, hinaan di sekitarnya, seperti hantaman keras yang membuatnya kesulitan bernapas.Mengapa justru dia yang disalahkan? Mengapa orang-orang ini seakan membenarkan apa yang dilakukan oleh Aiden dan keluarganya?Primrose merasa sem

    Last Updated : 2025-04-02
  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 14. Sebuah Penawaran

    Hari ini, Primrose duduk sendirian di bangku taman panti asuhan yang dulu menjadi tempatnya tubuh hingga cukup dewasa.Anak-anak tampak bermain dengan riang sambil bersenda gurau. Primrose menatap keceriaan mereka dengan tatapan hampa. Pikirannya melayang jauh ke masa lampau.Dulu, ketika tinggal di sini, ia tidak pernah merasa kesepian. Semua orang di sana sudah seperti keluarga yang selalu menemaninya. Namun, semuanya berubah ketika Tuan Anthon—pemilik yayasan—mendadak memintanya untuk menjadi istri Aiden, cucu tertuanya.Ketika Primrose bertanya mengapa ia yang dipilih oleh pria tua itu, Tuan Anthon berkata, “Hanya kau yang bisa aku percaya, Primrose. Aku akan merasa tenang kalau kau yang menemani Aiden setelah aku tiada.”Hingga saat ini, Primrose masih tidak mengerti mengapa lelaki tua itu memilihnya.Tuan Anthon adalah orang yang bijaksana. Apakah ada alasan lain yang lebih besar di balik semua ini?“Tapi semua itu sudah tidak penting lagi,” gumam Primrose. Pada akhirnya, perni

    Last Updated : 2025-04-03
  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 15. Pria Misterius

    Keesokan paginya, begitu membuka mata, perasaan Primrose terasa jauh lebih ringan dibanding hari-hari sebelumnya.Setelah membersihkan diri, ia langsung bergegas menuju dapur. Ia membuka kulkas dan mengeluarkan bahan-bahan sederhana untuk membuat sarapan.Primrose sadar, selama ini Aiden tidak pernah memakan apapun yang ia hidangkan untuknya. Pria itu biasanya langsung pergi ke kantor tanpa repot-repot singgah ke meja makan.Akan tetapi, Primrose tetap melakukannya. Ini sudah menjadi rutinitas yang ia jalani selama bertahun-tahun.Tak lama kemudian, Aiden turun dari lantai dua. Ia mengenakan jas berwarna navy yang melekat dengan pas di tubuh atletisnya. Wajahnya datar, tak ada ekspresi khusus yang menunjukkan perasaan.

    Last Updated : 2025-04-04

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 30. Peringatan dari Aiden

    Istriku …Istriku.Kata itu bergema di telinga Primrose seperti kaset rusak. Selama enam tahun menikah, tak pernah sekali pun Aiden memperlakukannya sebagaimana istri pada umumnya. Tapi kini, Aiden tiba-tiba mengklaimnya sebagai istri di depan pria lain. Untuk apa? Mengapa baru sekarang setelah Primrose ingin menyerah dan membangun hidupnya yang baru tanpa Aiden di dalamnya?“Aku tidak suka mengulang ucapanku, Matthias,” kata Aiden, penuh penekanan di setiap katanya. Ekspresi wajahnya masih tampak mengeras. Begitu pula dengan Matthias yang masih mencengkeram salah satu pergelangan Primrose, tak berniat melepaskannya meski tatapan Aiden seolah siap membunuhnya.Aiden lantas menarik tubuh Primrose hingga wanita itu terhuyung membentur dadanya.“Akh!”Tapi Matthias tidak melepas tangannya begitu saja.“Primrose pulang bersamaku,” balas Matthias sama keras kepalanya.Primrose menelan ludah melihat kedua pria itu saling melempar tatapan permusuhan yang begitu kental. Udara di sekitar

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 29. Menjauh dari Istriku!

    “Prims, seseorang dari divisi pemasaran mencarimu.” Primrose menoleh pada salah satu rekan kerjanya itu. “Di mana dia?” tanyanya. “Dia menunggumu di pantry.”“Baik. Terima kasih,” sahut Primrose. Ia merapikan kertas-kertas yang berserakan di mejanya, lalu pergi ke arah pantry. Sudah sejak kemarin ia ingin menemui Elise, tapi temannya itu seperti hilang ditelan bumi.“El,” panggilnya begitu tiba di pantry kantor yang tampak sepi. Hanya ada Elise yang duduk sendirian di kursi bar.“Aku mencarimu dari kemarin,” kata Primrose. “Apa yang terjadi?”Elise tampak murung. Kilatan sedih di matanya tidak dapat disembunyikan. “Maafkan aku, Prims….”Primrose mengerutkan kening. Ia belum sempat bertanya kenapa ketika Elise kembali bersuara.“Aku tidak tahu kalau Aiden ternyata orang yang seperti itu,” lirihnya sedih.Primrose mencekal pergelangan tangan temannya khawatir. “El, apa yang dia lakukan padamu?” Elise menggelengkan kepala. “Tidak ada. Dia hanya berkata agar tidak ikut campur dalam ur

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 28. Sudah Berani Terang-terangan

    “Ada apa, Prims?” tanya Matthias saat melihat Primrose memucat usai berbicara dengan seseorang di telepon. Wanita cantik itu menatapnya sejenak sebelum memaksakan senyum tipis. “Aku harus kembali ke kantor,” katanya. “Aku akan menghubungimu lagi nanti.”Primrose tidak menunggu tanggapan dari Matthias. Ia langsung berbalik dan keluar dari lobi dengan langkah tergesa. Matthias menatap kepergiannya dengan tatapan penuh perhitungan. “Padahal aku bisa mengantarmu,” gumamnya pada diri sendiri.Di sisi lain, Primrose tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini.Ia menduga-duga apakah Elise sudah mengatakan yang sebenarnya kepada Madam Sophie, atau Aiden yang menemui atasannya itu secara langsung. Primrose menghela napas panjang. Sepertinya, ia harus mulai mencari pekerjaan yang lain. Ia tidak akan bertahan lama di kantor ini jika Aiden sudah ikut campur.Sesampainya di kantor, Primrose langsung berjalan menuju ruangan Madam Sophie. Ia mengetuk pintu dan membukanya begitu wa

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 27. Bantuan Tidak Terduga

    Primrose bergeming. Sementara Elise terkesiap di sebelahnya. “Prims, bukankah dia suami—”Elise tak sempat melanjutkan ucapannya karena Aiden kini sudah berdiri di hadapan mereka. Tatapannya masih terpaku pada Primrose, tampak menikmati kilatan gugup yang mewarnai raut pias wanita itu. Primrose menelan ludah, tidak berani membayangkan apa yang akan dilakukan pria ini di tempat umum! Apalagi, saat ini semua mata tengah tertuju pada mereka, seolah menanti tontonan apa yang akan disuguhkan.Namun, tatapan Aiden berpindah pada wanita berambut pendek di sebelah Primrose. Pria itu mengulas senyum tipis yang membuat siapapun akan terkesima, tidak terkecuali Elise. “Selamat pagi, Nona,” sapanya ramah. Terlalu ramah. Sangat tidak cocok dengan citra Aiden yang selama ini Primrose kenal.“Se-selamat … pagi ….” sahut Elise dengan suara pelan dan terbata, seolah nyawanya tidak benar-benar di sana. Wajahnya bersemu merah muda karena ditatap sedemikian rupa. “A-ada yang bisa saya bantu, Tuan?”

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 26. Pembawa Sial

    Selama beberapa detik, Primrose tidak berani membuka matanya. Ia diam di posisi yang sama hingga tubuhnya yang kebas mulai gemetar. Napas Aiden masih terasa begitu dekat, namun tidak ada yang terjadi. Aiden tidak melakukan apapun selain diam menikmati ketakutan yang menjalari wanita di bawah kungkungannya itu. Primrose dapat merasakan udara di sekitarnya yang tadinya menyempit mulai mengembang. Hangat yang menguar dari tubuh Aiden seolah menguap, digantikan kelegaan hingga ia bisa menarik napas dalam-dalam.Ia membuka mata dan melihat Aiden sudah menarik diri. Pria itu berdiri selangkah di depannya sambil memasukkan tangan ke dalam saku celana, tampak angkuh dan puas melihat Primrose yang menciut seperti anak anjing yang ketakutan. “Kalau kau mengaku bersalah dan memohon padaku, aku akan mempertimbangkan ulang pembatalan kerjasama itu,” kata Aiden memberi penawaran yang lebih terdengar seperti ancaman. Primrose menggertakkan gigi, tangannya mengepal seolah berusaha menguatkan diri

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 25. Di Gang Sempit

    Primrose mengepalkan tangan dengan kuat. Intonasi arogan pria itu membuat darahnya seolah membara oleh amarah. Ia tahu dengan pasti, Aiden melakukan ini dengan sengaja. “Tidak bisakah kau membiarkanku pergi, Aiden?” tanya Primrose dengan suara yang ia jaga setenang mungkin, meski sebenarnya ia ingin meledak dan menumpahkan kekesalannya pada pria itu. Aiden berjalan lebih dekat. Seringai keji dari bibirnya masih belum lenyap. “Kalau kau memang berniat pergi, kenapa tak pergi lebih jauh?” sindirnya. “Apa kau sengaja agar aku masih bisa menemukanmu?”Buku-buku jemari Primrose tampak memutih saking kuatnya ia mengepalkan tangan. “Aku tidak pergi untuk dicari, Aiden,” tekannya dengan nada tegas. “Aku hanya ingin memulai semuanya dari awal lagi!”Aiden terkekeh, tampak tidak terpancing oleh kemarahan wanita di hadapannya itu. Ia kemudian berkata dengan nada mengejek, “Setelah memiliki seseorang yang berpihak padamu, kau pikir kau bisa melakukan apapun sesukamu?”Primrose tertegun mendeng

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 24. Kau Suka Kejutan Dariku?

    “Dibatalkan? Apa maksudmu?!” Suara Madam Sophie menggelegar hingga terdengar sampai ke ruangan staf. Suasana di kantor pagi itu begitu menegangkan setelah Camille & Co. mendapatkan kabar bahwa pihak Kings Hotel membatalkan kerjasama secara sepihak dan mendadak tanpa pembicaraan apapun sebelumnya. “Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?! Acara akan diadakan dua minggu lagi! Orang gila mana yang tiba-tiba membatalkan kerjasama begitu saja?!” Setelah rentetan kalimat penuh kemurkaan itu, pintu ruangan kepala divisi desain menjeblak terbuka. Madam Sophie keluar dari ruangannya dan berdiri di depan pintu sambil berkacak pinggang. Dadanya naik turun dan kemarahan menguasai wajahnya hingga tampak memerah. “Aku akan bertemu dengan direktur. Kalian tetap bekerja seperti biasa,” kata wanita paruh baya itu dengan nada tegas. “Damian, ikut aku!” Ketua tim satu itu dengan gegas mengikuti langkah Madam Sophie meninggalkan ruangan. Keheningan yang pekat memerangkap ruangan divisi desain. Tak ada

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 23. Keputusan Impulsif Aiden

    “Ada apa, Tuan?” tanya Thomas saat Aiden berjalan masuk ke dalam hall dan hanya diam menatap hiruk pikuk hall yang sudah disulap menjadi tempat peragaan busana, dengan panggung catwalk yang berdiri megah di tengah-tengahnya. Aiden memasukkan tangan ke dalam saku celana, menunggu dengan tenang, sementara matanya memicing ke arah pintu bertirai hitam di sisi panggung. Ia yakin baru saja melihat Primrose masuk ke dalam sana, entah melakukan apa. Namun, Aiden sudah menyusun beberapa praduga di benaknya. Dan ia ingin memastikan apakah dugaannya benar.Thomas terdiam di sebelahnya, ikut menunggu meski tidak tahu apa yang tengah dinantikan oleh sang tuan. Tak berapa lama kemudian, sosok yang ditunggu akhirnya muncul dari balik tirai hitam itu, tampak berbincang dengan seorang wanita paruh baya berpenampilan modis. “Bukankah itu Nyonya Primrose?” Thomas berujar, terkejut saat menangkap pemandangan yang tidak biasa itu.Tapi Aiden hanya membisu. Sepasang mata elangnya mengikuti Primrose ya

  • Tuan Pewaris, Jangan Kejar Aku Lagi!   Bab 22. Tak Mungkin Salah

    Siang itu, Matthias mengajak Primrose bertemu di jam istirahat. Awalnya Primrose menolak dan berkata bahwa ia sedang sibuk, walau sebenarnya ia hanya ingin menghindari pria itu. Akan tetapi, Matthias bersikeras dan berkata bahwa ia tidak akan lama. “Kau baik-baik saja?” tanya Matthias saat Primrose baru saja tiba di sebuah kafe yang tak jauh dari kantornya.Primrose tersenyum kecil. Lucu membayangkan orang yang paling sering bertanya tentang keadaannya justru adalah orang yang sama sekali tak pernah ia duga akan berada di sisinya saat ia berada dalam kondisi terendah. Primrose lantas mengangguk sebagai jawaban. Matthias memandangnya lamat-lamat, mencari kebohongan di wajah yang tampak tenang itu. “Mau pesan sesuatu?” tanyanya menawarkan.Primrose menggeleng. “Ada apa, Matt? Apakah Aiden mengatakan sesuatu kemarin?” Matthias tampak menghela napas saat menyadari Primrose tidak ingin berbasa-basi. “Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa Aiden begitu marah? Apakah kalian bertengkar hebat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status