Alana menyembunyikan kemalangan yang menghampiri dirinya, menekan dirinya supaya kuat dan bisa terlihat baik-baik saja. Alana keluar dari kamar untuk menemui Zahra, sang Nyonya telah menghubunginya dan menyuruhnya untuk bertemu di lantai bawah. Dengan sisa kekuatan dalam diri, Alana menemui Zahra di ruangan yang telah disuruh. "Alana, akhirnya kamu datang," ucap Zahra sangat senang dan antusias saat melihat asistennya tersebut muncul. Alana berusaha tersenyum, walau rasanya sangat pahit dan susah. Matanya terasa panas, tetapi dia terus mengerjap-erjap untuk menghilangkan bulir kristal tersebut. Nyonyanya sedang berbahagia, Alana tidak boleh menunjukkan kesedihannya. "Sepertinya Nyonya dan Tuan Sudah berbaikan." Alana berkata lembut, setelah berada di dekat Zahra. Perempuan cantik dan anggun tersebut menganggukkan kepala, tersenyum dengan sangat indah kepada Alana. 'Rasanya tenang sekali melihat Nyonya Zahra tersenyum. Bagaimana bisa aku mengungkapkan kesedihanku sedangkan seny
"Kau membeli ini untuk siapa, Paman?" tanya Marcus, menatap Raka dengan raut muka penasaran dan curiga. Raka diam-diam mengepalkan tangan, menatap Marcus dengan ekspresi tidak suka. Marcus sepertinya menyadari sesuatu. "Aku membeli kue ini di toko terdekat, dan kebetulan hanya kue seperti ini yang ada," jawab Raka datar, setelah itu beranjak dari sana–menahan kesal karena ternyata Marcus juga tahu jika Alana suka kue seperti itu. Jelas! Marcus tiba-tiba mempermasalahkan kue ini. Mungkin menyadari jika semua kue serta makanan manis tersebut merupakan favorit Alana. ***"Tolong pikirkan matang-matang, Lucas …-" Zein memotong cepat. "Tuan Lucas," peringat-nya, supaya Anita memanggil Tuan pada Lucas. Tadi malam Lucas memohon padanya agar Zein menemaninya menemui Anita dan Deana. Lucas ingin menyelesaikan masalahnya dengan Anita. Akan tetapi karena dia takut terpengaruh serta terperdaya oleh Anita, dia meminta agar Zein menemani.Sekarang mereka di sebuah restoran untuk menyelesaika
Zahra sangat mengkhawatirkan kondisi Alana, oleh sebab itu dia memutuskan berhenti memasak–meminta tolong pada maid supaya mereka yang melanjutkan. Sedangkan Zahra membawa Alana ke kamar inap yang sering Alana tempati. Zahra memanggil dokter keluarga untuk memeriksa kondisi Alana. Zahra benar-benar kaget setelah Alana diperiksa oleh dokter tersebut. "Alana," panggil Zahra dengan nada pelan dan hati-hati, setelah dokter yang memeriksa Alana pergi. Kini hanya mereka berdua yang berada di kamar tersebut. Alana menundukkan kepala, takut dan tak berani menunjukkan wajah di hadapan Zahra. Dia sangat malu dengan kondisi saat sekarang. Sejujurnya Alana juga baru tahu jika ia sedang hamil. Dia terkejut, akan tetapi perasaan takut lebih mendominasi. Dia telah menghancurkan kepercayaan Zahra, dia bisa mencemarkan nama baik sang nyonya. "Kamu hamil?" Zahra lagi-lagi bersuara, berkata dengan nada rendah dan sangat pelan. Dia sama sekali tak percaya dan masih terkejut. Alana langsung turun d
"TIDAK BISA!" bantah Raka dengan nada lantang, dia protes dan emosi mendengar hal tersebut. Seketika gejolak marah menyelimuti dirinya. Marcus memicingkan mata, menatap Raka dengan curiga serta aneh. "Kenapa tidak bisa? Aku dan Alana sudah cukup dekat," ucap Marcus."Tetap tidak bisa. Kau boleh menikah dengan siapapun kecuali dengan Alana. Aku tidak ingin pekerjaan kalian– terutama Alana, berantakan karena kalian seorang pasangan. Alana bisa menikah dengan pria manapun, asal bukan kau. Dan begitu juga denganmu, boleh menikah asal jangan Alana," ucap Raka, memberikan penjelasan yang dapat diterima akal. Tak ada yang curiga dengannya. Raka mencegah pernikahan ini karena dia mengkhawatirkan pekerjaan. Yah, pasti itu alasannya! "Aku tahu kau sangat mencintai pekerjaan. Kau benci sikap tidak profesional." Zein angkat bicara, "tetapi tak ada pilihan selain menikahkan Alana dengan Marcus. Ini menyangkut nama baik istriku."Raka mengerutkan kening, menatap bingung pada Zein. "Menyangkut na
"Ada yang harus kau katakan padaku. Ikut denganku," dingin Raka, menyentak Alana dan memaksa perempuan itu untuk ikut dengannya–halaman belakang. Setelah sampai di taman belakang, Raka menarik kursi lalu memperlihatkan Alana untuk duduk di sana. Sedangkan Alana, dia cukup kaget saat Raka begitu. Dia memilih diam karena ragu duduk di sana. Pada akhirnya Raka memaksa Alana untuk duduk di sana. Namun, sebisa mungkin dia bersikap lembut–mengingat perempuan ini sedang mengandung benihnya. "Apa yang ingin Tuan Raka bicarakan?" tanya Alana, mencoba tetap formal serta profesional meskipun perasaan sesak menggerogoti hati. Pria yang saat ini duduk di hadapannya adalah pria yang telah menghancurkan kehidupannya. Namun, dia juga pria yang sama dengan pria yang telah memberikan arti kehidupan bagi Alana. Setelah hari itu, ini pertama kalinya dia dan Raka kembali berhadapan. Alana cukup gugup dan cemas. "Kau hamil?" tanya Raka to the point, bersedekap dengan menyender ke kursi. Raut mukanya di
Setelah makan bersama selesai, Alana berniat menemui Raka. Ada yang ingin dia bicarakan sebelum mereka menikah nanti. Alana cukup tersanjung dan senang karena tadi Raka membelanya di hadapan Lucas. Meskipun Raka tidak mengatakan hal yang sejujurnya apa yang terjadi diantara mereka, akan tetapi Raka tetap mengakui jika dia memaksa Alana sehingga Alana tidak disalahkan oleh Lucas. Alana ingin menemui Raka untuk mengatakan perasaannya. Alana tahu keputusannya mendadak, dan sebagai seorang perempuan Alana menyedihkan. Yah, menyedihkan karena mengungkap perasaan lebih dulu. Namun, tujuan Alana bukan untuk mendapatkan balasan cinta Raka. Dia melakukan ini agar Raka yang akan menjadi suaminya bisa menghargai perasaannya. Alana berharap jika dia telah mengutarakan cinta pada Raka maka Raka akan menjaga pernikahan mereka–tidak menjadikannya sebagai sebuah permainan atau sandiwara belakang. Alana melihat Raka pergi ke arah halaman samping, jadi Alana ke sana. Setelah tiba di sana, Alana menen
"Ingin kabur, Hah?!" gertak Raka dengan nada marah dan menusuk. Dia mencengkeram pundak Alana kuat sembari melayangkan tatapan dingin pada perempuan itu. Dia sangat marah melihat Alana keluar malam dengan membawa koper. Perempuan ini pasti ingin kabur. "Tuan, aku sudah memutuskan untuk tak menikah dengan anda dan siapapun. Mengenai kekhawatiran kalian pada reputasi Nyonya Zahra, a--aku … aku bisa pergi," ucap Alana, mendongak dan menatap serius kepada Raka. Dia membiarkan pria itu mencengkram pundaknya. Meskipun sakit dia menahannya, tak ingin terlihat lemah ataupun ketakutan oleh sikap kasar Raka. Meski sejujurnya Alana takut. "Reputasi Zahra?" ulang Raka pelan, berkata dengan nada dingin yang penuh intimidasi. "Jadi kau berpikir reputasi Zahra akan aman semisal kau pergi?" Alana menganggukkan kepala, dengan tenang dia melepas cengkeraman Raka dari pundaknya. "Benar, Tuan. Menikah dengan anda bukan satu-satunya cara menyelamatkan nama baik Nyonya. Dengan aku pergi, itu juga bisa
"Alana, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Lucas, menatap curiga ke arah Alana–meneliti dari atas hingga bawah. "Aku--" Alana meneguk saliva secara kasar dan susah payah, tak tahu harus menjawab apa pada Lucas. Alana begitu gugup saat melihat tatapan tajam Lucas yang mengarah padanya. "Ouh, Tuan Lucas." Untungnya Raka tiba-tiba datang, sehingga Lucas berhenti melayangkan tatapan mengintimidasi padanya. Lucas seketika menatap Raka. "Kenapa Alana ada di dalam kamarmu?" tanya Lucas pada Raka, "kalian tidak macam-macam, bukan?" "Tidak." Raka menjawab santai, "aku mulai memindahkan barang-barang Alana dalam kamarku karena setelah menikah dia akan satu kamar denganku." "Dia akan tinggal di kamarmu?" Raka mengangguk dengan tenang. "Yah, dengan begitu aku lebih mudah mengurus Alana. Wanita hamil membutuhkan banyak perhatian, Tuan." "Kalian belum menikah!" peringat Lucas, kemudian dia menoleh ke arah Alana. "Alana, sekarang juga kembali ke kamarmu. Jangan mau ditindas oleh Raka, banta
"Bagaimana, Wife? Kau suka?" tanya Marc, menoleh pada istrinya dengan senyuman lembut. Alis Marc menaikkan sebelah, terkekeh pelan melihat reaksi istrinya. Belum apa-apa tetapi Kiana sudah membeku di tempat. Cih, bahkan dia belum mengutarakan cintanya pada sang istri. Kiana mematung di tempat, punggungnya terasa panas tetapi tangannya dingin. Masih dibagian sini tetapi Kiana sudah sangat gugup. Ya Tuhan! Kiana tak percaya jika Marc biasa menyiapkan tempat se indah ini. "Ekhem." Suara deheman tersebut membuat Kiana menoleh pada Marc. Matanya membelalak lebar, tak percaya dan terkejut pada Marc yang sudah bertekuk lutut dihadapannya. Pria itu memegang kotak hitam mewah, di mana ketika dibuka isinya adalah … kosong. "Ko-kosong?" bingung Kiana, gugup dan berdebar tak karuan. Marc mendapat kotak dan ternyata benar, kotak tersebut kosong. Dia berdecak pelan kemudian berdiri. Wajah Marc terlihat kesal, dingin secara bersamaan. "Ti-tidak apa-apa, Kak Marc. Tanpa cincin jug
"MARC!" jerit Disha antara syok dan horor. Akan tetapi yang dia panggil malah terlihat santai. Disha geleng-geleng kepala, sudah menangis karena melihat kejahatan putranya. Disha sangat lega suaminya tak ada di sini akan tetapi dia lupa juga titisan suaminya ada di sini. Marc dan Damon, sama saja! "Penjaga!" Daniel memangil penjaga, kemudian menyuruh mereka untuk membereskan kekacauan yang Marc lakukan, "bawa mayat perempuan ini, buang ketengah hutan. Jangan sampai ada jejak yang tertinggal." "Baik, Tuan." Para penjaga melaksanakan perintah, langsung membawa mayat Sofia dari sana. "Masalah sudah selesai. Dan … Marc, lain kali jangan seperti tadi. Kasihan orang-orang rumah yang tak terbiasa dengan suara tembakan, Nak. Apalagi istrimu," tegur Daniel kemudian pada cucunya. Dia geleng-geleng kepala karena Marc dan Damon sangat persis. Untung daddy dari cucunya tak ada di sini. Karena jika Damon di sini, tentu Damon akan membenarkan tindakan Marc dan bahkan bisa memarahi siapapun
"Bisa saja kamu membuat surat palsu," elak Sofia. "Masalah di rumah Kakek Nenekku, bukannya kamu yang lebih dulu menuduhku yang bukan-bukan?! Kamu menuduhku gembel dan berniat mengacaukan pesta, kamu mengusirku dari rumah Nenek dan Kakekku sendiri. Dan wajar bukan jika aku menyuruh maid di rumah Kakek Nenekku mengawasimu karena … seorang tamu tidak dikenal bisa-bisanya ada di ruang keluarga kami. Padahal ruangan itu area terlarang untuk para tamu. Pertanyaannya, kenapa kamu bisa di sana? Pasti berniat macam-macam bukan?" "Aku bukan pencuri!" marah Sofia, berteriak kesal karena tak tahan dengan tuduhan Kiana. Yang membuatnya semakin kesal adalah semua orang diam dan mendengarkan perkataan Kiana. "Kenapa marah? Aku saja tidak marah saat kamu mengusirku dari rumahku sendiri." Sofia memucat, menggelengkan kepala pada Audi. Dia berharap Audi tak percaya pada perkataan Kiana. "A-aku tidak mengusirnya, Nenek. A-aku bertujuan baik. Saat itu-- dia mengenakan pakaian santai. Sedangkan a
"Kenapa kalian memenjarakan Sofia, Marc?" tanya Audi, menatap Marc dengan ekspresi tak enak kemudian menatap satu persatu anggota keluarga yang lain– yang telah ia suruh berkumpul di kediaman Lucas. Sofia juga ada di sana, sudah ia bebaskan dari penjara. Sofia menghubunginya, mengatakan jika Marc telah memenjarakannya karena kesalah pahaman. "Aku tidak memenjarakannya, Nek," jawab Marc, "dan aku juga tak mungkin memenjarakannya," lanjut Marc, seketika membuat Sofia tersenyum manis–merasa jika Marc memiliki perasaan padanya oleh sebab itu Marc tak ingin menjebloskannya dalam penjara. Audi juga terlihat senang mendengarkan penuturan Marc, ternyata Marc tak ingin menjebloskan Sofia dalam penjara. "Hukuman di penjara terlalu ringan untuk wanita itu. Kejahatan yang dia perbuat sudah sangat banyak," lanjut Marc, seketika membuat senyuman Audi hilang. Begitu juga dengan Sofia yang langsung memucat. "Penjara terlalu enak baginya," tambahnya yang semakin membuat Sofia ketakutan. "Marc
Kiana menatap gambarnya yang salah coret, menganga sedikit lalu menoleh pada suaminya. Pria satu ini! Sangat-sangat tak aman untuk kesehatan jantung Kiana. Hell! Dari tadi, Marc sudah bagus hanya diam dan tak bersuara. Tetapi kenapa dia tiba-tiba mengeluarkan suara? See?! Sekalinya Marc berbicara, gambar Kiana rusak. Bencana! "Jawab." Marc bangkit dari kursi lalu menghampiri Kiana, dia berdiri di belakang istrinya–menatap sejenak pada gambar desain Kiana yang tergores pencil, cukup dalam dan parah. Melihat itu, Marc menarik salah satu sudut bibir ke atas–membentuk sebuah smirk tipis, geli melihat gambar istrinya. Jadi perempuan ini tadi kaget dan salah coret? Cih, menggemaskan. "Kau mencintaiku, Wife?" tanya Marc, membungkuk ke arah Kiana. Satu tangannya memegang sandaran kursi Kiana, satu lagi bertopang pada sisi meja istrinya. Kiana yang sedang menghapus bagian yang salah pada desain, menjadi kikuk lalu berakhir salah hapus. Marc berdecis geli, menarik penghapus dari tangan i
Ceklek' Marc menoleh ke arah pintu, mendapati istrinya di sana. Kiana terlihat kaget, mungkin tak mengira jika Marc telah datang. Kiana masuk dalam kamar, menutupi pintu sembari berjalan menghampiri suaminya. Dia tersenyum manis, senang karena Marc akhirnya kembali. Ada banyak hal yang ingin Kiana ceritakan pada Marc, salah satunya niatan Gebara untuk melamar Kinara–kakaknya. Karena jika Gebara ingin melamar Kinara, pasti mereka akan ke negara Kiana. Itu yang membuat Kiana sangat senang, dia bisa pulang lalu bertemu dengan keluarganya. Tak bisa dipungkiri, Kiana sangat rindu pada keluarganya. "Kak Marc kapan pulang?" tanya Kiana, masih tersenyum manis pada Marc. Pria itu menaikkan sebelah alis, menampilkan raut muka dingin dan tatapan yang cukup mengintimidasi. "Baru saja." Kiana cengar cengir, mendudukkan diri di pinggir ranjang. "Kau sepertinya terlihat sangat senang." Kiana menganggukkan kepala. "Kak Gebara sudah memantapkan niatannya untuk melamar Kak Kinara. Minggu
Sofia! "Untuk apa kamu datang ke sini?" sinis Kiana, menatap Sofia kesal secara terang-terangan. "Tuan meninggalkan laporan penting dan aku datang untuk menjemputnya," ucap Sofia dengan nada angkuh, berniat masuk akan tetapi Kiana dengan cepat mendorong pundaknya. "Jangan menginjakkan kaki kotormu ke dalam kamarku dan Kak Marc." Tak mau kalah, Kiana memperlihatkan keangkuhan yang sesungguhnya pada Sofia, "makhluk rendahan sepertimu bisa mencemari kamar kami," lanjut Kiana. Sofia mengepalkan tangan, menatap begitu marah pada Kiana. "Kiana! Jaga ucapanmu, ini bukan keluarga Melviano! Mungkin di keluargamu, kamu adalah nona muda yang selalu dihormati dan dimanja. Tetapi di sini …-" Kiana langsung memotong, berkata santai dengan bersedekap di dada, "nyonya Lucas. Aku malah naik jabatan di sini. Dari Lady Melviano, menjadi Nyonya Lucas. Iri, Remahan Biskuit?" ejek Kiana di akhir kalimat. Sofia semakin marah mendengar ucapan Kiana. Dia sangat tak terima, apalagi bagian Kiana meny
"A-aku memang kecelakaan, Tante. A-aku bahkan hampir mati." pekik Sofia, menangis dengan air mata yang terus meluruh. Disha menghela napas, tak ingin berdebat lagi dengan perempuan tersebut. "Kalau begitu biarkan Arseno memeriksa kakimu," ucap Disha dengan nada tegas. Sofia memucat, gugup dan terlihat panik. Kakinya tidak sakit ataupun patah. Meski Arseno bukan dokter ortopedi, tetapi dia yakin kalau Arseno akan tahu kebohongannya. Namun, jika dia keukeuh menolak, Disha akan lebih curiga padanya. Disha memanggil beberapa maid untuk membawa Sofia ke dalam, setelah itu dia menyuruh keponakannya untuk memeriksa kaki Sofia. ***Cup' Marc mencium bibir Kiana, melumatnya cukup kasar dan penuh penuntutan. Saat ini mereka sudah dalam kamar, membuat Marc leluasa untuk mencium istrinya. "Ummff--" Kiana memberontak, cukup kaget karena Marc tiba-tiba menciumnya. Dia juga ingin mengatakan sesuatu pada Marc, oleh sebab itu dia berupaya menghentikan Marc. "Kau menolak ciumanku?" ucap Marc, me
Setelah berbicara pada Eliza, Kiana menemui mama mertuanya. Dia tak enak hati melihat sang mama mertua yang sibuk ikut membantu persiapan pesta untuk nanti malam. Karena tidak tahu harus membantu apa, Kiana mendekati mama mertuanya untuk bertanya. Akan tetapi, sang mama mertua malah menyuruh Kiana istirahat–menyuruh Yoona supaya mengantar Kiana ke kamar. Yoona berbeda dengan Eliza, perempuan ini sangat santai dan juga ramah. Yoona memiliki seorang kakak bernama Gerald De Lucas, dan dia ternyata bekerja di DSL. Hanya saja karena Kiana tak memperhatikan dan Gerald tak terlalu menonjol orangnya, Kiana tak tahu jika Gerald adalah sepupu Marc. Suaminya juga punya satu sepupu laki-laki lainnya. Namanya Arseno De Lucas (anak dari Ando dan Aulia) di mana Ando adalah paman tertua Marc. Arseno sendiri memilih berbeda, menjadi seorang dokter bedah yang sudah terkenal keahliannya di negara ini. "Yoona, aku akan membantumu. Katakan apa yang bisa ku lakukan?" ucap Kiana, menolak masuk dalam ka