"Bagaimana dia mengenal Nolan dan bagaimana bukti itu bisa ditangan Nolan?" tanya Zahra penasaran. Sekarang dia paham ancaman apa yang diberikan Deana padanya, ini tentang apa yang Nolan lakukan padanya lima tahun yang lalu. Namun, yang tak membuat Zahra paham adalah kenapa Deana mengenal Nolan? Bukankah Nolan diasingkan di keluarga Melviano. Nolan sendiri yang mengaku jika dia gak dikenalkan di keluarga besar Melviano. "Sebelum Nolan menculikmu lima tahun yang lalu, dia lebih dulu menemui Brian untuk membalas dendam padanya. Sejak awal masalah Nolan adalah Brian, dan dia menjadi gila karena dendam dalam dirinya. Dia menemui Brian lalu mengatakan akan menghancurkan cucu kesayangannya, yaitu Zein. Dia akan merebutmu dari Zein lalu melakukan hal keji padamu agar Zein tidak lagi menginginkanmu."Mendengar itu, Zahra meringis dalam hati. "Tetapi Nolan tidak seperti itu, Ayah. Dia punya dendam akan tetapi dia juga punya hati untuk tak melukai seseorang yang tak bersangkutan dengan denda
"Ayah mengkhawatirkanmu, Aurelia." Lucas berkata berat. "Tak ada yang perlu Ayah khawatirkan. Ancaman Deana hanya kacang." Zahra meyakinkan, "Ayah hanya perlu tak terhasut oleh permainannya. Santai saja.""Hah." Lucas menghela napas pelan. Meskipun Zahra sudah meyakinkan dirinya, tetap saja dia khawatir pada putrinya. "Aku pergi dulu, Ayah. Istirahat lah dan tolong jangan terpengaruh oleh Deana. Cukup sekali Ayah diperdaya oleh perempuan licik itu," ucap Zahra. Dia mencium pipi ayahnya kemudian segera beranjak dari sana. Senyumannya mengibar lembut akan tetapi setelah keluar dari kamar sang ayah, senyuman itu langsung redup. Kenyataannya Zahra khawatir! Meskipun tadi dia meyakinkan ayahnya jika Zein tak akan terperdaya oleh rekaman percakapan Nolan dan Brian, tetapi Zahra sejujurnya takut. Zahra masuk ke dalam kamarnya sendiri lalu duduk di sofa sembari melamun. Zahra mengusap perutnya yang mulai buncit, dan perlahan matanya memanas. Ya Tuhan! Zahra semakin panik. 'Zein … apa di
"Aku sudah memperlihatkan rumah kita padamu, apa kau masih tak ingin pindah?" tanya Raka, memasuki kamar dengan buket bunga Edelweis–bunga kesukaan istrinya. Alana yang sedang membaca buku, reflek mendongak pada Raka. Dia cukup kaget karena suaminya baru pulang dan Raka langsung menanyakan perihal rumah padanya. Akan tetapi, dia lebih terkejut saat melihat bunga yang Raka bawa. Apa untuknya? "Ini." Raka memberikan bunga tersebut pada Alana, setelah itu langsung mengacak pucuk kepala istrinya dengan penuh kasih sayang. "Kau semakin cantik. Bunga yang kubawa bahkan langsung layu setelah berhadapan dengan kecantikan mu." Alana menaikan kedua alias, menggembungkan pipi sedikit karena salah tingkah oleh ucapan Raka. Tadi pagi pria ini menawarkan roti sobek diperutnya sekarang … menggombal? Ya Tuhan, jantung Alana tidak kuat. "Bu-bunganya cantik. Tidak layu sama sekali," jawab Alana. "Mengenai rumah, kita harus kembali bicarakan dengan Tuan Lucas, Raka. Dan … aku memang tidak tega menin
"A-aku minta maaf …." Seorang perempuan yang sudah babak belur dengan penuh darah yang keluar dari pipi, memohon terus pada sosok pria mengerikan di hadapannya. "A-- aku hanya ingin kam-kamu sadar, Zein. Zahra tidak pantas untukmu. Ka-karena dia sudah disentuh oleh …-" Plak'Sebelum ucapannya selesai, Zein lebih dulu melayangkan tamparan kuat pada pipi perempuan itu. Deana yang awalnya bertekuk lutut di hadapannya, terhempas kasar pada lantai. "Jaga ucapanmu, Sialan." Zein mengangkat kaki lalu menginjak kepala Deana–tanpa belas kasih sedikitpun. "Wanita yang sedang kau coba rendahkan adalah istri dari seorang Zein Melviano, wanita terhormat," geram Zein, semakin memperkuat tekanan pada kakinya yang menginjak kepala Deana. "Argkkk …." Perempuan itu hanya bisa berteriak dan menjerit, menarik kaki Zein agar menjauh dari kakinya. Pria ini iblis! "Katakan, kau ingin mati seperti apa? Dicincang atau … dimasukkan dalam kandang beruang lapar, Humm?" tanya Zein, menjauhkan kaki dari kepala
'Ka-kamu jahat!' Tut'Rahang Raka mengatup, langsung menjauhkan telepon dari telinga setelah sambungan terputus. Di sisi lain, melihat kemarahan suaminya, Alana berdiri dari ranjang, reflek menatap takut serta gugup. Dia mendengar ucapan Enda karena volume suara yang mungkin kuat. Anak perempuan itu meninggal dunia karena terlambat mendapatkan donor darah. Alana mendadak gelisah, semakin gugup ketika Raka menatapnya–masih dengan raut marah. Apakah Raka akan memarahinya? Karena sejak tadi Enda sudah menghubungi, Alana yang tak cepat menyerahkan HP pada Raka. "Aku …-" Alana bergerak tak nyaman, mencengkeram pinggiran dress tidur yang ia kenakan saat Raka menghampirinya. "Wanita itu sudah gila." Raka tiba-tiba berkata, meletakkan HP kembali ke atas nakas. "Anaknya yang mati, kenapa aku yang disalahkan? Cuih, dia pikir dia siapa?!" geram Raka, duduk pinggir ranjang–masih dengan raut muka marah. 'Ya Tuhan. Kupikir Raka marah padaku karena terlambat memberikan HP-nya. Ternyata dia mar
"Bukan hanya mencemarkan nama baikku, tetapi kamu juga membunuh putraku!" Wira Prasyogi–mantan suami Enda, begitu murka. Dia baru beberapa minggu ini kembali ke negara ini untuk mencari Enda yang melarikan anak-anaknya. Tak menyangka jika Enda telah mencemarkan nama baiknya dihadapan keluarga Melviano dan beberapa petinggi lain. Wira hampir tak ada muka, dituduh selingkuh serta menelantarkan anak istrinya. Padahal dia bercerai dengan Enda karena perempuan ini yang meminta, entah karena alasan apa. Wira awalnya tak membiarkan karena dia mencintai Enda. Akan tetapi Enda mulai bersikap dingin padanya dan kerap kali menyiksa anak-anak mereka. Enda juga berselingkuh dengan sekretarisnya. Hingga pada akhirnya Wira putus asa dan berakhir menceraikan Enda. Hak asuh jatuh padanya akan tetapi Enda membawa kabur kedua anaknya. Wira terus mencari dan beberapa hari yang lalu dia tahu Enda di negara ini. Itupun karena dihubungi oleh Raka, memakinya karena tuduhan Enda yang mengatakan jika dia ta
--21 tahun kemudian--Seorang pria dengan wajah tampan terlihat memasang raut muka dingin, menatap kakeknya intens. Orang tuanya juga ada di sana, akan tetapi tak ada yang bisa menghentikan keinginan kakeknya. Nail Leonardo Melviano, pria dengan wajah rupawan dan mempesona tersebut saat ini tengah diselimuti kekesalan. Nail seorang Melviano sejati, dia sulit ditundukkan dan hidupnya miliknya. Dia sangat tak suka diatur ataupun dipaksa. Tetapi hari ini, kakeknya–Lucas Yudistia, memaksanya untuk segera menikah. Jika tidak, Nail tak diperbolehkan menjadi ahli waris. Bahkan untuk mendapatkan Krystal'Royal pun, Nail dihalangi. "Kakek hanya ingin menimang cucu buyut sebelum Kakek tiada. Kakek menginginkan anak laki-laki, berharap berjumpa dengan pewaris generasi ketujuh Yudistia, sebelum Kakek tiada," ucap Lucas dengan nada bergetar dan lemah. Tubuhnya sudah bungkuk dan tak sekuat dahulu. Hidupnya mungkin tak lama lagi. Zahra adalah pewaris kelima Yudistia, yang saat ini kembali memimp
Syakila tersentak dan mendadak menciut karena bentakan kakaknya yang mengelegar. Syakila tahu pria dewasa dihadapannya ini teramat sangat mencintainya, jadi semarah apapun Nail padanya Nail tak akan memukulnya. Namun, tetap saja Syakila takut saat Nail marah. Kakaknya mengerikan apabila mengamuk! "Ma-maaf," cicit Syakila dengan menundukkan kepala. Nail berdecak marah kemudian kembali melanjutkan langkah. Namun, tiba-tiba saja …-Bruk' Terdengar suara benda jatuh. "Hueeek …." Disusul suara muntahan. Nail menoleh ke arah adiknya, melihat jika Syakila sudah berjongkok dan muntah. "Oh shit!" umpat Nail pelan, buru-buru menghampiri sang adik. "A-asam lambungku naik, Kak Nail. Maghku kambuh," ucap Syakila dengan suara lemah, mata terlihat sudah berair dan wajah gelisah. "Kakak akan membawamu ke kamar," ucap Nail, berniat meraih tubuh adiknya untuk digendong. Akan tetapi Syakila menolak. "A-aku bisa semakin mual kalau digendong. Kepalaku sakit sekali, berputar. O-obatku ada dikama