Entah apa yang Nail pikirkan tetapi dia sungguh menikahi Agatha–gadis yang masih bisa dikatakan remaja tersebut. Zahra dan Zein setuju karena menghargai keputusan Nail. Sedangkan Lucas, sebenarnya dia tak setuju dengan pilihan Nail karena dia ingin Nail menikah dengan Stella–sekretaris Nail. Namun, dia tak bisa membantah karena Nail hanya mau menikahi Agatha. Daripada cucunya sama sekali tak menikah, jadilah Lucas membiarkan. "Beristirahatlah." Nail berkata seperlunya pada Agatha. Setelah menikahi perempuan itu, Nail memilih memisah dengan orangtuanya. Dia membawa Agatha ke rumah sendiri dengan tujuan agar Agatha tak diusik oleh kakeknya ataupun kerabat lain. "Persiapkan dirimu untuk nanti malam." "Hah?" Agatha bengong, menatap Nail dengan ekspresi melongo. "Ada apa dengan nanti malam, Mon Tresor?" tanya Agatha bingung."Tugasmu," ucap Nail singkat lalu segera keluar dari kamar tersebut, meninggalkan Agatha yang masih bingung.Tugas? Mata Agatha seketika membelalak. Astaga! Dia se
---Enam tahun kemudian--- "Aku tidak bisa kembali ke negara itu, Pak Sandi. Kamu tahu kan aku bermasalah dengan seorang penguasa di sana," ucap Agatha pada bos sekaligus temannya. Enam tahun sudah berlalu, Agatha memilih kabur dengan membawa sejumlah uang Nail. Dia juga meninggalkan surat cerai di kamarnya, sebelum dia melarikan diri ke negara ini. Nail adalah suami yang baik. Setelah malam itu, di mana Nail menyentuhnya, Nail menunjukkan perhatian pada Agatha. Bahkan dia berterimakasih pada Agatha. Sungguh Agatha jatuh cinta pada sosok Nail saat itu juga. Satu bulan setelah itu, Agatha dinyatakan hamil. Nail semakin menunjukkan perhatian dan kepedulian padanya. Namun, satu yang tak Agatha pahami. Nail tidak membolehkan Agatha keluar dari rumah. Dia juga tak diperbolehkan menemui ataupun ditemui oleh keluarga Nail sendiri. Nail mengatakan dia ingin menjaga dan melindungi Agatha dari keluarganya. Akan tetapi Agatha tetap curiga. Hari-harinya dimanja oleh Nail. Agatha berhasil
Bug' Tubuh Agatha dilempar kasar oleh Nail ke atas ranjang. Setelah itu, dia langsung mengambil tempat di atas Agatha. "Lima tahun kau meninggalkanku dan putra kita, Tata," ucap Nail dengan nada serak dan berat, membelai wajah Agatha dengan gerakan lembut akan tetapi erotis secara bersamaan. Maniknya menghunus dalam, berkabut gairah dan hasrat. Gerakan-gerakan pemberontakan yang Agatha berikan kian membakar dirinya, membuatnya semakin menginginkan Agatha. Feromon Agatha menguar dan pekat, menguat Nail semakin sulit mengendalikan diri. "Seandainya aku tak memancingmu datang, mungkin kau tidak berniat kembali," lanjut Nail, mendekatkan wajah pada Agatha. "Ck." Agatha berdecak kesal. Sejujurnya itu ia lakukan untuk menutupi perasaan gugup yang melanda dirinya. "Berhenti bersikap sok mencintaiku, berhenti bersikap lembut. Kau pria jahat! Aku sangat membenci-- hummfff!" Ucapan Agatha seketika berhenti karena Nail tiba-tiba meraup bibirnya. Agatha berusaha keras mendorong dan menolak,
"Aku tidak mau terjebak selamanya dengan pria kejam itu!" Agatha tengah mengikat sprei yang akan ia gunakan untuk turun dari balkon. Dia berniat kabur dari rumah mewah nan megah ini. "Cih, akal-akalannya saja ingin mempertemukanku dengan Sagara. Kenyataanya apa? Dua jam dia pergi tetapi sampai sekarang dia tak kembali. Nail brengsek!" Apa gunanya rumah ini mewah dan besar jika tempat ini hanya akan menjadi penjara bagi Agatha? Dan pria itu kembali akan menjeratnya, Nail akan memperbudaknya. Agatha tak ingin hidup dengan Nail lagi, dia tak mau terperangkap lagi oleh cinta Nail yang sesat. Hanya penuh kepalsuan! Setelah mengingat sprei, Agatha menurunkannya di balkon. Dia melihat sampai mana sprei tersebut bisa mencapai dasar. Ternyata masih tak sampai dan tak menyentuh dasar, akan tetapi Agatha rasa dia bisa melompat setelah itu. Agatha lebih dulu melempar koper ke bawah kemudian disusul olehnya yang turun. Di sisi lain, Nail dan Sagara telah sampai ke rumahnya. Nail berniat
Sagara rasa suka pada sosok ini. Sedangkan Agatha, dia mengerjap beberapa kali ketika melihat sosok anak kecil yang berdiri di pinggir teras. Anak kecil itu tengah menatapnya sangat lekat dan intens. Cih, pasti anak ini jatuh cinta pada kecantikan sang Agatha. "Aku memang calon bintang. Cih," gumam Agatha pelan, buru-buru meraih kaca mata hitam lalu mengenakannya. Tak lupa ia mengibas rambut, supaya anak kecil itu semakin terpesona padanya. Namun, baru sana tebar pesona, suara teriakan marah terdengar dari atas. Agatha langsung panik seketika. "AGATHA ADITYA MELVIANO!" marah Nail dengan berteriak dari atas. Wajahnya merah padam, pertanda jika dia sangat gusar. Setelah berbicara lewat telepon dengan papanya, Nail segera ke atas untuk memanggil Agatha. Akan tetapi apa yang dia temukan sangat membuatnya marah. Perempuan itu berniat kabur! Agatha mendongak ke atas, membelalak dengan raut muka pucat pias dan tubuh tegang. Jantungnya berdebar sangat kuat dalam sana. Meliha
Agatha pucat pias, menggelengkan kepala karena takut pada Nail. Agatha melangkah mundur saat Nail berjalan ke arahnya, dia tak ingin tertangkap oleh Nail lalu kembali dalam penjara pria ini. Cukup lima tahun yang lalu dia tertipu oleh pesona dan cinta palsu pria ini. "Ti-tidak! Jangan me--mendekat!" pekik Agatha panik, berusaha mundur akan tetapi tepat di belakangnya ada sebuah rak sehingga Agatha tak dapat mundur. "Aku tidak mau. Lepaskan aku!" pekik Agatha saat Nail mencengkeram pergelangan tangannya. "Bukankah lima tahun adalah waktu yang cukup lama, Tata?! Seharunya kau telah puas bermain di luar sana." Nail berkata dingin, menyentak tangan Agatha sehingga perempuan itu berakhir menabrak dada bidangnya. 'A-apa dia mengungkit masalah uang yang kucuri?' Agatha membatin, kembali menggelengkan kepala karena tak ingin bersama Nail lagi. "U-uang? Okey, aku akan mengembalikan uang yang kubawa kabur. A-aku mampu membayarnya. Tapi …-" Agatha mengigit bibir bawah, mendongak dan menata
"Mommy, bisakah Sagara memeluk Mommy?" pinta anak itu setelah melepas ikatan di tangan dan kaki mommynya. Agatha tertegun, menatap kaget dan tak percaya pada putranya. Dengan ragu dia menganggukkan kepala, merentangkan tangan supaya Sagara datang memeluknya. Sagara langsung berhambur ke pelukan Agatha, membuat Agatha terhuyung. Untung tubuhnya yang akan ambruk ditahan oleh kepala ranjang. "Sagara merindukan Mommy. Sagara sangat menyayangi Mommy." Sagara berucap pelan, suaranya lemah karena terlalu merindukan mommynya. Sekarang Sagara senang, dia bisa merasakan pelukan mommynya yang terasa hangat dan nyaman. "Mommy juga merindukanmu dan … Mommy jauh lebih menyayangi Sagara. Maaf … Mommy meninggalkanmu di sini, karena Mommy tidak bisa membawamu ikut meskipun Mommy sangat ingin," ucap Agatha, memeluk erat Sagara, dia juga menghujani wajah putranya dengan kecupan lembut. Agatha sangat senang bertemu dengan putranya. "Jika begitu … bertahanlah di sini dengan Sagara. Jangan pergi
"Pencuri!" pekik gadis kecil yang sepertinya terlihat berusia tiga tahun atau empat tahun tersebut. "Aku? Pencuri?" Agatha tak percaya dengan anak kecil tersebut. Kecil-kecil menyebalkan! Sikapnya angkuh, seolah dialah pemilik rumah ini. "Heh, kamu ini siapa?! Jangan asal menuduh karena super star sepertiku tidak mencuri. Kalau aku pencuri, barulah aku mencuri. Tapi aku super star, bukan pencuri." "Kilana mau gelang itu. Cepat!" ucap anak kecil tersebut, menarekan tangan untuk meminta gelang. Agatha menatap gelang di pergelangannya. Gelang tersebut pemberian Sagara, baru tadi diberikan saat mereka mengobrol. Gelang ini berarti dan berharga, tentu Agatha tak akan memberikannya. "Ck." Agatha berdecak kesal lalu beranjak dari sana. Akan tetapi anak kecil itu menarik tangannya lalu tiba-tiba mengigit tangan Agatha. "Argk! Monyet!" umpat Agatha dengan reflek mendorong anak itu sehingga si anak terjatuh lalu berakhir tersungkur di lantai. "Putriku." Seseorang memekik, mendekat k
"Pulanglah lebih dulu, Nak," ucap Zahra, tersenyum lembut dan hangat pada Nail. Tatapannya begitu sendu, berkaca-kaca karena merasa kasihan pada putranya. Tiga tahun! Ternyata selama itu Nail tak pernah pulang, Nail selalu berada di sini–demi menjaga orangtuanya. Zahra baru tahu ini karena Aiden memberitahunya. Sedangkan Aiden, dia beberapa kali menyuruh Nail kembali ke negara mereka untuk mengunjungi Agatha, akan tetapi Nail menolak karena beberapa alasan. Sekarang Zahra sudah mulai membaik, oleh sebab itu Aiden berani mengatakan hal tersebut pada mama mereka. "Mama dan Papa juga akan pulang secepatnya," lanjut Zahra, meraih tangan Nail lalu menggenggamnya erat. "Pulang, Nak. Temui istri dan anak-anakmu."Nail tersenyum kecut, menggelengkan kepala dengan pelan. "Agatha tidak membiarkanku pulang jika tak membawa Mama dan Papa. Jadi cepatklah sembuh, Mah," ujar Nail lembut, menatap wajah teduh mamanya dengan manik sendu. Mamanya duduk di kursi roda, pada kening mamanya ada sebuah b
"Ya, aku bersedia." Agatha menjawab cepat, tiba-tiba saja dia membuka sandal yang ia gunakan kemudian mengangkatnya tinggi. "Bersedia memukul kepalamu dengan ini," ucapnya, kemudian mengayunkan tangan yang memegang sandal tersebut. Bug' Jidan awalnya mengira Agatha hanya mengancam. Ternyata Agatha benar-benar memukulnya dengan sandal tersebut. Jidan melebarkan mata, menatap tak percaya saat sandal tersenyum secara kasar menyapa kepalanya. "Masih tak ingin pergi yah? Oke!" Agatha melepas sandal satu lagi, mengunakan kedua sandal untuk memukul Jidan. Pria itu membelalak lebar, menghindari pukulan Agatha lalu buru-buru pergi dari sana. "Sialan kamu!" jerit Agatha kesal setengah mati pada Jidan. Jidan nyengir ketika akan masuk dalam mobil, mengedipkan mata secara genit ke arah Agatha. "Aku yakin sebentar lagi kamu akan jatuh cinta padaku, Agatha. Aku sangat tampan dan soft." Bug' Agatha yang kesal luar biasa, kembali meraih sandalnya lalu melemparnya pada Jidan. Pria terk
"Aku sangat merindukanmu, Tata. Kapan aku boleh pulang, Humm?" ucap Nail dari seberang sana. Sejujurnya mata pria yang katanya sangat kejam tersebut terlihat memerah dan digenangi bulir kristal, akan tetapi karena dia dan Agatha berbicara lewat ponsel, Agatha tak kentara jelas melihatnya. Nail sangat merindukan Agatha. Dia tidak bohong! "Jika Mama dan Papa sudah sembuh, barulah Mon Tresor kembali." Agatha menjawab dengan nada lembut, tak menghilangkan keceriaan di wajahnya. Namun kenyataannya, Agatha rasanya ingin menbagis. Matanya sudah panas dan berair, ingin menangis karena menahan gejolak rindu yang melanda. Percayalah! Ini tidak mudah, akan tetapi mereka harus bertahan. "Keadaan Mama sudah jauh lebih baik," ucap Nail tiba-tiba, tersenyum tipis di bibir, "sebentar lagi kita akan bertemu," lanjutnya. Agatha melebarkan senyuman. "Aaaa … aku tidak sabar. Semangat semangat semangat! Mon Tresor harus semangat merawat Mama dan Papa. Oh iya, bagaimana dengan kondisi Papa?" "Papa su
Tiga tahun kemudian. "Ini adalah hari kematian Kakek, tahun ketiga yang menyedihkan untuk kita semua." Agatha menoleh pada Syakila, tersenyum tipis pada sahabatnya tersebut untuk menyalurkan kekuatan dan cinta. Benar sekali! Ini adalah hari kematian kakek Lucas, tahun ketiga mereka kehilangan semuanya. Tiga bulan setelah Agatha melahirkan, Nail bepergian ke luar negeri. Di sisi lain, Zein, Zahra, Alana dan Raka, juga pergi ke sebuah negara untuk menghadiri acara penting. Nail pergi ke negara berbeda dari orangtuanya, dan dia ke sana untuk kepentingan bisnis. Nail di sana selama sebulan, dan berencana pulang setelah urusannya telah selesai. Namun, niatnya untuk pulang tertunda karena orangtuanya dan kakeknya kecelakaan saat akan kembali ke negara ini. Bukan hanya sekedar kecelakaan, akan tetapi ada campur tangan seseorang yang membenci keluarga Melviano. Tak lain adalah orangtua Soraya, mereka balas dendam karena menghancurkan kehidupan Soraya. Vidio buruk Soraya dengan beberapa p
"Kau sangat cantik." Deg' Agatha mendongak seketika, menatap gugup pada Nail. Pipinya memerah karena mendengar pujian dari suaminya, dan bibirnya menahan untuk tak tersenyum. Namun, ketika melihat raut muka Nail yang lempeng, Agatha memilih kembali menunduk–memanyunkan bibir sembari meremas bagian gaun di atas pangkuannya. Agatha sepertinya hanya salah mendengar. Nail tak lagi memuji dirinya, Agatha hanya salah pendengaran. Mungkin saking inginnya mendapat pujian dari suaminya. Tiba-tiba saja tangan Nail terulur, menyentuh dagu Agatha secara lembut. Dia menaikkan dagu istrinya, membuat Agatha reflek mendongak–menatap tepat ke arah Nail. "Kau sangat cantik, Tata," ucap Nail lembut, menatap berat ke arah Agatha. Sempurna! Wanita ini terlihat begitu cantik di malam hari ini, gaun biru ini sangat indah setelah berada di tubuh Agatha. Kulit Agatha bersinar terang apabila dibawah cahaya, efek dari sparkling yang menempel pada gaun. Istrinya bak Dewi bulan, cantik dan indah! "Kau
"Daddy jika ingin tersenyum, tersenyum saja. Tak ada yang melarang," ucap Sagara dengan nada yang terkesan ketus, mendongak pada daddynya yang duduk bersebelahan dengannya. Sagara tentu iri! Bagaimana bisa monster cap kuku Setan ini bisa sangat menginspirasi mommynya? Kenapa bukan Sagara yang jelas-jelas baik hati, anak yang rajin dan suka membantu orang tua? "Humm." Nail berdehem datar, menatap putranya dengan tatapan lempeng. Namun, setelah itu dia berdecis geli, terkekeh pelan setelahnya sembari mengacak surai di pucuk kepala putranya. "Cih, mommy sangat menggemaskan," ucap Nail, benar-benar salah tingkah. Damage-nya begitu dahsyat, hingga rasanya Nail terus-terusan ingin tersenyum. Sagara menatap berang pada sang daddy, cukup kesal karena rambutnya terus diacak oleh daddynya. Sedangkan Nail, saat papa, paman dan kakeknya menoleh ke arahnya, seketika itu juga dia memasang wajah lempeng–pura-pura tidak merasakan apapun setelah mendapat pujian dari Agatha. Lalu setelah para pria
"Yah, benar sekali. Lukisanku telah dirusak oleh seseorang." Agatha menoleh sinis pada Laila, "sejujurnya aku sempat down karena lukisanku rusak. Bukan masalah tak punya ide, tetapi mengerjakan lukisan itu memakan banyak waktu. Aku senang saat melukis, tetapi tak bisa dipungkiri melukis sangat melelahkan. Setiap kali selesai melukis, pasti aku akan menjadi nenek-nenek. Pinggang sakit, punggung pegal, leher terasa akan patah, kaki kesemutan. Yah, seperti nenek-nenek. Dan … dengan seenaknya seseorang merusak lukisanku. Siapa yang tak marah?" Lagi-lagi para tamu tersenyum mendengar ucapan Agatha. Ah, mereka sangat suka mendengar coleteh perempuan menggemaskan ini. Sangat lucu! "Tapi tenang! Sejatinya kemampuan pelukis itu bukan pada hasil, akan tetapi pada proses dan ide. Itu yang Mama dan Papa katakan padaku." Agatha berucap dengan ceria, dia lalu menoleh pada mamanya kemudian membungkuk hormat, "Mama, Agatha berterimakasih padamu. Lagi-lagi Mama menginspirasiku dan aku semakin meng
"Itu mirip seperti lukisan Agatha." Orang-orang mulai berbisik karena mendengar ucapan salah satu pelukis tersebut. Sedangkan Laila, dia panik dan terlihat gugup. "Jangan asal menuduh. Ini lukisan yang kubuat, hasil pemikiran ku sendiri." Laila memekik, berucap dengan suara kuat supaya orang-orang percaya padanya. Almira maju ke depan, Laila seketika mendekat karena mengira Almira akan menolongnya. Laila bisa masuk ke tempat ini berkat bantuan Almira, dia yakin sekali Almira akan membantunya. Karena jika tidak nama galeri milik Almira, bahkan nama Almira sendiri bisa rusak. "Ya, benar. Lukisan ini memang mirip dengan lukisan Agatha–putriku," ucap Almira lantang, mengejutkan orang-orang karena tak menyangka jika Almira adalah ibu dari Agatha. "Ti-tidak. Aku tidak mungkin plagiat. Aga-- Nyonya Almira membela Agatha karena dia putri anda. Iya kan?" Laila bersikeras tak mengakui perbuatannya. Almira menoleh pada Laila, tersenyum tipis namun penuh isyarat. Almira memberi i
Agatha dengan ragu mengatakan langsung alasan kenapa dia marah pada suaminya. "Aku sangat ingin mangga muda dan aku memintanya pada Mon-- Kuku Setan ini!" Agatha menyolot di akrih kalimat, melotot galak pada suaminya kemudian memukul paha Nail kembali. Mendengar sebutan Agatha pada Nail, orang-orang di sana menahan tawa. Sedangkan Agatha lanjut berbicara, "dia bilang, dia akan mencari mangga muda untukku. Tetapi-- Kuku Setan ini bukan memberiku mangga muda, Kuku Setan ini memberiku jelly berbentuk mangga." "Yang penting mangga," jawab Nail tanpa dosa. Bug' Agatha kembali memukul lengan Nail, dengan sekuat tenaga sehingga suara pukulan terdengar. "Kamu mempermainkanku. Dasar Kuku Setan! Aku benciii! Agrkkk--" Agatha menjerit tertahan sembari menengada ke atas. Kemudian, dia mengigit lengan Nail sekuat mungkin–melampiaskan rasa kesal yang melandanya. Agatha kehilangan kendali, tak peduli lagi jika saat ini mereka dihadapan keluarga besar Melviano. "Nail." Zahra geleng-geleng k