Share

2. Adik Kesayangan Jovan

"Peluk... Aku mau peluk..." Wanita itu mengatakan hal yang lain untuk pertama kalinya. Jovan membelalakan matanya melihat bagaimana adiknya langsung mengeras tegang hanya dengan mendengar kata-kata itu. 

"Calm down bung, jaga harga dirimu!"

"Hng....h~"

"Shit!" Mau tidak mau Jovan harus mengeluarkan miliknya. Dia membuka gespernya, pengait, lalu menurunkan resleting celananya yang sesak menahan ketegangan di bawah sana.

"Kau benar-benar tidak punya harga diri." Meskipun itu jelas-jelas bagian dari dirinya sendiri. Jovan tetap tidak suka akan fakta bahwa bila miliknya langsung berdiri hanya karna beberapa kata dari seorang wanita yang terpengaruh obat perangsang.

Baginya, hal itu sungguh tidak jantan!

"Baiklah, mari lakukan ini dengan cepat." Jovan menyesap dalam mulut wanita itu. 

Gerakan lidah keduanya semakin sensual.

"Kau..." 

Jovan tak lagi bisa berpikir jernih. Padahal dia hanya ingin melakukannya sendiri untuk dirinya. Tapi kalau sudah begini, siapa yang harus disalahkan?! 

"Jangan salahkan aku girl, salahkan dirimu sendiri." Jovan naik ke atasnya. Bersiap membuka atasan wanita itu. Tetapi baru akan melakukannya, para wartawan sudah masuk dan mengambil banyak gambar.

Termasuk gambar.... adik kesayangan Jovan!

***

"Wow bro! Aku hanya menyuruhmu mengirimkan gambarnya padaku, kenapa malah kau publikasikan? Hahaha, apa-apaan itu, seorang Jovan Exvander mencoba meniduri wanita yang tak sadarkan diri??? Haha—"

Jovan lantas memutuskan sambungan telepon itu. Melemparkan ponselnya begitu saja diatas meja kaca.

Bertepatan dengan itu, beberapa orang datang dari berbagai arah, berkumpul bersama. Kini, bukan hanya Jovan saja yang ada disana melainkan ayahnya, ibunya, paman, bibi, sampai sepupunya juga ada disana.

Jovan hanya bisa berdecak dalam hati melihat keramaian itu. Ayolah, bukan masalah ini bukan hanya sekali dua kali muncul di media? 

Dengan judul: Casanova Exvander beraksi lagi!

Jovan yang bersangkutan saja bosan dengan tingkah para wartawan yang melebih-lebihkan berbagai hal. Kenapa keluarganya juga ikut-ikutan. 

"Foto yang bagus, Jovan." Arvis, sepupu Jovan yang seumuran dengannya memecah keheningan dengan hal yang bagus yang mana hal itu sukses membuat wajah para wanita yang hadir memerah seperti tomat.

Meskipun Jovan sudah mengurus masalah foto adik kesayangannya yang ikut terpublikasikan di media, bukan berarti sampai keakar-akarnya beres. Akan ada pertinggal, akan ada yang namanya jejak digital, dan ada lebih dari seribu orang didunia ini yang bisa memulihkan foto adik kesayangannya yang sempat terhapus.

Apalagi sepupunya ini adalah lulusan terbaik sebagai mahasiswa IT. Mana mungkin dia tidak punya foto aslinya??? 

"Untuk apa kau menyimpan foto diriku? Apa kau berniat mastrubasi dengan itu?" 

Arvis mempertahankan senyum khas terpelajarnya. "Jika kau mau, aku bisa."

"Bangsat!"

"Diam!" Adam—ayah Jovan menyela. Beliau adalah sosok yang mewarisi  Exvander Group disaat orang-orang mengatakan bahwa perusahaan itu akan gulung tikar. Dia mengangkatnya dengan tinggi hingga sejauh ini hanya untuk dijatuhkan berkali-kali oleh putra satu-satunya.

"Jovan sepertinya kau masih tidak paham kondisimu saat ini." Ujar Adam dengan nada tegasnya. Tak lupa sorot matanya yang dingin dan mengintimidasi ikut serta menekan suasana.

"Apa? Memangnya separah apa kondisi ku sampai aku harus membiarkan dia mastrubasi dengan fotoku."

"Jovan..." Felicia—ibu Jovan menegur sambil menepuk jidat. Beliau menghela nafas panjang beberapa kali untuk menenangkan dirinya yang memiliki riwayat penyakit darah tinggi.

"Apa kau berpikir kau masih anak remaja yang masih sibuk tawuran, hah?!" Suara Adam meninggi. "Bukan sekali-dua kali kau melakukan ini dan bukan sekali-dua kali juga kami memperingatkanmu untuk berhenti. Kau pikir gara-gara ini hanya kau saja yang jatuh dalam masalah?! Berkatmu harga saham turun drastis!"

"Lihat dirimu, masih bisa duduk santai disini tanpa memikirkan kerugian perusahaan. Anak-anak seumuranmu bahkan yang lebih muda darimu ada yang mulai merintis usahanya, ada yang mulai membantu orangtuanya di perusahaan dan ada yang bahkan sampai saat ini mati-matian mencari pekerjaan yang layak. Tapi kau! Apa kau tidak pernah bercermin Jovan!"

Jovan hanya memalingkan wajah, menatap kearah lain yang penting bukan wajah apalagi mata ayahnya. Meski begitu hanya matanya yang bisa lari, tidak dengan kupingnya yang selalu terbuka. Dia mendengar setiap kata yang diucapkan ayahnya dengan jelas, dan itu cukup menjengkelkan. Dia tidak suka perasaan menyesakan di dadanya. Rasanya tercekik.

"Selama ini aku memperhatikanmu, dan sepertinya kau tidak akan berubah. Bahkan jika kau berubah dari sikapmu ini, bukan berarti kau tidak akan mengulanginya lagi dilain hari. Jadi intinya tidak akan ada perbaikan pada sifatmu itu." Adam berdiri.

"Jovan, kali ini Exvander benar-benar tidak bisa membantumu lagi. Kau akan dikeluarkan dari Exvander."

"Apa?!" Felicia terkejut. Keputusan ini tidak ada dalam skrip mereka.

Sama halnya dengan Felicia, paman-bibi, dan kedua sepupu juga terkejut. Apalagi dengan Jovan. Jovan menatap netra ayahnya tak percaya.

Sementara itu adam tanpa melemaskan ekspresi wajahnya sedikit pun, melanjutkan dialognya. "Kecuali jika kau menikahi wanita di foto itu."


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status