Tangan Laura terulur ke depan, ia menerima buket bunga itu sebelum menarik napasnya sedikit dalam dan menegarkan diri. “Terima kasih,” ucapnya. “Mama dan Papa silahkan duduk.” “Terima kasih,” sambut mereka hampir bersamaan. Laura meletakkan buket bunga itu ke atas meja, kemudian kembali untuk duduk di sofa, berseberangan meja dengan kedua orang tuanya. “Tadi Mama bertanya pada Jake apakah kamu di rumah ataukah di butik,” ujar wanita itu membuka percakapan. “Dia bilang kalau kamu sedang di butik, jadi kami pergi ke sini.” “Mama dan Papa ada perlu sesuatu?” tanya Laura. “Tidak, hanya ingin melihatmu saja,” jawab sang Ayah. “Kami melihat ada sesuatu yang bagus kemarin saat kami pergi ke luar kota, jadi kami membawakannya untukmu.” Hariz mengeluarkan sebuah kotak besar dari dalam paperbag yang ia letakkan di lantai. Ia berikan kotak yang berjumlah dua itu pada Laura, ia letakkan di atas meja agar Laura bisa melihatnya dengan jelas. “Ini pakaian bayi,” ucap Hariz. “Sebelu
Pelukan hangat ayah dan ibunya masih terasa membekas bahkan hingga saat Laura memasuki rumahnya sore hari ini.Ia baru saja dijemput oleh Han—salah satu sopir milik Jake—dan berjalan melewati pintu dengan disambut oleh Rani.“Nona Laura, sudah pulang,” sapanya keibuan.“Iya, Bu Rani.”Rani hampir mengatakan sesuatu lebih jauh sebelum ia melihat Han yang membawa masuk sebuah buket bunga berukuran besar dan beberapa paper bag.“Tolong taruh di meja ruang tengah saja, Pak Han,” pinta Laura.“Baik, Nona.”“Nanti tolong Bu Rani bawa masuk ke dalam kamar ya,” katanya kemudian beralih memandang wanita paruh baya tersebut.“Baik, Nona,” jawabnya. “Tapi dari mana itu jika saya boleh tahu?”“Dari Mama dan Papa.”Jawaban itu membuat Rani terangat kedua alisnya. Hanya beberapa detik keterkejutannya sebelum ekspresinya berubah menjadi rasa senang.“Senang mendengar beliau berdua berusaha memperbaiki hubungan,” ucapnya. “Saya harap Nona mendapatkan kebahagiaan sempurna dan keluarga yang utuh, ditam
Sore hari ini, Laura gugup saat ia berjalan bergandengan tangan bersama dengan Jake sekeluarnya mereka dari mobil yang dikendarai oleh suaminya itu hingga tiba di tempat ini. Halaman yang luas menyambut kedatangan mereka, tempat yang sudah cukup lama tidak didatangi oleh Laura. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali menginjakkan kakinya di sini. Ini adalah rumah Hariz dan juga Agnia, rumah di mana Laura tinggal sebelum ia diperistri oleh Jake. Ia datang ke sini setelah Jake mengajaknya untuk mengunjungi orang tuanya. Semakin cepat mereka melakukan banyak interaksi, maka akan membuat hubungan mereka juga membaik dalam waktu singkat. Dua orang itu menyambut kedatangan mereka di teras rumah, Agnia bahkan berlari kecil menjemput Laura dan senyumnya yang hangat menghujaninya penuh kasih sayang. “Senang melihatmu, Nak,” katanya. “Selamat datang,” imbuh Hariz yang berdiri di belakang Agnia. “I-ini—“ kata Laura terbata, tangannya terarah ke depan saat menyerahkan dua buah paper bag beruku
Kepalanya berat, Zafran seperti tak diizinkan untuk memproses gelombang kejut yang menghantam dadanya.Langkahnya gamang saat ia mendekat pada mobil sedan miliknya yang ia yakini Elsa tengah berada di dalam sana.‘Apa Elsa baik-baik saja?’ tanyanya dalam hati. ‘Apa dia dan Pak Jun selamat?’“MINGGIR! MINGGIR! TOLONG BERI JALAN!” Suara beberapa petugas medis yang dipanggil oleh saksi yang berada di lokasi kejadian membuat Zafran terjaga.Napasnya tertahan, sesak memenuhi setiap ruang kosong di dalam hatinya saat ia melihat rumitnya evakuasi yang mereka lakukan sewaktu membuka pintu mobil.“ELSA!” Seruan Zafran terdengar memecah ketegangan.Ia beringsut menghampiri seorang wanita yang diangkat keluar dari dalam mobil dengan keadaan kepala yang bersimbah darah.“Itu istrinya Tuan Zafran?”“Astaga ... padahal mereka baru menikah.”Suara orang-orang yang ada di sana memperkeruh keadaan.“Ini istri saya,” ucapnya pada seorang petugas medis yang gegas membawa Elsa masuk ke dalam mobil ambu
“Keluarganya Bu Elsafana?” ucap seorang dokter yang wajahnya bisa dilihat jelas oleh Zafran setelah beliau melepas masker yang ia kenakan. “Benar, saya suaminya, Dokter,” jawab Zafran. “Bagaimana keadaan istri saya?” “Bu Elsa mengalami retak pada tangan sebelah kanannya, Pak,” jawab beliau. “Bu Elsa juga mengalami trauma tumpul abdomen yang kabar baiknya ... itu tidak sampai mengenai organ dalamnya. Wajahnya terluka karena terbentur kaca, tapi itu hanya luka luar saja. Meski nanti meninggalkan bekas, setidaknya kami juga tidak mendapati pendarahan yang fatal.” Kedua bahu Zafran merosot lega. Ketakutan yang beberapa saat lalu membayanginya perlahan sirna. Setitik air matanya keluar, ia menunduk di depan dokter saat mengatakan, “Terima kasih, Dokter. Terima kasih banyak.” “Sama-sama,” jawab Dokter tersebut. “Kami akan memindah Bu Elsa ke ruang ICU setelah ini selama masa pemulihan ya, Pak. Mohon maaf, untuk sementara ini beliau tidak bisa dikunjungi sampai waktu yang belum bisa kami
Zafran tengah berdiri memandangi jendela besar yang ada di ruang ICU, sudah beberapa hari berlalu pasca Elsa dipindahkan ke sana tetapi belum ada tanda-tanda istrinya itu akan bangun.Ia menghela dalam napasnya, matanya sejenak terpejam sebelum ia berbalik saat mendengar panggilan dari sebelah kanannya.“Tuan Zafran, selamat sore,” sapa suara bariton pemuda tersebut.Andy, yang menundukkan kepalanya di depan Zafran yang lalu membalas sapaannya, “Sore, Ndy.”“Maaf saya baru bisa datang sekarang,” katanya.“Tidak masalah, bagaimana kantor?”“Baik-baik saja, Tuan,” jawabnya. “Saya membawa beberapa hasil pertemuannya, jika Anda—“Andy berhenti bicara saat Zafran menolak dengan isyarat tangannya, “Kamu simpan saja dulu,” katanya.“Baik. Bagaimana keadaan Nona Elsa?” tanyanya kemudian menoleh ke arah jendela, tempat di mana Zafran berdiri beberapa saat yang lalu dengan mata yang penuh harap.“Dokter bilang kondisinya baik, hanya saja memang kita belum tahu kapan Elsa akan sadar.”Andy menga
‘Tepat seperti dugaan!’ batin Andy, entah ia harus senang karena dugaannya benar ataukah harus marah karena pria itu—Kim—bisa dimanipulasi oleh anak perempuannya sendiri. “Pak Andy?” panggil Anton dari seberang ponsel. “Ya,” jawabnya. “Apa ada keterangan lain yang diberikan oleh teman-temannya Pak Anton? Misalnya apakah mereka mendengar apa yang disampaikan oleh Kim dan juga sopir bernama Danu itu?” “Maaf, untuk itu saya tidak mendapatkan keterangannya,” jawab Anton. “Tapi jika sampai dipukul begitu, bukankah kemungkinan Danu sempat menolak? Mungkin dia takut dipecat jadi menuruti Pak Kim.” “Terima kasih banyak untuk keterangannya.” “Sama-sama, Pak Andy. Saya akan hubungi Pak Andy kembali jika memiliki informasi lainnya.” Panggilan mereka kemudian mati. Alis Andy berkerut tetapi ada sebuah kelegaan yang terjadi di dalam hatinya. “Semakin jelas bagaimana alurnya,” gumamnya. Biar pria itu menikmati sisa-sisa kebebasannya sejenak, nanti setelah ini Andy akan pastikan ia diseret
Untuk pertama kalinya, Laura melihat Xandara secara langsung. Gadis itu cantik, tentu saja. Karena dia seorang model yang juga menjadi juara dalam salah satu acara pageant. Sepasang matanya mengarah pada Jake untuk beberapa saat hingga tak berkedip. “Malam,” sahut Laura sehingga ia sedikit tersentak dan terjaga kemudian memandangnya. “Apakah ... benar Elsa masih dirawat di dalam sana?” tanyanya. “Iya, benar. Tapi sayangnya dia masih belum bisa ditemui karena—“ Laura menunjuk sekilas ke arah pintu ruangan. “Karena dia masih di ICU,” lanjutnya. “Ah, sayang sekali ....” “Jika tidak keberatan, Anda siapanya Elsa?” tanya Laura, ia mendekat pada Jake dan melingkarkan tangannya ke lengan prianya itu karena sedari tadi Xandara terlihat berulang kali mencuri pandang kepada Jake. “A-Anda sendiri?” “Eve Laura,” jawab Laura. “Aku teman sekolahnya Elsa dan kami bersahabat sampai hari ini.” Gadis itu terlihat mengedipkan matanya lebih dari satu kali sebelum membuka suara, “Ah,
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau