Laura menunduk, menghapus darah di hidungnya dengan cepat. Tetapi tiba-tiba Jake menghentikan tangannya. Jemari besar pria itu kini melingkar di pergelangan tangan Laura.Kebisuan memeluk mereka selama beberapa detik hingga Jake menghancurkan keheningan itu.“Ada apa, Laura?” tanyanya. “Kenapa hidungmu berdarah?”Laura tak ingin menjawab. Ia menepis tangan Jake, tetapi itu tak membuahkan hasil karena yang ada Jake mencengkeramnya semakin erat.“Jawab aku!” titahnya.Laura mengangkat wajahnya, menemukan manik mata Jake yang kelam menatapnya menunggu jawaban.“B-bukan apa-apa,” jawab Laura gugup.“Bohong!” sahut Jake, kedua alis lebatnya berkerut.Laura pikir … sepertinya Jake tidak akan percaya begitu saja kepadanya. Sehingga ia harus menemukan kalimat bantahan yang tepat.“K-kalau kamu berpikir aku bohong, memangnya kamu tahu apa yang terjadi padaku?”Jake membuang napasnya dengan sedikit kasar, kedua bahunya yang bidang jatuh bersamaan saat ia melakukan itu. “Jadi beri aku jawaban y
Jake mendengus. “Kenapa aku harus menikahi Fidel?”“Kenapa lagi memangnya?” tanggap sang ibu. “Tentu saja karena dia datang dari keluarga yang baik dan terpandang. Dulu kamu juga sempat berpacaran dengannya, ‘kan?”“Itu sudah berakhir sangat lama, Mam.”“Mama yakin dia adalah wanita cerdas dan bisa menjalani kodratnya sebagai wanita dengan memberi keturunan untuk keluarga kita, Jake.”“Tahu dari mana Mama jika dia pasti bisa melakukan itu?” tanya Jake, menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa sementara Alina masih tak henti menatapnya.“Karena Fidel tidak menjalani pengobatan jangka panjang seperti Laura,” jawabnya. “Artinya, jika Laura tidak menjalani pengobatan jangka panjang, maka dia juga memiliki kesempatan untuk menjadi wanita yang sempurna, begitu?”Alina bergeming, tak menjawab anak lelakinya yang seolah sedang mengatakan agar ia berhenti membandingkan antara Laura dan mantan pacarnya itu.“Tidak juga,” sahut Alina tiba-tiba. “Mungkin saja dia memang benar-benar wanita mandu
Pagi hari ini, Laura sedang berada di luar rumahnya. Usai menghabiskan makanan yang ia paksa telan karena sejak semalam ia tak makan, ia melakukan kegiatan untuk mengurangi kebosanan.Kegiatan kecil yang setidaknya membuat kakinya tetap bergerak serta tidak terpaku duduk diam di satu tempat saja.Ia sedang memotong tangkai bunga, membuang yang kering dan menjaga yang masih segar.Tangannya yang sedari tadi sibuk bergerak dan kakinya yang berjalan mendadak berhenti saat di pikirannya terlintas sebuah tanya, ‘Kapan pengadilan akan memanggil aku dan Jake untuk mulai proses perceraiannya?’Laura akan tanya pada Elsa nanti. Ia lupa menanyakan, kapan persisnya sejak berkas perkara didaftarkan ke pengadilan hingga datangnya surat panggilan.“Kenapa melamun?” tanya sebuah suara bariton yang mengejutkan Laura.Ia menoleh ke sebelah kanannya dan kedua matanya membola melihat siapa yang tengah berdiri di halaman rumah tanpa ia dengar kedatangannya itu.“P-Pak Zafran?” sebutnya gugup.“Selamat pa
‘Jadi benar selama ini mereka memang menjalin hubungan?’ tanya Laura dalam keheningan. Meski hatinya sakit melihat pemandangan yang ada di depan matanya, ia tak ingin mengambil hati. Ia tak ingin mempedulikan keberadaan baik itu Jake, Fidel, atau bahkan Alina.Laura menoleh pada Zafran, ingin memintanya untuk mencari jalan yang lain agar mereka bisa segera pergi dari sini secepatnya. Tapi saat Laura menemukan manik mata cokelat gelap milik pria itu, sepertinya Zafran juga sudah mengetahui keberadaan Jake di sana.Zafran membuang napasnya dengan kesal, seolah benci dengan kebetulan yang tidak menyenangkan ini.“Kita lewat sana saja, Mam!” ajak Zafran, menunjuk ke arah lain.Meski ibunya bingung karena anak lelakinya bermanuver secara tiba-tiba, tetapi Ema menurut. Ema juga meraih tangan Laura agar mereka mengambil jalan yang lain yang ditunjuk oleh Zafran.Mereka tiba di sebuah kafe di sudut food court. Zafran memastikan Laura duduk dengan nyaman terlebih dahulu barulah kemudian ia
Laura bisa merasakan tangan Jake yang melingkar di pergelangan tangannya menegang saat Zafran mengatakan agar Jake melepasnya Jake tertawa lirih, rahangnya menggertak saat ia menatap Zafran. “Kamu tidak berhak melarangku menyentuh istriku sendiri, Zafran Almair Roya!” Zafran ikut tertawa, menyiratkan ekspresi mencemooh yang kental di balik senyumnya kala netranya yang kelam masih beradu dengan manik mata Jake. “Jika Laura istrimu, lalu kenapa kamu pergi dengan mantan pacar dan ibumu ke wedding exhibition, Jake?” tanyanya. “Setidaknya jelaskan itu dulu sebelum kamu berbicara seolah Laura sedang melakukan dosa besar dengan makan di sini bersamaku dan menariknya dengan kasar seperti ini!” lanjutnya penuh penekanan. “Kamu dan Laura pun tidak ada bedanya sebenarnya,” tanggap Jake. “Karena Laura datang ke sini dengan pria lain juga saat status kami masih sebagai suami dan istri.” Jake memandang laura yang tak hentinya menatapnya dengan penuh kebencian. “Laura datang ke sini karena Ib
“Fidella—”“Melihatmu seasing ini ….” Fidel menjeda bicaranya, gadis itu menunduk dan meremas jemarinya. “Aku yakin kamu pasti lupa bahwa aku pernah menyelamatkan hidupmu,” lanjutnya. “Makanya sekarang kamu membenciku.”“Aku tidak membencimu, Fi,” tanggap Jake. “Dan aku tidak akan melupakan bahwa kamu pernah menyelamatkan hidupku.” Fidel tertawa lirih, ia kembali mengangkat wajahnya.Jake bisa menemukan manik cokelatnya yang tampak mengkilat tetapi itu karena netranya terbingkai oleh air mata.“Tapi kamu berubah, Jake.”“Apa yang berubah dariku memangnya? Aku hanya—““Jake yang aku kenal tidak akan pernah membentakku,” potongnya. “Baiklah—” ia tersenyum tegar. “Aku dan Tante Alina bisa pulang sendiri.”Fidel berjalan pergi meninggalkan Jake yang mematung di tempatnya. Sedangkan kepala pria itu berputar untuk melihat ke arah lobi, tempat di mana Laura berdiri di sana sebelumnya tetapi kini ia tak tampak lagi.‘Dia sudah pergi naik taksi?’ tanyanya dalam hati.Jake membuang napasnya,
“Laura?” tegur Daniela karena Laura hanya termangu setelah ia mengatakan bahwa ia akan melihat gaun untuk pernikahannya.“Y-ya?”“Apakah ada gaun di sini?” tanyanya. “Aku harap kamu mengatakan, ‘ada, banyak’ jadi aku tidak akan menangis.”Meski tak tahu apa maksudnya, Laura mengangguk menjawabnya. “Ada, banyak.”“Oh, syukurlah ….”“Tapi mungkin tidak sesuai seleramu,” kata Laura. “Atau bahkan lebih buruk dari yang kamu pikirkan.”“Aku belum melihatnya. Jadi aku tidak akan menilai sebelah pihak.”Mendengar hangatnya tanggapan gadis itu, Laura akhirnya membuka pintu lebar-lebar, dan satu langkah menyisih saat mempersilahkannya masuk.“Silahkan masuk,” ucapnya. “Ada beberapa yang sudah aku gantung, tapi yang di dalam box itu juga masih banyak,” tunjuk Laura pada gaun-gaun yang telah ia rapikan dan simpan di dalam cover gown, dan pada box besar yang masih ada di lantai juga.“Aku akan melihatnya, terima kasih, Laura.”Laura mengangguk, membalas senyum Daniela yang tak sepanik sebelumnya s
“T-tidak mungkin!” sanggah Laura. “Dokter bilang kalau aku hanya mengalami gangguan pencernaan, Pak Zafran. Makanya aku sering mual beberapa waktu terakhir ini,” lanjutnya.Mendengar hal itu, sepasang alis lebat Zafran berkerut, “Kenapa kamu mengalami gangguan pencernaan, Laura?” tanyanya keheranan.“Efek samping obat yang aku minum,” jawabnya.“Ada baiknya kamu periksa lagi,” saran Zafran. Dagunya mengedik pada Laura saat tatapan cemasnya belum mau pergi. “Wajahmu terlihat pucat.”Laura mengangguk, “Iya, terima kasih.”Laura menunjukkan senyumnya pada Zafran, memperlihatkan dirinya yang kuat meski ia sebenarnya ingin menyerah karena merasa energinya telah terkuras habis.“Laura?” panggil suara Daniela dari ruang ganti.“Iya.”“Bisakah kamu melihat kami?”“Tunggu sebentar!”Ia berjalan lebih dulu untuk menuju pada asal suara, sedangkan Zafran mengekor di belakangnya. Mereka tiba di ruang ganti dan melihat Daniela yang telah mengenakan gaun pengantin pilihannya, model ball gown, off t