Jake mendengus. “Kenapa aku harus menikahi Fidel?”“Kenapa lagi memangnya?” tanggap sang ibu. “Tentu saja karena dia datang dari keluarga yang baik dan terpandang. Dulu kamu juga sempat berpacaran dengannya, ‘kan?”“Itu sudah berakhir sangat lama, Mam.”“Mama yakin dia adalah wanita cerdas dan bisa menjalani kodratnya sebagai wanita dengan memberi keturunan untuk keluarga kita, Jake.”“Tahu dari mana Mama jika dia pasti bisa melakukan itu?” tanya Jake, menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa sementara Alina masih tak henti menatapnya.“Karena Fidel tidak menjalani pengobatan jangka panjang seperti Laura,” jawabnya. “Artinya, jika Laura tidak menjalani pengobatan jangka panjang, maka dia juga memiliki kesempatan untuk menjadi wanita yang sempurna, begitu?”Alina bergeming, tak menjawab anak lelakinya yang seolah sedang mengatakan agar ia berhenti membandingkan antara Laura dan mantan pacarnya itu.“Tidak juga,” sahut Alina tiba-tiba. “Mungkin saja dia memang benar-benar wanita mandu
Pagi hari ini, Laura sedang berada di luar rumahnya. Usai menghabiskan makanan yang ia paksa telan karena sejak semalam ia tak makan, ia melakukan kegiatan untuk mengurangi kebosanan.Kegiatan kecil yang setidaknya membuat kakinya tetap bergerak serta tidak terpaku duduk diam di satu tempat saja.Ia sedang memotong tangkai bunga, membuang yang kering dan menjaga yang masih segar.Tangannya yang sedari tadi sibuk bergerak dan kakinya yang berjalan mendadak berhenti saat di pikirannya terlintas sebuah tanya, ‘Kapan pengadilan akan memanggil aku dan Jake untuk mulai proses perceraiannya?’Laura akan tanya pada Elsa nanti. Ia lupa menanyakan, kapan persisnya sejak berkas perkara didaftarkan ke pengadilan hingga datangnya surat panggilan.“Kenapa melamun?” tanya sebuah suara bariton yang mengejutkan Laura.Ia menoleh ke sebelah kanannya dan kedua matanya membola melihat siapa yang tengah berdiri di halaman rumah tanpa ia dengar kedatangannya itu.“P-Pak Zafran?” sebutnya gugup.“Selamat pa
‘Jadi benar selama ini mereka memang menjalin hubungan?’ tanya Laura dalam keheningan. Meski hatinya sakit melihat pemandangan yang ada di depan matanya, ia tak ingin mengambil hati. Ia tak ingin mempedulikan keberadaan baik itu Jake, Fidel, atau bahkan Alina.Laura menoleh pada Zafran, ingin memintanya untuk mencari jalan yang lain agar mereka bisa segera pergi dari sini secepatnya. Tapi saat Laura menemukan manik mata cokelat gelap milik pria itu, sepertinya Zafran juga sudah mengetahui keberadaan Jake di sana.Zafran membuang napasnya dengan kesal, seolah benci dengan kebetulan yang tidak menyenangkan ini.“Kita lewat sana saja, Mam!” ajak Zafran, menunjuk ke arah lain.Meski ibunya bingung karena anak lelakinya bermanuver secara tiba-tiba, tetapi Ema menurut. Ema juga meraih tangan Laura agar mereka mengambil jalan yang lain yang ditunjuk oleh Zafran.Mereka tiba di sebuah kafe di sudut food court. Zafran memastikan Laura duduk dengan nyaman terlebih dahulu barulah kemudian ia
Laura bisa merasakan tangan Jake yang melingkar di pergelangan tangannya menegang saat Zafran mengatakan agar Jake melepasnya Jake tertawa lirih, rahangnya menggertak saat ia menatap Zafran. “Kamu tidak berhak melarangku menyentuh istriku sendiri, Zafran Almair Roya!” Zafran ikut tertawa, menyiratkan ekspresi mencemooh yang kental di balik senyumnya kala netranya yang kelam masih beradu dengan manik mata Jake. “Jika Laura istrimu, lalu kenapa kamu pergi dengan mantan pacar dan ibumu ke wedding exhibition, Jake?” tanyanya. “Setidaknya jelaskan itu dulu sebelum kamu berbicara seolah Laura sedang melakukan dosa besar dengan makan di sini bersamaku dan menariknya dengan kasar seperti ini!” lanjutnya penuh penekanan. “Kamu dan Laura pun tidak ada bedanya sebenarnya,” tanggap Jake. “Karena Laura datang ke sini dengan pria lain juga saat status kami masih sebagai suami dan istri.” Jake memandang laura yang tak hentinya menatapnya dengan penuh kebencian. “Laura datang ke sini karena Ib
“Fidella—”“Melihatmu seasing ini ….” Fidel menjeda bicaranya, gadis itu menunduk dan meremas jemarinya. “Aku yakin kamu pasti lupa bahwa aku pernah menyelamatkan hidupmu,” lanjutnya. “Makanya sekarang kamu membenciku.”“Aku tidak membencimu, Fi,” tanggap Jake. “Dan aku tidak akan melupakan bahwa kamu pernah menyelamatkan hidupku.” Fidel tertawa lirih, ia kembali mengangkat wajahnya.Jake bisa menemukan manik cokelatnya yang tampak mengkilat tetapi itu karena netranya terbingkai oleh air mata.“Tapi kamu berubah, Jake.”“Apa yang berubah dariku memangnya? Aku hanya—““Jake yang aku kenal tidak akan pernah membentakku,” potongnya. “Baiklah—” ia tersenyum tegar. “Aku dan Tante Alina bisa pulang sendiri.”Fidel berjalan pergi meninggalkan Jake yang mematung di tempatnya. Sedangkan kepala pria itu berputar untuk melihat ke arah lobi, tempat di mana Laura berdiri di sana sebelumnya tetapi kini ia tak tampak lagi.‘Dia sudah pergi naik taksi?’ tanyanya dalam hati.Jake membuang napasnya,
“Laura?” tegur Daniela karena Laura hanya termangu setelah ia mengatakan bahwa ia akan melihat gaun untuk pernikahannya.“Y-ya?”“Apakah ada gaun di sini?” tanyanya. “Aku harap kamu mengatakan, ‘ada, banyak’ jadi aku tidak akan menangis.”Meski tak tahu apa maksudnya, Laura mengangguk menjawabnya. “Ada, banyak.”“Oh, syukurlah ….”“Tapi mungkin tidak sesuai seleramu,” kata Laura. “Atau bahkan lebih buruk dari yang kamu pikirkan.”“Aku belum melihatnya. Jadi aku tidak akan menilai sebelah pihak.”Mendengar hangatnya tanggapan gadis itu, Laura akhirnya membuka pintu lebar-lebar, dan satu langkah menyisih saat mempersilahkannya masuk.“Silahkan masuk,” ucapnya. “Ada beberapa yang sudah aku gantung, tapi yang di dalam box itu juga masih banyak,” tunjuk Laura pada gaun-gaun yang telah ia rapikan dan simpan di dalam cover gown, dan pada box besar yang masih ada di lantai juga.“Aku akan melihatnya, terima kasih, Laura.”Laura mengangguk, membalas senyum Daniela yang tak sepanik sebelumnya s
“T-tidak mungkin!” sanggah Laura. “Dokter bilang kalau aku hanya mengalami gangguan pencernaan, Pak Zafran. Makanya aku sering mual beberapa waktu terakhir ini,” lanjutnya.Mendengar hal itu, sepasang alis lebat Zafran berkerut, “Kenapa kamu mengalami gangguan pencernaan, Laura?” tanyanya keheranan.“Efek samping obat yang aku minum,” jawabnya.“Ada baiknya kamu periksa lagi,” saran Zafran. Dagunya mengedik pada Laura saat tatapan cemasnya belum mau pergi. “Wajahmu terlihat pucat.”Laura mengangguk, “Iya, terima kasih.”Laura menunjukkan senyumnya pada Zafran, memperlihatkan dirinya yang kuat meski ia sebenarnya ingin menyerah karena merasa energinya telah terkuras habis.“Laura?” panggil suara Daniela dari ruang ganti.“Iya.”“Bisakah kamu melihat kami?”“Tunggu sebentar!”Ia berjalan lebih dulu untuk menuju pada asal suara, sedangkan Zafran mengekor di belakangnya. Mereka tiba di ruang ganti dan melihat Daniela yang telah mengenakan gaun pengantin pilihannya, model ball gown, off t
Melihat wajah Laura yang tampak tertekan, Elsa urung memintanya untuk masuk ke dalam mobil. Ia kembali membawa langkahnya untuk berjalan mendekat pada Laura dan merentangkan kedua tangannya begitu tiba di hadapannya. Elsa tersenyum seolah sedang mengatakan, ‘Berat ya? Kamu boleh memelukku, Lau.’Laura tidak bisa menahan senyumnya. Memandang Elsa, ia tahu bahwa temannya ini hanya ingin membuatnya tahu bahwa ia tak sendirian. Selalu seperti inilah Elsafana Mahika yang ia kenal sejak Sekolah Menengah Atas. Meski Laura dulu tak begitu dekat dengannya, tetapi satu hal yang ia kenal dari Elsa adalah, ia seorang gadis yang ceria.Laura maju selangkah dan memeluknya, sedetik kemudian mereka tertawa.“Percayalah aku ada di sini,” kata Elsa. “Apapun yang ingin kamu lakukan, kamu tahu aku selalu mendukungmu. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan, Lau.”“Terima kasih, Sa.”Elsa mengangguk. Ia kemudian bersedekap saat mengatakan, “Karena Jake tidak datang hari ini, upaya damai akan dianggap tida
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau