Malik membelai lembut helai koran yang menguning itu. Sudut matanya dibasahi air mata. Apakah gadis kecil itu adalah anak yang terlahir dari hubungan satu malam itu? Anak yang hadir akibat kesalahannya?Malik sadar bahwa satu keputusannya akan mendatangkan perubahan yang sangat besar. Pada sore singkat itu, dia memikirkan jalan hidupnya, serta mempertimbangkan masa depan dan reputasinya. Malik tahu betul, jika dia mengakui Clara sebagai putrinya, Keluarga Sadali mungkin akan jatuh dalam kekacauan.....Sinar matahari terakhir sudah menghilang dari kaki langit.Veren berjalan masuk sambil membawa teh. Dia menyalakan lampu dan bertanya, "Ayah, langit sudah gelap. Kenapa Ayah nggak menyalakan lampu?"Di bawah pancaran terang lampu, wajah muram Malik yang masih mencemaskan peristiwa masa lalu terlihat kentara. Setelah diam beberapa lama, dia berujar dengan suara serak, "Ternyata Veren, ya! Mana Surya?""Surya sudah balik ke kantor," jawab Veren.Veren menaruh cangkir teh yang baru ke meja
Rambut hitam Veren tergerai bebas di atas bantal. Dia menyandar ke bahu suaminya dan berkata dengan lembut, "Iya, Ayah memang nggak bilang apa-apa, tapi aku bisa lihat kalau dia benar-benar ingin mengakui Clara. Mungkin Ayah hanya khawatir kita nggak senang.""Mana mungkin? Kalau bukan karena Clara, Vigo mungkin sudah nggak bersama kita," sahut Agus sambil tersenyum tipis.Veren memeluk Agus dengan erat. Dia sangat mencintai suaminya dan setiap anggota keluarga ini. Ya, dia bersedia membantu Malik menyelesaikan masalahnya.....Dua hari kemudian.Clara yang sedang memeriksa persediaan di kantor berkata pada asistennya, "Penjualan yang terlalu baik ternyata juga bisa jadi masalah. Bantu aku menghubungi pelukis di daftar ini, tanyakan apa mereka punya stok. Kalau nggak ada, nggak perlu memaksa. Butuh waktu untuk menciptakan karya baru."Si asisten mengiakan dan berjalan keluar. Namun, dia segera kembali dan berujar dengan nada canggung, "Bu Clara, Bu Veren ada di sini. Dia memberikan cek
Clara ingin mengabaikan pertanyaan Satya. Namun, dia tahu pria itu tidak akan menyerah sebelum diberikan penjelasan. Jadi, dia pun berkata, "Bu Veren membeli beberapa lukisan lagi, nggak aneh kalau aku menemaninya sebentar. Satya ... aku nggak perlu meminta izinmu untuk hal seperti ini, 'kan?"Satya tidak bertanya lebih jauh. Dia lantas mengubah topik dan berkata ingin bertemu Joe.Clara tidak melarangnya, tetapi dia berpesan, "Joe baru saja sembuh. Jangan biarkan dia main sampai berkeringat, kalau nggak dia akan mudah masuk angin."Satya mengangguk paham.Clara dan Satya keluar dari kafe itu bersama-sama. Penampilan keduanya terlihat sangat mengagumkan, membuat banyak orang yang melihat mereka diam-diam memendam iri. Hanya saja, tidak ada yang menyangka bahwa keduanya segera berpisah begitu keluar pintu.Satya pergi ke apartemen dan menemani Joe hingga larut malam. Hingga Joe tertidur, Clara masih belum pulang juga. Satya tahu wanita itu menghindarinya, tetapi hatinya tetap kecewa. Se
Aida tersadar dari lamunannya dan langsung merespons, "Sedang jaga anak, aku akan panggil dia."Malik mengangguk. Kebetulan saat ini Joe ingin minum susu, sehingga Clara menggendongnya keluar. Saat melihat Malik, Clara terlihat agak kelabakan. Botol susunya terjatuh ke lantai dan berguling. Malik berjalan ke arahnya, lalu membungkukkan badan untuk mengambil botol susu tersebut. Kemudian, dia berkata, "Harus cuci dulu sebelum dikasih ke anak."Clara masih terdiam. Sementara itu, Aida telah bereaksi dan berbicara dengan tergagap-gagap, "Nggak pantas menyuruhmu melakukan sesuatu. Letakkan saja, biar aku yang kerjakan."Namun, Malik malah sudah menemukan dapur mereka. Sambil mencuci botol susu, dia berkata, "Waktu Vigo lahir dulu, aku juga yang cuci botol susunya. Namanya Joe, bukan? Sebagai kakeknya, tentu saja aku harus perlakukan dia dengan baik!"Aida sontak terkejut. Astaga, apa yang telah didengarnya tadi? Kakek Joe? Bukankah ini artinya, Clara adalah putri kandung Malik? Aida benar-
Setelah Clara masuk ke rumah, Aida menyambutnya dengan kegirangan. "Kenapa Malik bisa jadi ayah kandungmu? Wah, orang sehebat apa dia di Kota Brata ini!"Aida menggendong Joe dan terus menciuminya. Setelah itu, dia berkata dengan sangat gembira, "Joe sudah ada kakek, nggak ada lagi yang akan berani menindas kalian! Siapa pun yang berani menindas Joe, suruh kakekmu untuk menghabisinya!"Kemudian, dia tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan berpura-pura mengeluh, "Dia sudah susah payah datang, tapi kamu malah nggak tawarin minum sama sekali. Lain kali nggak boleh begitu lagi ya."Clara duduk di kursi sambil termenung sampai cukup lama .... Aida kembali bermain-main dengan Joe.....Seminggu kemudian, Keluarga Sadali menelepon mengatakan bahwa mereka mengundang Clara beserta anak-anak untuk makan di rumah, sekaligus membahas perkenalan Clara di pesta nanti. Veren berbicara dengan tulus, "Kamu nggak usah khawatir akan merebut perhatian dariku. Ulang tahunku bisa diadakan setiap tahun, tapi b
"Mimpi saja kamu!" ejek Satya. Clara juga tidak memberi penjelasan apa pun. Dia hanya tersenyum tipis, lalu berkata, "Satya, kamu nggak perlu bicara seburuk itu. Dulu, hubunganku dengan Vigo hanya sebuah kesalahpahaman, sekarang juga kami nggak ada hubungan apa pun! Aku nggak seperti kamu yang selalu menebar pesona ke mana-mana. Juga nggak seperti kamu yang punya rumah di berbagai kota .... Entah berapa banyak selingkuhanmu sampai nggak bisa dihitung lagi."Satya menangkap poin penting dari ucapannya. "Vigo?" Dengan tawa yang semakin sinis, dia melanjutkan, "Apa hubungan kalian, kenapa kamu memanggilnya sampai seakrab itu? Kamu berusaha mendekati Keluarga Sadali, tapi apa mereka mau menggubrismu? Kamu mau bertamu ke sana, apa mereka ada memberimu undangan?""Kalau mau menghadiri pesta, kamu masih harus menggunakan status sebagai istriku."....Clara menundukkan kepalanya dan bergumam, "Dalam hatimu, aku adalah seorang wanita yang materialistis dan berusaha menggaet pria kaya tanpa meme
Alaia masih belum bisa bicara, tapi Malik juga tidak pilih kasih. Dia tetap menggendong Alaia dan memberinya sebuah angpau besar. Setelah itu, Clara melangkah maju. Melihat wajah tegas pria di hadapannya ini, Clara masih tetap merasa sangat asing. Namun, tatapan Malik terhadapnya malah dipenuhi dengan kasih sayang seorang ayah.Clara memanggil dengan suara yang tercekat, "Ayah."Malik terus menatapnya dengan lekat-lekat. Di sisi lain, Agus tidak bersuara sama sekali dan Veren menyeka air matanya karena sedih. Setelah beberapa saat kemudian, Malik mengelus rambut Clara. Dia berjalan ke meja kerjanya dan membuka laci. Kemudian, dia mengambil beberapa akta rumah dan buku Tabungan.Malik menyerahkan semua ini ke tangan Clara sambil berkata, "Keluarga Sadali menjalankan bisnis turun-temurun, kita masih punya sedikit harta! Kakakmu pintar mengelola perusahaan, semua ini adalah sedikit niat baik dari keluarga kami. Gunakan untuk maskawin Joe ataupun Alaia kelak."Beberapa vila itu bernilai ra
Pesta di kediaman Keluarga Sadali.Hari itu, rumah tersebut dihiasi dengan lampu kaca berwarna ungu muda. Cahaya yang keluar dari penutup kaca tampak sangat lembut dan menenangkan hati. Di dalam dan luar rumah itu, mobil-mobil terparkir dengan penuh sesak.Para tokoh terkenal dari Kota Brata semuanya hadir. Mereka mendengar bahwa Malik telah menemukan putrinya yang baru berusia 25 tahun. Mengingat kembali peristiwa setelah kematian istri Malik, cukup masuk akal jika Malik ingin mencari putrinya kembali.Namun, kemeriahan hari ini menunjukkan betapa pentingnya putri ini bagi Malik. Semua orang merasa sangat penasaran dengan gadis muda yang bisa membuat Malik membuat kehebohan sebesar ini. Perlu diketahui, Malik biasanya sangat rendah hati dan tidak pernah memberikan kesempatan bagi orang lain untuk mengkritiknya.Satya memegang gelas anggur sambil mengamati sekeliling. Di bawah sinar bulan, penutup lampu kaca berwarna ungu pastel itu ditiup angin sehingga menghasilkan suara gemerincing