Annika menyahut sama lirihnya, "Kamu mau aku tanya apa?"Zakki menarik Annika mendekat. Cengkeraman tangannya begitu erat hingga wanita itu sedikit kesakitan. Katanya, "Tanyalah padaku, kenapa aku nggak masuk!""Kenapa kamu nggak masuk?" tanya Annika, menuruti mau Zakki. Namun, sebelum Zakki menjawab, Annika meneruskan, "Zakki, dulu kamu nggak punya fobia sosial. Kamu bebas mau pergi atau nggak .... Aku nggak bisa terus-terusan menjaga perasaanmu, terus-terusan menebak apa kamu akan marah atau nggak. Kalau begini terus, kita berdua bakal sama-sama lelah."Annika akhirnya mengutarakan unek-uneknya. Hanya saja, dia merasa sedikit menyesal. Dia pun memanggil Zakki dengan nada yang lebih lembut.Zakki tidak memberi Annika kesempatan untuk bicara lebih banyak. Dia melepaskan cengkeraman tangannya, lalu mundur ke dekat jendela, membiarkan kegelapan melingkupinya. Kemudian, dia berkata dengan sangat lirih, "Annika, kadang cinta juga bisa membunuh."Annika hanya berjarak satu langkah dari Zakk
Justin meminta maaf dengan tulus karena ingkar janji dan jatuh hati pada wanita lain.Sambil memegang dokumen yang diberikan Justin, Annika berkata, "Kak Justin, terima kasih atas dokumen-dokumen ini. Kalau soal hati, kurasa itu sudah takdir.""Ya, semua memang sudah digariskan takdir," sahut Justin sambil tersenyum tipis. Senyumannya mengandung sedikit kepahitan, tetapi dia tidak menyuarakannya.Selesai makan, Justin mengantar Annika ke parkiran. Annika mengenakan sepatu hak tinggi dan tidak sengaja menginjak lubang. Saat Annika terhuyung dan hampir jatuh, Justin sontak menahan pinggangnya. Sentuhan ini membuat pria itu sedikit nostalgia, sorot matanya pun melembut. Katanya, "Kuharap jurnal-jurnal itu bisa membantu Zakki segera sembuh!"Annika membalas sambil mengulum senyum lembut, "Terima kasih, Kak Justin. Aku pamit dulu, ya!"Justin membukakan pintu mobil untuk Annika dengan sopan. Dia menatapnya rindu untuk terakhir kalinya malam itu. Dia tahu, mereka sudah tidak punya harapan un
Zakki menolak untuk berhenti. Dia menatap Annika dengan tenang dan berkata, "Aku sangat tenang sekarang! Annika, aku nggak butuh simpatimu, apalagi rasa kasihanmu. Kamu ... pergi saja!"Annika berdiri mematung dan menanyakan alasannya. Zakki tidak langsung menjawab. Mata hitamnya menatap Annika beberapa lama. Kemudian, dia mengeluarkan sebatang rokok dari saku dengan tangan bergetar dan menyalakannya. Dia tidak mengisap rokok itu, melainkan hanya menunduk dan memandang asapnya.Setelah sekian lama, Zakki baru berujar dengan lirih, "Bukannya kamu selalu bertanya-tanya, apa aku tahu soal kehamilanmu saat itu? Aku tahu, Annika! Waktu kamu pergi, Dania memberikan hasil tes yang mengonfirmasi kalau kamu hamil. Dia juga memberitahuku kamu akan kembali ke Kota Aruma dan menyuruhku mengejarmu.""Annika, apa kamu tahu bagaimana perasaanku saat itu? Aku ingin mengejarmu, tapi aku duduk di kursi roda dan nggak berdaya. Aku bahkan nggak bisa bangun waktu terjatuh. Hari itu, aku baru benar-benar sa
Annika tidak lagi menangis terisak-isak. Bagaimanapun, dia adalah ibu dari dua anak. Namun, sesuai perkataannya, kali ini dia tidak akan pernah kembali pada Zakki. Dia tetap akan memedulikan pria itu, tetapi dia akan menjaga jarak darinya.Sebuah Rolls Rayce perak perlahan keluar dari vila. Zakki yang berada di ruang kerja mengawasinya dalam diam hingga mobil itu menghilang dari pandangan. Annika sudah meninggalkannya. Wanita itu akhirnya pergi setelah disakiti oleh kata-katanya. Zakki sadar betapa kejam ucapannya kemarin malam.Zakki ingin merokok, tetapi dia tidak bisa menyalakan rokoknya dengan tangan yang terus bergetar. Alhasil, dia mematahkan rokok itu dengan kesal. Setelah itu, dia mendorong kursi rodanya ke ruang tamu. Ruangan itu sangat rapi, seakan-akan tidak pernah ditinggali orang.Kemudian, Zakki pergi ke kamar utama dan mendapati seprai sudah diganti. Dari ruang ganti, masih tercium aroma parfum pakaian yang selalu dirindukannya. Dia juga melihat kotak obat yang berisi ob
Mata hitam Zakki berkaca-kaca. Dania sudah mendengar dari pelayan di bawah bahwa Annika pergi membawa anak-anak. Pada Zakki yang masih diam, dia berkata, "Sekarang kesalahpahaman sudah terpecahkan. Pak Zakki, bawalah Annika kembali!"Zakki tidak bersuara. Dia menatap lembut kalung berlian yang diletakkan di atas dokumen tadi, lalu mengusapnya dengan penuh perasaan. Dania tidak akan mengerti. Bagaimana Zakki bisa membawa Annika kembali? Dengan kondisi fisiknya sekarang, mereka hanya akan rukun sebentar. Tidak lama kemudian, mereka pasti akan kembali bertengkar.Lagi pula, kali ini Annika juga tidak akan kembali lagi. Saat itu, dia telah berkata bahwa kali ini, dia akan pergi untuk selamanya. Zakki pun telah membiarkannya pergi.Ketika Dania hendak mendesaknya lagi, Zakki berujar dengan nada tenang, "Bantu aku untuk membuat janji temu dengan Justin. Aku ingin mengucapkan terima kasih secara pribadi padanya."Dania sedikit kebingungan, tetapi dia tetap melaksanakan perintah Zakki.....Pa
Sambil memutar arah menuju vila Annika, Syamsul berkata, "Sebentar lagi kebetulan jam makan malam, Tuan bisa makan di sana. Masakan Nyonya memang paling cocok di lidah.""Banyak omong!" hardik Zakki.Zakki menaikkan jendela mobil, lalu menyandar ke sandaran kursi. Apa yang harus dikatakannya saat mereka bertemu nanti? Mereka baru berpisah tidak sampai 10 jam, tetapi Zakki merasa waktu telah berlalu lama sekali.Mobil hitam Zakki perlahan memasuki vila. Saat pintu mobil dibuka, langit sore sudah menggelap. Sesuai perkataan Syamsul, ini adalah jam makan malam. Aroma makanan yang membangkitkan selera tercium dari arah dapur vila.Di halaman rumput, Ariel sedang bermain bola dengan adiknya. Ketika melihat mobil Zakki, gadis kecil itu sontak berseru dengan gembira, "Ayah!"Baru berlari sebentar, Ariel mendadak teringat dengan Jose. Dia pun berbalik untuk menggendong adiknya, lalu kembali menghampiri Zakki. Kedua anak kecil itu mengelilingi sang ayah. Mereka memeluk lengan dan kakinya dengan
Annika menyemangati putrinya dengan lembut. Di bawah lampu kristal, dia tampak sangat elegan dengan gaun panjang yang dikenakannya. Rambut hitam panjangnya diikat ke atas, mengekspos separuh lehernya yang lembut.Dalam benak Zakki, Annika selalu lembut dan cantik. Biarpun kariernya melejit, dia tidak pernah terkesan sombong.Saat Zakki melamun menatapnya, Annika tanpa sengaja bertemu pandang dengan mata yang menyorot dalam itu. Namun, dia segera berpaling dengan tenang.....Zakki pergi pada pukul 10 malam. Annika turun dari lantai dua untuk mengantarnya. Setelah kursi rodanya sampai ke depan mobil, Zakki tidak langsung masuk. Dia bertanya dengan lembut, "Anak-anak sudah tidur?"Annika mengiakan pelan. Di bawah langit malam, hanya ada mereka berdua di sana. Zakki menatapnya sangat lama, lalu berujar lirih, "Aku sudah mengirim dokumen yang kamu tinggalkan ke laboratorium. Suratmu juga sudah kubaca ...."Bulan memancarkan sinar pucat. Zakki menatap Annika lekat-lekat. Setelah beberapa la
Annika merasakan tatapan Zakki dan menoleh ke arahnya. Matanya tidak memancarkan gejolak emosi berlebih, tetapi dia diam-diam menegakkan tubuhnya. Pria itu juga sedang memandangnya.Zakki memicingkan mata hitamnya dan berujar pada Dania, "Dorong aku ke sana."Dania mendorong kursi roda Zakki hingga ke depan Annika. Dia menyapanya dengan hangat, "Annika, sudah lama nggak bertemu!""Lama nggak bertemu," sahut Annika sambil tersenyum tipis, tetapi matanya masih tertuju pada Zakki.Pria di sebelahnya bertanya, "Bu Annika, siapa ini?"Annika menjawab dengan nada tenang, "Dia Pak Zakki, Presdir Grup Ruslan sekaligus mantan suamiku. Yang ini Dania, asisten Pak Zakki."Annika memperkenalkan mereka dengan sangat formal. Pria di sebelah Annika bernama Bryan Sutanto. Dia baru pulang dari luar negeri dan berkeinginan menginvestasikan uangnya. Annika sedang berusaha menarik pria itu untuk berinvestasi di perusahaannya. Tak disangka, dia bertemu dengan Zakki di sini.Bryan adalah pria yang sangat so