Tea time sore itu diadakan di taman yang berada di halaman belakang rumah. Suasana senja yang tidak terlalu panas oleh terik matahari, semilir angin yang menyejukkan menyatu dengan keindahan taman yang terawat itu menjadi suasana menenangkan.Seharusnya suasana itu menjadi pengobat emosi Roland yang telah dilelahkan oleh pekerjaan. Sayangnya, momen sempurna itu dirusak oleh orang-orang yang mengisi kursi pada meja.Jullian—ayah Roland berada di pangkal meja yang bersebelahan dengan Roland. Di depan Roland ada Odelia Philip—ibu tirinya yang bersebelahan dengan Valencia Philip beserta suaminya. Sementara Ella duduk dengan manis di sebelah Roland.Posisi pasti sudah diatur tanpa Roland ketahui, sama seperti kehadiran Ella. Roland akan bertahan berhadapan dengan Jullian dan yang lainnya, tetapi kehadiran Ella menjadi puncak rasa memuakkan Roland.Secangkir teh daun mint yang disajikan sedikit menahan emosi Roland, termasuk cufflink biru yang sejak tadi Roland mainkan di bawah meja.“Aku s
“Dia masih saja keras kepala.”Ella seketika terhenti menikmati teh yang tersaji saat telinganya mendengar komentar sinis Jullian. Wanita itu menjauhkan gelas dari bibirnya, kemudian meletakkan gelas itu dengan anggun ke piring kecil di atas meja.“Roland seperti itu mungkin karena terlalu lelah bekerja,” Ella berkomentar manis dengan maksud menarik simpatik Jullian. “Aku tidak apa-apa Roland seperti itu padaku. Mungkin dia masih belum percaya padaku karena perceraian kami,” lanjutnya yang tiba-tiba mendesah sedih.“Entah sifat siapa yang dituruni oleh anak keras kepala itu!” Jullian kembali memprotes kesal.Tiba-tiba Ella terpikirkan sesuatu rencana yang ingin memfaatkan simpatik ayah mertuannya. Jujur saja, Ella tak lagi menikmati hidup enak sejak bercerai dengan Roland.Roland memang mengabulkan keinginan Ella untuk tak mengumbar aib Ella pada siapa pun. Namun, karir Ella meredup setelah diceraikan oleh Roland. Tunjangan yang Roland berikan semakin berkurang setiap tahunnya. Ditamb
“Michelle!”Michelle terlonjak kaget sampai tubuhnya gemetar singkat oleh teriakan ceria di depan mata. Matanya yang terbelalak berakhir mengerjap-ngerjap, memastikan jika dia sedang bermimpi pada tamu yang datang tanpa diundang.“Celine?! Kenapa kau ada di sini?” Michelle terperangah sampai mulutnya sedikit menganga.Celine—tamu yang datang malam itu memasang wajah masam karena merajuk. “Kau tidak suka aku datang? Padahal aku ingin memberi kejutan!” ucapnya yang diakhiri decakan kesal.“Justru aku sangat terkejut kau datang tanpa memberi tahu! Bagaimana bisa kau datang ke sini di weekday seperti ini?” Michelle meluruskan kesalahpahaman yang terjadi.“Nanti saja kau tanya-tanya. Biarkan aku masuk sekarang karena aku sangat lelah—”Celine terdiam ketika terburu-buru menerobos masuk dengan menggeret kopernya. Wanita itu terpaku kaku menatap sopirnya Axel yang menyapa hormat di ruangan tamu.Dengan hanya melihat Celine, Michelle bisa menebak isi pikiran sahabatnya itu. Sehingga Michelle
Sambungan telepon itu terputus bersamaan dengan pintu yang terbuka. Mata Leah yang menoleh ke arah pintu telah mendapati Michelle bersama Celine.“Kau sudah selesai melalukan yang Mommy katakan?” tanya Michelle sembari berjalan menghampiri.“Sudah, Mom,” ucap Leah menurunkan handphone yang menempel di sisi telinga kiri.Mata Michelle fokus kepada handphone-nya yang dipegang Leah. “Kenapa handphone Mommy ada padamu? Apa Grandma Alins menelepon?” dia menebak.Mulut kecil Leah sudah terbuka ingin bersuara. Sayangnya, dia terhalangi oleh Celine yang lebih dahulu berkata-kata.“Kau masih menyimpan pakaianku yang tertinggal di rumahmu ‘kan, Michelle? Aku tidak banyak membawa pakaian.”“Aku menyimpannya di lemari yang di sebelah kiri.” Michelle menunjuk ke arah yang dimaksud.“Kalau begitu aku mau mandi dulu,” ucap Celine berlalu pergi menuju kamar mandi yang ada di kamar itu.Michelle kembali fokus pada putrinya. Dia memilih duduk di tepian ranjang tidur—tepat di sebelah Leah yang duduk.“Bi
“Argghhh! Minum bir dingin saat lelah adalah pilihan yang sempurna!”Michelle tersenyum sinis mengejek Celine yang berdecak senang pada sekaleng bir. Wanita cantik yang mengenakan piyama itu telah berhasil menidurkan putrinya. Dia berakhir duduk di meja makan bersama Celine yang mengajaknya.“Kau tidak mau minum, Michelle?” tanya Celine yang berhasil menghabiskan kaleng pertama bir yang dibawanya sendiri.“Besok aku bekerja, aku tidak mau bangun kesiangan.” Michelle menolak.“Kau harus meningkatkan level daya minummu, Michelle. Apa yang kau minum saat menemani bosmu dalam jamuan bisnis?” sorot mata sinis Celine begitu nyata mengejek Michelle.Wanita itu selalu kesal setiap kali menikmati alkohol bersama Michelle, dia tidak memiliki teman yang sebanding. Dia selalu minum dan berakhir mabuk sendirian. Sedangkan Michelle selalu menonton dan membantunya yang mabuk.Walau seperti itu, Celine pernah beberapa kali berada di posisi Michelle. Dia menonton Michelle yang mabuk hanya dalam dua ge
~ Beberapa hari kemudian ~Di meja makan, Michelle tak henti-hentinya menatap handphone-nya yang di letakkan di sebelah piring. Sejak duduk dia tidak fokus menikmati sarapan, berulang kali Michelle memegang handphone kemudian meletakkan dan menatapnya intens.“Kau menunggu telepon dari siapa?” Celine menegur karena sudah risih.“A-aku hanya memeriksa email,” jawab Michelle gugup.“Mom, besok Axel berulang tahun. Aku ingin membeli hadiah untuknya. Mommy sudah janji akan menemaniku membeli kado Axel.” Leah dengan naifnya menagih janji.“Mommy akan pulang cepat hari ini agar bisa menemanimu. Tapi, tidak apa-apa kan pulang sekolah nanti kau dijemput oleh Bibi Celine?” tanya Michelle lembut pada Leah yang duduk di sebelahnya.Leah mengangguk. “Tidak masalah, Mom!”“Kalau begitu cepat habiskan sarapanmu agar tidak terlambat ke sekolah.”Senyuman manis Michelle lenyap setelah Leah memalingkan wajah. Perhatiannya pun kembali fokus pada handphone yang layarnya sengaja dinyalakan, memeriksa sebu
Di meja kerjanya, Michelle sedang memijat kepalanya yang pusing. Kepalanya sakit setelah berdebat dengan Roland keras kepala.Awalnya, Michelle yang sedang sibuk menyelesaikan pekerjaan dibuat terkejut oleh Roland yang menghubungi. Jantungnya berdebar dan merasa gugup sampai bingung menyapa seperti apa. Michelle yang berhasil menata perasaannya berakhir lembut menjawab telepon itu.Tetapi, kelembutannya itu disambut keegoisan Roland yang tak terbantah.Jantung Michelle tak berhenti dibuat tenang oleh Roland yang ingin datang ke rumah. Sehingga dengan terpaksa Michelle menyetujui bahwa dia yang akan datang ke tempat Roland.Michelle telah berjanji akan menemani Leah membeli hadiah untuk Axel. Tapi, realitanya Michelle harus memenuhi permintaan Roland.Michelle terpaksa membatalkan janjinya pada Leah?Sungguh! Michelle tak sanggup membayangkan rasa kecewa putrinya. Pekan lalu Michelle telah melakukan hal serupa dan kali ini pun dia kembali melakukannya. Dan semua itu karena satu orang e
Taksi yang ditumpangi telah mengantarkan Michelle di depan gedung mewah yang berada di kawasan elite, di mana gedung itu bersebelahan dengan mall ternama di pusat kota Los Angeles.Michelle sangat tahu kawasan itu adalah hunian mewah dari orang-orang berduit. Dan tidak mengherankan jika Roland memiliki tempat tinggal di salah satu gedung mewah itu.Hanya saja, Michelle dihantui perasaan bersalah ketika melihat mall megah di sebelah gedung. Dia kembali dihantui perasaan bersalah pada Leah.Michelle keluar dari taksi setelah membayar ongkos kepada sopir. Wanita cantik yang masih memakai pakaian blouse formal itu berjalan ke dalam gedung.“Nona Michelle Loiuse?” sapa seorang pria di lobby gedung.Michelle menoleh dan memindai pria berjas rapi itu. Dia mengingat pria itu adalah salah satu asisten pribadi Roland yang menemani di malam kecelakaan waktu itu.“Ya?!” Michelle menyahut tenang.“Saya asisten pribadi Tuan Roland. Beliau menyuruh saya untuk menjemput Anda di sini dan mengantar Anda